Satu tangan Gavin menelusuri punggung Ara, menangkap tubuh bagian belakang Ara yang begitu menggairahkan. Belaian yang posesif dan membuat Arabella berulang kali mengerang, bahkan kini pakaiannya telah benar-benar tanggal.
Arabella merasakan kerasnya gairah Gavin di bawah sana. "Haruskah aku buka celanamu juga?"
"Menurutmu, bagaimana bisa kalau tidak di buka?"
"Kalau begitu, aku tidak segan," bisik Arabella melakukan tugasnya dengan segera di bawah sana.
Gavin menghela napas panjang. Lalu mulai mencium bibir Ara, menyesapnya dengan teramat dalam. Kecupan itu bergerak liar disana, bermain dengan tarian lidah keduanya yang menelusuri rongga mulutnya.
Ara tak dapat lagi menolak godaan pria itu, sentuhan dan belaian itu begitu memabukkan untuknya. Ia pun pasrah, dan menunggu kelanjutan aksi Gavin yang mulai melepaskan kancing pakaiannya. Lalu mengecup lagi bagian ceruk lehernya, memberikan sesapan dan tanda cinta yang cuku
"Sayang, bangunlah. Astaga, ada apa denganmu?" ucap Gavin yang sedang memangku tubuh lunglai Ara. Dia tak henti menepuk pipi istrinya agar bangun dari pingsan.Acara pernikahan sempat tertunda sebentar. Tapi Gavin tidak enak dia segera meminta agar acara dilanjutkan dengan mengatakan Ara hanya kelelahan saja dan butuh istirahat. Ara dibawa ke ruangan khusus. Gavin masih menunggu sampai istrinya itu sadar tak meringsut sedikit pun bahkan Ara masih ada di pangkuan Gavin sampai sekarang."Tuan Gavin apakah Ara tidak apa-apa?" tanya Evelyn, dia juga baru tau kalau ribut-ribut ada yang pingsan tadi rupanya Ara lah orangnya."Saya juga tidak tahu kenapa Ara bisa sampai pingsan, Nyonya Eve." Gavin mungkin tidak terlalu mendengarkan saat pembawa acara menyebutkan nama Gilbert Bagaskara. Padahal dari surat yang dibacanya kemarin jelas ada nama itu tertulis di sana. Dia adalah ayah kandung Arabella."Ya Tuhan. Ara kau kenapa? Bangunlah Ara," ujar Evelyn
Evelyn tak berhenti memikirkan tatapan Arabella yang menurutnya berbeda. Dia heran, ada apa dengan Arabella? kenapa tatapan itu lebih mirip tatapan yang ditujukan kepada seorang musuh?"Apakah aku melakukan kesalahan padanya?"Oliver, dia melihat istrinya yang sedang gusar bahkan sampai belum mengganti pakaiannya sejak pulang dari pesta pernikahan Freya. Dia mengembuskan napas pelan, lalu membantu Evelyn menurunkan resleting. "Kau kenapa?"Evelyn kaget, dia berbalik menatap suaminya. "Kau sedang apa dengan resleting ku?""Aku hanya berniat membantu. Malam ini aku mau tidur di kamar ini dan tidak nyaman melihat kau dengan pakaian itu juga make up tebal yang menempel di wajahmu. Cepat bersih kan."Oliver melepaskan piyama tidurnya, kemudian berbaring. Itu memang kebiasaan Oliver yang tidur tidak memakai baju, hanya boxer ketat yang menonjolkan bentuk tubuh perkasanya. Berulang kali Evelyn meneguk ludah dan mengumpat dalam hatinya. "
Selepas percintaan panas yang mereka lakukan di malam itu. Evelyn kembali gusar dengan sikap Ara yang dingin padanya. Bahkan yang lebih mengejutkan lagi, waktu Evelyn melihat nomor kontak Arabella di ponselnya, dia rupanya sudah di blokir oleh Arabella."Astaga. Ada apa dengan dia? Kenapa dia memblokir nomor ku?"Oliver yang melihat itu menjadi penasaran sebenarnya kenapa istrinya itu kelihatan galau sejak tadi. "Kau sebenarnya kenapa. Eve?"Evelyn menoleh ke arah suaminya, dia baru saja selesai mandi. Oliver menghampiri Evelyn yang duduk di atas sofa dengan kemeja longgar dan hanya menggunakan panties tanpa bra."Kenapa?" ulang Oliver dengan sangat lembut. Sekarang Evelyn juga heran dengan sikap Oliver yang mendadak menjelma jadi sosok yang cenderung berbeda dari sebelumnya. Pria itu bertutur kata dengan amat halus padanya."Kau, kau kenapa berubah sangat lembut padaku, Oliver?""Aku? Apa maksumu, aku sudah begini seja
“Vin, maaf mungkin aku egois. Aku pun baru mengetahuinya saat pesta pernikahan Freya. Sungguh, aku tidak menyangka, kalau ternyata... Orang yang kata ibu adalah ayah kandungku, ternyata ada di sekitar ku, dan aku tanpa sadar berhubungan dengannya.”Gavin makin bingung, dia tidak mengerti. Tapi dia tetap mendengarkan, yang terpenting sekarang Arabella mau bercerita tentang apa yang menganggu nya.“Sayang, coba kau ceritakan lebih jelas dan jangan ragu. Apapun itu jika demi kenyamanan dan kebaikan mu, aku akan lakukan, sayang. Asalkan kau terbuka padaku.”Ara menggenggam tangan Gavin, dia yakin kalau dia harus memberitakan semuanya pada suaminya. Jika tidak, mereka akan bertengkar dan salah paham nantinya.“Vin ayah kandungku, ternyata adalah papa mertua Evelyn. Dia adalah ayah dari Oliver Bagaskara, suami Evelyn.”Gavin terkejut, dia tidak menyangka. Jadi, karena itu Ara merasa tergan
Oliver bingung, bagaimana caranya dia memberi tahu Evelyn kalau papanya ingin Evelyn makan malam bersama malam nanti. Evelyn pasti tau, mertuanya itu tidak akan mengajak makan malam kalau tidak ada sesuatu yang hendak dibicarakan dan itu sifatnya penting.Padahal hubungannya dengan Evelyn baru saja membaik.Meski dia masih belum mengatakan kejelasan maupun alasan mengapa dia sulit membuat pernyataan cinta, tapi secara tersirat Oliver sudah memberi tau Evelyn bahwa dia mencintai wanita itu.Di kantornya, Evelyn sedang bersiap-siap untuk mendatangi kantor Gavin. Evelyn merasa hubungannya dengan Arabella merenggang tanpa sebab yang jelas. Arabella menjauhinya, bahkan nomornya pun di blokir tanpa alasan yang dia ketahui. Evelyn bermaksud menanyakan hal itu pada Gavin. Padaha
"Pagi, sayang. Bagaimana keadaanmu hari ini?"Arabella sudah bisa tersenyum tipis, tidak seperti kemarin-kemarin waktu keadaannya masih sangat lemah."Aku merasa lebih baik, sayang. Terima kasih, ya. Maaf karena aku membuat mu repot. Maaf karena kau harus menjaga Aelly sendiri."Gavin mengelus pipi Arabella sembari tersenyum. "Aku akan selalu ada untukmu, menjagamu, tak peduli bagaimanapun keadaanmu, sayang. Jadi berhenti minta maaf dan merasa merepotkan."Ara membuka lebar dua tangannya, dengan mata berkaca-kaca. "Peluk aku, Vin."Gavin langsung memeluk Arabella, dan istrinya itu menangis. "Sayang, kenapa kau malah menangis?""Aku sangat pusing memikirkan tentang orang yang katanya ayahku. Kenapa? Kenapa dia harus datang lagi di hidupku."Gavin mengerti yang dirasakan istrinya. Dia juga tau pasti itu sangat lah berat untuk Arabella."Sayang, aku mengerti." Perlahan Gavin mengusap rambut Ara.
Malam itu Evelyn sudah mempersiapkan kemungkinan terburuk ketika dia mendatangi restoran di hotel berbintang tempat dia diundang oleh papa mertuanya.Beberapa menit dia berada di dalam toilet rasanya akan mencurigakan jika dia tak segera keluar. Oliver sudah menunggunya di luar toilet hanya karena tak mau terjadi sesuatu padanya."Argh! Kenapa harus ada sesuatu yang merusak hubungan ku dengan Oliver yang baru terjalin? Bukankah dia mendesak ku hanya karena aku belum memberikan cucu buatnya?""Eve, apa kau sudah selesai di dalam?""Argh, sial!""Eve? Kau baik-baik saja? Keluar lah, jangan membuatku cemas."&n
"Rupanya kau sangat percaya diri, Evelyn." Gilbert mengambil gelas miliknya kemudian menyesap sedikit wine pemberian Evelyn yang telah dituang oleh pelayan untuknya. Oliver menarik napas panjang, Evelyn tau suaminya itu tak sabar ingin angkat bicara. Tapi Evelyn sekali lagi menahan suaminya. "I just need you here," bisiknya pada Oliver. "Hem, kau punya selera yang bagus tentang wine, Evelyn." Gilbert mengangkat gelas, pertanda dia ingin Evelyn ikut meminum wine yang baru saja dituang oleh pelayan ke gelasnya. "Pa, Eve tidak...""Aku akan minum," potong Evelyn. Kemudian dia mengangkat gelas, menyesap sedikit wine yang terasa getir dan agak membakar sewaktu menyentuh lidahnya. Minuman ini adalah yang pertama kali dan terakhir kali aku mencobanya, batin Evelyn ingin memuntahkan segera. Tapi dia menahannya, meski terbatuk saking tak tahan dengan citarasanya yang aneh. "Jadi, siapa nama klien mu itu? Gavin Narendra
"Dokter apa yang terjadi dengan istri, saya?""Istri Anda hamil.""Apa? Saya hamil, Dok?""Ya, menurut hasil pemeriksaan awal, usia kandungan memasuki bulan ke tiga. Keadaannya cukup baik. hanya saja, Nyonya harus banyak istirahat dan tidak boleh kelelahan. Konsumsi makanan bergizi, vitamin, itu sangat penting."Evelyn masih tak menyangka, bahwa dia hamil. "Astaga Sayang! Kau dengar, ada bayi di dalam sini! Ini adalah anak kita, Sayang!" Oliver kelihatan benar-benar bahagia. Dia tak kuasa menyembunyikan perasaan haru di hadapan istrinya."Aku benar-benar tidak menyangka, Oli. Aku hamil. Aku akan jadi seorang ibu?"Oliver menciumi Evelyn dengan derai air mata. Setelah penantian panjang, akhirnya dia dan Evelyn akan segera diberkati keturunan.***"Gavin, kita harus segera ke rumah sakit." "Ya, Sayang. Sebentar, aku harus menggendong Aelly dulu.""Oh, sweety. Kau benar-benar ayah yang luar biasa, Vin."Gavin menarik tubuh Ara ke sisinya, lalu mengecup keningnya. "Kau lah yang luar bia
Dokter sudah mengatakan jika operasi yang dilakukan Gilbert berjalan lancar. Setelah dua puluh empat jam akhirnya Gilbert pun sadar. Arabella lah yang pertama dilihat olehnya. Laki-laki itu merasa diberkahi, sebab Tuhan masih mengasihaninya dan memberinya kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya terhadap putrinya, Arabella. "Ara." "Kau sudah bangun, Tuan."Mungkin berlebihan dan terkesan tidak tahu diri. Gilbert merasa ingin sekali mendengar Arabella memanggilnya ayah. Tapi, dia tidak mau menyampaikan itu pada Arabella, sebab baginya melihat Ara yang mau berbicara dengannya saja, itu sudah merupakan hal yang luar biasa. "Iya, berkatmu, Arabella. Aku ingin kau memaafkan ku. Jadi, aku memohon pada Tuhan, dalam gelap, dalam kesakitan, aku mohon agar aku bisa melihatmu, walau mungkin untuk terakhir kali."Arabella menggeleng, dia tentu tidak mau itu menjadi yang terakhir. "Kau tidak boleh berkata begitu, Ayah." Gilbert yang masih terbaring lemah, mendadak menegakkan tubuhnya meski di
Rasa resah dan gelisah melingkupi Arabella. Dia harus berasa di posisi yang sangat menyulitkan nya. Laki-laki itu benar ayahnya, seburuk-buruknya tetap dia lah orang yang memiliki hubungan darah dengannya. Arabella tak mau, jika Tuhan mengambil orang itu. Lebih baik, hubungan mereka buruk selamanya, asalkan Gilbert harus tetap hidup. "Sayangku, aku mengerti yang kau rasakan." Gavin, dia selalu datang memberikan setidaknya sedikit ketenangan dan juga pelukan hangat yang membuatnya kuat. "Vin, apa yang harus aku lakukan??" "Kau harus ikuti kata hatimu, Arabella. Lakukan apa yang hatimu suarakan. dengarkan dengan perasaan bukan dengan emosimu." Matanya berkaca, dia mengeratkan peluk, sembari menahan agar tidak menangis. "Jangan menangis, karena Arabella yang kukenal adalah wanita yang kuat. Sudah terlalu sering kau menangis, padahal hal yang jauh lebih sulit dari ini sudah pernah kau lalui." Keberuntungan yang Ara miliki adalah Gavin, s
"Saya mohon, Tuan Gavin. Izinkan Ara ikut saya ke rumah. Saya akan menjelaskan semuanya secara terang-terangan pada Oliver dan Evelyn tentang siapa Arabella, dan juga masa lalu saya bersama ibu Ara."Gavin awalnya menolak. Tapi, dia juga tidak mungkin membiarkan masalah menguap begitu saja. Padahal dia yakin Arabella juga ingin kejelasan, setidaknya itu adalah bentuk penyesalan Gilbert yang telah menyia-nyiakan Ara dan ibunya."Baiklah. Saya akan izinkan Arabella pergi. Tapi saya akan ikut bersamanya.""Ya, tentu, memang Anda harus ikut, Tuan. Terima kasih, karena sudah mengizinkan saya mengajak Ara."Ara hanya diam, dia menyerahkan segalanya ke tangan Gavin. Kalau Gavin yang memintanya pergi, maka dia akan pergi. Sedangkan kalau tanpa restu Gavin, Ara tidak akan pergi."Ara, aku akan menemani mu. Kau mau ya, ikut untuk menjelaskan semuanya. Ini juga yang diinginkan ibumu, kan?"Ara menatap sekilas wajah Gilbert. Dia masih sediki
Evelyn benar-benar cemas karena Arabella meminta bertemu empat mata dengan papa mertuanya. Sedang dia tau, bahwa papa mertuanya itu bukan termasuk orang yang bisa diajak bicara.Setelah sekitar tiga puluh menit Arabella bersama dengan Gilbert, entah apa yang mereka berdua bicarakan. Akhirnya Arabella keluar dengan wajah yang datar pada awalnya. "Ara, kau akhirnya keluar juga. aku sangat mencemaskan mu."Barulah Arabella tersenyum. Dia menggenggam tangan Evelyn, dengan raut yang terlihat santai, seolah tak terjadi apa-apa."Aku baik-baik saja. Syukurlah, semuanya bisa diselesaikan. Aku sudah bicara, dan Tuan Gilbert akan menyelesaikan semuanya. Kau bisa lanjut dengan proyek yang sebelumnya berjalan, tanpa perlu memperpanjang semuanya lagi.""Hah? Apa maksud mu, Arabella? Bagaimana bisa?" tanya Evelyn yang kaget bukan main. Tidak mungkin itu terjadi begitu saja. Karena dia tau persis bagaimana watak papa mertuanya. Apakah dia luluh? apa yang Ar
"Selamat siang, Tuan Gilbert." "Kamu? Kamu Arabella, kan?""Ya, saya Arabella, lama tidak bertemu, Tuan. Rasanya saya juga lupa, kapan terakhir kali kita saling mengenal. Karena waktu itu saya masih sangat kecil. Kalaulah bukan karena Ibu yang memintaku menemui Anda, mungkin saya sudah mengubur nama Anda dalam-dalam." Perkataan Arabella itu sangat membuat Gilbert terpukul. Tapi, pria tua itu menyadari, dia memang bersalah. Gilbert berjalan melangkahkan kakinya mendekati Arabella hingga jarak keduanya hanya sekitar satu meter saja. "Duduklah dulu, Ara. Silakan, kita bisa berbicara dulu."Ara pun duduk, meski sejujurnya enggan. "Baik, kita bicara. Meski saya enggan, saya malas berbicara dengan orang seperti Anda, Tuan." "Arabella, maafkan Ayah, Nak.""Anda bukan ayah saya." "Ara, aku adalah ayahmu. Suka tidak suka, aku adalah suami ibumu.""Apa?" decih malas Arabella. "Kau bilang suami ibuku? Apakah
"Oli, sudahlah, aku tau kau kesal. Tapi kau sendiri tau, kan? itu papamu, dia memang begitu sejak dulu.""Eve, tapi kali ini dia sudah sangat keterlaluan. Bukannya kita sudah sepakat, untuk tidak ikut campur dengan urusan masing-masing lagi. Tapi, dia malah terlalu jauh mencampuri urusan kita."Meski Evelyn juga heran, terutama dengan kata-kata Gilbert yang terang-terangan mengatakan tidak menyukai Gavin. Tapi, dia tidak mau itu menjadi beban pikiran suaminya. "Hei, tidak akan ada yang terjadi. Papa tidak bisa melakukan hal yang lebih dari sekedar menggertak kita. Iya, kan?"Oliver memeluk Evelyn. Beruntung istrinya itu sangat penyabar dan mengerti keadaannya. "Maafkan aku, ya, Eve. Karena dia membuat kamu susah sekarang.""Tidak, aku justru sangat bersyukur, di saat seperti ini kau membelaku." "Tentu saja, kau adalah istriku, jadi sudah sewajarnya aku membela mu, kan?" "Hem, kau harus tau, aku sangat bahagia, Oli. Kuharap kau terus
Gilbert dalam keadaan geram segera meminta orang kepercayaannya untuk menemui Evelyn dan meminta Evelyn membatalkan kontrak kerja sama dengan Gavin. Namun tak lama kemudian. Evelyn dan Oliver datang dalam keadaan tidak terima sebab menurut mereka Gilbert sudah keterlaluan ikut campur dengan urusan mereka. "Pa, kita harus bicara.""Kalian berdua duduk."Evelyn dan Oliver duduk dengan kemarahan yang tertahan. Tak mengerti kenapa Gilbert sangat tidak setuju dengan kerja sama Evelyn dah Gavin. Padahal semuanya susah sesuai prosedur dan perusahaan Gavin juga terbukti telah berhasil selamat dari ancaman kebangkrutan dan mulai berjaya lagi. "Kalian tahu, kan, bahwa kalian tidak memiliki hak untuk menolak permintaan Papa."Oliver kelihatan sangat kesal, dia berdiri lalu menantang papanya dengan tatapan tajam. "Papa punya alasan?" "Oli, duduklah, kau tidak boleh begitu di depan papamu," pinta Evelyn. "Tidak, Eve. Ka
Kedatangan Evelyn ke rumahnya membuat Arabella kepikiran. Jadi, rupanya sosok Gilbert bukan hanya menyebalkan, dan jahat di matanya saja, melainkan di depan anak dan menantunya? "Ah, aku lupa, dia adalah ayahku." Ara berdesis sebelum akhirnya dia duduk di depan meja kerjanya. "Jadi, dia juga mengucilkan Evelyn karena Evelyn belum punya anak?" Ara teringat waktu Evelyn berkata, dia dikucilkan. Sebab selama berumah tangga kurang lebih sepuluh tahun, dia belum juga dikaruniai keturunan. Setahu Evelyn, Gilbert ingin sekali memiliki cucu. Dia ingin sekali punya cucu perempuan. "Tidak, aku tidak akan biarkan laki-laki tua yang sudah menghancurkan hidup ku dan ibu, juga hendak merenggut kebahagiaan putriku?" "Aku pulang, Sayang..." "Gavin." Ara berdiri, dia langsung menghambur ke arah suaminya yang baru pulang dari bekerja. "Akhirnya kau pulang, Sayang." "Hem, tentu saja. apa kau menungguku?" "Ya, tentu saja ak