Kasih sudah boleh dibawa pulang. Gadis cantik itu kini semakin mendapatkan perhatian khusus dari Tuan Muda posesif yang manja."Sisi ...." panggil Xavier yang kemudian ikut duduk di samping istrinya."Ada apa, Xavi?" tanya Kasih sembari menatap wajah tampan suaminya."Xavi pengen jadi suami betulan buat Sisi," jawabnya dengan wajah polos yang menggemaskan.Kasih mengernyitkan keningnya. "Maksudnya?""Nggak ada maksud apa-apa, sih. Cuma ... Katanya kalau suami istri itu harusnya olahraga malam," ucapnya."O-olahraga malam ...?" Kasih kaget mendengarnya. Pikirannya langsung tertuju pada hal-hal yang berbau dewasa."Iya." Xavier mengangguk dengan yakin. "Tapi masa malam-malam harus olahraga?" gumamnya.Kasih menghela napas lega. Setidaknya suaminya masih berpikiran polos. Entah bagaimana nantinya jika Xavier benar-benar paham dari ucapannya sendiri. Ia belumlah siap.*Sore itu Xavier terlihat ceria. Pria itu berdendang riang sembari menata pakaian ganti untuknya dan Kasih."Xavi, aku bi
"Apa itu?" gumam Xavier ketika ingatan buram yang menggairahkan itu muncul kembali. Kepalanya terasa sakit dan ia menatap ke arah Kasih yang masih telanjang bulat.Dengan kesadarannya, Xavier menarik selimut untuk menutupi tubuh polos istrinya. Lalu pria itu ikut berbaring dan merasakan sesak di dadanya."Ahhhh." Ia mendesah pelan dengan gejolak yang tak ia ketahui.Xavier memejamkan kedua matanya sejenak dan merasakan sensasi panas yang seolah membakar dirinya.Pria itu kemudian kembali membuka kedua matanya dan menatap ke arah Kasih yang sudah tak sadarkan diri. Perlahan ia mendekati tubuh Kasih dan mulai menyibakkan selimutnya lagi."Sisi ... Kenapa Xavi ingin menyentuh tubuh Sisi ...." gumam pria itu dengan tatapan mulai berkabut.Xavier mendekati Kasih. Tangannya bergetar ketika hendak menyentuh dada sintal itu. Rongga dada Xavier bergemuruh seolah ingin melahap gadis yang masih memejamkan kedua matanya."Sisi ...." Dengan kesadaran yang tak sepenuhnya, Xavier mulai menyentuh tub
"Kamu tahu kan kalau kamu nggak boleh memberi tahu siapa pun?" tanya Wibowo."Tapi, Kek. Saya sama sekali nggak pernah memberi tahu siapa pun di kantor ini," ucap Kasih membela diri."Lalu siapa? Kakek dengar dari orang-orang yang bekerja di sini mereka bilang bahwa kamulah yang mengatakannya," papar Wibowo dengan tatapan kecewa.Kasih membulatkan kedua matanya. "Tapi saya bersumpah saya tidak pernah melakukannya, Kek. Janji adalah janji ...." Wibowo sudah terlihat kecewa. Namun pria tua itu masih menunjukkan ketenangan. "Kalau begitu kita dengarkan kesaksian dari beberapa karyawan di sini," tuturnya.Tiga orang perwakilan dari karyawan Zeen Corporation dipanggil memasuki ruangan. Mereka menghadap ke arah Wibowo dan berdiri di belakang Kasih.Gadis cantik itu pun harus menoleh untuk menatap wajah ketiga orang karyawan yang tak dia kenal. Namun, pernah berpapasan dengannya beberapa kali saat bekerja."Jadi, katakan padaku siapa yang memberi tahu kalian soal berita Direktur Xavier?" ta
Pria itu kemudian menoleh menatap Kasih. Wajahnya terlihat memerah. "Apa? Ada apa?" tanya Kasih bingung. "Sisi ... Sisi mau nggak hamil anaknya Xavi?" Ckiiit! Sang sopir menginjak rem secara mendadak dan membuat beberapa pengendara marah. Pertanyaan Xavier tak hanya mengagetkan sopir pribadi pria itu, tapi juga Kasih. "Pak Sopir, hati-hati!" protes Xavier kesal. Padahal dirinya lah yang membuat sang sopir menghentikan mendadak mobilnya. Kini Xavier mengusap-usap keningnya yang terbentur bagian belakang kursi. Kasih pun juga melakukan hal yang sama. "Maaf, Tuan ...." Pria paruh baya itu segera melanjutkan perjalanan. Saat mobil kembali melaju pelan, Xavier menatap wajah istrinya lagi. Kasih yang kaget bergantian memalingkan wajahnya. Ternyata sejak tadi pria itu memikirkan hal tersebut. Bukannya khawatir karena amnesia pria itu diketahui banyak orang kantor. "Jawab, Sisi ... Kita kan suami istri. Jadi mau nggak?" Xavier bertanya dengan polosnya. "Astaga ...." Kasih h
Kasih mendongak untuk menatap wajah orang yang ia tabrak. Kedua matanya membulat saat mengenali wajah itu."Kak Harun ...." cicit Kasih memanggil nama seorang pria yang ia tabrak."Iya. Kamu Kasih, kan?" tanya pria bernama Harun itu sembari melepaskan rambut Kasih yang terkait di resleting jaketnya."Iya, Kak. Ah. Makasih," ucap gadis cantik itu lagi setelah rambutnya terlepas dari resleting jaket."Jadi kamu kuliah di sini?" tanya Harun."Iya, Kak. Kakak juga kuliah di sini?" Kasih balas bertanya."Iya. Ambil prodi apa?""Aku ... Manajemen, Kak," jawab Kasih.Harun tersenyum. "Kalau begitu kita sama. Barengan aja kita," ajaknya kemudian.Kasih menoleh ke kanan dan ke kiri. Tiba-tiba ia merasa waspada. Apa lagi Harun merupakan seorang pria, meski mereka berdua sudah saling kenal."Ada apa?" tanya Harun."Ah. Nggak ada apa-apa, Kak," jawab Kasih sembari tersenyum. Padahal gadis itu sedikit takut pada Harun. Ia takut jika kakak tingkatnya itu tahu mengenai skandalnya di kampung.Harun k
"Xavi pokoknya kalau mau ikut jemput nggak boleh aneh-aneh. Tetap di dalam mobil. Oke?" Kasih memperingatkan suami bocahnya sebelum gadis itu turun dari mobil yang mengantarnya kuliah."Kok gitu?" tanya Xavier mulai protes."Nurut aja, ya? Atau kamu nggak boleh ikut jemput lagi?" ancam Kasih.Xavier mengerucutkan bibirnya. "Iya, deh. Iya. Yang penting Sisi nggak boleh deket-deket sama cowok."Kasih menghela napas dan gadis itu mengusap lembut pipi Xavier. "Iya, Xavi. Tenang saja. Bukankah selama ini yang terlalu dekat denganku itu kamu?" sindirnya."Ya kan Xavi suaminya Sisi ...." Pria itu mengedikkan kedua bahunya saat mengatakannya."Hm. Itu kamu mengerti.""Kalau begitu kapan Sisi hamil? Kita udah sering tidur bareng, loh," tanya pria itu dengan polosnya."Ssshh. Jangan bicara begitu. Sudah, ah. Aku harus segera masuk kelas. Dah, Xavi ... Ah!" Kasih yang hendak membuka pintu mobil terpekik saat suaminya menarik tangannya dan membuat gadis itu duduk dalam pangkuan Xavier."Peluk dan
Arina yang tengah mengagumi sosok tampan itu, tak menyadari bahwa Kasih sudah menyusulnya keluar dengan penampilan yang basah kuyup.'Dia noleh ke sini ....' gumam Arina dalam hati. Gadis itu malah girang sendiri."Sisi ...." Pria tampan itu adalah Xavier yang tengah mencari sang istri. Ia pun berjalan mendekati Kasih.Sementara orang yang dicari tengah mencoba menutupi tubuhnya yang terbuka karena kancing kemejanya lepas. Kasih kaget karena suaminya malah turun dari mobil. Meski ia akui penampilan Xavier kali ini begitu rapi dengan setelan kemeja hitam dan celana hitam. Bahkan pria itu memakai sepatu kulit berwarna cokelat tua yang menambah kesan elegan dan mahal.'Bagaimana ini?' gumam gadis itu dalam hati. Ia khawatir jika Arina akan menyakiti suaminya yang bodoh.Xavier semakin mendekat. Arina pun menahan napasnya karena senang dihampiri oleh seorang pria tampan. Namun nampaknya gadis itu harus kecewa karena Xavier melewatinya begitu saja dan menghampiri Kasih dengan tatapan kaget
"Ahhh." Kasih mendesah pelan saat tangan Xavier dengan lembut mengusap pipinya."Kenapa bisa sampai seperti ini, Sisi?" tanya pria itu dengan tatapan khawatir.Pipi Kasih terlihat memerah karena tamparan dari Arina. Gadis itu terus mengganggunya saat tahu Kasih berada dalam gedung fakultas yang sama."Ini hanya ....""Sisi nggak boleh bohong," desak Xavier sembari menatap tajam ke arah Kasih.Gadis cantik itu menghela napasnya."Xavi akan mendengarkan cerita Sisi. Jangan khawatir," ucap pria itu dengan wajah seriusnya yang terlihat menggemaskan.Kasih tersenyum simpul. Ia tahu meski suaminya bertingkah seperti anak kecil, namun pria itu juga memiliki kepedulian terhadapnya."Sisi cerita aja, biar Xavi yang gantiin baju Sisi," ucap pria itu dengan tatapan lembut.Xavier perlahan mengulurkan tangannya untuk melepaskan pakaian Kasih. Gadis itu menahannya karena merasa malu."Aku bisa sendiri, Xavi," cicit Kasih."Sisi ...." panggil Xavier kemudian, masih dengan suara yang lembut. "Xavi t
Beberapa hari telah berlalu. Di kediaman Xavier dan Kasih sudah mulai kembali tenang. Kali ini Xavier tak akan membiarkan siapa pun menyentuh keluarganya."Kakek dengar kamu diculik, Kasih. Bagaimana keadaanmu?" tanya Wibowo di sela-sela makan malam yang diadakan di kediaman Xavier."Aku baik-baik saja, Kek," sahut Kasih sembari tersenyum."Benarkah?""Iya. Kakek jangan khawatir. Xavi selalu menjagaku dengan baik. Bahkan pelakunya sudah ditangkap," jawab wanita cantik itu."Syukurlah kalau begitu." Wibowo terlihat lega mendengarnya. Pria itu kemudian menatap sang cucu."Kakek tidak perlu khawatir. Orang-orang yang telah berani menyentuh Kasih sudah berada di tempat yang benar," ujarnya dengan tatapan tegasnya.Wibowo mengangguk. "Kakek percaya padamu, Xavier. Kamu ternyata benar-benar mirip dengan ayahmu. Sampai akhir hayat pun William melindungi ibumu dengan baik. Meski akhirnya takdir berkata lain dan Tuhan mempersatukan mereka di tempat yang baru," paparnya teringat dengan sang put
Xavier pulang dari kantornya dengan ekspresi lesu. Pria itu langsung mencari sang istri yang tengah duduk di taman belakang, menikmati suasana sore yang indah."Sayang," panggil Xavier yang berjalan mendekati istrinya."Ah ... Xavi ...." sahut Kasih dengan senyuman cerah yang langsung menghangatkan hati sang pria dingin."Aku mencarimu, ternyata kamu di sini," ucap pria tampan itu yang kemudian duduk di sebelah Kasih."Aku hanya sedang menikmati waktu senggang ku, Xavi. Dan kamu sudah mandi?""Kenapa? Apa kamu mau memandikanku?" goda Xavier. Pria itu kemudian memeluk dan mencium pipi Kasih dengan lembut."Haha. Kamu kan sudah besar, Xavi.""Iya, iya. Aku sudah besar. Dan sebentar lagi aku akan memiliki anak denganmu," bisiknya sembari mengusap lembut perut Kasih yang terasa semakin membesar."Iya. Semoga anak kita sehat, ya, Xavi?""Aamiin."Kasih menoleh menatap wajah suaminya. "Tapi sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa wajahmu terlihat murung?" tanyanya sembari mengusap pipi Xavier d
Kejadian penculikan tersebut membuat Xavier semakin posesif pada istrinya. Pria itu kini meminta orang kepercayaannya untuk mengawasi Kasih di mana pun wanita itu berada."Pokoknya jangan sampai kalian mengalihkan perhatian kalian dari istriku! Kalian harus bisa melindunginya! Aku juga sudah membayar kalian untuk bekerja dengan benar!" tegas Xavier sebelum pria itu memasuki mobilnya."Baik, Tuan," jawab dua orang bodyguard yang diberi tugas dengan patuh."Xavi ... Apakah masih lama?" tanya Kasih yang sudah duduk menunggu di dalam mobil."Ah. Tidak. Aku segera ke sana," ucap Xavier. Lalu pria itu kembali menatap kedua bodyguard-nya. "Dan satu hal lagi. Tangkap orang yang bekerja sama dengan perempuan kurang ajar itu!""Baik, Tuan."Setelah mendengar jawaban dari dua bodyguard-nya, Xavier segera masuk ke dalam mobil. Pria itu akan memastikan istrinya baik-baik saja saat tiba di kampus. Untuk sementara, Xavier masih mencari keberadaan pelaku lain di balik penculikan istrinya. Setidaknya
Kasih mencoba melepaskan ikatannya. Sejak tadi ia tidak melawan karena takut pada keadaan kehamilannya. Namun ternyata Arina memilih nekat."Jangan macam-macam!" seru Kasih."Kenapa? Kamu takut? Nyatanya suami kamu nggak dateng, tuh. Lagian ... Siapa juga yang mau sama cewek bekas," cela Arina merendahkan sepupu tirinya lagi."Ughhh ...."Gadis itu berjalan semakin mendekat. Saat itu juga, tanpa mereka berdua sadari, datanglah segerombolan orang."Berhenti di situ!" Suara tegas dan dingin itu terdengar dari arah pintu masuk.Xavier datang tepat waktu. Pria itu pun berlari menerjang Arina dan berhasil menjauhkannya dari Kasih yang masih terikat."Argh!" Arina memekik kesakitan saat tubuhnya yang lebih kecil didorong dengan kuat. Lalu datanglah beberapa orang lagi yang mulai menangkapnya."Lepas!" teriaknya mencoba melepaskan diri.Sementara Xavier berhasil melepaskan istrinya dan segera menggendong wanita itu dengan kedua tangannya."Bawa dia dan kita akan memberikan hukuman yang setim
"Tahan Nona Kasih dan mintalah orang di rumah untuk membawakan mobil lain ...." pinta sang sopriypribadi Xavier. Dari suaranya terdengar ia sedang kesakitan."A-apa?! Jadi yang barusan ...." gumam sang bodyguard mulai panik. "Sial!" umpatnya."Selamatkan Nona Kasih ...." ucap sang sopir lagi."Baiklah. Kamu juga bertahanlah dan minta bantuan yang lain. Aku akan segera menghubungi yang lainnya untuk mencari mobil itu dan menyelamatkan Nona!" serunya.Setelah mendapatkan laporan tersebut, mereka segera mencari keberadaan mobil sang Nona Muda. Laporan pun terdengar sampai ke telinga Xavier dengan cepat."Berengsek! Aku tidak akan mengampuni siapa pun yang melukai istriku! Segera tangkap orang itu!" titah Xavier dengan amarah yang memuncak.Pria tampan itu segera bangkit dari tempat duduknya untuk ikut mencari keberadaan Kasih. Beberapa anak buahnya pun dikerahkan untuk mencari keberadaan mobil yang ditugaskan untuk menjemput sang istri."Sialan! Bagaimana bisa kalian kecolongan seperti i
"Sisi, ini hari terakhir kamu ujian, kan?" tanya Xavier saat dia dan Kasih sedang bersiap di dalam kamar."Iya. Kenapa?" tanya wanita itu sembari mengepang rambutnya yang panjang dan hitam.Xavier berjalan mendekat. Pria itu kemudian berlutut di samping sang istri yang sedang duduk di depan meja rias."Nanti malam kita makan di restoran biasa, ya?" ajak pria itu dengan senyuman lembut yang memesona.Kasih segera memasang pita merah muda di ujung rambutnya. Wanita itu pun tersenyum tak kalah manis. "Iya.""Bagus." Xavier meraih tangan sang istri dan menempelkannya pada salah satu pipi. Diciumnya telapak tangan yang halus itu dengan lembut."Xavi ... Kamu kebiasaan, deh," protes Kasih merasa geli. Ada rasa basah di telapak tangannya."Memangnya kenapa? Aku hanya melakukan ini denganmu," sahut Xavier yang kemudian mencium punggung tangan istrinya."Dasar, Om!" ejek wanita itu.Salah satu alis Xavier terangkat. "Apa maksudmu meledekku lagi, ha? Apa kamu sengaja mau dihukum pagi ini dan ng
"Tapi harganya ...." gumam Kasih, tak bisa berhenti memikirkan harga perhiasan yang baru saja diberikan suaminya. Dia merasa takut karena perhiasan itu terlalu mahal baginya.Xavier hanya terkekeh melihat reaksi istri kecilnya yang terlihat begitu lucu dalam kebingungan. "Jangan khawatir, Sayang," ujarnya dengan lembut. "Aku tidak akan jatuh miskin hanya dengan membelikanmu kalung dan anting ini. Lagi pula, perhiasan ini sebenarnya tak ada apa-apanya dibanding jasamu yang telah menyelamatkan nyawaku sebanyak dua kali."Terbayanglah dalam benak Kasih saat ia memberanikan diri menolong Xavier dari kecelakaan yang hampir merenggut nyawanya. Serta saat ia dengan nekat merebut racun pada minuman Xavier dan meneguknya."Tapi aku ikhlas melakukannya ...." sahut Kasih. Dia tak suka jika suaminya hanya berbuat baik karena ingin membalas budi saja."Iya, aku mengerti. Jadi jangan sungkan, Sisi. Mintalah padaku apa pun yang kamu mau. Aku pasti akan menurutinya," ucap Xavier sembari memeluk Kasih
"Jadi ... Kita mau ke mana?" tanya Kasih saat dalam perjalanan pulangnya dari kampus. Sang suami dengan sengaja menjemputnya."Ikut saja," jawab Xavier dengan sebuah senyuman misterius.Kasih menaikkan kedua alisnya. "Baiklah. Aku akan menurut saja," sahutnya.Mobil membawa keduanya ke sebuah toko perhiasan terbesar di kota. Kasih menoleh menatap sang suami saat mobil sudah mulai memasuki area parkir."Beli perhiasan?" tanya Kasih.Xavier menjawab dengan anggukan. "Ya. Ayo!" ajaknya sembari mengulurkan tangannya.Pasangan itu kembali menjadi pusat perhatian ketika berjalan memasuki toko perhiasan. Sambutan hangat pun diterima mulai dari pintu depan."Salamat datang, Tuan dan Nona," sambut sang manajer toko."Hm." Xavier membalas dengan anggukan."Silakan. Ada yang bisa saya bantu?" ucap pria berusia sekitar empat puluh tahunan itu dengan ramah."Aku mau membelikan perhiasan untuk istriku," jawab Xavier yang seperti biasa, selalu tegas dan dingin pada orang lain."Anda tepat sekali dat
Sebuah helaan napas terdengar dari mulut Xavier. Dia sadar bahwa sudah tidak ada jalan keluar selain jujur pada kakeknya."Itu benar, Kek," ucapnya dengan suara yang berat, tanpa berani menatap bola mata Wibowo yang tajam. Dia tahu betul bahwa kebenaran ini akan melukai hati kakeknya. Tapi, apa daya? Xavier tak ingin terus menyimpan rahasia dan berbohong pada orang yang telah membesarkannya semenjak kedua orang tuanya tiada.Sementara itu, Wibowo tampak kaget mendengar pengakuan dari cucunya. Namun, pria tua itu mencoba untuk tidak kehilangan kendali dan berusaha tetap tenang di hadapan Xavier."Jadi, apa yang sebenarnya terjadi dan di mana wanita itu? Apa benar dia kekasihmu?" tanya sang kakek lagi terdengar pilu.Xavier lagi-lagi menghela napas. Pria itu menatap layar tablet sang kakek lalu menggeser pada foto sprei yang terdapat noda merah."Dia bukan kekasihku ... Di waktu itu ...." jawabnya.Kedua alis Wibowo saling bertaut. "Apa maksud kamu?"X