"Hei, kau wanita rendahan!" teriak Grace. "Aku belum mengijinkanmu pergi!" teriaknya lagi.
Kaira tidak merespon bahkan tidak menoleh. Grace merasa kesal karena Kaira tidak merespon saat di provokasi.
"Awwwhhhh!" pekik Kaira ketika Grace menarik tangannya dengan kasar.
"Apa kau tuli?" maki Grace.
Apakah Kaira akan marah? Apakah rencana Grace berhasil? Tidak! Kaira memberikan senyum manis penuh arti. Membuat tubuh Grace langsung merinding seketika.
"Nona muda, Anda memanggil saya? Anda tiba-tiba datang, menghina, memaki, sebenarnya Anda sedang berbicara dengan siapa?" ucap Kaira santai.
"Wanita rendahan sepertimu tidak pantas berbicara sok bijak di depanku!" ucap Grace.
"Oh, sejak tadi Anda memanggil wanita rendahan itu ditujukan untuk saya? Saya tidak merasa kita saling mengenal, jadi apa tuj
BRAKKK!"Achhhhhh!" teriak Rasya karena terkejut."Rasya, pesan tiket. Aku harus segera kembali!" ucap Jay panik."Tuan, ada apa?" Rasya mendekati Jay. "Tarik nafas dulu, Tuan! Tarik nafas, hembusan. Lakukan terus sampai Tuan tenang," Jay mengikuti apa yang Rasya katakan.BUAKKK!"Kau pikir, aku sedang melahirkan?" Jay memukul kepala Rasya."Tarik nafas bukan untuk wanita yang sedang melahirkan saja," lawan Rasya."Kau sedang membantahku?""Tidak berani, Tuan!" Rasya mundur seketika."Aku harus kembali. Besok, aku harus sudah ada di samping Istriku," pamernya.BRUKKK"Silahkan di selesaikan, Tuan!" Rasya memberikan setumpuk dokumen yang harus Jay periksa."Ini semua, pekerjaanku?" tanya Jay."Benar, Tuan." &
Grace teriak kesakitan setelah jari telunjuk yang digunakan untuk menunjuk Kaira, di putar oleh Kaira dengan berani."Hmmmm... Apa kau masih berani menggunakan tanganmu untuk menunjukku lagi?""Kau hanyalah wanita rendahan! Beraninya kau menyakitiku! Kau akan segera di tinggalkan oleh Jay setelah Jay bosan padamu!" teriak Grace penuh dendam.DEG... DEG... DEG... Meskipun hanyalah sebuah tipuan untuk memperovokasi Kaira, tapi jantung Kaira berdebar seperti ada sesuatu yang seakan mengancamannya."Kau menginginkan Jay? Ambil! Apa kau berfikir aku akan mencegahnya?" balas Kaira. Bisik-bisik rekan kerja terdengar jelas. Mungkin bisa dikatakan kalau mereka tidak berbisik melainkan dengan sengaja mengeraskan suara."Jangan takut Kaira! Kau adalah Istri sah Presdir," bisik Lily."
"Kau sungguh akan membuatku menjadi lawanmu?" tanya Kaira."Kenapa? Kau takut?" kata Grace remeh.Pukk! Pukk! Kaira menepuk pipi Grace dengan menunjukkan wajahnya yang tanpa ekspresi. "Takut? Aku malah sangat menantikan hal itu!" tantang Kaira.Tap... Tap... Tap... Kaira meninggalkan Grace yang kesal. Kaira menemui Tuan Alrecha yang menantinya dengan begitu cemas."Pa, kita pulang sekarang!" kata Kaira.Brummm! Brummm! Brummm!"Kaira sialan! Kalau aku tidak bisa membunuhmu dijalanan, aku maish bisa membunuhmu dari ketinggian!"*** Kaira pergi menuju Rumah Sakit. Bersamaan dengan itu, sudah ada Nyonya Luna yang menangis tersendu-sendu menunggukepastian keadaan orang yang ada di dalam ruangan.&nbs
Jay sibuk, begitu juga dengan Kaira. Tuan Nahera dan Nyonya Luna pergi berlibur untuk menenangan diri sejenak. Kaira sibuk menjalankan pekerjaannya dan Jay sibuk menyelesaikan sesuatu yang entah apa itu. Rasanya waktu mereka bersama semakin sedikit bahkan hanya beberapa kata yang menjadi komunikasi mereka."Kai, mau ke mana?" tanya Lily."Lily, aku dapat email kalau harus membantu Jay dilokasi.""Lokasi pegunungan itu?" tanya Lily."Iya. Kalau ketua menanyakanku, jawab saja sesuai arahanku, ya.""Kai, aku ikut!""Tidak perlu. Aku sudah menghubungi Jay dan dia mengatakan benar. Kau tidak perlu khawatir.""Sungguh?""Sure!" Lily masih saja khawatir. Dia belum yakin kalau Kaira sungguh akan bertemu dengan Jay. Lily tidak bisa menghubungi Jay karena takut salah jalan. Akhirnya, Lily ,mengikuti Kaira diam-diam yang sudah masuk ke dalam taxi.
Wushhhhh! Rasa takut menelan semuanya. Hanya ada suara angin yang menabrak telinganya ketika Kaira terjatuh dari tebing karena di dorong oleh Grace. Meski semuanya memang sudah berjalan sesuai yang direncanakan, Kaira pasrah jika harus mengorbankan nyawanya demi Keluarga yang baru saja dia miliki. Kaira masih menutup matanya meski Kaira sudah merasakan tubuhnya menabrak sesuatu. Suara angin kencang yang membuat darahnya berdesir, sudah berhenti.'Apa aku sudah mati?' batin Kaira."Kaira, buka matamu!" Kaira membuka matanya perlahan. Apa yang pertama kali dilihatnya adalah langit. Langit cerah dengan teriknya matahari. Dedaunan dari pohon yang menjulang tinggi dan juga pria yang mengkhawatirkannya. Kaira tidak bisa berkata-kata. Kaira masih berfikir, dia berada diambang kematian dan Jay hanya muncul sesaat
Kondisi Kaira baik-baik saja. Dia hanya terlalu syok dengan kejadian yang baru saja dialaminya. Ditambah lagi dengan dirinya yang ternyata sudah mengandung 3 minggu. Tuan Alrecha dan Nyonya Luna, mengurus penangkapan Grace. Sedangkan Jay, dia menunggu Kaira sampai Kaira sadar. "Tidak seharunya aku melibatkanmu. Seharusnya aku melindungimu, bukan malah menjadikanmu sebagai umpan," gumam Jay sembari menundukkan kepalanya dengan eskpresi penuh sesal. Jay mendongak setelah merasakan tangan lembut mengusap ujung kepalanya. "Kaira!" ucap Jay. "Peluk aku!" pinta Kaira manja. Jay berbaring disebelah Istrinya. Dia memeluk Kaira dengan sangat erat namun bukan menimbulkan sesak melainkan rasa nyaman dan aman. "Gim
Tap... Tap... Tap... Langkah kaki Jay, mulai memasuki kantor polisi. Sebelumnya, Jay sudah membuat janji untuk menemui Grace. Waktu untuk bertemu dengan tahanan sangat terbatas. Jay harus memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk memprovokasi Grace supaya buka mulut perihal orang yang mendukungnya dari belakang. "Silahkan, Tuan Jay!" "Terimakasih!" Sudah ada Grace yang dikeluarkan dari jeruji besi untuk bertemu Jay. Tangan diborgol, pakaiannya yang tidak serapih dulu, juga wajahnya yang lesu. "Apa kabar, Grace? Bagaimana rasanya bertemu denganku dengan posisi kita yang berbeda? Apa kau masih merasa sombong?" ucap Jay. "Untuk apa kau datang? Sialan! Kau mendekatiku hanya untuk menjebakku?" teriak Grace dengan sangat marah. Jay menanggapi Grace dengan ramah namun tatapan Jay menunjukkan kepuasan tentang kehancuran Grace.
Hari persidangan pertama untuk Grace dengan beberapa tuduhan, yaitu kasus pembunuhan, kasus pembunuhan berencana, penyuapan, kekerasan dan juga pencemaran nama baik."Jay, mungkin saja mereka...""Papa, semua sudah selesai sesuai rencanaku. Kalian tidak perlu khawatirkan hal itu lagi.""Kamu terlihat gelisah. Ada apa, Jay?" tanya Nyonya Luna."Aku sedang menunggu kabar dari Rasya.""Semoga berhasil!" ucap Tuan Alrecha."Ma, aku titip Kaira!" Jay pergi. Dia menitipkan Kaira untuk dijaga oleh keluarganya. Masih ada satu tugas lagi untuk memberantas Grace bersama para pendukungnya. &nbs
Sebuah kesepakatan akhirnya terjalin setelah Jay dan Loreta saling berjabat tangan. Rasya bisa menghela napasnya sedikit lega membiarkan Tuannya itu pergi bersama Loreta.Perjanjian itu akan terpenuhi setelah Loreta mempertemukan Jay dan Kaira. Lalu, Jay melepaskan Orthela untuk kembali ke negara asalnya.Perseteruan sudah cukup membuat kacau. Loreta tidak ingin semuanya berlanjut semakin jauh karena banyak hal yang terbengkalai karena masalah yang tidak juga kunjung selesai.Loreta membawa Jay pergi ke tempat pemakaman. Pria tersebut menyipitkan matanya heran sembari melirik curiga ke arah Loreta.“Apa yang kau rencanakan dengan membawaku ke sini?” tanya Jay. Bariton suara yang tegas itu, membuat sekujur tubuh Loreta merinding.“Anda jangan salah paham, Tuan. Saya membawa Anda ke sini bukan tanpa sebab,” ujar Loreta.Dari pandangan yang cukup jauh, terlihat dua orang sedang menghadap ke salah satu makam yang tidak asing. Jay berlari tidak sabar ingin segera memeluk wanita yang be
"Jangan mendekat!" teriak Kaira. Rasanya cukup mengerikan. Kaira menjadi ketakutan. Ia berusaha pergi meski cukup sulit, tapi Orthela sudah lebih dulu memegang kendali kursi rodanya."Kenapa kau tkut? Bukankah aku sudah cukup membuatmu tenang? Kau bahkan sudah melihat bagaimana aku sangat menyesal," kata Orthela. Ia bahkan tidak merubah ekspresinya. Tetap terlihat sangat menyedihkan."Pergi! Aku memiliki keluargaku sendiri, Orthela. Aku tidak akan pernah pergi denganmu. Tidak akan pernah!" teriak Kaira."Bagaimana kalau Ziel sudah bersamaku? Apa kau tetap akan menolakku?""Apa? Kau menyandera Ziel? Orthela, dia tidak tahu apapun. Ziel msih anak-anak." Pada dasarnya, Kaira bukan wanita yang pandai mengumpat atau berkata kasar. Ia hanya berteriak meluapkan emosinya dengan kata-kata yang masih tertata dengan lembut."Aku tahu kalau kau akan menolakku. Maafkan
Tiga hari Kaira menghilang. Orang yang paling tertekan dan hampir gila adalah Jay. Jay yang tidak pernah menggunakan kekuasaannya, sekarang menekan semua orang untuk mencari Kaira sampai Kaira ditemukan. Nyonya Luna membawa Ziel pergi. Ziel yang tidak tahu apa-apa, tidak boleh terkecoh dengan keadaan yang ada. Orthela tidak memiliki niatan buruk. Racun yang sudah masuk ke dalam tubuh Kaira adalah buatan dari orangnya. Meski sudah mendapatkan penawar, tapi masih ada satu penawaran lagi yang harus hati-hati dan perlahan disuntikan ke dalam tubuh Kaira."Ini di mana?" gumam Kaira. Kaira terbangun dari tidurnya yang cukup panjang. Kepalanya terasa berdenyut dan berkunang-kunang. Tempat itu sangat asing, apalagi seseorang yang menatapnya."Kau sudah sadar? Syukurlah. Aku bisa mengembalikanmu tanpa rasa bersalah," ucap Orthela."Kau!" pekik Kaira."Jangan terlalu banyak gerak dan bicar
Kaira belum sadar setelah pengobatan. Tapi, kondisinya berangsur-angsur membaik. Tuan Alrecha dan Nyonya Luna, akhirnya mengetahui kalau keadaan sedang kacau saat ini. Keysana menemani Kaira sembari mengasuh Ziel. Rasya sibuk mengurus gugatan untuk Orthela dan Jay sekeluarga, mengurus pemakaman Grace karena keluarga Grace, semuanya sudah mengakhiri hidupnya sendiri."Grace, sejauh ini..." Jay terdiam dengan kedua matanya yang sembab. "Sejauh ini, aku tidak membencimu. Kau menunjukkan perubahan yang sangat besar. Sebagai rasa terima kasihku, aku akan merawat rumah terakhirmu," lanjutnya. Nyonya Luna mengusap-usap punggung Jay. Jay yang sedang bersimpuh menaburkan bunga di atas gundukan tanah yang masih basah, tangannya terus saja gemetar. Tuan Alrecha tidak banyak bicara. Ia cukup paham dengan perasaa
Jay masuk ke dalam rumah Orthela. Dia menggendong Grace yang sudah tiada. Tidak hanya itu, Paul yang datang berniat membawa Grace tapi dia malah menjadi sasaran utama kemarahan Jay. Jay menarik kerah kemeja yang Paul kenakan. Jay sudah membuat wajah dan tubuh Paul memar, terluka, berdarah, kesakitan, merintih dan memohon.Srek! Srek! Srek! Suara tubuh Paul yang diseret paksa membuat Delon, Orthela dan Loreta terperanjat kaget. Mata mereka terbelalak lebar. Lantai yang Jay lewati, dibanjiri oleh darah yang mengalir dari Paul dan juga Grace. Wajah Jay suram. Sorot matanya begitu tajam. Delon menelan salivanya karena baru kali ini dia melihat ekspresi iblis dari aura Jay. Jay yang ia kenal sebagai suami yang sangat lembut dan hangat tapi kali ini, ekspresinya begitu kejam.“Menarik!” ujar Jay
“Key, Rasya, aku titip Kaira dan Ziel,” ujar Jay.“Kau mau ke mana? Bukankah pengobatan Kaira hampir selesai?” tanya Keysana.“Ada sesuatu yang harus aku kerjakan. Setelah kembali nanti, aku sendiri yang akan menjelaskannya pada Kaira.” Rasya hanya diam saja. Jay meminta Rasya supaya tetap berada di rumah sakit untuk menjaga situasi di sana. Jay menggenggam erat surat dari Grace yang di dalamnya ternyata ada chip milik Orthela. Jay berfikir kalau ia tidak bisa sepenuhnya lepas tangan dalam masalah ini dan menyerahkannya pada Delon. Kenangan pahit Delon, tragedi, trauma, masih membekas jelas. Jay tidak ingin malah Delon yang terseret lebih dalam lagi. Langkah dan tindakan Jay cepat. Ia berharap kedatangannya jauh lebih dulu dibandingkan Delon di kediaman Orthela.“Delon, aku ber
Brak!“Akh! Uhuk... Uhuk... Uhuk...” Grace memegang perutnya yang ditendang Orthela. Dari mulutnya, keluar darah segar karena ia tempental dan menabrak sisi meja.Plak! Plak! Ortela menarik rambut Grace. Ia menamparnya berkali-kali. Tapi tidak ada rintihan sakit atau permohonan untuk sekedar meminta ampun.“Meski kau sudah menghilangkan semua jejak, apa kau pikir aku tidak tahu kalau kau sudah mengambilnya untuk sample?” gertak Orthela tanpa melepaskan rambut Grace.“Hahahaha... Aku juga sudah tahu akan berakhir seperti ini.”“Aku melepaskanmu, bukankah seharusnya kau membalas budi padaku?” Mata Orthela mendelik, menatap tajam seakan-akan ia akan menelan Grace hidup-hidup. Grace tidak merasa takut karena sejak awal, dia sudah siap.“Apa ini yang kau sebut sebagai kebebasan?&rd
Jay dihubungi oleh rumah sakit untuk segera datang. Ia langsung bergegas, padahal ia baru saja menemukan cara untuk menemukan penawarnya. Hanya saja, Jay lebih mementingkan untuk datang dan mendengarkan apa ucapan Dr. Crombe.“Dokter sudah menunggumu,” ucap Keysana.“Aku langsung ke sana.” Jay langsung berlari dan menuju ruang Dr. Crombe. Ternyata tidak hanya ada Dr. Crombe saja, tapi ada Dr. Sansan.“Anda sudah datang, Tuan. Silahkan duduk!” pinta Dr. Crombe.“Apa ada sesuatu yang—““Anda tenang dulu. Silahkan Anda minum terlebih dahulu.” Dr. Sansan menenangkan Jay yang sangat gelisah. Di atas meja sudah ada sebuah obat. Jay tidak mengetahui obat apa itu. Ia tidak bisa berfikir jernih. Mungkin karena ia belum siap menerima apa yang akan ia dengar.“Se
Grace kembali ke rumah Orthela. Alamat yang sudah Loreta berikan untuknya. Grace datang tanpa persiapan. Ia hanya datang dengan keyakinan sesuai alur yang akan Tuhan takdirkan.“Grace, bukankah ada satu minggu untukmu bebas?” tanya Loreta.“Tidak ada yang ingin aku nikmati,” jawab Grace. Tidak ada siapapun di rumah. Loreta, Paul dan juga Orthela pergi. Grace belum diberi tugas olehnya. Kesempatan bagi Grace untuk menemukan obat penawar. Ia tidak peduli kalau dirinya sedang dalam pengawasan atau Orthela sudah memasang jebakan.Tap... Tap... Tap... Kakinya melangkah cepat memasuki kamar Paul. Sebelum masuk ke dalam neraka, Grace sudah mengetahui keahlian setiap penghuninya. Di dalam kamar paul, Grace mulai mencari formula untuk menetralkan racun yang ada ditubuh Kaira. Grace men