Share

Bab 78

Penulis: Chocoberry pie
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-16 12:52:11

“Maaf Tante, sebenarnya kemarin aku cuma kebetulan lewat. Aku sama Doni cuman teman sekolah. Emh, teman akrab,” tuturku tanpa mempedulikan kegelisahan di wajah lelaki muda itu.

Tentu saja dia sadar kalau aku sudah beberapa kali mencoba memutuskan hubungan kami.

“Teman akrab?” ulang Doni seakan kata itu terdengar aneh di telinganya.

Tok tok!

Aku langsung menoleh ke arah pintu, tepat dimana Pak Jonathan berdiri. Lelaki itu menutup pintu dan langsung menebarkan senyumannya.

“Kamu sudah baikan, Don?” tanya Pak Jonathan dengan penuh perhatian.

“Lumayan Pak,” sahutnya, “terima kasih sudah datang.”

Pak Jonathan mengulurkan tangannya pada perempuan itu. “Anda pasti mamanya Doni, kan. Kenalkan, saya Jonathan. Saya guru mereka, tapi hari ini saya kemari untuk menemani istri saya menjenguk Doni, temannya.”

Deg! Jantungku seperti berhenti berdetak.

Bagaimana tidak, Pak Jonathan tanpa basa basi langsung memperkenalkan dirinya sebagai suamiku, pada mamanya Doni. Bahkan ia mengatakannya deng
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (2)
goodnovel comment avatar
mommy can
lah bukanya papanya Jonathan pengusaha ya?.punya perusahaan kan tinggal terusin usaha papanya apa sih Alea nih ... lupa dia pak Jonathan orang kaya..jd guru hanya hobby aja
goodnovel comment avatar
Ayu Nida
makasih Kaka double up nya???
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Menikahi Guru Killer   Bab 79

    “Alea … Alea! Dengarkan aku,” pinta Pak Jonathan dengan tegas. Aku menatap manik hitam itu masih dengan perasaan tak karuan. Bagiku kalimat yang diucapkannya tadi adalah momok paling menyeramkan dalam hidupku. Aku tidak ingin menghancurkan impian orang yang kusayang. “Kamu nggak perlu merasa gentar. Kita sudah melakukan apa yang harus kita lakukan. Kita pulang sekarang,” perintah Pak Jonathan. Heh! Apa dia semarah itu karena aku sudah menghancurkan impiannya? Sepanjang perjalanan, aku masih saja berpikir tentang semua peristiwa yang terjadi. Semuanya terjadi begitu saja seperti sebuah mimpi. Bahkan Pak Jonathan tak memberiku kesempatan untuk memperbaiki kesalahan yang membuat impiannya hancur hanya karena tak ingin aku merendahkan diri. Aku menghela napas panjang, berharap dengan masuknya oksigen ke dalam tubuhku, pikiranku akan semakin terbuka dan bisa menyelesaikan persoalan ini. Ya, aku yakin pasti ada cara untuk menyelesaikan persoalan ini.“Kenapa? Kamu masih nggak ikhlas bua

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17
  • Menikahi Guru Killer   Bab 80

    “Jo? Kamu … sama dia. Kenapa bisa barengan?” Suara mendayu yang khas itu, spontan membuatku menoleh ke belakang.Dan benarlah apa yang kuduga. Bu Ella sedang berdiri di belakangku. Matanya begitu bulat seperti mau lompat saat melihatku ada di sisi suamiku. Dimana salahnya? Ah ~ tentu saja karena dia belum tahu kalau kami sudah menikah.“Selamat malam, Bu,” ucapku, mati-matian menyembunyikan rasa terkejut yang ada. Kutarik sudut bibirku untuk memberinya seulas senyuman. Tapi sepertinya ia tidak menyukainya. “Alea, jangan bilang kalau kamu sedang belajar di sini,” ucap wali kelas 12A-1 itu dengan nada meninggi. Tatapan mata curiganya seperti sinar laser yang hendak menembusku. “Tapi bukan saya loh, yang bilang. Ibu sendiri yang bilang kalau aku belajar,” balasku cepat. “Bu Ella, kami sedang makan malam. Apa ada yang salah?” ungkap Pak Jonathan dengan santainya. Mata perempuan itu menatapku dengan sinis, membuatku merasa tak nyaman karenanya. “Berdua?” “Kenapa Bu, apa salah jika Pa

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17
  • Menikahi Guru Killer   Bab 81

    Perempuan itu mendekat, matanya memperlihatkan kemarahan yang sangat kentara. “Alea, sekolah akan sangat kecewa dengan kamu dan Pak Jonathan. Kali ini nama sekolah akan hancur karena ulah kalian. Apa kalian berdua bisa harus bertanggung jawab atas semua itu?” “Tapi Bu … aku nggak ngapa-ngapain, kok. Pak Jonathan melakukan pekerjaannya secara profesional, bahkan tidak terkecuali padaku,” elakku, “dia bisa saja memberiku soal sekaligus jawaban ujian, tapi nyatanya tidak!” “Kamu kira aku akan percaya gitu saja setelah kebohongan ini? Kamu sengaja ngerayu dia, kan? Kamu dekatin dia cuma buat improve nilai kamu. Kamu ….” “Apa yang kalian lakukan di sini?” Suara lantang itu seperti lonceng penyelamat buat aku. Tanpa ragu, ibu-ibu itu masuk dan menghampiriku. “Jangan bikin rusuh di tempat ini.” “Kami nggak bikin rusuh, Bu. Dia murid saya, dan saya wajib menegurnya jika –” “Kalau memang dia murid, kenapa kamu nggak tegur dia di sekolah?” sela sang ibu tidak mau kalah. “Nak, k

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19
  • Menikahi Guru Killer   Bab 82

    Lelaki itu tersenyum, seolah apa yang dilakukannya barusan berhasil meredakan amarahku. Tapi sebaliknya ciuman itu membuatku merasa semakin kesal. Spontan aku kembali memalingkan wajahku. Tapi Pak Jonathan justru menahan pipiku dengan kedua tangannya, membuat mataku terpaksa beradu dengan matanya. “Alea, dengar,” perintahnya, “kalau kamu marah, aku bakal ciumin kamu sampe kamu nggak marah lagi.” Kuangkat tanganku dan langsung menutup mulutku. Tentu saja aku tidak akan mudah tertipu dengan bujukannya. Tapi aku tak menduga kalau dia bakal melakukan hal yang lebih nekat. Pak Jonathan justru menarik tubuhku hingga berada di atas tubuhnya. Aku langsung menjerit kesakitan saat pinggangku terbentur pada kemudi di hadapannya. Tempat yang sempit itu membuat tubuh kami terpaksa berhimpitan. “Sakit tau! Lepasin, nggak!” perintahku saking kesalnya. “Nggak bakal aku lepasin sampe kamu nggak marah lagi,” tolaknya.“Dasar ikan buntal,” kesalku, “lepasin kok!” “Tahu nggak,” ucapnya tiba-tiba,

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20
  • Menikahi Guru Killer   Bab 83

    “Dan nggak ada yang gratis di dunia ini,” ucap lelaki itu dengan senyuman yang tak kumengerti. Aku menjauhkan wajahku saat dia mendekatkan wajahnya. “Apa? Pasti pikirannya mesum lagi, deh. Aku lagi nggak mood.” “Nah … sepertinya kamu yang mesum. Aku cuma mau kamu cuci piring, Alea,” sahutnya dengan senyum mengembang. “Lah … kok jadi aku. Bukannya malam ini mestinya giliran kamu, Pak Buntal?” “Tapi punggungku macem remuk setelah jadi kuda barusan. Gimana … kamu mau cuci piring atau mau jadi terapis? Sepertinya aku butuh pijatan lembut tangan seorang gadis muda buat pulih kembali,” godanya. Aku segera berdiri dan ke tempat cuci piring, sebelum lelaki itu sempat melucuti pakaian yang dikenakannya. “Dasar mesum!” Aku terkejut ketika sepasang tangan itu kembali menyentuh tubuhku. Keduanya melingkar begitu saja melewati pinggangku, saat aku sibuk mengoleskan spons berbusa sabun ke peralatan makan kamu. Dada lebarnya menempel di punggungku dan kurasakan kecupan di puncak kepal

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-21
  • Menikahi Guru Killer   Bab 84

    “Ngedate sama si basket itu?” Pak Jonathan langsung membuka matanya lebar-lebar dan aku langsung tersenyum lebar. Tentu saja karena rencanaku berhasil“Selamat malam,” godaku, “atau selamat pagi, nih?” “Ah … kamu,” kesalnya. Mungkin mendengar kalimat tadi membuatnya terkejut, pikirannya yang langsung bekerja dan secara spontan membuatnya tak ingin lagi lelap. Tapi setelah menyadari bahwa itu cuma kata-kata randomku, ia justru mempererat pelukannya.“Ayolah, kita keluar. Aku butuh udara segar,” rayuku, “atau … kita berdua nginep di rumah papa hari ini? Kasihan, dia pasti kesepian tanpa anaknya yang cantik, baik hati dan ….”“Bawel,” sambung Pak Jonathan cepat, “dia pasti kasih kamu ijin nikah cepat cuma karena bosan dengar suara kamu yang berisik itu.” “Dih … siapa bilang,” kesalku, “aku sama papa itu nggak pernah berantem sebelum dia bilang mau jodohin aku sama orang asing macam jaman siti nurbaya.Gila aja, udah jelas aku nolak. Mana mungkin aku mau nikah sama lelaki yang usianya

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • Menikahi Guru Killer   Bab 85

    “Kenapa nggak ikut? Kamu kan pacarnya? Ikut aja, siapa tahu Doni bisa cepet sembuh setelah dijenguk sama pacarnya,” ucap Bu Ella seperti sengaja memprovokasi Pak Jonathan. “Ella, berhenti bersikap seperti anak kecil.” Kalimat itu keluar begitu saja dari bibir Pak Jonathan dan sepertinya berhasil membuat Bu Ella bungkam dalam seketika. “Alea, salam buat papa, ya. Setelah semuanya beres, aku segera jemput kamu,” ujarnya. Aku menganggukkan kepalaku. Kusingkirkan perasaan kecewa karena memang aku tak bisa membantunya dalam masalah ini. Mungkin dia benar, kehadiranku bahkan bisa membuat masalahnya semakin bertambah runyam. Aku cuma bisa berharap bahwa semuanya akan baik-baik saja. Kulambaikan tanganku saat mobil hijau itu perlahan bergerak menjauh, meninggalkan perasaan gelisah yang semakin tajam dalam hatiku. “Papa,” salamku sembari meraih tangannya dan menempelkannya di dahiku. “Mana suamimu?” tanya papaku.“Kan … mulai deh. Yang anak papa itu Alea, kan Pa. Kok yang dicari malah Pa

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-23
  • Menikahi Guru Killer   Bab 86

    Mendengar kata penjara, badanku langsung bergetar. Tanpa terasa kotak kue, tempat donat-donat buatanku itu jatuh ke lantai. “Apa yang Tante lakukan? Tante sudah menjarain orang yang selamatin anak Tante, tau!” “Ha? Kalau dia yang nyelametin anakku? Lalu ambulans, dokter-dokter dan perawat-perawat itu ngapain? Main congklak?” sahutnya tak mau kalah, “kamu kira Pak Jonathan mu yang hebat itu yang melakukan operasi?” “Tan, aku yang ngikutin dia sampe ke rumah sakit ini. Tapi … dimana Tante saat tanda tangan Tante dibutuhkan?” cecarku dengan suara gemetar saking marahnya. “Eh … malah nyolot, nih anak,” hardiknya, “perempuan macam gini yang mati-matian kamu bela, Don? Nggak ada sopan santunnya sama orang tua.” “Ma … hentikan, Ma,” lirih Doni lemah. Mungkin robekan di perutnya tak memungkinkan baginya untuk bicara terlalu keras. “Pak Jonathan yang menandatangani semua berkas, menggantikan tanggung jawab Tante. Tapi ….” Aku seperti kehabisan kata menghadapi orang yang tak tau terim

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24

Bab terbaru

  • Menikahi Guru Killer   Bab 142

    Kurasakan hangatnya hembusan napas di leherku. Seperti menyapu di setiap inci kulit leherku, memagut dengan liar bersama napasnya yang memburu. Tangannya dengan gesit menarik lepas kaos berukuran jumbo yang kupakai. Gegas aku menyilangkan kedua tanganku, menutupi sepasang gundukan kenyal, tempat Kiara biasa mendapatkan nutrisinya. “Kamu makin seksi, Alea.” “Ish! Emang dulu enggak?” “Semakin berisi dan menggemaskan,” godanya sembari menarik tanganku yang berusaha menyembunyikan puncak dadaku. Bagian berwarna merah itu saat ini sedang membengkak lebih dari biasanya karena Kiara sering kali menggigitnya, dan aku malu untuk sekedar memperlihatkannya. Tapi … Pak Jonathan justru tersenyum saat melihatnya. Dan, sumpah! Itu membuatku semakin nggak percaya diri. Tapi lagi-lagi Pak Jonathan justru menahan tanganku agar aku tak bisa lagi menyembunyikannya. Tangannya menggapai dan mengusap di puncaknya, menciptakan sensasi yang membuatku tak mampu menahan desah yang keluar dari bibirku.Sen

  • Menikahi Guru Killer   Bab 141

    Suara tangis itu menyadarkan aku. Samar kulihat bayi dengan kulitnya yang merah menangis dengan kencangnya. “Bayi perempuan yang cantik. Semuanya lengkap, sempurna.” Seorang perawat memperlihatkan bayi itu kepadaku. Namun aku merasa tanpa daya, bahkan untuk mengucapkan sebuah kata. Ingin kusentuh makluk mungil itu, namun aku tak sanggup untuk meraihnya. Mungkin efek dari anestesi itu benar-benar kuat di tubuhku. Dan aku kembali ke alam bawah sadarku.Saat aku terjaga, aku telah berada di dalam ruang kamar inapku. Ruangan dengan wallpaper bernuansa merah jambu itu seperti sengaja di desain untuk penghuninya. Rasa dingin itu terasa sampai ke tulangku. Aku benar-benar menggigil seperti sedang berada dalam lemari pendingin. Bahkan selimut yang menutup tubuhku seperti tak berarti. “Alea … kamu sudah sadar?” tanya Pak Jonathan sembari menggenggam tanganku. Wajahnya terlihat sangat cemas. “Dingin,” ucapku. Pak Jonathan segera menekan tombol di dinding untuk memanggil tenaga medis.“Ap

  • Menikahi Guru Killer   Bab 140

    “Dia menendangku! Aku bisa merasakannya!” teriak Pak Jonathan dengan wajah sumringah seakan baru pertama kalinya merasakan gerakan bayi di dalam perutku. Tentu saja, ini bukan yang pertama kalinya. Apalagi di usia kehamilanku yang sudah sembilan bulan ini. Ia bukan hanya menyentuh dan mengamati perutku sekali ini saja, tapi hampir setiap malam!Kini hanya tersisa beberapa hari sebelum jadwal kelahiran putra pertama kami. Sepertinya ia lebih kerap memperhatikan perutku. Gerak yang membuat perutku menjadi tak simetris pun, tak luput dari pandangannya. “Kamu nggak takut, kan?” tanyanya.“Jujur. Aku takut.” Pak Jonathan tersenyum, namun terlihat canggung. “Aku … sebenarnya aku juga. Aku mungkin … justru lebih takut dari kamu, Alea.” “Takut?” “Iya, aku takut tidak bisa menjadi suami yang baik. Aku takut tidak bisa menjadi sosok ayah yang baik buat anak kita. Aku takut gagal menjadi seorang imam dalam keluarga kecil kita,” sahutnya.Aku menarik sudut bibirku. “Kamu itu suami yang palin

  • Menikahi Guru Killer   Bab 139

    “Jujur, katakan sama aku. Kamu masih ada perasaan kan, sama dia?” tanyaku dengan perasaan tak karuan. Mungkin seharusnya aku tak pernah mengatakan pertanyaan seperti ini. Pertanyaan yang justru seperti bom waktu yang kupasang di antara kami. “Masih.” Jawaban itu seakan membuat jantungku berhenti berdetak. Aku masih menatapnya dalam diam. Sebuah jawaban yang akan menentukan nasib sebuah pernikahan. “Tapi perasaan yang berbeda dengan yang kurasakan untukmu,” lanjutnya, “dan aku sadar … dulu maupun sekarang, hubungan kami bukan tentang cinta.” “Lalu apa kalau bukan cinta? Tapi, kalian pacaran, kan. Mana mungkin nggak cinta?” cecarku. “Kamu mau dengar ceritaku?” tanyanya.Aku mengangguk dengan perasaan ragu. Tentu saja karena aku tidak yakin akan cerita yang akan dituturkannya. Bisa saja semua itu hanya karangannya agar aku memaafkannya. Tapi tak urung, aku ingin mendengar pembelaannya. Apa yang sebenarnya dirasakannya pada perempuan itu.Pak Jonathan menarik kursi dan duduk tepat

  • Menikahi Guru Killer   Bab 138

    Setelah mengatakan semua yang mengganjal di hatiku, aku segera menutup panggilan itu. Napasku bahkan terengah hanya karena menyampaikan emosiku yang meluap hebat. Bagaimana bisa dia menuduhku seperti itu, sementara dirinya sendiri melakukan hal yang tak berbeda. Hah! Seandainya saja dia tahu kalau Doni bahkan sudah tak ada lagi di hatiku. Seandainya saja dia tahu kalau perasaanku hilang begitu saja setelah mengenal keluarganya, setelah aku merasakan betapa takutnya kehilangan dirinya saat ditahan dulu. Seandainya saja dia tahu, bahwa aku bahkan hanya mengurung diri di kamarku sejak kedatanganku, menikmati kesendirianku. Seandainya saja dia tahu bahwa kenyataan bahwa keantusiasannya datang ke acara itu telah menorehkan luka di hatiku tentang masih adanya jejak cinta di hatinya. “Ah, pusingnya kepalaku,” keluhku. Kuangkat tanganku dan mulai memijit keningku yang terasa berdenyut. Suara telepon kembali terdengar. Kali ini sengaja aku tidak mengangkatnya. Kepalaku semakin terasa pusin

  • Menikahi Guru Killer   Bab 137

    “Aku ada ide!” teriak Vena tiba-tiba. Suara cempreng itu membuatku melompat saking terkejutnya. Ditambah lagi tepukannya di pundakku yang membuat jantungku berdegup lebih cepat. “Kamu pergi aja sama Kak Bernard!” “Vena …. Kali aja dia nggak marah, ngeliat aku sama kakak kamu,” keluhku, “kamu inget kan, terakhir kali mereka ketemu juga berantem. Aku nggak mau Kak Bernard terluka cuma gara-gara jagain aku.”“Lah … memang mesti ada pengorbanan buat mencapai suatu tujuan, kan. Seperti Kak Bernard, ngelakuin itu pasti ada tujuan. Walau nggak semua tujuan itu bakal tercapai,” ucapnya, “butuh effort buat mencapai sesuatu yang kita ingini, Al.” “Iya, kamu benar. Tapi aku tetap harus memperhitungkan kerugian apa yang bakal aku terima kalau melakukan semua itu, kan?” Vena mengedikkan pundaknya. “Jadi … kamu nggak mau datang ke acara itu?” Aku menghela napas dan menggeleng pelan. “Mungkin aku akan membuat kekacauan besar, yang bisa menahannya agar tidak bisa datang ke acara itu.” “Kekacau

  • Menikahi Guru Killer   Bab 136

    “Marsha memberitahukan kalau dia akan datang pada saat reuni akbar sekolah kami nanti.” Aku langsung melotot saat mendengar nama acara itu. Bukan karena aku tidak pernah mendengarnya, tapi karena aku sering membaca di media sosial bahkan cerita-cerita orang tentang acara reuni seperti ini. Acara yang justru menjadi awal perpecahan sebuah rumah tangga. “Lalu … kamu juga mau datang buat ketemu dia?” tanyaku sekali lagi tanpa sebuah basa basi. “Acara itu sebenarnya ajang paling tepat untuk mencari koneksi, memperluas hubungan kerja.” Jawaban itu sebenarnya membuatku langsung bisa memprediksi bahwa ia ingin datang walau apapun alasannya. Aku juga pasti akan terlihat konyol jika harus menahannya untuk tidak pergi. Seperti … seorang istri pencemburu yang bahkan menghalangi kemajuan langkah suaminya. “Al, kamu percaya kan, sama aku?” tanyanya sembari menatap mataku lekat lekat.Aku menarik napas panjang dan terpaksa menganggukkan kepalaku walau sejujurnya firasatku mengatakan yang sebal

  • Menikahi Guru Killer   Bab 135

    “Gimana? Yang ini atau yang ini?” tanyaku sementara kedua tanganku memegang dua hanger kaos pilihanku. Pak Jonathan menggelengkan kepalanya. “Nggak … sepertinya itu nggak cocok buat aku.” Sesaat kemudian, lelaki itu kembali mencari pakaian yang cocok untuknya. Kuletakkan kembali kedua hanger itu di tempatnya. Sudah cukup banyak model yang sudah kurekomendasikan buatnya, tapi belum satupun yang dipilihnya. Entah pakaian seperti apa yang sebenarnya ingin dicarinya. “Cari kaos untuk papanya, Kak?” sapa seorang yang memakai seragam pramuniaga toko, “sepertinya kemeja akan lebih cocok untuk lelaki seusia papa kakak, jika dibandingkan dengan t shirt.” Wait! Ini sudah yang ketiga kalinya Pak Jonathan dianggap sebagai papaku. Padahal usianya cuma berjarak belasan tahun saja. “Dia suami saya, Kak,” sahutku sekali lagi memberinya sebuah pembenaran, “dia sedang cari pakaian santai yang nyaman dan tidak membuatnya terkesan lebih tua dari usianya.” “Kemeja dengan corak yang cerah, mungkin,”

  • Menikahi Guru Killer   Bab 134

    “Ini Non, susunya lekas di minum, keburu dingjn.” Mbak Santi meletakkan susu hamil yang sengaja dibelikan oleh Pak Jonathan untuk menunjang nutrisiku. Sejujurnya aku merasa enggan untuk meminumnya. Bukan karena rasanya, tapi karena aromanya yang membuat perutku berontak tak ingin menerimanya. Tapi mau gimana lagi, aku juga tidak ingin bayiku kekurangan nutrisi karena aku terus memuntahkan semua yang masuk ke dalam perutku. Kucepit hidungku dan segera menegak cairan berwarna putih yang ada di dalam gelasnya hingga tandas, sebelum memasukkan permen kenyal berbentuk hamburger ke dalam mulutku. “Loh, Non mau kemana? Ke kantor lagi?” tanya Mbak Santi saat melihatku langsung mengambil sling bag kecil yang biasa kupakai. “Iya, Mbak. Mau belanja sama Pak Jonathan,” sahutku, “ada titipan?” “Beli sabun sekalian sama pembersih lantai ya, Non. Stoknya udah menipis,” jawabnya cepat. “Udah? Itu aja kan?” “Iya Non.” Setelah mencatat semua keperluan itu di dalam otakku, aku p

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status