Berkat rekaman video dari Sintia, Johan dan anak buahnya dapat memproses kejahatan Jeremy. Kini mereka semakin serius untuk menangkap Jeremy beserta mengungkap kejahatannya."Dia adalah salah satu anak buah Pak Jeremy. Dia mengaku pernah memberikan racun pada Anda, Tuan," ucap Johan sembari menunjuk pada seorang wanita berusia tiga puluh tahunan.Kasih mengamati wajah wanita tersebut. Lalu gadis itu menunjuk tepat di wajahnya. "Kamu kan yang di restoran itu! Jadi kamu orang suruhannya Kak Jeremy?!"Wanita itu memilih diam. Lalu Xavier menatap tajam ke arahnya."Jawab! Gara-gara kamu Sisi kesakitan!" sentak pria itu mengagetkan orang-orang yang bersamanya, termasuk Kasih."Ah. Sisi ... Kamu nggak papa, kan?" tanya pria tampan itu kemudian sembari menatap wajah istri kecilnya.Kasih menggeleng pelan. "Aku nggak papa, Xavi ....""Huh! Untung saja Sisi selamat. Asal kamu tahu, Sisi sudah menyelamatkan aku ... dua kali!" seru Xavier sembari menunjukkan kedua jarinya."Sekarang jawablah den
"Jadi, ceritakan pada Kakek apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Wibowo sembari menatap cucu dan cucu menantunya yang kini menemani dirinya.Keadaan pria tua itu berangsur-angsur mulai membaik dan ceria. Apa lagi ketakutannya akan pengkhianatan sang cucu menantu ternyata tak terbukti. Kini mereka bertiga sedang menunggu barang-barang Wibowo dikemas sebelum kembali ke negara asal mereka.Kasih tersenyum saat mendengar pertanyaan dari pria tua itu. Dia menoleh menatap suaminya lebih dulu. Lalu Xavier mengangguk, memberikan izin pada istrinya untuk bercerita."Sebenarnya ... Ada banyak hal yang ingin Kasih sampaikan ke Kakek. Tapi ... Kasih akan menyampaikan sebagiannya dulu. Yang pasti, kami sudah mengetahui pelaku yang dengan sengaja membuat Xavier dan Kak Johan celaka," papar gadis cantik itu."Begitu, ya? Ceritakan pada Kakek. Yang terpenting adalah bahwa kamu benar-benar gadis yang baik, Kasih ...." ucap Wibowo sembari tersenyum lembut pada gadis cantik itu.Xavier tiba-tiba memeluk
Kasih buru-buru menarik suaminya menjauh dari Jeremy. Ia tatap tajam pria tampan namun penuh tatapan sendu itu. Wajah ramah dan pesona Jeremy ternyata hanya menutupi sifat buruknya yang sebenarnya.Dalam hati, Kasih bergumam, 'Ternyata, wajah yang terlihat ramah saja tidaklah cukup untuk menjamin kebaikan sifat seseorang.'Jeremy kemudian melontarkan kata-kata yang penuh penghinaan, "Kamu terlalu posesif, Gadis Bodoh. Tapi suatu saat kamu pasti akan kecewa padanya." Pria itu menatap Kasih dengan ekspresi meremehkan yang menusuk hati.Mendengar penghinaan tersebut, Kasih menggenggam tangan suaminya dengan erat."Jangan banyak bicara. Cepat jalan!" ucap seorang petugas sembari mendorong tubuh Jeremy.Di tempat yang tak jauh dari sana, Haris menatap penuh amarah ke arah keponakannya yang baru saja membuat putranya harus mendekam di dalam jeruji besi.Sementara itu, ibu kandung Jeremy pun tidak dapat menahan air mata yang menetes begitu saja saat mendengar berita bahwa putranya harus beru
Suara yang barusan Kasih dengar adalah suara Xavier. Namun, gadis itu merasa ada yang berbeda dari suara suami bocahnya yang manja dan polos. Suara yang menyebut namanya itu terdengar lebih dewasa dan tegas.'Apa itu? Apakah itu benar-benar suara Xavi?' gumam gadis itu bertanya-tanya dalam hati."Baiklah kalau begitu. Saya akan menyelesaikannya untuk Anda, Tuan. Silakan pulang untuk menemui Nona Kasih," sahut Johan. Kasih bersiap saat mendengar suara Johan. Jadi memang benar yang baru saja berbicara adalah suami bocahnya."Oh iya. Besok hari Sabtu, aku ingin liburan dua hari dan mengajak Kasih bersamaku. Jadi, mumpung kantor belum terlalu sibuk, aku ingin menenangkan diri bersamanya," ucap Xavier kemudian. Kasih kali ini lamat-lamat mendengarnya. Dia yakin Xavier menjauh dari pintu menuju ke jendela kaca."Baik, Tuan. Saya akan memerintahkan orang untuk membantu Tuan dan Nona liburan," sahut Johan dengan sopan."Bagus. Sekarang kamu boleh pergi. Dan ... Terima kasih," ucap Xavier sem
Pagi hari di hari berikutnya, Kasih dan Xavier langsung melaksanakan perjalanan mereka menuju ke sebuah tempat yang telah direncanakan. Mereka berdua akan berlibur satu hari satu malam setelah masalah dengan Jeremy selesai."Jadi, kita mau ke mana, Xavi?" tanya Kasih penasaran. Pasalnya ia tadi harus mengepak pakaian ganti satu koper kecil dengan Xavier. Dan Xavier tak mau memberi tahu ke mana tujuan mereka pergi.Pria tampan dan gagah itu hanya tersenyum mendengar pertanyaan dari istrinya."Jawablah, Xavi. Kita mau liburan ke mana?" tanya gadis itu mendesak suaminya agar bicara jujur.Xavier hanya cengengesan. "Rahasia!""Ih ...."Mobil pun terus melaju, sementara Kasih belum juga diberi tahu tujuan mereka. Mobil menjauh dari pusat kota menuju ke tempat yang cukup jauh. Hingga kurang lebih satu jam kemudian, mereka tiba di sebuah hotel di tepi pantai."Jadi kita mau nginep di hotel?" tanya Kasih sembari menatap suaminya yang kini menggenggam tangannya dengan lembut.Pria itu membalas
Tatapan gadis itu begitu sendu. Kasih ingin mengakui bahwa ia sudah tidak perawan lagi. Namun rasa takut kembali menyelinap dalam benaknya, rasa takut akan ditinggalkan."Kenapa Sisi diam saja? Apa Sisi beneran sakit?" Xavier meletakkan punggung tangannya pada kening Kasih, tengah memeriksa suhu gadis itu.Kasih menggeleng pelan kemudian menggenggam tangan besar itu. "Aku nggak papa, kok ...."Mengungkapkan keadaan seperti ini tidaklah mudah, apa lagi pada suami bocahnya yang mungkin tidak akan langsung paham. Saat rasa khawatir dan cemas terus menghantui pikiran Kasih, di satu sisi lain hatinya juga ingin jujur dan terbuka pada suaminya.Kini, di hadapan pria polos yang begitu menyayanginya, kasih merasa tak tahan lagi untuk menyimpan rahasia ini lebih lama.'Aku harus memberi tahu Xavi. Aku juga harus menjelaskannya jika dia nggak paham. Setidaknya dia adalah suami sahku dan kami akan segera berpisah setelah dia mendapatkan ingatannya kembali ....' tekad gadis itu dalam hati."Xavi
Kasih merasa cemburu ketika melihat dua wanita dengan bikini seksi duduk di sebelah suaminya yang polos. Bahkan keduanya mulai menyentuh Xavier. Dan pria tampan dengan kaos hitam pendek itu menatap ke arah istrinya yang datang dengan raut emosi. Xavier malah memasang senyuman ke arah Kasih. Sementara gadis itu kini sudah berdiri di hadapan mereka bertiga. "Apa yang kalian lakukan?" tanya gadis itu dengan kedua alis saling bertaut. Kedua wanita penggoda itu menatap gadis cantik dengan kaos merah muda dan celana panjang. Lalu jangan lupakan dua es krim di kedua tangannya. "Siapa kamu?" Salah satu wanita dengan bikini warna merah menatap tajam ke arah Kasih. "Justru kamu yang siapa?" Kasih mencoba memberanikan diri. Ia tentu saja tak mau suaminya diganggu. "Cih. Pergilah, jelek!" usir wanita yang satunya. Kasih menaikkan kedua alisnya. Jika dilihat, tubuh kedua wanita itu memang benar-benar seksi dan ... montok. Namun Kasih harus segera mengusir dan menjauhkan mereka dari su
Xavier diam saat mendengar pengakuan dari istri kecilnya. Hal ini membuat Kasih kembali gelisah. Gadis itu bahkan menggigit bibir bawahnya."Maaf, Xavi. Jika kamu nggak mengerti, aku akan menjelaskannya ... Sebelumnya aku pernah berhubungan dengan seorang pria, tapi ... Aku sama sekali tak mencintainya. Aku ... Aku bahkan tak mengenal pria itu. Aku dijebak, Xavi ...." ungkap Kasih dengan perasaan campur aduk. Dia bahkan memilih menunduk untuk menghindar dari tatapan polos suaminya.Suasana benar-benar berubah menjadi sunyi. Xavier yang tak langsung memberikan respon membuat perasaan bersalah Kasih semakin besar. Gadis itu pun menunduk dalam-dalam."Maafkan aku karena membuatmu kecewa, Xavi ... Maaf ... Kamu boleh membenciku seumur hidupmu," ucap Kasih dengan air mata yang mulai terjatuh. Terdengar embusan napas pelan. Lalu Kasih merasakan sentuhan lembut dan hangat di kedua bahunya. Gadis itu memberanikan diri untuk mendongak saat ia merasakan sentuhan suaminya.Tanpa diduga, Xavier
Waktu berlalu begitu cepat, Aidan kini telah berusia lima tahun. Dan kehangatan keluarga kecil Xavier dan Kasih semakin terasa. Setelah Aidan genap berusia satu tahun, Kasih memutuskan untuk melanjutkan kuliah yang sempat tertunda. Usahanya yang gigih selama empat tahun terakhir kini membuahkan hasil. Hari ini adalah hari wisudanya, momen yang sangat ditunggu-tunggu oleh keluarga kecil itu. Xavier dan Aidan datang ke acara wisuda Kasih dengan setelan rapi. Xavier mengenakan jas hitam elegan yang mempertegas wibawanya, sementara Aidan mengenakan kemeja putih kecil dengan rompi abu-abu yang membuatnya tampak seperti miniatur ayahnya. Rambutnya yang hitam ditata rapi oleh Xavier pagi tadi, meski bocah itu sempat memberontak karena tak mau diam. Namun, ada satu hal yang membuat Xavier sedikit geleng-geleng kepala—Aidan menolak digendong olehnya. "Ayah, aku bukan bayi lagi!" protes Aidan dengan nada malu-malu, sambil memalingkan wajahnya yang tampan dan menggemaskan. Xavier tersen
Malam berlalu dengan tenang, dan keesokan harinya, keluarga kecil itu menikmati waktu bersama di rumah. Xavier sengaja mengambil cuti untuk menghabiskan waktu bersama dengan Kasih dan Aidan. Dan tentu saja Johan yang akan menghandel semuanya.Saat pagi menjelang, Xavier membantu Kasih memandikan Aidan yang tertawa gembira saat air hangat menyentuh kulitnya. Atas permintaan Kasih lah mereka merawat Aidan sendiri, tanpa adanya baby sitter. Karena menurut Kasih, dia ingin merawat Aidan dengan benar dan penuh kasih sayang agar ikatan batin di antara orang tua dan anak semakin kuat."Aidan selalu ceria, ya," kata Xavier sambil mengeringkan badan putranya dengan handuk lembut. Kali ini pria itu yang memutuskan untuk memandikan Aidan.Kasih tersenyum, memperhatikan suaminya yang begitu telaten dan penuh kelembutan. "Ya. Aidan memang selalu ceria," jawabnya lembut.Xavier menoleh, menatap istrinya dengan senyum kecil. "Kalau begitu, dia pasti punya sifat seperti itu dari Bundanya yang cantik
Hari-hari berlalu dengan cepat, dan Aidan tumbuh menjadi bayi yang sehat dan ceria. Kasih sering menghabiskan waktu di rumah untuk merawat anaknya dan Xavier. Sementara Xavier, meski sibuk dengan urusan perusahaan, selalu menyempatkan waktu untuk pulang lebih awal. Hal ini tak lain karena ia ingin melakukan perannya sebagai seorang ayah dan juga suami dengan baik.Suatu sore, Xavier pulang lebih awal dari biasanya. Pria itu menemukan Kasih dan Aidan di ruang tengah. Kasih sedang duduk di lantai dengan Aidan yang tertawa riang saat ia memainkan mainan berbentuk bola. Xavier berdiri di ambang pintu, tersenyum lebar melihat pemandangan itu."Serunya! Sepertinya kalian bersenang-senang tanpa ayah, ya?" katanya sambil berjalan mendekat. Senyumannya lebar telihat bahagia karena keluarganya aman dan baik-baik saja."Ayah sudah pulang!" Kasih menyambut kepulangan suaminya dengan senyum lebar. Aidan, meski belum sepenuhnya mengerti, segera mengulurkan tangan kecilnya ke arah sang ayah.Xavier
Malam itu, Xavier kembali ke rumahnya dan duduk di ruang kerja ayahnya yang kini menjadi miliknya. Di atas meja, ada sebuah foto lama keluarganya— ayahnya; William, serta ibunya; Melinda, dan Haris berdiri berdampingan dengan senyum lebar.Xavier menatap foto itu dengan campuran emosi. Di satu sisi, ia merasa lega karena telah mengungkap kebenaran. Di sisi lain, ia merasa kehilangan yang sangat besar. Tak dia sangka pamannya lah yang menjadi orang paling mencurigakan yang telah mencelakai kedua orang tuanya.Saat dirinya sedang bersedih, Kasih datang mendekat dan meletakkan tangannya di bahu Xavier. "Apa yang sedang kamu pikirkan?"Xavier menghela napas. "Ayahku selalu percaya bahwa keluarga adalah segalanya. Tapi sekarang aku tahu, bahkan keluarga pun bisa menjadi ancaman yang nyata."Kasih menggenggam tangan suaminya, memberikan kekuatan. "Apa yang kamu lakukan sudah benar, Xavi. Kamu melindungi harga diri keluargamu. Ayahmu pasti bangga padamu."Xavier tersenyum tipis. "Aku harap b
Xavier duduk di ruang kerjanya, dikelilingi oleh dokumen-dokumen, rekaman suara, dan foto-foto yang membuktikan keterlibatan pamannya, Haris, dalam berbagai insiden tragis yang menimpa keluarganya. Wajahnya tegang, matanya menatap tajam pada berkas yang baru saja diserahkan Johan, kepala tim investigasinya.Setelah sekian lama, akhirnya meski dengan paksaan dan mencari sampai ke titik yang sulit dijangkau, Xavier menemukan pelaku utama yang selama ini dia cari setelah mendapatkan petunjuk dari catatan lama milik ayahnya."Tuan Xavier, semua bukti ini sudah cukup untuk mengamankan Pak Haris. Dari kecelakaan kedua orang tua Anda hingga penculikan Tuan Muda Junior, semuanya mengarah padanya. Jeremy, yang sudah kita jebloskan ke penjara, akhirnya mengakui bahwa dia hanya menjalankan perintah dari ayahnya, alias ‘Zero,’" lapor Johan dengan tegas.Xavier mengangguk pelan, mencoba mengendalikan emosinya. "Kali ini aku tidak akan membiarkan dia lolos. Om Haris telah menghancurkan keluargaku.
"Xavi, sebaiknya kamu istirahat dulu," ucap Kasih dengan lembut."Maaf, Sayang. Tapi aku harus segera menyelesaikan masalah ini. Aku ingin kita bertiga aman," balas Xavier sembari memeluk sang istri. Lalu pria itu mencium lembut bibir Kasih."Kalau begitu tetaplah hati-hati, Xavi. Kamu juga jangan sampai kelelahan ...." ucap Kasih lagi. Wanita itu memang benar-benar perhatian pada suaminya.Xavier mengangguk. "Pastinya. Kamu juga istirahatlah. Maaf karena aku tidak bisa ikut menjaga Aidan malam ini," ucapnya."Aku mengerti, Xavi. Yang penting kamu jaga kesehatanmu dan semoga masalah ini segera berakhir," ucap Kasih penuh harap.Malam itu, Xavier memutuskan untuk melanjutkan penyelidikan tanpa menunggu waktu lebih lama. Ia tahu bahwa kebenaran sudah ada di depan mata, tetapi harus digali lebih dalam untuk memastikan semua bukti tidak terbantahkan. Ia memanggil Johan dan Bagas ke ruang kerjanya di tengah malam."Johan, Bagas, kita harus memanfaatkan momen ini. Om Haris pasti tahu bahwa
Hari itu, Xavier memutuskan untuk fokus pada penyelidikan mendalam terkait pamannya, Haris, seperti yang diusulkan Johan dan Bagas. Meski hatinya berat, Xavier tahu bahwa untuk melindungi keluarganya, ia harus bersikap netral dan tegas, bahkan jika itu berarti mencurigai kerabatnya sendiri.Di ruang kerjanya, Xavier mengumpulkan Johan, Bagas, dan beberapa tim penyelidik terbaik yang ia percayai. "Kita perlu mengumpulkan semua informasi terkait Om Haris. Mulai dari rekam jejak bisnisnya, interaksi dengan keluargaku, hingga pergerakan terakhirnya dalam beberapa bulan ini," perintah Xavier dengan nada tegas.Johan mengangguk. "Kami akan menyisir setiap dokumen, email, hingga rekaman CCTV yang berkaitan dengannya, Tuan. Jika ada koneksi antara Pak Haris dan 'Zero,' kami pasti menemukannya dan memberikan bukti itu pada Anda.""Ya. Aku percaya pada kalian," sahut Xavier sembari mengangguk.Salah satu penyelidik segera mengakses arsip bisnis Haris dan menemukan bahwa Haris pernah terlibat da
Xavier memulai harinya lebih awal dari biasanya. Pagi itu, setelah sarapan bersama Kasih, ia langsung masuk ke ruang kerja untuk mendiskusikan rencana bersama Johan. Nama 'Zero' terus menghantui pikirannya sejak pengakuan terakhir dari pelaku penculikan. Apalagi dengan dugaan keterlibatan nama itu dalam kecelakaan tragis yang menewaskan kedua orang tuanya beberapa tahun silam. Xavier tidak bisa membiarkan hal ini berlalu begitu saja."Johan," panggil Xavier tegas, "Kita tidak bisa membuang waktu. Aku yakin 'Zero' bukan nama sembarangan. Ini bukan hanya soal Aidan, tapi juga keluargaku.""Benar, Tuan," jawab Johan, mencatat setiap arahan yang diberikan. "Apa langkah pertama kita?"Xavier berdiri dan memandang ke luar jendela. Ia kemudian menghela napas panjang sebelum berbalik. "Aku ingin kamu menyisir setiap data yang kita miliki—mulai dari bisnis ayahku hingga jaringan sekarang. Cari tahu siapa saja yang pernah berurusan denganku atau keluargaku dan memiliki hubungan dengan nama ini,
"Zero ...." gumam pria itu.Xavier dan Johan saling berpandangan. Nama itu seperti tidak asing dalam pikiran Xavier. Pria itu terdiam sejenak, seolah menggali informasi mengenai nama tersebut. Namun meski terdengar seperti familiar, Xavier benar-benar lupa."Apakah Anda mengenal nama samaran itu, Tuan?" tanya Johan yang menyadarkan bosnya.Xavier menggeleng pelan. "Aku tidak tahu," jawabnya."Kalau begitu saya akan menyelidikinya," ucap Johan sembari memberikan instruksi pada anak buahnya."Katakan saja siapa dan bagaimana orangnya!" Xavier mencoba menekan sanderanya lagi."Tuan ... Sepertinya tidak akan mudah. Dia sendiri belum pernah bertemu dengan orang yang menyuruhnya," ucap Johan mencoba menenangkan sang bos yang emosi.Setelah mendengar pengakuan itu, Xavier keluar dari ruangan dengan ekspresi dingin, meninggalkan Johan untuk menangani pria tersebut. Dia berjalan menuju kamarnya untuk menemui sang istri dan putranya yang berhasil selamat.Di sisi lain, Kasih yang masih berada d