Mendengar cerita tersebut, Sehan tersentak kaget. Kini banyak pertanyaan mulai muncul di kepalanya.
"Siapa orang yang menolong Liona? Apa kau masih ingat wajahnya? Dan, siapa orang yang menyuruhmu membunuh Liona?" Matt berusaha mengingat kejadian itu lebih jelas lagi, tapi sayang sekali itu sudah terlalu lama. "Aku tidak bisa mengingat wajah pria yang menolong Liona saat itu. Tapi aku ingat, dia adalah pria tua. Dan aku tidak pernah bertemu dengannya sebelumnya. Dan orang yang menyuruhku untuk membunuh Liona saat itu, adalah orang yang sama yang saat ini juga memintaku untuk melenyapkan Liona." Mata Sehan kembali membelalak, nyaris tak percaya. "Jadi maksudmu ... orang yang menyuruhmu membunuh Liona saat itu adalah Gretta?" Matt mengangguk membenarkan. Tangan Sehan seketika mengepal, rahangnya mulai mengeras menahan amarah. Ternyata sejak kecil nyawa Liona sudah diincar oleh Gretta, bahkan sLiona diam, tak menjawab. Laki-laki itu mulai melangkah mendekat. "Aku menyesal, seharusnya sejak awal aku mengatakan semua ini padamu. Tolong maafkan aku Liona."Liona berbalik, kembali menatap Sehan."Kamu tau, selama ini aku tidak pernah penasaran dengan masa laluku. Karena dulu aku tinggal di panti asuhan, aku pikir orang tuaku sudah meninggal karena kecelakaan itu. Aku tidak pernah berniat untuk mencari tau siapa orang tuaku. Tapi setelah tau bahwa ayah adalah ayah kandungku, aku mulai penasaran. Banyak pertanyaan yang entah kemana aku harus mencari jawabannya. Kenapa ayah membenciku? Kenapa aku dulu bisa tinggal di panti asuhan? Aku bahkan mengira, ibu Gretta dan Aoura yang jahat dan telah membuat ayah bersikap seperti itu padaku. Hingga aku ingin melakukan balas dendam pada mereka. Dan ternyata kenyataannya, akulah yang jahat. Ayah membenciku karena ulahku sendiri. Kamu mengetahui semuanya, tapi masih saja mendukungku untuk balas dendam dengan ibu
Liona meminum air putih yang baru saja diberikan oleh Sehan. Laki-laki itu dengan telaten menghapus keringat di kening Liona. Dia lalu bertanya memastikan, "apa sudah mendingan?"Liona mengangguk mengiyakan. Dia lalu memberikan segelas air putih sisa minumnya ke Sehan kembali."Akhir-akhir ini kepalaku mudah sakit. Aku tidak tau kenapa."Sehan meletakan segelas air putih di tangannya ke atas meja. Dia semakin khawatir dengan kondisi Liona saat ini. "Pasti kau sedang banyak pikiran. Tenangkan lah dirimu, dan perbanyak istirahat."Liona mengangguk menurut. "Sebenarnya hari ini aku ingin mengajakmu ke panti asuhan, tempat kau dititipkan dulu. Matt mengatakan, kemungkinan pria yang menyelamatkanmu waktu itu langsung membawamu ke panti asuhan. Aku sudah minta seseorang untuk datang ke sana dan mencari tau informasi tentangmu, tapi pihak panti tidak mau mengatakannya langsung jika bukan kau yang bertanya. Kemungkinan ini permintaan
Setelah berpelukan dan saling melepas rindu dengan Liona. Wanita itu mempersilakan Sehan dan Liona duduk di ruang tamu, juga menyuguhkan cemilan dan minuman pada sepasang suami istri tersebut. Wanita itu tampak begitu senang dengan kedatangan mereka."Maaf ibu sempat tidak mengenalimu Liona. Kamu sekarang tumbuh menjadi perempuan yang sangat cantik," ucap wanita itu takjub. Pandangannya kini mengarah pada Sehan dan kembali berucap, "kamu juga sudah menikah dengan laki-laki yang sangat tampan. Ibu senang melihatmu tumbuh seperti ini. Kamu pasti sangat bahagia hidup bersama keluarga Atharya."Senyum Liona seketika luntur setelah mendengar kalimat terakhir dari ibu panti tersebut. "Tapi, Liona tidak sebahagia itu hidup bersama mereka."Sehan tertegun."Apa maksudmu berbicara seperti itu Liona?" tanya ibu panti kini mulai khawatir. Namun Liona segera menggeleng, menyembunyikan kesedihannya pada wanita baik hati tersebut. "Liona senang bisa m
Sebuah kotak kecil wanita itu letakkan di atas meja. Sehan dan Liona mulai memperhatikan kotak yang terlihat kusam tersebut dengan seksama. Ibu panti mulai membukanya. "Pria itu mengatakan, jika Liona sudah menemukan ingatannya kembali, dia pasti akan menanyakan ini padaku. Ternyata benar, dan mungkin ini saatnya ibu memberikan ini padamu."Liona mulai mengambil satu lembar foto yang ada di kotak itu. Matanya seketika membulat saat melihat foto tersebut. Di sana terlihat empat orang, diantaranya adalah dirinya saat kecil, Darwin, ibu kandung Liona, dan juga Atharya. "Ini ... foto keluarga?" ucap Sehan menebak foto yang ada di tangan sang istri. "Pria itu." Ibu panti menunjuk posisi Atharya di dalam foto tersebut. "Dia yang mengantarmu ke sini."Sehan dan Liona serempak tertegun."Kakek?" Liona menatap Sehan dengan sorot tak percaya. "Sehan, apa itu artinya orang yang menolongku saat aku mengalami kecelakaan adalah kakek?"
Pagi harinya, Liona bangun kesiangan. Karena tadi malam dia menceritakan pada Sehan bahwa dirinya beberapa hari ini kurang makan, laki-laki itu memutuskan untuk menemaninya tidur di samping Liona.Tapi saat Liona terbangun, dia sudah tak melihat Sehan di sekitarnya. Liona mulai beringsut duduk, sesaat dia memegangi perutnya yang mendadak terasa keram. "Ah, akhir-akhir ini memang ada yang aneh dengan tubuhku."Liona akhirnya memutuskan untuk beranjak dari tempat tidurnya. Dia kini berjalan keluar kamar untuk mencari sang suami.Dia menemukan Sehan sedang sibuk memasak di dapur. Liona tersenyum samar, dia tidak menyangka kemarin dirinya sangat rindu melihat laki-laki itu berada di sana, sekarang Liona bisa melihatnya kembali.Liona jadi merasa menyesal kemarin sempat marah pada sang suami. Tapi jika dia tidak marah, mungkin Sehan juga tak akan sadar jika apa yang telah dilakukannya adalah hal yang salah. Laki-
Cukup lama Liona duduk di sofa ruang tengah, menunggu sang suami yang tadinya pamit keluar rumah untuk membelikannya obat. Kini akhirnya Sehan kembali juga. Laki-laki itu meletakkan beberapa obat yang baru saja dia beli ke atas meja, lalu menuangkan air putih ke gelas untuk sang istri."Liona, aku harus ke perusahaan hari ini. Aku lupa jika aku memiliki jadwal untuk meeting. Tapi melihat kondisimu seperti ini, aku tiga tega untuk meninggalkanmu."Liona tersenyum. Dia berusaha terlihat baik-baik saja walau tubuhnya benar-benar terasa lemas setelah memuntahkan semua isi perutnya barusan. Liona tak mau membuat Sehan terus khawatir dan justru mengorbankan pekerjaan demi dirinya. "Pergilah Sehan, aku akan meminum obat ini. Dan pasti nanti kondisiku akan membaik dengan sendirinya. Lagi pula ini hanya penyakit lambung biasa, karena telat makan. Bukan penyakit yang parah."Sehan menghela nafas berat. "Tapi kau tidak akan mungkin lekas membaik j
Liona mulai mengambil potongan buah yang baru saja Sandra kupaskan. Dia sempat ragu saat ingin memakan buah tersebut, namun Liona berusaha mencobanya. Dan dugaannya salah, dia tidak mual saat memakan buah segar tersebut. Setelah berhasil memakan tiga potongan buah apel, Liona merasa perutnya sedikit lebih nyaman. Mungkin karena perutnya yang sejak kemarin kosong kini terisi kembali, Liona senang rasa lapar yang dia rasakan sejak tadi bisa terobati dengan memakan buah yang dibawakan Sandra barusan. Melihat menantunya memakan buah yang dia kupaskan dengan lahap, Sandra tersenyum. "Sehan bilang tadi kamu belum makan. Benar kah?" Liona mengangguk ragu. "Apa tidak ada makanan di rumah?" tanya Sandra memastikan. Liona segera menggeleng tak membenarkan. "Tadi Sehan sudah memasak sup untuk Liona, tapi Liona belum memakannya ma." "Kenapa?" tanya Sandra penasaran. Dia kemudian menatap ke arah dapur, lal
Setelah Sandra pulang dari rumahnya, Liona langsung pergi ke apotik untuk membeli test pack. Setelah mendapatkan apa yang dia cari, Liona bergegas pulang dan langsung menuju kamar mandi. Liona masih berharap apa yang dikatakan Sandra tadi tidak benar. Dia masih belum siap untuk menerima kehamilannya jika benar itu terjadi, bahkan Liona tidak pernah berpikir sejauh itu. Namun harapan Liona tak terkabulkan, setelah melakukan test, dua buah garis merah terpampang jelas di test pack tersebut. Tubuh Liona lemas seketika melihat hal itu, dia terduduk di atas kloset sambil menatap test pack yang dia pegang dengan sorot tak percaya. "Ini pasti mimpi kan?" Liona langsung menampar pipi kirinya dengan cukup keras, hingga membuat dia meringis menahan sakit. "Ternyata bukan mimpi? Akh!" Liona frustasi. Kini pikirannya teringat pada sang suami yang juga belum pulang. Liona takut. "Bagaimana aku mengatakan ini pada Sehan? Apa dia mengijin