Share

Bab 83

Penulis: Chocoberry pie
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-21 21:04:03
“Dan nggak ada yang gratis di dunia ini,” ucap lelaki itu dengan senyuman yang tak kumengerti.

Aku menjauhkan wajahku saat dia mendekatkan wajahnya. “Apa? Pasti pikirannya mesum lagi, deh. Aku lagi nggak mood.”

“Nah … sepertinya kamu yang mesum. Aku cuma mau kamu cuci piring, Alea,” sahutnya dengan senyum mengembang.

“Lah … kok jadi aku. Bukannya malam ini mestinya giliran kamu, Pak Buntal?”

“Tapi punggungku macem remuk setelah jadi kuda barusan. Gimana … kamu mau cuci piring atau mau jadi terapis? Sepertinya aku butuh pijatan lembut tangan seorang gadis muda buat pulih kembali,” godanya.

Aku segera berdiri dan ke tempat cuci piring, sebelum lelaki itu sempat melucuti pakaian yang dikenakannya.

“Dasar mesum!”

Aku terkejut ketika sepasang tangan itu kembali menyentuh tubuhku. Keduanya melingkar begitu saja melewati pinggangku, saat aku sibuk mengoleskan spons berbusa sabun ke peralatan makan kamu.

Dada lebarnya menempel di punggungku dan kurasakan kecupan di puncak kepal
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
mommy can
pasti Ama bapake itu ...... sengaja Alea biar pak Jo bangun dr tidur🫢
goodnovel comment avatar
Ayu Nida
mantan alias cinta pertama anak perempuan yaitu bapaknya...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Menikahi Guru Killer   Bab 84

    “Ngedate sama si basket itu?” Pak Jonathan langsung membuka matanya lebar-lebar dan aku langsung tersenyum lebar. Tentu saja karena rencanaku berhasil“Selamat malam,” godaku, “atau selamat pagi, nih?” “Ah … kamu,” kesalnya. Mungkin mendengar kalimat tadi membuatnya terkejut, pikirannya yang langsung bekerja dan secara spontan membuatnya tak ingin lagi lelap. Tapi setelah menyadari bahwa itu cuma kata-kata randomku, ia justru mempererat pelukannya.“Ayolah, kita keluar. Aku butuh udara segar,” rayuku, “atau … kita berdua nginep di rumah papa hari ini? Kasihan, dia pasti kesepian tanpa anaknya yang cantik, baik hati dan ….”“Bawel,” sambung Pak Jonathan cepat, “dia pasti kasih kamu ijin nikah cepat cuma karena bosan dengar suara kamu yang berisik itu.” “Dih … siapa bilang,” kesalku, “aku sama papa itu nggak pernah berantem sebelum dia bilang mau jodohin aku sama orang asing macam jaman siti nurbaya.Gila aja, udah jelas aku nolak. Mana mungkin aku mau nikah sama lelaki yang usianya

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • Menikahi Guru Killer   Bab 85

    “Kenapa nggak ikut? Kamu kan pacarnya? Ikut aja, siapa tahu Doni bisa cepet sembuh setelah dijenguk sama pacarnya,” ucap Bu Ella seperti sengaja memprovokasi Pak Jonathan. “Ella, berhenti bersikap seperti anak kecil.” Kalimat itu keluar begitu saja dari bibir Pak Jonathan dan sepertinya berhasil membuat Bu Ella bungkam dalam seketika. “Alea, salam buat papa, ya. Setelah semuanya beres, aku segera jemput kamu,” ujarnya. Aku menganggukkan kepalaku. Kusingkirkan perasaan kecewa karena memang aku tak bisa membantunya dalam masalah ini. Mungkin dia benar, kehadiranku bahkan bisa membuat masalahnya semakin bertambah runyam. Aku cuma bisa berharap bahwa semuanya akan baik-baik saja. Kulambaikan tanganku saat mobil hijau itu perlahan bergerak menjauh, meninggalkan perasaan gelisah yang semakin tajam dalam hatiku. “Papa,” salamku sembari meraih tangannya dan menempelkannya di dahiku. “Mana suamimu?” tanya papaku.“Kan … mulai deh. Yang anak papa itu Alea, kan Pa. Kok yang dicari malah Pa

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-23
  • Menikahi Guru Killer   Bab 86

    Mendengar kata penjara, badanku langsung bergetar. Tanpa terasa kotak kue, tempat donat-donat buatanku itu jatuh ke lantai. “Apa yang Tante lakukan? Tante sudah menjarain orang yang selamatin anak Tante, tau!” “Ha? Kalau dia yang nyelametin anakku? Lalu ambulans, dokter-dokter dan perawat-perawat itu ngapain? Main congklak?” sahutnya tak mau kalah, “kamu kira Pak Jonathan mu yang hebat itu yang melakukan operasi?” “Tan, aku yang ngikutin dia sampe ke rumah sakit ini. Tapi … dimana Tante saat tanda tangan Tante dibutuhkan?” cecarku dengan suara gemetar saking marahnya. “Eh … malah nyolot, nih anak,” hardiknya, “perempuan macam gini yang mati-matian kamu bela, Don? Nggak ada sopan santunnya sama orang tua.” “Ma … hentikan, Ma,” lirih Doni lemah. Mungkin robekan di perutnya tak memungkinkan baginya untuk bicara terlalu keras. “Pak Jonathan yang menandatangani semua berkas, menggantikan tanggung jawab Tante. Tapi ….” Aku seperti kehabisan kata menghadapi orang yang tak tau terim

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24
  • Menikahi Guru Killer   Bab 87

    “Alea,” ucapnya memanggil namaku. Aku segera berdiri dan melangkah mendekatinya. Senyum di wajahnya yang lelah itu tak membuatku sanggup menahan cairan bening yang menggantung di pelupuk mataku. “Pak buntal, kenapa kamu bikin aku nunggu lama sekali?” protesku sembari melingkarkan kedua tanganku di pinggangnya. “Maaf, sayang,” ucapnya, “aku juga nggak menduga kalau masalah ini bakal jadi serumit ini. Maaf, aku bikin kacau semua rencana hari ini.” Aku menatap manik mata gelap yang tampak sayu itu. “Aku percaya kamu,” ucapku dengan sangat hati-hati, “kamu sebaiknya mandi dan … biar kusiapkan minuman hangat untuk menghangatkan tubuhmu.” Sungguh, aku merasa lega. Membayangkan harus berpisah dengannya saja, sekarang aku tak sanggup. Aku merasa kehilangan separuh diriku jika tak ada dia di sisiku. Entah apa jadinya jika dia harus mendekam begitu lama di sel. Kubawa dan letakkan secangkir wedang jahe gula aren yang baru saja kuseduh di atas meja rias. Kudengar suara gemericik air itu be

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24
  • Menikahi Guru Killer   Bab 88

    “Alea ….” “Bukan aku ngelarang kamu buat wujudin impian kamu, tapi aku nggak suka kamu dekat-dekat sama Bu Ella. Belum lagi kalo kamu main mata sama siswi-siswi kamu.” “Tapi aku nggak pernah main mata sama siapapun.” “Ah … yang bener,” godaku, “aku sering keliatan kamu salah tingkah loh, di kelas.” Lelaki itu merebahkan aku di atas ranjang kami. Kulihat wajahnya yang seperti tersipu.“Itu … karena kalian pake rok selutut. Dan meja sekolah kita tidak berpenutup. Kamu bisa bayangkan siapapun yang berada di depan kamu, pasti bisa melihat bagian yang tak seharusnya,” keluhnya.“Astaga, jangan katakan kalau … pemandangan seperti ini yang bikin kamu betah jadi guru di SMA Merah Putih,” tebakku setengah menggodanya. “Ah … akhirnya kamu tahu juga,” sahutnya alih-alih mengelak dari tuduhan itu, “aku bisa melihat sepasang paha sekaligus dengan celana dalam beraneka warna.” “Ish! Mesum!” Lelaki itu tiba-tiba menyentuh pahaku. “Tapi aku tidak perlu lagi melihat atau membayangkannya. Aku ba

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-25
  • Menikahi Guru Killer   Bab 89

    “Ya … jejak, Al. Jejak,” ulang Vena seperti tak sabar, “kamu tandain biar orang lain tau kalo dia udah punya pasangan.” Aku menjentikkan jariku. “Macem stiker atau baju bertulisan gitu kan? Tapi … pasti dia nggak mau pake, deh.” “Duh … serah, deh. Mau kamu kasih jejak apa juga. Mau kamu sablonin kaos pake gambar muka kamu juga nggak papa.”“Ah! Ide bagus itu! Aku buatin macem gitu deh,” balasku, “captionnya apa ya?” “Ya udah, tulis aja. Punya Alea! Macem di tip ex kamu itu.” “Tapi dia bukan barang. Dia manusia. Jadi nggak manusiawi dong, kalo cuman gitu tulisannya.” “Ya udah, ganti aja. Pacar Alea,” jawabnya dengan suara yang terdengar sedikit lebih ketus.“Kamu marah, ya?” “Ya jelas! Jelas banget aku marah,” balasnya, “nggak nyangka banget kalo Alea, temen aku yang cerdas itu ternyata lola.” “Ish! Kok lola sih. Tapi … ide kamu bagus, kok. Aku buat deh. Lumayan, kita belum punya nih.” “Ya udah, suka-suka kamu deh.” Cukup lama kami menghabiskan waktu di salon itu. Tentu saja p

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-26
  • Menikahi Guru Killer   Bab 90

    “Gimana sih? Aku makin nggak ngerti deh,” sahutku,”nggak mungkin Doni bisa cari tahu pembunuh bapaknya. Kan dia cuman bisa tiduran di ranjang rumah sakit.” “Seharusnya gitu kan. Tapi Doni curiga sama ibunya. Jadi diam-diam dia ngerekam pembicaraan ibunya, tengah malam ibunya menghubungi seseorang saat ia tidur. Lalu rekaman itu dikirimkannya ke aku. Dan … saat aku jenguk dia, Doni suruh aku ambil ponsel ibunya buat diserahin ke polisi,” terang Audrico, “nyatanya dari pesan-pesan dalam ponsel itu, ibunya memang otak dari kejadian ini. Dia bayar orang buat bunuh mantan suaminya.” “Jadi … si Doni apes, karena pas itu ada di tempat kejadian. Tapi …. Wait! Buat apa dia bunuh mantan suaminya?” “Urusan pribadi, pastinya. Udahlah, biar polisi yang bereskan masalah ini. Kita nggak perlu ikut campur lebih dalam lagi,” sahut Pak Jonathan.“Tapi ….” “Iya. Mungkin saja urusan uang atau bisa juga urusan hati,” potongnya. “Kamu abis belanja, ya?” Sepertinya Pak Jonathan diam-diam mengamati pape

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-27
  • Menikahi Guru Killer   Bab 91

    Aku melirik lelaki yang sibuk mengendalikan kemudinya. Sangat terlihat kala ia menahan tawanya. Seperti yang kuduga, panggilan itu justru terdengar menggelikan. Dan sumpah! Aku nggak bakal panggil dia dengan kata itu.“Kan … apa Alea bilang. Dia pasti lebih seneng dipanggil Pak Jonathan daripada panggilan lainnya,” gerutuku. “Sayang, yang bikin aku ketawa itu cara kamu ngomong. Bibirnya nggak usah dimonyong-monyongin gitu lah,” komentar Pak Jonathan. “Kalau gitu, kenapa kamu nggak panggil dengan panggilan yang sama, Alea?” “Panggilan yang sama gimana, Pa? Sama … sama apa?” tanyaku tak mengerti. “Ya itu tadi. Suami kamu udah bener itu, panggil kamu dengan kata sayang,” atur papa seolah konsultan hubungan suami istri.“Ah, harus panggil sayang, ya?” tanyaku dengan perasaan canggung. “Nggak sulit, kan,” ejek Pak Jonathan yang sepertinya mulai menikmati perpeloncoan papa terhadapku. “Iya, iya. Gampang, Pak Jonathan sayang.” “Lah, kok masih pakai kata pak,” protes papa. “Ya … pelan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-28

Bab terbaru

  • Menikahi Guru Killer   Bab 139

    “Jujur, katakan sama aku. Kamu masih ada perasaan kan, sama dia?” tanyaku dengan perasaan tak karuan. Mungkin seharusnya aku tak pernah mengatakan pertanyaan seperti ini. Pertanyaan yang justru seperti bom waktu yang kupasang di antara kami. “Masih.” Jawaban itu seakan membuat jantungku berhenti berdetak. Aku masih menatapnya dalam diam. Sebuah jawaban yang akan menentukan nasib sebuah pernikahan. “Tapi perasaan yang berbeda dengan yang kurasakan untukmu,” lanjutnya, “dan aku sadar … dulu maupun sekarang, hubungan kami bukan tentang cinta.” “Lalu apa kalau bukan cinta? Tapi, kalian pacaran, kan. Mana mungkin nggak cinta?” cecarku. “Kamu mau dengar ceritaku?” tanyanya.Aku mengangguk dengan perasaan ragu. Tentu saja karena aku tidak yakin akan cerita yang akan dituturkannya. Bisa saja semua itu hanya karangannya agar aku memaafkannya. Tapi tak urung, aku ingin mendengar pembelaannya. Apa yang sebenarnya dirasakannya pada perempuan itu.Pak Jonathan menarik kursi dan duduk tepat

  • Menikahi Guru Killer   Bab 138

    Setelah mengatakan semua yang mengganjal di hatiku, aku segera menutup panggilan itu. Napasku bahkan terengah hanya karena menyampaikan emosiku yang meluap hebat. Bagaimana bisa dia menuduhku seperti itu, sementara dirinya sendiri melakukan hal yang tak berbeda. Hah! Seandainya saja dia tahu kalau Doni bahkan sudah tak ada lagi di hatiku. Seandainya saja dia tahu kalau perasaanku hilang begitu saja setelah mengenal keluarganya, setelah aku merasakan betapa takutnya kehilangan dirinya saat ditahan dulu. Seandainya saja dia tahu, bahwa aku bahkan hanya mengurung diri di kamarku sejak kedatanganku, menikmati kesendirianku. Seandainya saja dia tahu bahwa kenyataan bahwa keantusiasannya datang ke acara itu telah menorehkan luka di hatiku tentang masih adanya jejak cinta di hatinya. “Ah, pusingnya kepalaku,” keluhku. Kuangkat tanganku dan mulai memijit keningku yang terasa berdenyut. Suara telepon kembali terdengar. Kali ini sengaja aku tidak mengangkatnya. Kepalaku semakin terasa pusin

  • Menikahi Guru Killer   Bab 137

    “Aku ada ide!” teriak Vena tiba-tiba. Suara cempreng itu membuatku melompat saking terkejutnya. Ditambah lagi tepukannya di pundakku yang membuat jantungku berdegup lebih cepat. “Kamu pergi aja sama Kak Bernard!” “Vena …. Kali aja dia nggak marah, ngeliat aku sama kakak kamu,” keluhku, “kamu inget kan, terakhir kali mereka ketemu juga berantem. Aku nggak mau Kak Bernard terluka cuma gara-gara jagain aku.”“Lah … memang mesti ada pengorbanan buat mencapai suatu tujuan, kan. Seperti Kak Bernard, ngelakuin itu pasti ada tujuan. Walau nggak semua tujuan itu bakal tercapai,” ucapnya, “butuh effort buat mencapai sesuatu yang kita ingini, Al.” “Iya, kamu benar. Tapi aku tetap harus memperhitungkan kerugian apa yang bakal aku terima kalau melakukan semua itu, kan?” Vena mengedikkan pundaknya. “Jadi … kamu nggak mau datang ke acara itu?” Aku menghela napas dan menggeleng pelan. “Mungkin aku akan membuat kekacauan besar, yang bisa menahannya agar tidak bisa datang ke acara itu.” “Kekacau

  • Menikahi Guru Killer   Bab 136

    “Marsha memberitahukan kalau dia akan datang pada saat reuni akbar sekolah kami nanti.” Aku langsung melotot saat mendengar nama acara itu. Bukan karena aku tidak pernah mendengarnya, tapi karena aku sering membaca di media sosial bahkan cerita-cerita orang tentang acara reuni seperti ini. Acara yang justru menjadi awal perpecahan sebuah rumah tangga. “Lalu … kamu juga mau datang buat ketemu dia?” tanyaku sekali lagi tanpa sebuah basa basi. “Acara itu sebenarnya ajang paling tepat untuk mencari koneksi, memperluas hubungan kerja.” Jawaban itu sebenarnya membuatku langsung bisa memprediksi bahwa ia ingin datang walau apapun alasannya. Aku juga pasti akan terlihat konyol jika harus menahannya untuk tidak pergi. Seperti … seorang istri pencemburu yang bahkan menghalangi kemajuan langkah suaminya. “Al, kamu percaya kan, sama aku?” tanyanya sembari menatap mataku lekat lekat.Aku menarik napas panjang dan terpaksa menganggukkan kepalaku walau sejujurnya firasatku mengatakan yang sebal

  • Menikahi Guru Killer   Bab 135

    “Gimana? Yang ini atau yang ini?” tanyaku sementara kedua tanganku memegang dua hanger kaos pilihanku. Pak Jonathan menggelengkan kepalanya. “Nggak … sepertinya itu nggak cocok buat aku.” Sesaat kemudian, lelaki itu kembali mencari pakaian yang cocok untuknya. Kuletakkan kembali kedua hanger itu di tempatnya. Sudah cukup banyak model yang sudah kurekomendasikan buatnya, tapi belum satupun yang dipilihnya. Entah pakaian seperti apa yang sebenarnya ingin dicarinya. “Cari kaos untuk papanya, Kak?” sapa seorang yang memakai seragam pramuniaga toko, “sepertinya kemeja akan lebih cocok untuk lelaki seusia papa kakak, jika dibandingkan dengan t shirt.” Wait! Ini sudah yang ketiga kalinya Pak Jonathan dianggap sebagai papaku. Padahal usianya cuma berjarak belasan tahun saja. “Dia suami saya, Kak,” sahutku sekali lagi memberinya sebuah pembenaran, “dia sedang cari pakaian santai yang nyaman dan tidak membuatnya terkesan lebih tua dari usianya.” “Kemeja dengan corak yang cerah, mungkin,”

  • Menikahi Guru Killer   Bab 134

    “Ini Non, susunya lekas di minum, keburu dingjn.” Mbak Santi meletakkan susu hamil yang sengaja dibelikan oleh Pak Jonathan untuk menunjang nutrisiku. Sejujurnya aku merasa enggan untuk meminumnya. Bukan karena rasanya, tapi karena aromanya yang membuat perutku berontak tak ingin menerimanya. Tapi mau gimana lagi, aku juga tidak ingin bayiku kekurangan nutrisi karena aku terus memuntahkan semua yang masuk ke dalam perutku. Kucepit hidungku dan segera menegak cairan berwarna putih yang ada di dalam gelasnya hingga tandas, sebelum memasukkan permen kenyal berbentuk hamburger ke dalam mulutku. “Loh, Non mau kemana? Ke kantor lagi?” tanya Mbak Santi saat melihatku langsung mengambil sling bag kecil yang biasa kupakai. “Iya, Mbak. Mau belanja sama Pak Jonathan,” sahutku, “ada titipan?” “Beli sabun sekalian sama pembersih lantai ya, Non. Stoknya udah menipis,” jawabnya cepat. “Udah? Itu aja kan?” “Iya Non.” Setelah mencatat semua keperluan itu di dalam otakku, aku p

  • Menikahi Guru Killer   Bab 133

    “Please …” lirihku sembari meremas pundaknya. Rasa gemas membuatku tak mampu menguasai diri, apalagi di saat hasratku seakan meluap sampai ke ubun-ubun. Tapi lelaki itu seperti tak peduli akan rengekan atau desah nafasku yang semakin tak karuan. Ia justru menempelkan ujung lidahnya dan berputar mengelilingi bagian puncak di dadaku. Tubuhku semakin menegang karenanya. Sepasang tanganku menggapai rambutnya, mencengkeram helaian berwarna hitam yang tumbuh di batok kepalanya“Al, kamu mau punya suami botak?” Akhirnya ia berhenti melakukan hal yang menyebalkan itu. Kulepaskan cengkraman tanganku dan menyilangkan kedua tanganku di depan dada. “Makanya jangan cari gara-ga–”Tok! Tok! Tok!Mendengar suara ketukan itu, membuatku menghentikan ucapanku. Tentu saja hal itu sangat menggangguku, bahkan kami belum sempat bercinta. “Tunggu sebentar,” ucap Pak Jonathan sembari beranjak dari atas tubuhku dengan gerakan enggannya. Lelaki itu cepat-cepat memakai celana panjangnya sampai terhuyung ka

  • Menikahi Guru Killer   Bab 132

    “Tentu saja, mereka semua justru yang akan iri sama aku,” sahutku cepat, “karena semua hal yang setiap perempuan inginkan, ada sama kamu.” “Alea, kamu lagi ngejek aku, kan?” “Kok ngejek? Aku bicara apa adanya, kok,” balasku, “kamu itu mapan, ganteng, pintar dan ….” “Dan apa?” “Nggak jadi.” Aku langsung berbalik dan melangkah kembali masuk ke halaman rumahku. Sumpah! Demi apa aku sampai mengatakan semua itu. Tapi … sepertinya nggak masalah kalau sesekali aku memujinya seperti ini. Mungkin ia jadi pencemburu karena ketidak percaya diriannya saja. “Dan apa Al? Kamu sengaja ya, mau bikin aku mati penasaran.” “Nggak, aku bilang nggak jadi,” sahutku. Sepertinya semua yang kukatakan tadi, sudah cukup. “Alea!” panggilnya dengan suara merayu sembari mengikuti langkahku, “dan apa dong.”Kudengar suara pintu tertutup di belakangku. Dan sesaat kemudian kurasakan sentuhan tangannya di bahuku. Tangan itu membuatku mau tak mau memutar tubuhku untuk menghadapnya. “Dan apa, Al?” tanyanya deng

  • Menikahi Guru Killer   Bab 131

    Aku berdiri dari kursiku. Ingin sekali kulempar semua hidangan di hadapanku. Bagaimana bisa ia mengatakan semuanya tanpa rasa bersalah, seolah semua yang sudah kami lalui hanyalah sebuah lelucon belaka. Kecewa? Tentu saja aku merasa sangat kecewa. Kalimat itu bahkan membuatku merasa tak berharga lagi. Seakan dia hendak mencampakkan aku setelah semua cinta tulus yang kuberikan. Sepertinya aku salah karena mengira ia mencintai dan memperlakukanku dengan tulus. Rasa sakit seperti menamparku pada kenyataan yang kini kurasakan.“Jadi … setelah semua ketulusan yang aku berikan, kamu berniat mencampakkan aku?” “Bukan … bukan seperti itu. Al, aku tahu kamu terpaksa menikah denganku. Bahkan kamu mengajukan daftar keinginan hanya untuk membuatku mundur,” ucapnya dengan wajah yang seperti frustasi, “setelah peristiwa hari ini, akhirnya aku menyadari bahwa perasaan itu tak bisa dipaksakan. Aku tidak bisa memaksamu untuk membalas perasaanku.”Aku menghela napas sedalam-dalamnya dan menghembuska

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status