Ken membuka matanya, menatap wajah tidur Aira yang tampak damai. Hatinya buncah oleh rasa bahagia, mensyukuri setiap anugerah yang Tuhan berikan padanya. Rasanya tidak sabar menunggu kelahiran putranya."Sayang, kita akan segera bertemu beberapa bulan ke depan. Sampai saat itu tiba, kau akan melihat ayahmu dengan bangga. Jangan merepotkan ibumu, ya. Tolong jaga dia selagi Ayah tidak bersamanya. Ayah janji tidak akan membuat ibumu terluka lagi. Kita sama-sama membahagiakannya, ya?"Ken mengelus perut Aira dengan sayang. Hatinya penuh oleh bunga, membayangkan bayi merah yang akan mewarnai hari-harinya dengan Aira. Saat masa itu datang, dia sudah bisa menunjukkan wajah yang sebenarnya, termasuk mengungkapkan rahasia besar yang selama ini menjadi ganjalan. Sudah cukup berpura-pura cacat dan buruk rupa. Aira dan putra mereka layak mendapatkan sosok suami dan ayah yang sempurna.Namun, senyum di wajah Ken seketika memudar saat mengingat permintaan Aira beberapa jam lalu, tepat sebelum merek
"Tuan, Nona Aira menghilang," ucap bibi Tsu dengan napas tersekat di tenggorokan. Dadanya naik turun, mengambil oksigen sebanyak mungkin dari udara di sekitar. Tangannya tampak gemetar, coba mengendalikan emosi dan menutupi ketakutannya.Kosuke mengerutkan kening, melirik Ken yang seketika itu juga berhenti menggoreskan pena. "Bibi bercanda?" Ken meraba-raba apa yang sebenarnya terjadi. Sekarang-kah saat yang tepat untuk memulai rencana besar mereka? Jujur saja, dia belum siap kehilangan Aira, tapi cepat atau lambat pasti masa ini akan terjadi juga, kan?"Bibi sudah memeriksanya di sekitar rumah? Di taman?" Dengan hati dipenuhi oleh gemuruh kekhawatiran, Ken menyempatkan bertanya. Jika semua terjadi sesuai rencana, Aira saat ini sedang menuju ke rumah keluarga Nagasawa. Dia akan ada di sana selama drama ini berlangsung."Tidak ada sama sekali, Tuan. Saya juga sudah mengecek CCTV, Nona pergi membawa kopernya selagi saya pergi ke luar. Nona meminta saya membeli buah apel, tapi saat kem
Sakura baru saja keluar dari kamar mandi saat melihat layar ponselnya berkedip. Getarannya terdengar, menandakan ada telepon masuk untuknya.“Moshi-moshi, Sakura here.” Dengan suara manja, gadis itu berusaha menyambut Erina dengan semangat.“Sakura, saatnya bekerja.”“Eh?”Kemampuan otak Sakura tidaklah secerdas Erina. Dia harus mengambil jeda untuk menangkap pernyataan lawan bicaranya.“Aku libur hari ini. Tidak ada pemotretan. Bekerja apa?”Erina hanya bisa memutar bola matanya, jengah dengan daya tangkap Sakura yang di bawah rata-rata. Kalau saja bukan untuk membantunya menyingkirkan Aira, Erina juga enggan berurusan dengan wanita ular ini. Sedikit banyak dia tahu seperti apa tabiat Sakura. Tidak ada satu agensi pun yang mau menaunginya. Selain kemampuan akting maupun modelingnya yang kurang, attitude-nya juga patut dipertanyakan.“Tentang saudara angkatmu. Bukankah kamu mau membantuku memisahkannya dari Ken? Jika berhasil, aku akan mengenalkanmu dengan seorang produser film. Kamu
Dua hari setelah menghilangnya Aira. Wanita hamil itu tidak pernah mendatangi kediaman keluarga Nagasawa. Pun dengan ponselnya, tidak sekali pun dihidupkan sejak pergi. Pesan yang Kosuke kirimkan masih ceklis satu. Tidak ada tanda dibaca, apalagi dibalas pesannya. Tidak ada harapan."Nona, apa yang sedang Anda lakukan?" tanya Kosuke lirih sembari memeriksa ponselnya. Berkali-kali dia juga memeriksa titik GPS di ponsel istri tuannya, berharap pernah berkedip satu detik saja. Sayangnya, itu tidak pernah terjadi. Pria itu mengusahakan segala cara, termasuk menyisir rekaman CCTV di seluruh kota, tapi tetap tidak dapat menemukan jejak Aira."Jika Anda tidak segera kembali, saya takut Tuan Muda akan benar-benar gila," lanjutnya sembari menatap Ken yang duduk terpekur di lantai. Tangannya menggenggam potret pernikahannya dengan Aira. Pernikahan yang tidak diinginkan oleh wanita itu.Jangan tanya seperti apa keadaan Ken. Dia seperti singa jantan yang kehilangan pasangannya. Seluruh barang yan
Limusin yang membawa Ken dan Kosuke terhenti di sebelah deretan kontainer yang siap diangkut ke kapal. Puluhan kendaraan terparkir sembarang di depan sana, membuat Ken tidak bisa lebih dekat menuju dermaga."Mereka sudah datang?" Ken mengerutkan keningnya, memerhatikan rombongan wartawan yang berjarak seratus meter di depan. Dia tidak menyangka informasi ini akan menyebar dengan cepat ke awak media. Beberapa pekan ini, mereka seolah bertindak satu langkah lebih cepat dibandingkan Ken maupun Kosuke."Saya akan memeriksanya." Kosuke bergegas turun, berbincang dengan salah satu pengawal keluarga Yamazaki yang berjaga di sana. Mereka berusaha menghalau lalat-lalat hidup itu, melarang mereka mendekat ke dermaga.Orang-orang berpakaian hitam itu mulai kewalahan saat jumlah wartawan semakin banyak. Mereka seolah mendapat komando dari seseorang untuk terus membuat keributan.Kosuke mengambil sapu tangan guna mengusap peluh di pelipis. Udara pengap terasa semakin panas, membuatnya tak bisa ber
Suasana hening menyelimuti ruangan yang keseluruhannya terbuat dari kayu. Semilir angin pegunungan menyapa wajah-wajah dengan ekspresi yang sulit digambarkan. Dipanggil tiba-tiba untuk berkumpul di kediaman Kakek Yamazaki, pastilah ada sesuatu yang mendesak.Di tengah ruangan, Ken mengambil tempat bersama Kosuke, asisten yang bersedia mendampinginya meski harus bertaruh nyawa. Skenario besar sudah tergambar di kepala, bersiap dijabarkan meski mendapat pertentangan dari para tetua."Apa yang membawamu kemari, Nak?" Yamazaki Subaru, pemimpin tertinggi di keluarga itu mulai membuka suara. Meskipun dia sudah tahu tujuan kedatangan Ken, tapi sembilan orang di kanan kirinya belum. "Saya datang untuk meminta maaf," ujar Ken setelah menundukkan badan dalam-dalam. "Sudah saatnya saya mengungkap semuanya. Tentang hal-hal yang tersembunyi, juga rahasia yang selama ini saya simpan seorang diri."Para tetua menoleh saling pandang satu sama lain. Dengan tabiat Ken yang tegas dan keras kepala, belu
"Apa yang kau lakukan di sini, Sawaguchi-san?" Sayaka buka suara, menatap gadis dengan gaun putih yang senada dengan warna bunga di tangannya. Terlihat jelas ada rona merah di pipi, sengaja berhias untuk menggoda putranya.Sayaka mendengkus, semakin jengah dengan perilaku mantan calon menantunya. Dulu dia amat menyukai Erina, berpikir kalau gadis itu sosok yang sempurna untuk Ken. Namun, sekarang dia bisa melihat sifat asli yang mengerikan darinya. Untung saja hubungan mereka kandas, kalau tidak dia akan memiliki menantu seorang rubah wanita yang akan merepotkan hari ini dan seterusnya.Bunga Lili seringkali digunakan sebagai ungkapan duka cita, dalam acara kematian maupun bencana. Sekarang, Erina membawanya dengan sengaja, pastilah dia memiliki niatan tidak benar di dalam hatinya."Bibi, aku ...." Erina mengalihkan fokus pandangannya dari Ken, menatap Sayaka dan beberapa tetua yang ada di sana."Lancang sekali kau. Siapa yang mengizinkanmu bergabung dengan kami? Ini pertemuan resmi k
"Kamu tidak boleh melakukannya!" seru Erina, berdiri dari bantal duduk di bawah kakinya. Dia langsung mendekat ke arah Ken, menarik lengannya."Nona, tolong perhatikan sikap Anda." Kosuke berusaha memperingatkan Erina, mendapati tatapan tidak nyaman dari Ken pada gadis itu."Kakek?" Erina menatap pria yang menjadi pusat pengambilan keputusan nantinya. "Kakek tidak akan membiarkan Ken berbuat bodoh, bukan?"Erina segera mendekat ke arah pria lansia yang duduk di belakang meja berkaki pendek. Dia segera bersimpuh, menatap kakek Subaru dengan penuh harap."Kek, katakan kalau kau tidak akan mengizinkan Ken mengungkapkan segalanya. Hanya karena menghilangnya wanita itu, dia jadi melupakan akal sehatnya. Semua akan berimbas buruk kalau dia tiba-tiba muncul tanpa kursi roda. Juga wajahnya ...," Erina menoleh ke belakang, ke arah Ken yang terlihat tetap tenang. Dia tahu tidak akan bisa memengaruhi Ken yang keras kepala."Kakek harus pikirkan masa depan bisnis Ken juga. Akan banyak investor ya