Ryffa menggeleng-gelengkan kepalanya dan berbaring di ranjang. "Kau harus menambah tenaga di bagian jantung, Vyn. Juga, apa kautahu semalam keadaan benar-benar kacau karena kekurangan orang di bagian IGD?" "Aku akan memberitahu Dewa tentang ini." "Pergilah." Ryffa berbaring miring memunggungi Vynno yang masih sibuk dengan jalan hidup Zaffya di kepala pria itu. "Mungkin besok kau hanya akan kehilangan pekerjaan nyamanmu dan menjadi sopir pribadi Zaffya." Vynno menggeram. Ryffa terkikik. "Tidak masuk akal, tapi kedengarannya cukup menghibur." "Sialan, kau!" Vynno menendang kaki ranjang saat tawa Ryffa semakin nyaring, lalu berbalik dan berjalan keluar. Vynno berhenti, ketika mendorong pintu ruang rawat Zaffya dan menemukan sosok yang lebih tinggi berdiri di depannya. Wajahnya seketika mengeras dan berubah dingin. "Apa yang kaulakukan di sini, Richard?" desisnya. **** "Sekarang bukan saat yang tepat untuk kalian bertemu?" Vynno menghadang Richard di depan pintu. "Kita akan meli
"Bicaralah," Zaffya memulai. "Aku hanya ingin bertemu denganmu." "Jujur, aku tak ingin bersikap dingin padamu, Dewa." "Aku tahu. Maafkan aku," Dewa tersenyum miris. Satu-satunya alasan dia masih tetap di ruangan ini karena Nadia Farick mengancam Zaffya. "Aku akan kembali, semoga cepat sembuh." Dewa mengangkat tangannya hendak mengusap kening Zaffya. Namun, saat Zaffya beringsut menjauh, ia segera menurunkan tangannya. Zaffya menyandarkan punggungnya ke kepala ranjang. Mendesah dengan keras saat Dewa menutup pintu. Ryffa keluar dari kamar mandi tak lama kemudian, diikuti Richard. Sesaat keduanya hanya saling pandang dengan canggung. Ryffa keluar, meninggalkan Zaffya dan Richard tertinggal. Selama hampir satu menit keduanya hanya saling berpandangan dalam diam. Richard tidak mengatakan apa pun sedangkan Zaffya masih terlalu sibuk dengan halusinasi dalam kepalanya. "Bagaimana kabarmu?" tanya Zaffya akhirnya dengan suara serak. Ia terlalu gugup. Sialan! Kegugupan tak pernah menyer
Dengan bosan Zaffya menatap akuarium di hadapannya. Setidaknya ikan berwarna merah itu sedikit mengalihkan perhatiannya menghitung detik yang berlalu. Suasana dalam ruangan ini hangat. Sangat hangat hingga mampu membuatnya meleleh. Beberapa foto dipajang di dinding, penuh senyum di setiap ekspresinya. Bagaimana hal semudah itu sangat sulit untuk dilakukan dirinya yang hampir mempunyai segalanya. Ruang kerja Richard seperti ruang kerja dokter pada umumnya yang bekerja di CMC. Berukuran sekitar tujuh kali tujuh, berwarna putih, dan berbau antiseptik. Bagaimana kesalahan Satya yang menerima lamaran Richard membuat hidupnya jungkir balik separah ini. Mungkin ia harus memberi Satya libur satu hari sebagai ucapan terima kasih. Lagi pula, Richard memang memenuhi kualifikasi sebagai dokter yang masuk ke CMC. Zaffya yakin, pria itu akan membawa dampak yang baik untuk rumah sakitnya. Pintu terbuka dan Zaffya menoleh. Melihat Richard yang sesaat terkejut mendapati dirinya berdiri di tengah-ten
"Aku bersedia," Zaffya mengakhiri upacara pernikahanku sebelum pendeta mempersilahkan mereka untuk berciuman.Ryffa tersenyum bahagia. Melihat senyum di wajah Zaffya dan Richard. Setelah sekian lama, pada akhirnya mereka berdua kembali. Keduanya tampak begitu kuat. Ia yakin, mereka akan mampu menghadapi apa pun yang ada di depan."Setidaknya pernikahan mereka terasa sangat mengharukan, bukan?" bisik Vynno yang berdiri di samping Ryffa. Memegang segelas jus jeruk dan melambaikan tangan ke arah Richard dan Zaffya yang menatap mereka."Sesekali kau memang harus merasakan apa itu cinta." Ryffa ikut melambai.Vynno berdecak. "Cinta hanya ada dalam drama romantis di filmku. Pernikahan ini, hanya obsesi Zaffya yang tak bisa lepas dari cinta pertamanya. Kau sangat mengenal dengan baik Zaf, bukan? Dia tak akan berhenti penasaran sebelum rasa penasarannya itu terpuaskan.""Aku berharap Richard tak sepolos itu untuk tidak merebut posisimu sebagai pimpinan CMC," timpal Ryffa sebelum berjalan perg
Sialan!Gangguan dan kejahilan Vynno kini lebih baik daripada menemukan pemandangan seperti ini.Richard tidak tahu, apa yang membuatnya begitu terpaku dan tak bergerak saat Luna semakin mendekatkan wajah wanita itu ke wajahnya dan menempelkan bibir mereka. Mungkin perasaan iba, atau setidaknya ia ingin Luna merasa lega karena wanita itu akhirnya mengungkapkan apa yang selama bertahun-tahun ini dipendam?Richard dan Luna menoleh mendengar kesiap dan gerakan lain yang tak jauh dari tempatnya dan Luna berdiri. Richard semakin terkejut, melihat Zaffya berdiri di depan pintu kamarnya yang terbuka. Ekspresi terkejut Zaffya tidak kalah jauh dengan miliknya ataupun Luna.Butuh beberapa detik bagi mereka untuk terlepas dari suasana mencengangkan tersebut. Penuh ketegangan dan tali yang membentang di antara mereka siap terputus. Sampai akhirnya, kebekuan tersebut terpecah ketika Luna menunduk, merasa malu melihat ekpsresi Richard dan Zaffya. Tak menunggu sedetik lebih lama, Luna berbalik dan b
Richard mengurut keningnya dua kali sebelum berdiri dan menghadapi Zaffya. Duduk di samping wanita itu setelah mendaratkan kecupan ringannya di bibir."Ada apa?" Pertanyaan Zaffya menahan Richard untuk tak melakukan hanya sekedar kecupan ringan di bibir. "Mama akan menemui kita."Mata Zaffya melebar dan mengulang, "Mamamu?"Richard mengangguk. "Sekarang mama mertuamu.""Kapan?""Belum pasti, tapi dalam waktu dekat.""Lalu?""Lalu?" Richard balik bertanya."Apa yang harus kupersiapkan? Apa yang harus kulakukan?""Zaff!" Richard memegang kedua bahu Zaffya dengan kepanikan yang mulai muncul. "Bukankah kau sudah pernah bertemu dengan mamaku sebelumnya?""Ya, dengan kesan buruk yang mungkin masih membekas di ingatannya." Zaffya mengetuk-ngetukkan telunjuknya di paha. Menyalurkan kegugupan yang mulai merayapi hatinya. Ya, pertemuan terakhirnya dengan mama Richard bukanlah hal yang bagus untuk diingat. Belum dengan hal buruk yang dilakukan mamanya pada Richard, pasti mama Richard mengetahui
"Aku merasa sedih dengan tuan Dewa. Bukankah seharusnya mereka pergi berbulan madu? Bukannya muncul di rumah sakit dan berpapasan dengan tuan Dewa." Tania menggerutu pada sopir yang berdiri menunggu di sampingnya. "Aku bahkan merasa sangat sedih dengan kakaknya yang malah menginginkan perpisahan ini. Bukankah ini bisa dikatakan sebagai pengkhianatan persaudaraan?""Ssttt ... sebaiknya kau diam. Jika tuan Dewa mendengarnya, kau ..." sopir itu terpaku. Menyadari kehadiran Dewa dan ikut terpaku sepertinya, tapi dengan alasan yang berbeda."Kakakku?" Dewa merasakan nyeri mencekik lehernya ketika suara serak itu keluar dari bibirnya. "Apa kak Raka tahu mengenai ini semua?"***Satu pukulan telak menghantam wajah Raka tepat di hidungnya. Tubuh pria itu terpelanting di lantai dan jeritan keras Monica Sagara menggema di seluruh penjuru ruang tengah.Dewa seperti kesetanan. Matanya yang merah membutakan hubungan persaudaraan yang terjalin sejak lahir."Dewa!" Monica berusaha menjauhkan tubuh D
"Jadi, apa kak Raka tidak bisa ikut makan malam dengan kak Rich?" Dania menutup pintu apartemen dengan ponsel yang tertempel di telinga. Tas pink dan gaun malamnya yang berwarna pastel, sangat cocok dengan penampilannya yang ceria."..."Bibir Dania mengerucut kecewa. "Hmm, baiklah. Semoga cepat sembuh.""...""Selamat malam, Kak Raka." Tepat ketika Dania memutus panggilan, ia tersentak dan tubuhnya mundur ke belakang. Terkejut menemukan sosok yang tengah berdiri dengan kepala tertunduk dan bersandar di dinding. Rambut yang acak-acakan, dua kancing kemeja yang tak terkait dan keluar dari celananya, jas dan dasi yang entah ada di mana. Ditambah darah yang sudah mengering tampak begitu jelas melumuri jemari di tangan kanan. Dania tak berani mempertanyakan apa yang sudah tangan itu lakukan karena tatapan dingin Dewa lebih mengerikan. Penampilan pria itu lebih mengejutkannya seperti keberadaan pria itu di depan apartemen Dania."Dewa?" Dania berusaha terlihat tenang dengan aura dingin Dew
"Bayinya lahir dengan selamat. Karena bayi lahir prematur dan memiliki berat badan di bawah normal, kami membawanya ke ruang NICU di lantai empat. Anda bisa melihatnya di jam-jam tertentu.""Bagaimana keadaan istri saya, Dok?""Istri Anda masih belum sadar dan sedang berada di ruang pemulihan. Setelah sadar, kami akan memeriksanya sekali lagi sebelum membawanya ke ruang perawatan. Keadaannya masih sangat rentan."Rasanya Dewa bisa kembali bernapas. Tubuhnya jauh di kursi dengan kelegaan yang luar biasa. Karena keadaan Dania yang belum boleh dilihat, Dewa pun pergi ke lantai empat, untuk melihat bayinya.Tak ada sepatah kata pun yang bisa mengungkapkan perasaan Dewa. Pertama kali Dewa menatap bayi mungilnya, dan ia langsung jatuh cinta. Hanya itu satu-satunya perasaan yang bisa ia telaah. Setetes air mata jatuh, kebahagiaan dan rasa pedih bercampur aduk memenuhi dada Dewa. Melihat bayi mungilnya yang rapuh, tak berdaya, dan sangat kecil dan harus berjuang hidup di sana sendirian. Dewa
Sepertinya Raka tak bisa lagi memasang senyum palsu di bibir kepada para tamu yang diperkenalkan mamanya. Dengan alasan hendak ke kamar mandi sebentar, Raka melepas lengan Alra yang melingkari lengannya. Berjalan ke dalam rumah. Entah kenapa, firasat buruk menyergap dadanya hanya dengan memikirkan Dania yang tak berhenti memenuhi kepalanya. Ditambah ia pun tak melihat Dania sejak Zaffya entah pergi ke mana dengan Nadia Farick sedangkan Dewa terjebak dengan teman-temannya tak jauh dari tempatnya.Seorang pelayan berlari ke arahnya dan menyenggol pundaknya. Pelayan itu berhenti sejenak untuk meminta maaf dengan wajah pucat. Lalu berlari ke dalam pesta. Raka hanya mengerutkan kening dan mengabaikannya. Melanjutkan langkahnya. Teapi kemudian jantung Raka berdebar keras, melihat beberapa pelayan berlari ke arah ruang tengah dengan terburu-buru, dan bukan ke arah taman belakang. Raka tak tahu apa yang begitu menarik perhatian para pelayan itu, tapi kakinya ikut bereaksi dan berlari menngiku
Suara musik yang mengalun indah dan pelan, dengan berbagai jenis bunga menghiasi sepanjang jalan masuk ke taman belakang kediaman Sagara. Dengan konsep pesta kebun, yang terlihat santai dan elegan."Kau gugup? Kauingin kembali? Jangan membuatku salah paham, Dan," bisik Dewa mendekatkan bibirnya di telinga Dania saat mereka melintasi halaman samping rumah menuju halaman belakang, tempat pernikahan akan berlangsung. Genggaman tangan Dania di tangannya semakin mengetat, dan kegugupan tergaris jelas di sepanjang bibir wanita itu yang menipis. Menandakan bahwa Dania menggigit bibir bagian dalam. "Kau hanya boleh gugup karenaku."Dania memutar bola matanya jengah. Sempat-sempatnya pria itu mengurusi kecemburuan di saat kegugupan mendera dirinya sekuat ini. Gaun yang ia pakai adalah pilihan terbaik dengan harga fantastis, Dania tak akan bertanya darimana uang Dewa karena suaminya sudah melarang dan mewanti-wanti bahwa ia hanya perlu memilih gaun yang membuatnya terpesona. Dan tanpa sengaja p
Dengan perut besar, Dania tampak begitu riang menatap semua benda-benda yang memenuhi toko tempat peralatan bayi. Dewa tak berhenti mengawasi Dania, mengekor ke mana pun wanita itu melangkah. Setiap gerakan lincah Dania membuatnya was-was, karena terlalu bersemangat memeriksa satu persatu benda-benda mungil yang memenuhi rak-rak yang berjajar panjang.Mata Dania tak berhenti beredar, berpindah dari satu rak ke rak yang lain. Bahkan tak jarang Dewa lah yang dengan sigap menyingkirkan benda-benda di depan Dania sebelum wanita itu menabraknya."Sepertinya sudah cukup." Dania akhirnya merasa kelelahan, menatap tiga troli besar yang penuh dengan pakaian dan segala macam pernak-pernik untuk bayi."Kauyakin?" tanya Dewa sangsi. Ini kalimat 'sepertinya sudah cukup' yang Dania ucapkan untuk ketiga kalinya.Dania mengangguk dengan mantap. Lalu mencari tempat duduk dan menemukan kursi panjang yang berada tak jauh dari tempat mereka berdiri. "Kakiku pegal sekali."Dewa menatap Dania yang menjauh,
Take LoveDewa & Dania###Part 28###"Untuk pertama kalinya, Mama melihat mereka sebagai pasangan yang cocok," gumam Monica dengan senyum di bibir.Raka mengikuti arah pandang Mamanya. Sudah cukup kesal hanya dengan mendengar cara bicara Dania dan Dewa bicara, sekarang ia benar-benar merasa gerah melihat pasangan yang duduk di meja. Dewa sibuk menyuapkan makanan dari kotak bekal untuk Dania, -makanan yang katanya dibuat oleh Dewa-. Melihat bentuk makanannya dari jarak sejauh ini, Raka tak yakin dengan rasanya. Tapi Dania tampak menikmati makanan itu seolah itu adalah makanan terlezat yang pernah gadis itu makan. Padahal, makanan yang ia pesan untuk sarapan Dania adalah makanan khusus wanita hamil yang direkomendasikan oleh ahli gizi, yang kemudian ia berikan pada koki dengan tangan ajaib yang tak mungkin diragukan lagi keahlian memasaknya. Apalagi dibanding dengankan dengan tangan Dewa.Apakah cinta memang sebuta itu? CkDewa bahkan tak pernah menginjakkan kaki di dapur, tapi adikny
Take LoveDewa & Dania###Part 27###Raka belum menghabiskan makanannya ketika ponsel pria itu kembali berdering. Wajahnya berubah tegang, setelah mendengar kalimat dari seberang."Kecelakaan?"Dania menegakkan punggung. Tak bisa menahan tubuhnya untuk sedikit condong ke arah Raka."Luar kota?" ulang Raka tak percaya. Kenapa hal seperti ini datang di saat yang tepat seperti ini. "Baiklah. Aku ..." Raka menghela napas pendek. "Aku tak tahu apakah bisa langsung mengeceknya. Aku sedang di rumah sakit.""...""Oke, akan aku usahakan." Raka menurunkan ponselnya, mengurut kening dengan tangan kiri dan pundaknya menurun seolah beban seberat ribuan ton tertumpu di sana."Apa Kak Raka harus pergi?"Raka mendesah keras."Biar Dan yang menjaga Mama. Kak Raka bisa pergi."Raka diam. Mempertimbangkan tawaran Dania."Sepertinya masalah Kakak sangat mendesak.""Bagaimana dengan Dewa? Dia pasti akan menerorku.""Biar Dan yang mengurusnya.""Baiklah," putus Raka setelah memikirkan kembali tawaran Da
Take LoveDewa & Dania###Part 26###"Mau ke mana kau?" tanya Dewa melihat Dania sudah berpakaian rapi dengan sibuk mengaplikasikan pelembab di wajah. Satu tas kecil sudah siap di meja rias."Jika kau tidak ingin ke rumah sakit, sebaiknya kau tak mencegahku." Dania mengakhiri sesi dandannya dengan mengoleskan lipbalm di bibir. Bibirnya sudah merah tanpa bantuan lipstik, setidaknya hal itu yang bisa ia banggakan dibandingkan dengan wanita-wanita yang mengejar Dewa. Dania mengusir pemikiran gila itu, untuk apa dia memedulikan wanita-wanita di sekitar Dewa."Apa kau mencoba menjadi lebih keras kepala melebihiku?""Katakan ya jika memang terlihat seperti itu. Kaupikir hanya kau yang bisa menjadi keras kepala di sini."Dewa menggeram frustrasi. Seperti biasa, langsung mengangkat kedua tangan ke kepala dan menggusur keseluruh jemari di antara rambut yang masih basah. Menang melawan wanita yang sedang hamil jelas bukan kemenangan."Sebelum kau mengalahkan orang lain, kalahkan dulu keegoisa
Take LoveDewa & Dania###Part 25###Dania terkejut melihat Dewa duduk mematung di sofa ruang tamu saat masuk ke dalam apartemen. Pria itu duduk dengan kedua siku disanggah lutut, dan wajah tenggelam dalam kedua telapak tangan. Kefrustrasian jelas terlihat dari rambut kusut Dewa yang sepertinya berkali-kali tergusur oleh jemari. Dania juga melihat jas Dewa yang terlempar begitu saja di sofa, bersama dasi yang jatuh di lantai.Apa Dewa memiliki masalah lagi dengan pekerjaan? Cubitan kecil menyakiti hatinya karena ia tak bisa membantu kesulitan Dewa selain hanya sebagai pendukung dan tempat bersandar pria itu. Dania ingin melakukan lebih."Dewa?" Dania menyentuh pundak Dewa dengan perlahan. Hampir mengira Dewa tertidur karena pria itu sama sekali tak bergerak. Sekali lagi ia mengangkat tangan ke arah Dewa dengan panggilan yang sedikit lebih keras. "Dewa?""Dari mana kau?" desis suara dingin Dewa ketika pria itu bergerak menaikkan kepala menatap Dania yang berdiri di sampingnya.Dania
###Hari ini, Dewa pulang lebih malam. Dania menunggu di ruang tengah sambil menonton televisi dengan toples dalam pelukannya ketika pintu apartemen terbuka. Dania bergegas menghampiri Dewa. Memeluk tubuh dan menghirup aroma Dewa yang sangat ia rindukan seharian penuh."Apa kau sangat merindukanku?" Dewa merangkul Dania dan keduanya berjalan masuk.Dania mengelak dengan menggelengkan kepala. "Aku bosan seharian menghabiskan waktu di apartemen sendirian.""Kau harus bersabar." Dewa melemparkan jasnya ke sofa dan duduk."Kauingin minum atau langsung mandi?""Kopi." Dewa menyandarkan kepala di punggung sofa. Menatap layar televisi yang menampilkan film romance tanpa suara. Sama sekali bukan seleranya, tapi melihat adegan ketika si pria mencium perut wanita hamil di sampingnya dengan air mata berurai, Dewa memahami perasaan itu. Perasaan takjub dan terharu. Keajaiban yang tak pernah ia sangka datang di hidupnya.Dania melewati sofa menuju dapur. Tak lama kembali dengan cangkir kopi yang m