Home / Rumah Tangga / Menikahi Adik Musuh / 5. Tak Ada Yang Berubah

Share

5. Tak Ada Yang Berubah

last update Last Updated: 2022-09-11 09:48:12

Jas putih kebanggaannya ia sampirkan di punggung kursi sebelum mendaratkan pantatnya di atas kursi kerja. Sebuah desahan kecil lolos dari bibirnya ketika menarik stetoskopnya turun dari leher. Pasien hari ini cukup banyak yang menarik perhatian khususnya. Ya, ia sudah bisa menduga. Tempat kerja baru yang lebih besar dari rumah sakit tempatnya bekerja sebelumnya. Salah satu alasan dari beberapa alasan ia kembali.

Jemari kanannya menarik laci teratas dan meraih ponsel yang sejak pagi tadi tak dijamahnya. Keningnya berkerut melihat beberapa notifikasi panggilan tak terjawab dan pesan yang belum ia baca.

4 panggilan tak terjawab 'Sister'

2 panggilan tak terjawab 'Luna'

1 panggilan tak terjawab 'Mama'

Waww ... Banyak sekali wanita yang menghubunginya hari ini, batinnya. Jemarinya pun bergerak menggeser layar ponsel untuk membaca pesan yang mungkin dikirim mereka.

From : Sister

Kak Rich, jahat.

Senyum simpul tertarik di kedua sudut bibirnya. Adiknya itu pasti sedang kesal tingkat tinggi karena belum menghubunginya selama seminggu ini. Apa boleh buat, ia terlalu sibuk dengan segala macam bentuk kerepotan pindah tempat tinggal maupun kerja, dan tak punya waktu barang semenit untuk menghubungi saudari tersayangnya.

From : Luna

Bisakah kau menjemputku di bandara? Mungkin aku sampai jam sembilan malam waktu di tempat.

Sejenak ia melirik jam tangannya. Pukul lima sore lewat tiga puluh lima. Sepertinya ia masih punya cukup banyak waktu untuk kembali ke apartemen dan langsung melajukan SUVnya ke bandara. Jemarinya pun bergerak menuliskan balasan.

To : Luna

Ok...

Aku akan ada di sana begitu kau keluar.

Lalu, keningnya berkerut ketika bergeser membaca satu pesan terakhir yang belum dibaca.

From : Mama

Hubungi mama. Segera!!!

Tanda seru yang ditulis tiga kali menunjukkan bahwa ia memang harus segera menghubungi mamanya. Segera pula ia menekan gambar ponsel di ujung layar. Mamanya langsung menjawab di deringan kedua.

"Hai, Ma," sapanya berusaha terdengar seceria mungkin.

"Richard!" Ada nada gemas yang terselip dalam suara mamanya.

"Maaf, Ma. Richard benar-benar sibuk."

"Sibuk dengan keributan yang kau buat?" sengit mamanya. Membuat Richard tertawa geli membayangkan wajah sinis wanita itu.

"Ya, memang ada beberapa keributan kecil. Tapi kali ini pasiennya tidak ada yang berteriak histeris dan menendang kepalaku lagi." Richard menjawab santai. Ya, sekalipun kali ini pasiennya hampir menjambak rambutnya karena sang suami belum juga datang di saat bayinya sudah mendesak keluar. Juga ada pasiennya yang genit dan berharap anaknya akan tampan seperti dirinya. Kalau yang seperti, ini bukan pengalaman pertamanya sebagai dokter spesialis kandungan, bukan?

"Mama serius, Richard!" Nada lembut itu kini terdengar serius. "Mama benar-benar mengkhawatirkanmu."

Sekali lagi senyum lebar melengkung di wajah Richard dengan kekhawatiran mamanya yang selalu berlebihan jika mereka saling berjauhan seperti ini, "Richard baik-baik saja, Ma. Apakah sekarang Mama bisa tenang?"

"Setelah kekacauan yang kau buat? Bagaimana Mama bisa tenang?"

Senyum di wajah Richard perlahan memudar. Ia tak tahu ke mana arti kata kekacauan yang dimaksud mamanya membawa pembicaraan, tapi ia tahu arti kekacauan yang mereka pikirkan ternyata tak sama. "Kekacauan apa maksud Mama?" Richard pun menanyakan ketidakmengertiannya.

"Baru seminggu yang lalu kau pergi dan menenangkan Mama dengan segala alasanmu. Tanpa kabar bagaimana keadaanmu setelah sampai di sana. Lalu Mama mendengar berita yang cukup mengejutkan. Dan setelah Mama mengonfirmasinya padamu sendiri, kau malah tak tahu apa-apa?"

Richard hanya terdiam membiarkan mamanya itu meluapkan kekesalan. Sambil berusaha mencerna dengan baik setiap kata yang masuk ke dalam telinganya. "Memangnya berita apa yang Mama dengar?"

Desahan frustasi terdengar dari seberang, "Apa kau benar-benar tidak tahu tentang keributan apa pun di televisi, Richard? Apa kau tidak punya televisi? Atau setidaknya majalah atau koran yang kau baca?"

"Mama harus mengerti. Aku lebih memilih menelfon Mama atau Dania daripada menyisihkan waktu untuk televisi dan koranku. Pasienku lebih nyaring teriakannya, Ma."

Sekali lagi desahan keras lolos dari bibir mamanya. "Kau benar-benar harus menyalakan televisimu, Richard. Setidaknya sekali untuk hari ini."

"Ayolah, Ma. Berita apa yang begitu penting hingga Mama sampai memaksa seperti ini? Aku baru saja istirahat dan ingin segera pulang. Lalu harus ke bandara untuk menjemput Luna."

"Baiklah, kalau begitu baca pesan Mama. Hanya butuh waktu lima detik untuk membaca judul beritanya saja. Dan Mama harap kau tidak ada sangkut pautnya dengan berita itu."

"Baiklah!" Richard mengangguk sekalipun ia tahu mamanya tak tahu. Terkadang mamanya memang begitu memaksa.

"Mama harus segera pergi. Dan kirimkan balasannya secepatnya. Mama menyayangimu, Richard." Salam penutup itu mengakhiri sambungan telepon. Tak lama setelah ia menurunkan ponse, benda itu kembali bergetar. Menandakan ada pesan baru yang Richard yakini dari mamanya.

'Benarkah penyebab putusnya Luisana Farick dan Dewa Sagara adalah karena adanya pihak ketiga?'

Mamanya benar, hanya butuh lima detik baginya untuk membaca judul berita yang dikirimkan mamanya tersebut. Ia tak perlu membaca isi berita tersebut untuk mengetahui lebih lanjut, judulnya saja sudah cukup membuatnya berhenti bernapas ketika mencerna sekali lagi tulisan itu di kepala.

Richard tak tahu, apakah ia benar-benar berharap semua ini benar atau tidak. Yang ia tahu, keberuntungan akhirnya menghampirinya juga setelah bertahun-tahun ia berpura-pura semuanya baik-baik saja.

Percakapan terakhirnya dengan sang mama muncul di kepala. Mengingatkannya kembali akan alasannya kembali.

"Apa kau benar-benar harus pergi?" Raya memandang putranya dengan tak rela.

"Aku hanya kembali, Ma. Lagipula ini hanya di dua belas jam perjalanan."

"Kau pergi ke negara lain, Richard. Bagaimana mungkin Mama tidak khawatir?"

"Di sana ada Papa juga Dania. Aku juga sudah dewasa. Bukan remaja yang perlu dimanja lagi."

"Kau benar." Raya terdiam sejenak. Mengamati wajah tampan replika dari mantan suaminya dulu. "Kau sudah dewasa. Kau bahkan sudah menjadi seorang dokter. Teman Mama yang mempunyai anak seumuranmu bahkan sudah ada yang mengendong anaknya. Seharusnya Mama tidak perlu lagi mengkhawatirkanmu, bukan?"

Richard mengangguk. Tersenyum tipis dan menggenggam jemari mamanya dengan sayang.

Lama keduanya terdiam duduk di kursi santai. Menikmati suara gemericik air mancur yang menghiasi kolam ikan mereka di teras belakang.

"Aku mendengarnya telah melanjutkan hidupnya." Suara Richard memecah keheningan di antara mereka. Matanya mengamati ikan-ikan di dalam kolam yang berenang penuh ketenangan. Bertahun-tahun ia melanjutkan hidupnya, tapi kenapa ganjalan itu masih terasa mengganggu.

Raya menoleh. Menatap sisi wajah putranya. Ia tahu siapa seseorang yang dimaksud anaknya itu.

"Dia sudah menemukan seseorang," imbuhnya lagi. Sangat bersyukur mamanya menjadi pendengar yang baik, dan itu yang ia butuhkan sekarang. "Dalam hitungan minggu mereka akan menikah."

"Ric h..." Raya kehabisan kata-kata, tapi tangannya terangkat ke atas pundak Richard. Memberitahu bahwa semua baik-baik saja dan ini akan berakhir.

Richard menoleh, lalu menggelengkan kepala dengan mata menatap manik mata Raya. "Semua belum berakhir."

Raya kehilangan suaranya saat bola mata anaknya terlihat mengkilat oleh air mata.

"Aku tidak tahan seperti ini terus, Ma. Aku tidak bisa diam saja seakan semuanya berjalan dengan baik-baik saja. Aku tidak bisa." Tangan Richard terangkat. Menghapus setetes air mata yang jatuh di wajah. "Aku akan membuatnya melihat wajahku. Membuatnya teringat bahwa bagiku semua ini belum selesai. Setidaknya biarkan aku menjadi jahat sekali saja untuk keegoisanku."

Lalu kini, di sinilah akhirnya Richard berada. Mencoba berkeliling di sekitar dunia wanita itu.

'Mama bisa memegang janjiku untuk melakukan semuanya dengan cara yang baik. Semua pemberitaan itu tidak ada sangkut pautnya denganku. Salam Sayang, Richard.'

Sekali lagi ia membaca pesan yang telah diketiknya sebelum menekan tombol kirim untuk mamanya. Cukup lama kepalanya menyerap semua pemberitaan yang seharusnya tak ia lewatkan itu, tapi ia bahkan tak punya hak untuk berteriak dengan berita yang cukup menyenangkan itu.

Bertahun-tahun pertunangan itu berlalu tanpa kerikil dan tiba-tiba sana putusnya pertunangan itu diumumkan wanita itu. Ia tidak tahu apa penyebab berakhirnya hubungan itu, tapi melihat raut wajah wanita itu ketika mengumumkannya. Tidak ada keraguan di sana. Seakan baru terlepas dari kebimbangan. Karena ia tak bisa berprasangka bahwa pertunangan mereka berjalan dengan tak semestinya.

Tidak ada yang banyak berubah dari wajah wanita itu. Masih sama cantiknya seperti terakhir kali ia melihat. Dalam versi yang lebih dewasa tentu saja. Bentuk tubuh seksi dengan lekukan yang membuat kaum adam bertekuk lutut itu yang menunjukkannya.

Namun, bukan hal itu yang membuatnya kembali. Sekalipun ia tak akan menyangkal untuk menerima wanita itu jika wanita itu yang menawarkan dirinya terlebih dulu. Bukan begitu cara main yang akan ia ambil.

Lagi pula, ia tak bisa menjamin bahwa wanita itu masih sama seperti dirinya.

Dulu ia tak pernah meragukan bahwa wanita itu mencintainya. Sedikit pun. Akan tetapi, dengan keputusan yang telah diambil wanita itu untuk melepaskannya. Setelah bertahun-tahun telah berlalu, ia tak punya lagi kepercayaan diri atas hati wanita itu.

Kesempatan tak akan pernah ada jika kita tak berusaha mendapatkannya, bukan?

Ia telah kembali. Ingin memastikan wanita itu melihat dirinya. Menatap matanya bahwa diantara mereka tidak ada yang sudah selesai.

Tok... Tok... Tok...

Suara ketukan dari pintu ruangannya membuyarkan lamunan Richard. Mendongak dan menatap pintu ruangannya. Menyuruh siapa pun yang ada di luar untuk masuk.

Sejenak ia tak bersuara mendapati sosok yang berdiri di depan pintu yang masih terbuka. Ia tahu ia harus berhadapan dengan pria itu. Dengan senyum tipisnya ia menyapa pria itu.

"Hai, Vyn," sapa Richard. Senyum tipis selamat datangnya sama sekali tak membuat sosok yang tengah berjalan menghampirinya mau melengkungkan sedikit pun senyum untuk membalasnya.

"Mungkin ada kesalahan dengan formulir penerimaanmu. Kau tidak seharusnya di sini, Richard."

Related chapters

  • Menikahi Adik Musuh   6. Kebetulan Dan Takdir

    "Mungkin ini hanyalah kesempatan yang diberikan untukku berbuat baik lebih banyak." "Zaffya tidak membaca berkasmu, dia bahkan tidak tahu kau ada di sini." "Mungkin kami akan bertemu tak lama lagi." "Apa yang sebenarnya kauinginkan dari Zaffya? Jangan membuat kehidupannya semakin berantakan, Richard!" Suara Vynno mulai meninggi. Tubuhnya menegang dan wajahnya mulai kaku. "Aku hanya ingin menyelesaikan apa yang harus kami selesaikan, dan itu sama sekali bukan urusanmu." "Kalian tidak seharusnya bersama." "Apa kau pernah melihat cinta berakhir hanya karena sebuah larangan?" "Kau berkata seolah Zaffya masih mencintaimu?" "Kau tidak akan menggertakku jika dugaanku salah." Vynno terdiam sesaat. Sinar itu, sinar itu masih tampak jelas di mata Richard. Hanya untuk Zaffya. Begitupun sebaliknya, masih terlalu jelas di manik Zaffya untuk Richard. "Sudah delapan tahu berlalu, seharusnya kau melanjutkan hidupmu." "Aku sudah mencobanya." "Mungkin kau tidak terlalu bersungguh-sungguh."

    Last Updated : 2022-09-12
  • Menikahi Adik Musuh   7. Pertemuan

    Ryffa menggeleng-gelengkan kepalanya dan berbaring di ranjang. "Kau harus menambah tenaga di bagian jantung, Vyn. Juga, apa kautahu semalam keadaan benar-benar kacau karena kekurangan orang di bagian IGD?" "Aku akan memberitahu Dewa tentang ini." "Pergilah." Ryffa berbaring miring memunggungi Vynno yang masih sibuk dengan jalan hidup Zaffya di kepala pria itu. "Mungkin besok kau hanya akan kehilangan pekerjaan nyamanmu dan menjadi sopir pribadi Zaffya." Vynno menggeram. Ryffa terkikik. "Tidak masuk akal, tapi kedengarannya cukup menghibur." "Sialan, kau!" Vynno menendang kaki ranjang saat tawa Ryffa semakin nyaring, lalu berbalik dan berjalan keluar. Vynno berhenti, ketika mendorong pintu ruang rawat Zaffya dan menemukan sosok yang lebih tinggi berdiri di depannya. Wajahnya seketika mengeras dan berubah dingin. "Apa yang kaulakukan di sini, Richard?" desisnya. **** "Sekarang bukan saat yang tepat untuk kalian bertemu?" Vynno menghadang Richard di depan pintu. "Kita akan meli

    Last Updated : 2022-09-14
  • Menikahi Adik Musuh   8. Tanda Rindu

    "Bicaralah," Zaffya memulai. "Aku hanya ingin bertemu denganmu." "Jujur, aku tak ingin bersikap dingin padamu, Dewa." "Aku tahu. Maafkan aku," Dewa tersenyum miris. Satu-satunya alasan dia masih tetap di ruangan ini karena Nadia Farick mengancam Zaffya. "Aku akan kembali, semoga cepat sembuh." Dewa mengangkat tangannya hendak mengusap kening Zaffya. Namun, saat Zaffya beringsut menjauh, ia segera menurunkan tangannya. Zaffya menyandarkan punggungnya ke kepala ranjang. Mendesah dengan keras saat Dewa menutup pintu. Ryffa keluar dari kamar mandi tak lama kemudian, diikuti Richard. Sesaat keduanya hanya saling pandang dengan canggung. Ryffa keluar, meninggalkan Zaffya dan Richard tertinggal. Selama hampir satu menit keduanya hanya saling berpandangan dalam diam. Richard tidak mengatakan apa pun sedangkan Zaffya masih terlalu sibuk dengan halusinasi dalam kepalanya. "Bagaimana kabarmu?" tanya Zaffya akhirnya dengan suara serak. Ia terlalu gugup. Sialan! Kegugupan tak pernah menyer

    Last Updated : 2022-09-15
  • Menikahi Adik Musuh   9. Nikahi Aku Besok

    Dengan bosan Zaffya menatap akuarium di hadapannya. Setidaknya ikan berwarna merah itu sedikit mengalihkan perhatiannya menghitung detik yang berlalu. Suasana dalam ruangan ini hangat. Sangat hangat hingga mampu membuatnya meleleh. Beberapa foto dipajang di dinding, penuh senyum di setiap ekspresinya. Bagaimana hal semudah itu sangat sulit untuk dilakukan dirinya yang hampir mempunyai segalanya. Ruang kerja Richard seperti ruang kerja dokter pada umumnya yang bekerja di CMC. Berukuran sekitar tujuh kali tujuh, berwarna putih, dan berbau antiseptik. Bagaimana kesalahan Satya yang menerima lamaran Richard membuat hidupnya jungkir balik separah ini. Mungkin ia harus memberi Satya libur satu hari sebagai ucapan terima kasih. Lagi pula, Richard memang memenuhi kualifikasi sebagai dokter yang masuk ke CMC. Zaffya yakin, pria itu akan membawa dampak yang baik untuk rumah sakitnya. Pintu terbuka dan Zaffya menoleh. Melihat Richard yang sesaat terkejut mendapati dirinya berdiri di tengah-ten

    Last Updated : 2022-09-16
  • Menikahi Adik Musuh   10. Pernikahan Kilat Dan Kejutannya

    "Aku bersedia," Zaffya mengakhiri upacara pernikahanku sebelum pendeta mempersilahkan mereka untuk berciuman.Ryffa tersenyum bahagia. Melihat senyum di wajah Zaffya dan Richard. Setelah sekian lama, pada akhirnya mereka berdua kembali. Keduanya tampak begitu kuat. Ia yakin, mereka akan mampu menghadapi apa pun yang ada di depan."Setidaknya pernikahan mereka terasa sangat mengharukan, bukan?" bisik Vynno yang berdiri di samping Ryffa. Memegang segelas jus jeruk dan melambaikan tangan ke arah Richard dan Zaffya yang menatap mereka."Sesekali kau memang harus merasakan apa itu cinta." Ryffa ikut melambai.Vynno berdecak. "Cinta hanya ada dalam drama romantis di filmku. Pernikahan ini, hanya obsesi Zaffya yang tak bisa lepas dari cinta pertamanya. Kau sangat mengenal dengan baik Zaf, bukan? Dia tak akan berhenti penasaran sebelum rasa penasarannya itu terpuaskan.""Aku berharap Richard tak sepolos itu untuk tidak merebut posisimu sebagai pimpinan CMC," timpal Ryffa sebelum berjalan perg

    Last Updated : 2022-10-16
  • Menikahi Adik Musuh   11. Hadiah Pernikahan

    Sialan!Gangguan dan kejahilan Vynno kini lebih baik daripada menemukan pemandangan seperti ini.Richard tidak tahu, apa yang membuatnya begitu terpaku dan tak bergerak saat Luna semakin mendekatkan wajah wanita itu ke wajahnya dan menempelkan bibir mereka. Mungkin perasaan iba, atau setidaknya ia ingin Luna merasa lega karena wanita itu akhirnya mengungkapkan apa yang selama bertahun-tahun ini dipendam?Richard dan Luna menoleh mendengar kesiap dan gerakan lain yang tak jauh dari tempatnya dan Luna berdiri. Richard semakin terkejut, melihat Zaffya berdiri di depan pintu kamarnya yang terbuka. Ekspresi terkejut Zaffya tidak kalah jauh dengan miliknya ataupun Luna.Butuh beberapa detik bagi mereka untuk terlepas dari suasana mencengangkan tersebut. Penuh ketegangan dan tali yang membentang di antara mereka siap terputus. Sampai akhirnya, kebekuan tersebut terpecah ketika Luna menunduk, merasa malu melihat ekpsresi Richard dan Zaffya. Tak menunggu sedetik lebih lama, Luna berbalik dan b

    Last Updated : 2022-10-16
  • Menikahi Adik Musuh   12. Hati Yang Terluka

    Richard mengurut keningnya dua kali sebelum berdiri dan menghadapi Zaffya. Duduk di samping wanita itu setelah mendaratkan kecupan ringannya di bibir."Ada apa?" Pertanyaan Zaffya menahan Richard untuk tak melakukan hanya sekedar kecupan ringan di bibir. "Mama akan menemui kita."Mata Zaffya melebar dan mengulang, "Mamamu?"Richard mengangguk. "Sekarang mama mertuamu.""Kapan?""Belum pasti, tapi dalam waktu dekat.""Lalu?""Lalu?" Richard balik bertanya."Apa yang harus kupersiapkan? Apa yang harus kulakukan?""Zaff!" Richard memegang kedua bahu Zaffya dengan kepanikan yang mulai muncul. "Bukankah kau sudah pernah bertemu dengan mamaku sebelumnya?""Ya, dengan kesan buruk yang mungkin masih membekas di ingatannya." Zaffya mengetuk-ngetukkan telunjuknya di paha. Menyalurkan kegugupan yang mulai merayapi hatinya. Ya, pertemuan terakhirnya dengan mama Richard bukanlah hal yang bagus untuk diingat. Belum dengan hal buruk yang dilakukan mamanya pada Richard, pasti mama Richard mengetahui

    Last Updated : 2022-10-17
  • Menikahi Adik Musuh   13. Memulai Hidup Baru

    "Aku merasa sedih dengan tuan Dewa. Bukankah seharusnya mereka pergi berbulan madu? Bukannya muncul di rumah sakit dan berpapasan dengan tuan Dewa." Tania menggerutu pada sopir yang berdiri menunggu di sampingnya. "Aku bahkan merasa sangat sedih dengan kakaknya yang malah menginginkan perpisahan ini. Bukankah ini bisa dikatakan sebagai pengkhianatan persaudaraan?""Ssttt ... sebaiknya kau diam. Jika tuan Dewa mendengarnya, kau ..." sopir itu terpaku. Menyadari kehadiran Dewa dan ikut terpaku sepertinya, tapi dengan alasan yang berbeda."Kakakku?" Dewa merasakan nyeri mencekik lehernya ketika suara serak itu keluar dari bibirnya. "Apa kak Raka tahu mengenai ini semua?"***Satu pukulan telak menghantam wajah Raka tepat di hidungnya. Tubuh pria itu terpelanting di lantai dan jeritan keras Monica Sagara menggema di seluruh penjuru ruang tengah.Dewa seperti kesetanan. Matanya yang merah membutakan hubungan persaudaraan yang terjalin sejak lahir."Dewa!" Monica berusaha menjauhkan tubuh D

    Last Updated : 2022-10-17

Latest chapter

  • Menikahi Adik Musuh   68. Welcome Baby Boy (End)

    "Bayinya lahir dengan selamat. Karena bayi lahir prematur dan memiliki berat badan di bawah normal, kami membawanya ke ruang NICU di lantai empat. Anda bisa melihatnya di jam-jam tertentu.""Bagaimana keadaan istri saya, Dok?""Istri Anda masih belum sadar dan sedang berada di ruang pemulihan. Setelah sadar, kami akan memeriksanya sekali lagi sebelum membawanya ke ruang perawatan. Keadaannya masih sangat rentan."Rasanya Dewa bisa kembali bernapas. Tubuhnya jauh di kursi dengan kelegaan yang luar biasa. Karena keadaan Dania yang belum boleh dilihat, Dewa pun pergi ke lantai empat, untuk melihat bayinya.Tak ada sepatah kata pun yang bisa mengungkapkan perasaan Dewa. Pertama kali Dewa menatap bayi mungilnya, dan ia langsung jatuh cinta. Hanya itu satu-satunya perasaan yang bisa ia telaah. Setetes air mata jatuh, kebahagiaan dan rasa pedih bercampur aduk memenuhi dada Dewa. Melihat bayi mungilnya yang rapuh, tak berdaya, dan sangat kecil dan harus berjuang hidup di sana sendirian. Dewa

  • Menikahi Adik Musuh   67. Akhir Mikha

    Sepertinya Raka tak bisa lagi memasang senyum palsu di bibir kepada para tamu yang diperkenalkan mamanya. Dengan alasan hendak ke kamar mandi sebentar, Raka melepas lengan Alra yang melingkari lengannya. Berjalan ke dalam rumah. Entah kenapa, firasat buruk menyergap dadanya hanya dengan memikirkan Dania yang tak berhenti memenuhi kepalanya. Ditambah ia pun tak melihat Dania sejak Zaffya entah pergi ke mana dengan Nadia Farick sedangkan Dewa terjebak dengan teman-temannya tak jauh dari tempatnya.Seorang pelayan berlari ke arahnya dan menyenggol pundaknya. Pelayan itu berhenti sejenak untuk meminta maaf dengan wajah pucat. Lalu berlari ke dalam pesta. Raka hanya mengerutkan kening dan mengabaikannya. Melanjutkan langkahnya. Teapi kemudian jantung Raka berdebar keras, melihat beberapa pelayan berlari ke arah ruang tengah dengan terburu-buru, dan bukan ke arah taman belakang. Raka tak tahu apa yang begitu menarik perhatian para pelayan itu, tapi kakinya ikut bereaksi dan berlari menngiku

  • Menikahi Adik Musuh   66. Insiden

    Suara musik yang mengalun indah dan pelan, dengan berbagai jenis bunga menghiasi sepanjang jalan masuk ke taman belakang kediaman Sagara. Dengan konsep pesta kebun, yang terlihat santai dan elegan."Kau gugup? Kauingin kembali? Jangan membuatku salah paham, Dan," bisik Dewa mendekatkan bibirnya di telinga Dania saat mereka melintasi halaman samping rumah menuju halaman belakang, tempat pernikahan akan berlangsung. Genggaman tangan Dania di tangannya semakin mengetat, dan kegugupan tergaris jelas di sepanjang bibir wanita itu yang menipis. Menandakan bahwa Dania menggigit bibir bagian dalam. "Kau hanya boleh gugup karenaku."Dania memutar bola matanya jengah. Sempat-sempatnya pria itu mengurusi kecemburuan di saat kegugupan mendera dirinya sekuat ini. Gaun yang ia pakai adalah pilihan terbaik dengan harga fantastis, Dania tak akan bertanya darimana uang Dewa karena suaminya sudah melarang dan mewanti-wanti bahwa ia hanya perlu memilih gaun yang membuatnya terpesona. Dan tanpa sengaja p

  • Menikahi Adik Musuh   65. Memperbaiki Hubungan

    Dengan perut besar, Dania tampak begitu riang menatap semua benda-benda yang memenuhi toko tempat peralatan bayi. Dewa tak berhenti mengawasi Dania, mengekor ke mana pun wanita itu melangkah. Setiap gerakan lincah Dania membuatnya was-was, karena terlalu bersemangat memeriksa satu persatu benda-benda mungil yang memenuhi rak-rak yang berjajar panjang.Mata Dania tak berhenti beredar, berpindah dari satu rak ke rak yang lain. Bahkan tak jarang Dewa lah yang dengan sigap menyingkirkan benda-benda di depan Dania sebelum wanita itu menabraknya."Sepertinya sudah cukup." Dania akhirnya merasa kelelahan, menatap tiga troli besar yang penuh dengan pakaian dan segala macam pernak-pernik untuk bayi."Kauyakin?" tanya Dewa sangsi. Ini kalimat 'sepertinya sudah cukup' yang Dania ucapkan untuk ketiga kalinya.Dania mengangguk dengan mantap. Lalu mencari tempat duduk dan menemukan kursi panjang yang berada tak jauh dari tempat mereka berdiri. "Kakiku pegal sekali."Dewa menatap Dania yang menjauh,

  • Menikahi Adik Musuh   64. Berbelanja

    Take LoveDewa & Dania###Part 28###"Untuk pertama kalinya, Mama melihat mereka sebagai pasangan yang cocok," gumam Monica dengan senyum di bibir.Raka mengikuti arah pandang Mamanya. Sudah cukup kesal hanya dengan mendengar cara bicara Dania dan Dewa bicara, sekarang ia benar-benar merasa gerah melihat pasangan yang duduk di meja. Dewa sibuk menyuapkan makanan dari kotak bekal untuk Dania, -makanan yang katanya dibuat oleh Dewa-. Melihat bentuk makanannya dari jarak sejauh ini, Raka tak yakin dengan rasanya. Tapi Dania tampak menikmati makanan itu seolah itu adalah makanan terlezat yang pernah gadis itu makan. Padahal, makanan yang ia pesan untuk sarapan Dania adalah makanan khusus wanita hamil yang direkomendasikan oleh ahli gizi, yang kemudian ia berikan pada koki dengan tangan ajaib yang tak mungkin diragukan lagi keahlian memasaknya. Apalagi dibanding dengankan dengan tangan Dewa.Apakah cinta memang sebuta itu? CkDewa bahkan tak pernah menginjakkan kaki di dapur, tapi adikny

  • Menikahi Adik Musuh   63. Masih Terpengaruh

    Take LoveDewa & Dania###Part 27###Raka belum menghabiskan makanannya ketika ponsel pria itu kembali berdering. Wajahnya berubah tegang, setelah mendengar kalimat dari seberang."Kecelakaan?"Dania menegakkan punggung. Tak bisa menahan tubuhnya untuk sedikit condong ke arah Raka."Luar kota?" ulang Raka tak percaya. Kenapa hal seperti ini datang di saat yang tepat seperti ini. "Baiklah. Aku ..." Raka menghela napas pendek. "Aku tak tahu apakah bisa langsung mengeceknya. Aku sedang di rumah sakit.""...""Oke, akan aku usahakan." Raka menurunkan ponselnya, mengurut kening dengan tangan kiri dan pundaknya menurun seolah beban seberat ribuan ton tertumpu di sana."Apa Kak Raka harus pergi?"Raka mendesah keras."Biar Dan yang menjaga Mama. Kak Raka bisa pergi."Raka diam. Mempertimbangkan tawaran Dania."Sepertinya masalah Kakak sangat mendesak.""Bagaimana dengan Dewa? Dia pasti akan menerorku.""Biar Dan yang mengurusnya.""Baiklah," putus Raka setelah memikirkan kembali tawaran Da

  • Menikahi Adik Musuh   62. Merawat Mertua

    Take LoveDewa & Dania###Part 26###"Mau ke mana kau?" tanya Dewa melihat Dania sudah berpakaian rapi dengan sibuk mengaplikasikan pelembab di wajah. Satu tas kecil sudah siap di meja rias."Jika kau tidak ingin ke rumah sakit, sebaiknya kau tak mencegahku." Dania mengakhiri sesi dandannya dengan mengoleskan lipbalm di bibir. Bibirnya sudah merah tanpa bantuan lipstik, setidaknya hal itu yang bisa ia banggakan dibandingkan dengan wanita-wanita yang mengejar Dewa. Dania mengusir pemikiran gila itu, untuk apa dia memedulikan wanita-wanita di sekitar Dewa."Apa kau mencoba menjadi lebih keras kepala melebihiku?""Katakan ya jika memang terlihat seperti itu. Kaupikir hanya kau yang bisa menjadi keras kepala di sini."Dewa menggeram frustrasi. Seperti biasa, langsung mengangkat kedua tangan ke kepala dan menggusur keseluruh jemari di antara rambut yang masih basah. Menang melawan wanita yang sedang hamil jelas bukan kemenangan."Sebelum kau mengalahkan orang lain, kalahkan dulu keegoisa

  • Menikahi Adik Musuh   61. Bertengkar Lagi

    Take LoveDewa & Dania###Part 25###Dania terkejut melihat Dewa duduk mematung di sofa ruang tamu saat masuk ke dalam apartemen. Pria itu duduk dengan kedua siku disanggah lutut, dan wajah tenggelam dalam kedua telapak tangan. Kefrustrasian jelas terlihat dari rambut kusut Dewa yang sepertinya berkali-kali tergusur oleh jemari. Dania juga melihat jas Dewa yang terlempar begitu saja di sofa, bersama dasi yang jatuh di lantai.Apa Dewa memiliki masalah lagi dengan pekerjaan? Cubitan kecil menyakiti hatinya karena ia tak bisa membantu kesulitan Dewa selain hanya sebagai pendukung dan tempat bersandar pria itu. Dania ingin melakukan lebih."Dewa?" Dania menyentuh pundak Dewa dengan perlahan. Hampir mengira Dewa tertidur karena pria itu sama sekali tak bergerak. Sekali lagi ia mengangkat tangan ke arah Dewa dengan panggilan yang sedikit lebih keras. "Dewa?""Dari mana kau?" desis suara dingin Dewa ketika pria itu bergerak menaikkan kepala menatap Dania yang berdiri di sampingnya.Dania

  • Menikahi Adik Musuh   60. Bertemu Raka

    ###Hari ini, Dewa pulang lebih malam. Dania menunggu di ruang tengah sambil menonton televisi dengan toples dalam pelukannya ketika pintu apartemen terbuka. Dania bergegas menghampiri Dewa. Memeluk tubuh dan menghirup aroma Dewa yang sangat ia rindukan seharian penuh."Apa kau sangat merindukanku?" Dewa merangkul Dania dan keduanya berjalan masuk.Dania mengelak dengan menggelengkan kepala. "Aku bosan seharian menghabiskan waktu di apartemen sendirian.""Kau harus bersabar." Dewa melemparkan jasnya ke sofa dan duduk."Kauingin minum atau langsung mandi?""Kopi." Dewa menyandarkan kepala di punggung sofa. Menatap layar televisi yang menampilkan film romance tanpa suara. Sama sekali bukan seleranya, tapi melihat adegan ketika si pria mencium perut wanita hamil di sampingnya dengan air mata berurai, Dewa memahami perasaan itu. Perasaan takjub dan terharu. Keajaiban yang tak pernah ia sangka datang di hidupnya.Dania melewati sofa menuju dapur. Tak lama kembali dengan cangkir kopi yang m

DMCA.com Protection Status