Bunga masih duduk di tempat tidur, rasa kantuk belum lagi hilang dari matanya. Pikirannya pun masih melayang, setengah sudah berada di alam sadar, namun setengahnya masih ada di alam mimpi. Hampir saja kepala Bunga tertunduk karena kembali ketiduran, kecupan lembut bibir Alvaro tiba-tiba mengejutkannya.“Mmmhhhh, Sayaaang. Aku masih mengantuk,” ujar Bunga dengan manja. Dia ingin segera menjatuhkan kembali badannya ke sisi tempat tidur.“Hey, no, no, no. Bangun, Nyonya Alvaro. Kau tidak boleh bermalas-malasan,” ujar Alvaro sembari menyangga tubuh Bunga agar dia tak kembali berbaring.“Sayang, apa sih? Mengganggu, tau? Aku kan jarang bangun siang,” rengek Bunga. Tentu saja itu benar, Bunga memang jarang bisa bangun siang. Setiap hari kerja, sebelum matahari terbit pun Bunga biasanya sudah terbangun. Hanya saja, sejak dulu setiap kali hari Minggu, Bunga tak pernah bisa bangkit dari tempat tidurnya lebih lagi. Dia begitu menikmati hari libur.Bunga berkelit dari pegangan tangan Alvaro, di
Setiap kali terbangun di pagi hari, sebenarnya Bunga secara otomatis langsung berpikir mengenai makanan apa yang harus disediakannya untuk sarapan bersama sang suami. Begitu pula pagi ini ketika Bunga membuka mata. Dia langsung duduk dan menggosok matanya pelan.“Apa itu? Berpikir? Pasti tentang sarapan pagi,” goda Alvaro . Lelaki itu ternyata sudah terbangun lebih dulu. Dia langsung berjalan menuju meja dan mengambilkan air putih yang sudah tersedia di dalam gelas untuk Bunga.“Minum air putih dulu sebelum memikirkan berbagai hal lainnya. Sekarang tidak harus memikirkan sarapan, pasti pelayan sudah memasak untuk sarapan kita,” ujar Alvaro .“Ah, ya. Aku lupa kalau sudah ada pelayan, Sayang,” ujar Bunga. Bunga sebenarnya merasa bersyukur karena Alvaro menyediakan beberapa orang pelayan sekaligus di mansion itu. Sekarang tugas Bunga jauh lebih ringan, terutama di hari kerja.Bunga bergelayut di pundak suaminya. “Terimakasih ya, Sayang,” ujar Bunga. Alvaro menatap ke arah Bunga, kenin
Siapa IstrinyaLelaki tua itu berjalan dengan tegap, masuk ke dalam kantor pusat Angkasa Group. Dia tak hanya sendiri, melainkan bersama pengacara pribadinya, sekaligus pengacara yang selalu mengurus kepentingan perusahaan itu. Saat dia masuk ke lobi, semua karyawan langsung bersikap hormat kepadanya. Bagaimana tidak? Dia adalah komisaris perusahaan itu, pihak yang memiliki hampir seluruh bagian dari saham perusahaan.Dia adalah Kakek Bram, kakek Alvaro. Angkasa Group memang berdiri atas prakarsanya dulu. Saat ini, orang tua itu sudah mundur dari jajaran manajemen perusahaan. Alvaro, sang cucu yang menggantikannya. Sedangkan Kakek Bram? Dia hanya menjadi pemilik perusahaan tersebut. Dia belum melimpahkan warisan apapun pada Alvaro.Sebenarnya, tidak salah Kakek Bram menunda penetapan warisan itu kepada Alvaro. Ada luka dan trauma di masa lalu yang membuat Kakek Bram terpaksa melakukan itu semua. Pasca putra tunggalnya meninggal dunia akibat pengkhianatan menantunya, tentu Kakek Bram t
Di dalam ruang rapat, seluruh Chief Officer di kantor itu sudah berkumpul. Mereka semua menyambut Kakek Bram dengan penuh rasa hormat. Kakek Bram langsung membuka rapat tersebut tanpa banyak basa basi. Dia memang selalu dikenal sebagai pimpinan yang tak pernah mau membuang waktu.“Sebenarnya, ada beberapa poin utama dari rapat yang kita adakan pagi ini,” ujar Kakek Bram. Semua petinggi perusahaan Alvaro langsung mendengarkan dengan serius.“Diantaranya adalah mengenai masa purna tugas dari Chief Marketing Officer atau CMO di perusahaan kita. Untuk itu, saya selalu komisaris perusahaan ini memutuskan untuk melakukan mutasi saudara Ricky yang sekarang menjabat sebagai Chief Financial Officer untuk menggantikan posisi CMO yang sekarang. Sedangkan untuk mengisi posisi kosong pada jabatan CFO, saya menetapkan saudari Bunga Kencana yang menjadi CFO di perusahaan ini,” ujar Kakek Bram.Pernyataan itu tentu saja membuat Bunga terkejut. Dia tidak mendengar apapun dari Kakek Bram sebelumnya. Al
Bunga memandang sedih pada meja kerjanya. Sampai sore hari, dia masih menyelesaikan semua pekerjaannya yang nantinya dikembalikan kepada Leo. Ketika jam kerja selesai, Alvaro langsung muncul di pintu.Melihat Bunga yang masih terlihat sibuk, Alvaro hanya menatap Bunga , bergantian pada Leo. “Apa kau kesulitan kalau Bunga pindah ke bagian keuangan, Leo?” tanya Alvaro.Leo menggeleng pelan, tapi sebenarnya dia memang sedikit kesulitan. Selama ini Leo memang berbagi tugas dengan Bunga . Sekarang, tugas kerja Alvaro memang lebih banyak, seiring perkembangan perusahaan mereka.“Kau tak harus menutupinya, kalau kau butuh rekan kerja lain untuk memanajemen tugasmu, ambil saja satu karyawan lain untuk menggantikan Bunga ,” ujar Alvaro. Leo langsung menggelengkan kepalanya. Dia merasa tak nyaman.Sebelum ada Bunga , sebenarnya Leo juga melakukan semua tugas itu sendiri. Namun, kala itu beban tugasnya belum terlalu banyak.“Sudahlah, Leo. Kalau kau perlu karyawan lain untuk mem-backup tugasm
Bunga dan Alvaro berendam air hangat bersama di dalam bathtub untuk beberapa saat. Sembari berendam, Alvaromenggoda Bunga. “Apa kau besok tidak akan merindukanku?” tanya Alvaro.Bunga yang berbaring di dalam pelukan Alvaro langsung memalingkan wajahnya. “Rindu? Kenapa? Kau akan pergi kemana? Tanya Bunga. Alvaro langsung terkekeh mendengar reaksi lugu dari sang istri. Apalagi mendengar pertanyaannya yang seolah tidak dipikirkan sama sekali.“Besok, kau akan pindah ke ruang kerja baru. Aku pasti akan merindukanmu.” Alvaro memeluk Bunga. Dia menaruh keningnya di pundak Bunga.Bunga langsung mengecup kepala suaminya itu. “Hei, kau ini. Aku kan hanya pindah beberapa langkah dari ruangan kantormu,” ujar Bunga. Kantor CFO yang akan ditempati Bunga memang hanya berjarak beberapa ruangan saja dari ruang kerja Alvaro sebagai CEO, pimpinan tertinggi di Angkasa Group.“Nyonya Al, kau seharusnya peka terhadap perasaan suamimu ini,” keluh Alvaro. Dia terus mendramatisir keadaan.“Jangan drama dulu,
“Kalau kau nakal? Masa aku harus diam saja?” balas Alvaro. Dia mendekap Bunga. Malamnya baru terasa tenang jika Bunga tidur dalam dekapannya. Mereka pun mulai terlelap.Tanpa terasa pagi hari pun tiba, saat Alvaro membuka matanya di pagi hari, kali ini Bunga yang sudah berpakaian rapi. Dia sudah hampir siap untuk berangkat ke kantor. “Ya ampun, Sayang. Kau bersemangat sekali,” desah Alvaro. Alvaro memang tahu persis sikap Bunga setiap kali akan menduduki jabatan baru. Kegugupannya akan membuat Bunga bersiap lebih cepat. Alvaro bangkit dari tempat tidur dan memberikan kecupan selamat pagi pada Bunga.“Tidak, ini sebenarnya sudah siang. Cepatlah bersiap, kemudian turun untuk sarapan.” Bunga terkekeh pelan melihat Alvaro yang berjalan pelan dengan gaya malas ke kamar mandi.Setelah sarapan pagi, mereka berdua berangkat ke kantor. Seperti biasanya, Alvaro mengendarai mobilnya di belakang mobil Bunga. Sampai di kantor, kali ini Bunga parkir di area VIP, di area petinggi perusahaan itu.Tur
Sepanjang makan siang, Alvaro hanya banyak terdiam. Terlebih Bunga belum menjawab permintaannya. Bunga memang berpikir keras mengenai apa yang harus mereka lakukan, terus merahasiakan pernikahan mereka atau mengumumkannya. Bunga belum yakin dengan pilihan kedua.“Aku tak mau kalau orang lain menyangka kita masih single, lalu nanti justru beredar gosip lainnya,” kata Alvaro saat mereka di perjalanan kembali ke kantor.Mendengar keluhan bernada lemah dari Alvaro mengenai pernikahan mereka membuat Bunga merasa kasihan. Dia terdiam dan menatap keluar jendela. “Tapi aku baru saja mendapatkan promosi jabatan, Sayang. Itu pasti akan lebih menjadi sorotan di mata orang lain,” keluh Bunga pelan.Alvaro mencoba bersabar. Alvaro adar kalau dulu itu adalah keputusannya. Dia menyetujui permintaan Bunga. Bahkan, Alvaro yang memindahkan Bunga ke kantor pusat.“Tolonglah, Sayang. Hanya beberapa bulan lagi saja. Setidaknya sampai aku terbiasa dengan jabatan baru ini,” ujar Bunga.Alvaro sebenarnya mer