Beberapa hari telah berlalu. Di kediaman Xavier dan Kasih sudah mulai kembali tenang. Kali ini Xavier tak akan membiarkan siapa pun menyentuh keluarganya."Kakek dengar kamu diculik, Kasih. Bagaimana keadaanmu?" tanya Wibowo di sela-sela makan malam yang diadakan di kediaman Xavier."Aku baik-baik saja, Kek," sahut Kasih sembari tersenyum."Benarkah?""Iya. Kakek jangan khawatir. Xavi selalu menjagaku dengan baik. Bahkan pelakunya sudah ditangkap," jawab wanita cantik itu."Syukurlah kalau begitu." Wibowo terlihat lega mendengarnya. Pria itu kemudian menatap sang cucu."Kakek tidak perlu khawatir. Orang-orang yang telah berani menyentuh Kasih sudah berada di tempat yang benar," ujarnya dengan tatapan tegasnya.Wibowo mengangguk. "Kakek percaya padamu, Xavier. Kamu ternyata benar-benar mirip dengan ayahmu. Sampai akhir hayat pun William melindungi ibumu dengan baik. Meski akhirnya takdir berkata lain dan Tuhan mempersatukan mereka di tempat yang baru," paparnya teringat dengan sang put
Seorang wanita cantik yang seusia dengan Xavier tersenyum ramah. Wanita itu menatap Xavier dan juga wanita cantik bertubuh mungil yang menggandeng tangan direktur Zeen Corporation."Erika," sahut Xavier dengan ekspresi datarnya yang khas. Memang senyumannya khusus diberikan pada Kasih saja.Kasih pun mengangguk sopan untuk menyapa. Gerakannya sungguh terlihat anggun. Erika kemudian memerhatikan wanita cantik yang tampak masih begitu muda."Selamat datang, kamu pasti istrinya Xavier," ucap Erika ramah."Iya ...." jawab Kasih sembari tersenyum manis.Erika membalas senyuman Kasih. Lalu wanita itu mengulurkan tangan kanannya. "Aku Erika, dulu aku temannya suamimu," ucapnya ramah.Kasih menyambut uluran tangan tersebut. "Saya Kasih," ucapnya."Nama yang bagus. Kamu benar-benar pintar memilih istri, Xavier. Tapi kenapa kalian nggak mengadakan pesta?" tanya Erika yang kemudian menarik tangannya kembali."Ah ... Itu ...." Kasih bingung memberikan jawabannya."Kami hanya mengadakan intimate w
"Sayang ...." Sapaan lembut itu menyadarkan Kasih dari lamunannya. Wanita itu pun menoleh dan mendapati sang suami yang sudah kembali."Ah, Xavi ...." sahut Kasih yang terlihat gugup."Ada apa?" tanya pria itu.Xavier kembali duduk di samping Kasih, ia menaikkan sebelah alisnya, saat menyadari ada yang aneh dengan istrinya. Namun, Kasih hanya tersenyum."Ada apa? Apakah ada yang mengganggumu? Katakan siapa dan bagaimana orangnya?" tanya Xavier sembari meraih tangan Kasih dan menggenggamnya dengan lembut.Kasih menggeleng. "Nggak ada apa-apa, kok. Nggak ada yang menggangguku juga," jawabnya sembari tersenyum lagi."Benarkah?""Iya, Xavi. Sudahlah sebaiknya kamu makan dulu," ucap Kasih sembari menunjuk piring suaminya yang masih penuh."Baiklah kalau kamu bilang begitu." Xavier menurut dan segera menyantap makanannya.Sementara itu, di dalam hati Kasih ingin menanyakan sejuta pertanyaan mengenai hubungan Xavier dan Erika sebelumnya. Ia menikah dengan Xavier karena perjanjian dan berlanj
"Hari ini kemungkinan aku pulang agak terlambat," ucap Xavier saat mobil pria itu sudah tiba di depan fakultas sang istri."Tidak apa-apa. Kamu pasti sibuk. Aku mengerti, kok," sahut Kasih sembari tersenyum."Bulan begitu. Aku hanya nggak bisa jauh dari kamu," bisik Xavier agar sang sopir tak mendengarnya.Wajah Kasih sedikit demi sedikit mulai memerah mendengar ucapan suaminya benar-benar membuat dirinya tersipu."Kita kan sudah bertemu setiap hari. Sudah, ah. Aku mau turun. Kelas juga sebentar lagi dimulai," ucap Kasih sembari menangkup wajah Xavier yang telihat manja padanya."Baiklah. Hati-hati di kampus. Aku akan bekerja dengan giat untuk masa depan keluarga kita," ujarnya dengan sungguh-sungguh."Iya, iya. Aku percaya, kok. Suamiku kan hebat," puji Kasih dengan senyuman manisnya.Setelah mengecup pipi Xavier, wanita cantik itu segera turun dari mobil. Ia melambaikan tangan saat mobil itu pergi. Langkahnya pun berlanjut menuju ke lift yang masih sepi."Kamu juga baru datang?" tan
Irene baru saja kembali dari kamar mandi. Gadis itu langsung duduk sembari meletakkan sebuah paperbag kecil di atas meja. "Ini buat kamu, Kasih," ucap Irene mendorong paperbag tersebut pada temannya. Lita menatap sinis ke arah Irene. "Oh, jadi gitu? Yang dikasih cuma Kasih doang? Aku enggak?" "Apa, sih? Itu bukan dari aku. Kan tadi aku dari kamar mandi," sahut Irene membela diri. "Terus dari siapa?" tanya Lita masih cemberut. "Aku juga nggak tahu dari siapa. Tapi tadi pas aku habis keluar dari kamar mandi ada cewek yang tiba-tiba datang dan kasih ini ke aku. Dia bilang tolong berikan ke kamu, Kasih. Katanya ini ucapan terima kasih, gitu. Nggak tahu deh jelasnya," papar Irene. Kasih mengernyitkan keningnya. "Seseorang mau berterima kasih padaku?" tanya wanita muda itu. "Iya." "Tapi kenapa nggak dikasih langsung?" tanya Lita. "Ya nggak tahu. Dia bilang malu gitu," jawab Irene. "Oh. Mungkin dia fans kamu kali. Jadinya dia malu mau kasih langsung," celetuk Lita. "Bis
Perasaan gelisah berkecamuk di dalam diri Kasih. Wanita cantik itu luruh di atas tempat duduknya. Jantungnya berdegup kencang seiring dengan keringat dingin yang mulai keluar dari pori-porinya.Napasnya mulai tak beraturan, seolah ia juga ingin berteriak namun tertahan. Rasa sesak di dadanya semakin menyiksa tatkala ia baru mengungkap fakta yang selama ini disembunyikan oleh suaminya sendiri."Kenapa ..? Kenapa ...?" gumamnya mulai menangis tersedu-sedu. Tangannya meremat kain yang menutupi dadanya. Niat hati hanya ingin tahu siapa selingkuhan suaminya, ternyata dirinyalah wanita yang ada di dalam video tersebut. "Pantas saja aroma parfum Xavi begitu familiar ... Ternyata dia adalah pria berengsek itu ...." lirihnya lagi dengan perasaan campur aduk.Kasih merasakan dadanya yang begitu nyeri. Ternyata selama ini dirinya telah dibohongi. Ia juga telah salah mencintai. Pria yang dengan tulus ia cintai dan sayangi, bahkan selalu menghabiskan waktu bersamanya, nyatanya adalah pria yang se
Kasih memberikan tatapan tajam pada Xavier, pria yang telah berhasil membawa separuh hatinya. Namun sekarang yang ada hanyalah perasaan kecewa."X.Y.Z ... Xavier Yuan Zenorich ... Dan kamu ... kamu adalah pria yang telah memperkosaku di malam itu! Benar, kan?" Kasih menuntut jawaban kebenaran dari suaminya.Xavier tertegun mendengarnya. Pria itu terdiam dengan tatapan kosong. Membuat Kasih menggigit bibir bawahnya dan kedua tangannya mengepal erat untuk menahan emosinya."Kenapa ... Kenapa kamu tega membohongiku ...?" Kasih terduduk di hadapan suaminya. Wanita itu kembali menangis tersedu-sedu. Merasakan sakit hatinya dan juga traumanya yang kembali menghantui dirinya."Kamu jahat ...!" Kasih semakin terisak.Xavier masih terdiam di tempatnya. Tak ia sangka Kasih akan mengetahuinya secepat ini. Pria itu kemudian berjongkok di hadapan istrinya."Maaf ...." Hanya kata itu yang terucap dari mulutnya."Huhuuuuu." Kasih masih menangis.Hati Xavier ikut terasa seperti diremat. Pria itu mera
Taksi tersebut segera pergi. Dan saat itu juga dua penjaga yang hendak memasuki rumah pun baru sadar jika Nona mereka tak terlihat di depan pintu gerbang."Sial! Nona!" seru mereka."Tunggu! Nona kan memerintah kita untuk memeriksa pintu belakang ....""Tapi Nona pergi ke luar dengan taksi!"Dua penjaga itu mulai berdebat."Kamu ini seperti tidak tahu saja. Nona pastinya juga diikuti dua bodyguard setianya itu.""Kamu benar. Ya sudah. Kamu saja yang kembali ke pos, biar aku yang mengecek pintu," ucap satu penjaga tersebut sembari memasuki rumah mewah milik Tuan Muda Billionaire yang terkenal arogan, namun semua itu terbantahkan semenjak hadirnya sang Nona Muda yang penuh dengan kasih sayang dan kelembutan.Kasih pergi dengan menggunakan taksi yang ia pesan. Lalu wanita itu berhenti di tengah jalan. "Tolong jangan bilang siapa pun kalau saya turun di sini, ya?" ucap Kasih dengan sopan."Baik, Nona. Kalau begitu saya permisi," sahut pria itu.Taksi pun segera pergi, meninggalkan Kasih
Waktu berlalu begitu cepat, Aidan kini telah berusia lima tahun. Dan kehangatan keluarga kecil Xavier dan Kasih semakin terasa. Setelah Aidan genap berusia satu tahun, Kasih memutuskan untuk melanjutkan kuliah yang sempat tertunda. Usahanya yang gigih selama empat tahun terakhir kini membuahkan hasil. Hari ini adalah hari wisudanya, momen yang sangat ditunggu-tunggu oleh keluarga kecil itu. Xavier dan Aidan datang ke acara wisuda Kasih dengan setelan rapi. Xavier mengenakan jas hitam elegan yang mempertegas wibawanya, sementara Aidan mengenakan kemeja putih kecil dengan rompi abu-abu yang membuatnya tampak seperti miniatur ayahnya. Rambutnya yang hitam ditata rapi oleh Xavier pagi tadi, meski bocah itu sempat memberontak karena tak mau diam. Namun, ada satu hal yang membuat Xavier sedikit geleng-geleng kepala—Aidan menolak digendong olehnya. "Ayah, aku bukan bayi lagi!" protes Aidan dengan nada malu-malu, sambil memalingkan wajahnya yang tampan dan menggemaskan. Xavier tersen
Malam berlalu dengan tenang, dan keesokan harinya, keluarga kecil itu menikmati waktu bersama di rumah. Xavier sengaja mengambil cuti untuk menghabiskan waktu bersama dengan Kasih dan Aidan. Dan tentu saja Johan yang akan menghandel semuanya.Saat pagi menjelang, Xavier membantu Kasih memandikan Aidan yang tertawa gembira saat air hangat menyentuh kulitnya. Atas permintaan Kasih lah mereka merawat Aidan sendiri, tanpa adanya baby sitter. Karena menurut Kasih, dia ingin merawat Aidan dengan benar dan penuh kasih sayang agar ikatan batin di antara orang tua dan anak semakin kuat."Aidan selalu ceria, ya," kata Xavier sambil mengeringkan badan putranya dengan handuk lembut. Kali ini pria itu yang memutuskan untuk memandikan Aidan.Kasih tersenyum, memperhatikan suaminya yang begitu telaten dan penuh kelembutan. "Ya. Aidan memang selalu ceria," jawabnya lembut.Xavier menoleh, menatap istrinya dengan senyum kecil. "Kalau begitu, dia pasti punya sifat seperti itu dari Bundanya yang cantik
Hari-hari berlalu dengan cepat, dan Aidan tumbuh menjadi bayi yang sehat dan ceria. Kasih sering menghabiskan waktu di rumah untuk merawat anaknya dan Xavier. Sementara Xavier, meski sibuk dengan urusan perusahaan, selalu menyempatkan waktu untuk pulang lebih awal. Hal ini tak lain karena ia ingin melakukan perannya sebagai seorang ayah dan juga suami dengan baik.Suatu sore, Xavier pulang lebih awal dari biasanya. Pria itu menemukan Kasih dan Aidan di ruang tengah. Kasih sedang duduk di lantai dengan Aidan yang tertawa riang saat ia memainkan mainan berbentuk bola. Xavier berdiri di ambang pintu, tersenyum lebar melihat pemandangan itu."Serunya! Sepertinya kalian bersenang-senang tanpa ayah, ya?" katanya sambil berjalan mendekat. Senyumannya lebar telihat bahagia karena keluarganya aman dan baik-baik saja."Ayah sudah pulang!" Kasih menyambut kepulangan suaminya dengan senyum lebar. Aidan, meski belum sepenuhnya mengerti, segera mengulurkan tangan kecilnya ke arah sang ayah.Xavier
Malam itu, Xavier kembali ke rumahnya dan duduk di ruang kerja ayahnya yang kini menjadi miliknya. Di atas meja, ada sebuah foto lama keluarganya— ayahnya; William, serta ibunya; Melinda, dan Haris berdiri berdampingan dengan senyum lebar.Xavier menatap foto itu dengan campuran emosi. Di satu sisi, ia merasa lega karena telah mengungkap kebenaran. Di sisi lain, ia merasa kehilangan yang sangat besar. Tak dia sangka pamannya lah yang menjadi orang paling mencurigakan yang telah mencelakai kedua orang tuanya.Saat dirinya sedang bersedih, Kasih datang mendekat dan meletakkan tangannya di bahu Xavier. "Apa yang sedang kamu pikirkan?"Xavier menghela napas. "Ayahku selalu percaya bahwa keluarga adalah segalanya. Tapi sekarang aku tahu, bahkan keluarga pun bisa menjadi ancaman yang nyata."Kasih menggenggam tangan suaminya, memberikan kekuatan. "Apa yang kamu lakukan sudah benar, Xavi. Kamu melindungi harga diri keluargamu. Ayahmu pasti bangga padamu."Xavier tersenyum tipis. "Aku harap b
Xavier duduk di ruang kerjanya, dikelilingi oleh dokumen-dokumen, rekaman suara, dan foto-foto yang membuktikan keterlibatan pamannya, Haris, dalam berbagai insiden tragis yang menimpa keluarganya. Wajahnya tegang, matanya menatap tajam pada berkas yang baru saja diserahkan Johan, kepala tim investigasinya.Setelah sekian lama, akhirnya meski dengan paksaan dan mencari sampai ke titik yang sulit dijangkau, Xavier menemukan pelaku utama yang selama ini dia cari setelah mendapatkan petunjuk dari catatan lama milik ayahnya."Tuan Xavier, semua bukti ini sudah cukup untuk mengamankan Pak Haris. Dari kecelakaan kedua orang tua Anda hingga penculikan Tuan Muda Junior, semuanya mengarah padanya. Jeremy, yang sudah kita jebloskan ke penjara, akhirnya mengakui bahwa dia hanya menjalankan perintah dari ayahnya, alias ‘Zero,’" lapor Johan dengan tegas.Xavier mengangguk pelan, mencoba mengendalikan emosinya. "Kali ini aku tidak akan membiarkan dia lolos. Om Haris telah menghancurkan keluargaku.
"Xavi, sebaiknya kamu istirahat dulu," ucap Kasih dengan lembut."Maaf, Sayang. Tapi aku harus segera menyelesaikan masalah ini. Aku ingin kita bertiga aman," balas Xavier sembari memeluk sang istri. Lalu pria itu mencium lembut bibir Kasih."Kalau begitu tetaplah hati-hati, Xavi. Kamu juga jangan sampai kelelahan ...." ucap Kasih lagi. Wanita itu memang benar-benar perhatian pada suaminya.Xavier mengangguk. "Pastinya. Kamu juga istirahatlah. Maaf karena aku tidak bisa ikut menjaga Aidan malam ini," ucapnya."Aku mengerti, Xavi. Yang penting kamu jaga kesehatanmu dan semoga masalah ini segera berakhir," ucap Kasih penuh harap.Malam itu, Xavier memutuskan untuk melanjutkan penyelidikan tanpa menunggu waktu lebih lama. Ia tahu bahwa kebenaran sudah ada di depan mata, tetapi harus digali lebih dalam untuk memastikan semua bukti tidak terbantahkan. Ia memanggil Johan dan Bagas ke ruang kerjanya di tengah malam."Johan, Bagas, kita harus memanfaatkan momen ini. Om Haris pasti tahu bahwa
Hari itu, Xavier memutuskan untuk fokus pada penyelidikan mendalam terkait pamannya, Haris, seperti yang diusulkan Johan dan Bagas. Meski hatinya berat, Xavier tahu bahwa untuk melindungi keluarganya, ia harus bersikap netral dan tegas, bahkan jika itu berarti mencurigai kerabatnya sendiri.Di ruang kerjanya, Xavier mengumpulkan Johan, Bagas, dan beberapa tim penyelidik terbaik yang ia percayai. "Kita perlu mengumpulkan semua informasi terkait Om Haris. Mulai dari rekam jejak bisnisnya, interaksi dengan keluargaku, hingga pergerakan terakhirnya dalam beberapa bulan ini," perintah Xavier dengan nada tegas.Johan mengangguk. "Kami akan menyisir setiap dokumen, email, hingga rekaman CCTV yang berkaitan dengannya, Tuan. Jika ada koneksi antara Pak Haris dan 'Zero,' kami pasti menemukannya dan memberikan bukti itu pada Anda.""Ya. Aku percaya pada kalian," sahut Xavier sembari mengangguk.Salah satu penyelidik segera mengakses arsip bisnis Haris dan menemukan bahwa Haris pernah terlibat da
Xavier memulai harinya lebih awal dari biasanya. Pagi itu, setelah sarapan bersama Kasih, ia langsung masuk ke ruang kerja untuk mendiskusikan rencana bersama Johan. Nama 'Zero' terus menghantui pikirannya sejak pengakuan terakhir dari pelaku penculikan. Apalagi dengan dugaan keterlibatan nama itu dalam kecelakaan tragis yang menewaskan kedua orang tuanya beberapa tahun silam. Xavier tidak bisa membiarkan hal ini berlalu begitu saja."Johan," panggil Xavier tegas, "Kita tidak bisa membuang waktu. Aku yakin 'Zero' bukan nama sembarangan. Ini bukan hanya soal Aidan, tapi juga keluargaku.""Benar, Tuan," jawab Johan, mencatat setiap arahan yang diberikan. "Apa langkah pertama kita?"Xavier berdiri dan memandang ke luar jendela. Ia kemudian menghela napas panjang sebelum berbalik. "Aku ingin kamu menyisir setiap data yang kita miliki—mulai dari bisnis ayahku hingga jaringan sekarang. Cari tahu siapa saja yang pernah berurusan denganku atau keluargaku dan memiliki hubungan dengan nama ini,
"Zero ...." gumam pria itu.Xavier dan Johan saling berpandangan. Nama itu seperti tidak asing dalam pikiran Xavier. Pria itu terdiam sejenak, seolah menggali informasi mengenai nama tersebut. Namun meski terdengar seperti familiar, Xavier benar-benar lupa."Apakah Anda mengenal nama samaran itu, Tuan?" tanya Johan yang menyadarkan bosnya.Xavier menggeleng pelan. "Aku tidak tahu," jawabnya."Kalau begitu saya akan menyelidikinya," ucap Johan sembari memberikan instruksi pada anak buahnya."Katakan saja siapa dan bagaimana orangnya!" Xavier mencoba menekan sanderanya lagi."Tuan ... Sepertinya tidak akan mudah. Dia sendiri belum pernah bertemu dengan orang yang menyuruhnya," ucap Johan mencoba menenangkan sang bos yang emosi.Setelah mendengar pengakuan itu, Xavier keluar dari ruangan dengan ekspresi dingin, meninggalkan Johan untuk menangani pria tersebut. Dia berjalan menuju kamarnya untuk menemui sang istri dan putranya yang berhasil selamat.Di sisi lain, Kasih yang masih berada d