Share

Bab 46

Penulis: Chocoberry pie
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-25 07:17:34

Udara yang terasa sejuk itu tidak mampu meredam perasaan hangat di dadaku. Apalagi saat lelaki itu tiba-tiba saja mendekatkan wajahnya padaku.

Hembusan hangat napasnya yang menyentuh wajahku, membuatku semakin terbuai dalam hangatnya permainan itu. Kurasakan gelenyar di dalam dadaku saat bibirnya yang hangat menyentuh bibirku, menyesapnya. Sementara lidahnya dengan lincah mendorong bibirku untuk terbuka.

Panas! Rasa hangat itu semakin menyergapku. Saat kurasakan lidahnya seperti menjelajah di dalam rongga mulutku, mengabsen setiap gigi geligiku.

Rasa itu … kenapa justru kurasakan pada sosok lelaki yang ini. Lelaki yang sempat ku benci dan mati-matian kutolak. Lelaki yang seharusnya kuhormati sebagai guruku. Lelaki yang usianya bahkan terpaut belasan tahun dariku itu.

Aku mendorong dadanya menjauh, membuat pagutannya di bibirku lepas. Dengan cepat aku kembali menghirup udara, mengisi paru-paruku yang seolah kehabisan oksigen dan menjauh darinya.

Hujan masih saja turun. Ketika Pak Jo
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
mommy can
dikit banget updatenya Thor... kan bikin penasaran..yg banyak dong...
goodnovel comment avatar
Ayu Nida
lanjut thorrrr....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Menikahi Guru Killer   Bab 47

    “Ayo, aku nggak akan ngelawan,” ucapnya seakan sengaja memprovokasi, ia menyembunyikan kedua tangannya di balik badannya, “lakukan apapun yang kamu mau.”Tapi entah kenapa mataku hanya tertuju pada bibir itu. Ia seakan menantangku untuk merasakan sebuah petualangan baru. Aku menggigit bibirku, menahan debar yang mulai kurasakan saat melihat bibir sensual dengan kumis tipis di sekelilingnya itu.Perlahan kudekatkan wajahku dan mengecupnya dengan lembut. Lelaki itu seperti sengaja membuka bibirnya, memberikan akses bagiku menelisik di antara gigi geliginya, melumat dan mencecap seperti yang biasa dilakukannya padaku. Tapi … aku terlalu malu untuk melakukan itu. Aku hendak menjauh kembali, toh tantangan itu sudah kulakukan. Tapi kedua tangan Pak Jonathan tiba-tiba saja memelukku. Tanpa kesempatan untuk menghindar, lelaki itu justru menciumku. Tapi kali ini ciumannya lebih panas dari biasanya. Kuat, panas dan liar. Namun aku menikmatinya. Aku menyukai cara dia menciumku, aku merasa dipu

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-25
  • Menikahi Guru Killer   Bab 48

    “Balikan sama mantan?” Pak Jonathan justru mengulang pertanyaanku. Lelaki itu justru tertawa setelah mengucapkan kalimat itu. “Kenapa aku harus membuang sekuntum mawar yang sudah ada di dalam genggamanku, hanya untuk sekedar bunga tahi ayam?” Mendengar pernyataan itu, mau tak mau aku tersenyum. Tapi … hei, apa dia sekarang sudah pintar merayuku. Tapi jujur, kalimat itu benar-benar seperti sihir. Hatiku merasa tenang setelah mendengarnya. “Lalu tentang Doni,” ucapnya tiba-tiba. “Aku nggak mau mikir itu. Aku ngantuk,” sahutku lalu memejamkan mataku. Aroma tubuhnya, kulitnya yang lembab dan hembusan napasnya saat memelukku, membuat perasaanku tenang. Ternyata … tidur di pelukan seseorang yang kita cintai itu benar-benar nyaman. Pluk! Aku terbangun saat merasakan lengan Pak Jonathan menimpa wajahku. Lelaki itu dengan nyamannya memelukku seperti guling. Dan aku merasakan ada sesuatu yang keras menyentuh pahaku. Heh! Apa itu? Aku segera mendorong tubuhnya yang terasa berat itu menja

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-26
  • Menikahi Guru Killer   Bab 49

    “Apa ini Pak?” tanyaku saking penasarannya. Jantungku berdebar, seperti halnya pikiranku yang tak keruan. Bisa saja di dalam sana adalah surat pemecatan karena melawan seorang politikus seperti ayah Reva. Atau mungkin itu bahkan surat ancaman pembunuhan. “Buka saja, itu buat kamu,” jawabnya dengan santainya. “Buat aku?” Aku menatapnya tak percaya. Apa mungkin justru aku yang akhirnya terlibat masalah dengan calon pejabat negara itu. Kuraih amplop itu dan kuintip isi di dalamnya. “Apa ini?” tanyaku lagi setelah melihat lembar-lembar bergambar pahlawan proklamator itu. “Setengah gajiku bulan ini,” sahutnya, “kamu boleh pake itu buat belanja keperluan kamu. Bukannya beberapa hari lagi kamu ada acara perpisahan?” Kegelisahanku langsung lenyap. “Ya Allah, sumpah Bapak ngagetin aku. Aku pikir tadi Bapak kena skors atau bahkan diberhentikan dari sekolah, gara-gara ulah bapaknya si Reva sialan itu.” “Hiss! Kamu nggak boleh bilang gitu. Pak Hutama itu orang baik. Apalagi pihak sekolah ha

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27
  • Menikahi Guru Killer   Bab 50

    “Loh, katanya mau sayang-sayangan di rumah sama Bu Ella, mumpung aku nggak di rumah. Gimana sih?” “Siapa bilang?” bantahnya cepat, “aku malah pinginnya kamu nggak usah ikut. Aku nggak mau sendirian di rumah.”Lelaki itu menurunkan kedua tangannya. Wajahnya cemberut seperti anak kecil yang sedang merajuk. Baru kali ini aku melihatnya dengan penampilan seperti itu. Jadi … sebenarnya dia tidak rela dan tidak ingin aku berangkat. Tapi sepertinya ia tidak ingin membuyarkan euforia kebahagiaanku ketika menghabiskan waktu bersama teman-temanku dalam acara perpisahan sekolah. “Ya udah, kan aku juga pinginnya pak buntal ikut.” “Memangnya kamu risih, dan nggak takut teman-teman kamu tahu kalau kita ….” “Ya jangan sampe tahu, lah,” potongku, “itu juga gara-gara pak buntal. Coba dulu pak buntal nggak suka cari masalah buat kasih hukuman aku.” “Cari masalah gimana?” “Ingat nggak, waktu aku lari-lari di koridor terus nggak sengaja numpahin ember pel Pak Juna. Bapak malah suruh aku berdiri di

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-28
  • Menikahi Guru Killer   Bab 51

    Aku melirik ke bagian tengah tubuhnya. Celana pantai itu tak dapat menutupi sesuatu yang mengeras di baliknya. Walaupun aku belum pernah berpacaran, tapi seharusnya dia tahu kalau aku juga tidak sebodoh itu. Siapapun juga tahu kalau hal itu tidak wajar. Bahkan dalam pelajaran Biologi juga dijelaskan bahwa reaksi itu akan muncul ketika lelaki merasakan …. Ah, sudahlah. “Aku tidur dulu,” lanjutku karena tak mendapat jawaban apapun dari bibirnya. Cepat kuikat kembali tali kimonoku dan berlalu dari hadapannya. Gila! Apa sebenarnya yang tadi kurasakan? Apa miliknya benar-benar sebesar itu? Ah … pasti dia kesulitan menyembunyikannya jika terjadi hal seperti tadi di luar rumah. Sssh … sebenarnya apa sih yang dilakukan pasangan suami istri itu? Aktifitas seperti apa yang bisa membuat seorang perempuan jadi hamil. Sebaiknya aku segera cari tau. Sepertinya sangat berbahaya jika aku hidup serumah dengan laki-laki, tanpa persiapan mental seperti sekarang ini. Tapi … gimana caranya? Bahkan

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-28
  • Menikahi Guru Killer   Bab 52

    Kututup pintu ruangan itu sebelum duduk tepat di depan Pak Jonathan. Lelaki yang sibuk dengan lembar-lembar jawaban penuh coretan angka itu menatapku dengan wajah keheranan. “Kamu kenapa? Datang-datang kok cemberut? Tadi nggak bisa, ujiannya?” tebaknya seperti biasa. “Bisa. Cuman … bisa nggak sih, kamu kasih tau aku, siapa mantan kamu?” Tanpa basa basi aku langsung menyampaikan keresahanku. “Apa dia itu Bu Ella?” “Loh … loh. Kenapa ini? Kok tiba-tiba bahas mantan pacar sama Bu Ella?” tanyanya kembali, seperti tidak bersalah. “Ngaku deh, Pak.” “Ngaku apaan?” “Itu, mantan kamu Bu Ella kan? Kamu itu nikahin aku cuma buat manasin dia supaya mau balikan sama kamu kan?” tuduhku, “sebenarnya dia prioritas kamu selama ini, kan?” “Linda. Nama mantan aku, Linda,” sahutnya tiba-tiba membuat semua orang yang disekitarnya terkejut, “dan aku belum pernah bertemu dengan Bu Ella sebelum aku mengajar di sini. Sudah, nggak usah cemburu.” “Seharusnya kamu tegas, nggak kasih harapan

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-29
  • Menikahi Guru Killer   Bab 53#

    Aku masih terngiang kata-kata yang sore tadi diucapkan oleh Pak Jonathan. “Kalau kamu cemburu, berarti kamu itu sudah cinta sama aku.” Sepertinya ungkapan itu benar. Jika aku pikirkan, cemburu itu lebih ke rasa sadar atas ketidakmampuan diri, apalagi jika dibandingkan dengan sosok yang lebih baik dari diri sendiri. Dan memang, Bu Ella terlihat lebih segalanya dibandingkan dengan diriku sendiri. “Kok, ngelamun lagi?” Tegur Pak Jonathan. Sejenak ku tatap lelaki yang sedang asik mengemudikan mobil hijau kesayangannya itu. Ia tersenyum seolah sedang mengejekku. “Siapa yang ngelamun. Aku lagi inget-inget materi yang baru kupelajari tadi, kok,” sangkalku. “Ya udah, kita turun yuk. Kita sudah sampe.” “Hah! Sampe?” Aku menatap sekelilingku. Sepi! Hanya satu gerobak penjual nasi duk duk yang sedang ngepos di sana. “Jadi … kita makan duk duk lagi malam ini?” tanyaku tak percaya. Reservasi? Reservasi macam apa yang harus dilakukannya jika cuma makan nasi duk duk macem ini.

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-30
  • Menikahi Guru Killer   Bab 54

    “Bu Sinta, tolong urus masalah ini. Jangan sampai karena video ini, citra sekolah kita jadi rusak.” Suara Pak Jonathan terdengar begitu tegas saat bicara dengan guru konseling sekolahku. “kita harus cari cara agar video itu tidak keluar dari lingkup sekolah kita. Astaga, bagaimana mental anak-anak melihat video sevulgar itu.”Pak Jonathan menutup panggilannya dan meletakkan ponselnya di atas meja. Lelaki itu menatapku dengan wajah kesal. “Kamu … marah sama aku?” tanyaku ragu. Wajah kesalnya sungguh membuatku tak nyaman, walau kalau dipikir sekuat apapun semua ini tak ada hubungannya denganku. Sangat tak masuk akal jika dia marah padaku. “Bukan … aku nggak marah sama kamu. Cuma … aku nggak suka kamu lihat sesuatu yang nggak pantas seperti itu,” sahutnya, “kamu pasti kaget.” Aku menganggukkan kepalaku. “Awalnya kukira tadi … video itu adalah proyek sinematografi sekolah kita. Aku nggak nyangka kalau itu adalah ….” Aku mengedikkan pundakku. “Tapi setidaknya dari video tadi, aku jadi

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-30

Bab terbaru

  • Menikahi Guru Killer   Bab 139

    “Jujur, katakan sama aku. Kamu masih ada perasaan kan, sama dia?” tanyaku dengan perasaan tak karuan. Mungkin seharusnya aku tak pernah mengatakan pertanyaan seperti ini. Pertanyaan yang justru seperti bom waktu yang kupasang di antara kami. “Masih.” Jawaban itu seakan membuat jantungku berhenti berdetak. Aku masih menatapnya dalam diam. Sebuah jawaban yang akan menentukan nasib sebuah pernikahan. “Tapi perasaan yang berbeda dengan yang kurasakan untukmu,” lanjutnya, “dan aku sadar … dulu maupun sekarang, hubungan kami bukan tentang cinta.” “Lalu apa kalau bukan cinta? Tapi, kalian pacaran, kan. Mana mungkin nggak cinta?” cecarku. “Kamu mau dengar ceritaku?” tanyanya.Aku mengangguk dengan perasaan ragu. Tentu saja karena aku tidak yakin akan cerita yang akan dituturkannya. Bisa saja semua itu hanya karangannya agar aku memaafkannya. Tapi tak urung, aku ingin mendengar pembelaannya. Apa yang sebenarnya dirasakannya pada perempuan itu.Pak Jonathan menarik kursi dan duduk tepat

  • Menikahi Guru Killer   Bab 138

    Setelah mengatakan semua yang mengganjal di hatiku, aku segera menutup panggilan itu. Napasku bahkan terengah hanya karena menyampaikan emosiku yang meluap hebat. Bagaimana bisa dia menuduhku seperti itu, sementara dirinya sendiri melakukan hal yang tak berbeda. Hah! Seandainya saja dia tahu kalau Doni bahkan sudah tak ada lagi di hatiku. Seandainya saja dia tahu kalau perasaanku hilang begitu saja setelah mengenal keluarganya, setelah aku merasakan betapa takutnya kehilangan dirinya saat ditahan dulu. Seandainya saja dia tahu, bahwa aku bahkan hanya mengurung diri di kamarku sejak kedatanganku, menikmati kesendirianku. Seandainya saja dia tahu bahwa kenyataan bahwa keantusiasannya datang ke acara itu telah menorehkan luka di hatiku tentang masih adanya jejak cinta di hatinya. “Ah, pusingnya kepalaku,” keluhku. Kuangkat tanganku dan mulai memijit keningku yang terasa berdenyut. Suara telepon kembali terdengar. Kali ini sengaja aku tidak mengangkatnya. Kepalaku semakin terasa pusin

  • Menikahi Guru Killer   Bab 137

    “Aku ada ide!” teriak Vena tiba-tiba. Suara cempreng itu membuatku melompat saking terkejutnya. Ditambah lagi tepukannya di pundakku yang membuat jantungku berdegup lebih cepat. “Kamu pergi aja sama Kak Bernard!” “Vena …. Kali aja dia nggak marah, ngeliat aku sama kakak kamu,” keluhku, “kamu inget kan, terakhir kali mereka ketemu juga berantem. Aku nggak mau Kak Bernard terluka cuma gara-gara jagain aku.”“Lah … memang mesti ada pengorbanan buat mencapai suatu tujuan, kan. Seperti Kak Bernard, ngelakuin itu pasti ada tujuan. Walau nggak semua tujuan itu bakal tercapai,” ucapnya, “butuh effort buat mencapai sesuatu yang kita ingini, Al.” “Iya, kamu benar. Tapi aku tetap harus memperhitungkan kerugian apa yang bakal aku terima kalau melakukan semua itu, kan?” Vena mengedikkan pundaknya. “Jadi … kamu nggak mau datang ke acara itu?” Aku menghela napas dan menggeleng pelan. “Mungkin aku akan membuat kekacauan besar, yang bisa menahannya agar tidak bisa datang ke acara itu.” “Kekacau

  • Menikahi Guru Killer   Bab 136

    “Marsha memberitahukan kalau dia akan datang pada saat reuni akbar sekolah kami nanti.” Aku langsung melotot saat mendengar nama acara itu. Bukan karena aku tidak pernah mendengarnya, tapi karena aku sering membaca di media sosial bahkan cerita-cerita orang tentang acara reuni seperti ini. Acara yang justru menjadi awal perpecahan sebuah rumah tangga. “Lalu … kamu juga mau datang buat ketemu dia?” tanyaku sekali lagi tanpa sebuah basa basi. “Acara itu sebenarnya ajang paling tepat untuk mencari koneksi, memperluas hubungan kerja.” Jawaban itu sebenarnya membuatku langsung bisa memprediksi bahwa ia ingin datang walau apapun alasannya. Aku juga pasti akan terlihat konyol jika harus menahannya untuk tidak pergi. Seperti … seorang istri pencemburu yang bahkan menghalangi kemajuan langkah suaminya. “Al, kamu percaya kan, sama aku?” tanyanya sembari menatap mataku lekat lekat.Aku menarik napas panjang dan terpaksa menganggukkan kepalaku walau sejujurnya firasatku mengatakan yang sebal

  • Menikahi Guru Killer   Bab 135

    “Gimana? Yang ini atau yang ini?” tanyaku sementara kedua tanganku memegang dua hanger kaos pilihanku. Pak Jonathan menggelengkan kepalanya. “Nggak … sepertinya itu nggak cocok buat aku.” Sesaat kemudian, lelaki itu kembali mencari pakaian yang cocok untuknya. Kuletakkan kembali kedua hanger itu di tempatnya. Sudah cukup banyak model yang sudah kurekomendasikan buatnya, tapi belum satupun yang dipilihnya. Entah pakaian seperti apa yang sebenarnya ingin dicarinya. “Cari kaos untuk papanya, Kak?” sapa seorang yang memakai seragam pramuniaga toko, “sepertinya kemeja akan lebih cocok untuk lelaki seusia papa kakak, jika dibandingkan dengan t shirt.” Wait! Ini sudah yang ketiga kalinya Pak Jonathan dianggap sebagai papaku. Padahal usianya cuma berjarak belasan tahun saja. “Dia suami saya, Kak,” sahutku sekali lagi memberinya sebuah pembenaran, “dia sedang cari pakaian santai yang nyaman dan tidak membuatnya terkesan lebih tua dari usianya.” “Kemeja dengan corak yang cerah, mungkin,”

  • Menikahi Guru Killer   Bab 134

    “Ini Non, susunya lekas di minum, keburu dingjn.” Mbak Santi meletakkan susu hamil yang sengaja dibelikan oleh Pak Jonathan untuk menunjang nutrisiku. Sejujurnya aku merasa enggan untuk meminumnya. Bukan karena rasanya, tapi karena aromanya yang membuat perutku berontak tak ingin menerimanya. Tapi mau gimana lagi, aku juga tidak ingin bayiku kekurangan nutrisi karena aku terus memuntahkan semua yang masuk ke dalam perutku. Kucepit hidungku dan segera menegak cairan berwarna putih yang ada di dalam gelasnya hingga tandas, sebelum memasukkan permen kenyal berbentuk hamburger ke dalam mulutku. “Loh, Non mau kemana? Ke kantor lagi?” tanya Mbak Santi saat melihatku langsung mengambil sling bag kecil yang biasa kupakai. “Iya, Mbak. Mau belanja sama Pak Jonathan,” sahutku, “ada titipan?” “Beli sabun sekalian sama pembersih lantai ya, Non. Stoknya udah menipis,” jawabnya cepat. “Udah? Itu aja kan?” “Iya Non.” Setelah mencatat semua keperluan itu di dalam otakku, aku p

  • Menikahi Guru Killer   Bab 133

    “Please …” lirihku sembari meremas pundaknya. Rasa gemas membuatku tak mampu menguasai diri, apalagi di saat hasratku seakan meluap sampai ke ubun-ubun. Tapi lelaki itu seperti tak peduli akan rengekan atau desah nafasku yang semakin tak karuan. Ia justru menempelkan ujung lidahnya dan berputar mengelilingi bagian puncak di dadaku. Tubuhku semakin menegang karenanya. Sepasang tanganku menggapai rambutnya, mencengkeram helaian berwarna hitam yang tumbuh di batok kepalanya“Al, kamu mau punya suami botak?” Akhirnya ia berhenti melakukan hal yang menyebalkan itu. Kulepaskan cengkraman tanganku dan menyilangkan kedua tanganku di depan dada. “Makanya jangan cari gara-ga–”Tok! Tok! Tok!Mendengar suara ketukan itu, membuatku menghentikan ucapanku. Tentu saja hal itu sangat menggangguku, bahkan kami belum sempat bercinta. “Tunggu sebentar,” ucap Pak Jonathan sembari beranjak dari atas tubuhku dengan gerakan enggannya. Lelaki itu cepat-cepat memakai celana panjangnya sampai terhuyung ka

  • Menikahi Guru Killer   Bab 132

    “Tentu saja, mereka semua justru yang akan iri sama aku,” sahutku cepat, “karena semua hal yang setiap perempuan inginkan, ada sama kamu.” “Alea, kamu lagi ngejek aku, kan?” “Kok ngejek? Aku bicara apa adanya, kok,” balasku, “kamu itu mapan, ganteng, pintar dan ….” “Dan apa?” “Nggak jadi.” Aku langsung berbalik dan melangkah kembali masuk ke halaman rumahku. Sumpah! Demi apa aku sampai mengatakan semua itu. Tapi … sepertinya nggak masalah kalau sesekali aku memujinya seperti ini. Mungkin ia jadi pencemburu karena ketidak percaya diriannya saja. “Dan apa Al? Kamu sengaja ya, mau bikin aku mati penasaran.” “Nggak, aku bilang nggak jadi,” sahutku. Sepertinya semua yang kukatakan tadi, sudah cukup. “Alea!” panggilnya dengan suara merayu sembari mengikuti langkahku, “dan apa dong.”Kudengar suara pintu tertutup di belakangku. Dan sesaat kemudian kurasakan sentuhan tangannya di bahuku. Tangan itu membuatku mau tak mau memutar tubuhku untuk menghadapnya. “Dan apa, Al?” tanyanya deng

  • Menikahi Guru Killer   Bab 131

    Aku berdiri dari kursiku. Ingin sekali kulempar semua hidangan di hadapanku. Bagaimana bisa ia mengatakan semuanya tanpa rasa bersalah, seolah semua yang sudah kami lalui hanyalah sebuah lelucon belaka. Kecewa? Tentu saja aku merasa sangat kecewa. Kalimat itu bahkan membuatku merasa tak berharga lagi. Seakan dia hendak mencampakkan aku setelah semua cinta tulus yang kuberikan. Sepertinya aku salah karena mengira ia mencintai dan memperlakukanku dengan tulus. Rasa sakit seperti menamparku pada kenyataan yang kini kurasakan.“Jadi … setelah semua ketulusan yang aku berikan, kamu berniat mencampakkan aku?” “Bukan … bukan seperti itu. Al, aku tahu kamu terpaksa menikah denganku. Bahkan kamu mengajukan daftar keinginan hanya untuk membuatku mundur,” ucapnya dengan wajah yang seperti frustasi, “setelah peristiwa hari ini, akhirnya aku menyadari bahwa perasaan itu tak bisa dipaksakan. Aku tidak bisa memaksamu untuk membalas perasaanku.”Aku menghela napas sedalam-dalamnya dan menghembuska

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status