Share

Bab 8a.

Penulis: ET. Widyastuti
last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-01 11:44:25

“Memang kamu dapat uang sebanyak itu dari mana, Mas?” tanyaku saat Mas Gilang memberi kuitansi tanda terima pembayaran hutang ke orang tuanya Mas Fajar. Aku benar-benar tidak menyangka dia melakukan semuanya, demi aku, agar aku batal menikah dengan Mas Fajar. Sebegitu pedulikah dia padaku? Sampai-sampai dia mengorbankan masa depannya menjadi mempelai pengganti di hari pernikahanku.

“Uang itu sebagian kecil adalah uang tabunganku untuk beli rumah dan menikah. Yang jelas bukan menikah sama kamu!” Kata-kata Mas Gilang terdengar nyolot. Lalu dia memijit keningnya. Sepertinya dia pusing dengan keputusannya.

Aku juga bingung harus bagaimana?

“Sebagian besarnya, aku pinjem ke bank dengan jaminan gajiku. Setiap bulan gajiku akan dipotong sepuluh juta!” lanjutnya lagi.

Dih, ngapain sih dia repot banget ngurusin hidup aku. Padahal aku sendiri sudah pasrah.

“Tunggu! Jadi, kamu sebenarnya sudah ada rencana menikah?” tanyaku tak percaya. Tatapanku masih tak berpindah menatapnya lekat. Lantas,
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Menikah dengan Tetangga Jutek   Bab 8b

    Saat aku terbangun, Mas Gilang sudah tidak ada di ranjang. Kupastikan dia sudah pergi ke masjid. Sejak kecil dia memang rajin jamaah di masjid. Aku segera bergegas keluar kamar untuk mandi. Ibu melihatku keluar kamar mandi malah senyum-senyum sendiri. Tapi, aku mencoba untuk tak memedulikannya. Mungkin ibu sedang merasa senang terbebas dari hutang, dan sawah milik kakek yang akan dibagi pun sudah aman. Bergegas aku masuk ke kamar untuk segera menunaikan sholat subuh. Jika sampai Mas Gilang pulang, aku belum sholat, pasti dia akan marah. Aku mengenalnya, dia selalu mengutarakan hal-hal yang tidak disukainya secara spontan. Tak peduli itu membuatku sakit hati. Termasuk masalah sholat ini. Dulu sewaktu kecilpun tak jarang aku ditegurnya jika terlambat sholat. Usai salam, aku belum mendengar suara Mas Gilang dari dalam kamarku. Biasanya, percakapan di luar kamar akan terdengar meskipun samar. Segera mukena kulepas dan kulipat. Namun, mendadak aku menoleh saat terdengar suara ponsel be

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-01
  • Menikah dengan Tetangga Jutek   Bab 9a

    Badanku terasa sangat capek karena baru tiba di Jakarta Hari Senin pagi. Seperti kebiasaanku sejak kerja di ibukota, setiap pulang dari kota kelahiranku, aku langsung masuk kerja. Aku sudah menyimpan peralatan mandi dan stok baju kerja di loker kantor. Sehingga, aku tak perlu repot pulang ke kosan dulu. Hari ini pun aku melakukan hal yang sama. Ada untungnya juga dengan kesepakatanku dengan Mas Gilang untuk tinggal di kosan masing-masing. Tidak terbayang kalau aku mesti pulang ke kosan Mas Gilang. Aku masih harus ngurusin dia juga. Lagi pula, aku pun belum tahu kosan Mas Gilang di mana. Hidupnya seperti apa. Membayangkan hidup bersamanya saja kadang aku masih tergidik ngeri. Meskipun dalam hati ingin juga. Ngeri karena dia sering marah-marah padaku. Apapun yang kulakukan, sepertinya salah di matanya. Apalagi, aku selalu terlihat bego dimatanya, meski menurutku aku nggak bego-bego amat. Buktinya, di kantor aku bisa kerja dengan baik. Kalaupun aku ingin hidup bersamanya secepatnya

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-01
  • Menikah dengan Tetangga Jutek   BAB 9b

    Tak lama, motor Mas Gilang sudah berhenti di sebuah kos-kosan. Setelah memarkirnya, Mas Gilang mengajakku naik ke atas melalui tangga. Rupanya ada beberapa kamar di kosan ini. Aku sebenarnya agak canggung masuk ke kos- kosan bersama laki-laki. Bisa jadi ini memang kosan laki-laki. "Kamu santai aja. Di sini banyak pasutri juga, kok," ucapnya, seolah membaca keraguanku saat diajaknya masuk. Mas Gilang sudah paham betul kalau aku pemalu dan segan masuk ke sarang laki-laki. Bagaimanapun hampir 17 tahun kami dibesarkan di kampung yang sama. Sudah saling kenal jelek-jeleknya masing-masing.Kami melewati beberapa kamar sebelum akhirnya berhenti di kamar Mas Gilang. Berbeda dengan kosanku yang tanpa pendingin ruangan dalam kamar. Biasanya, pintu kamar kami biarkan terbuka, kecuali kalau sedang istirahat atau ganti baju saja. Karena kalau pintu kamar ditutup sepanjang hari, akan terasa pengap. Sementara, kosan Mas Gilang sepertinya banyak dihuni dari menengah ke atas. Tak heran jika semua

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-01
  • Menikah dengan Tetangga Jutek   BAB 10a

    Aku segera pura-pura sibuk membentangkan baju kotorku agar keringat yang menempel di sana mengering terkena AC, saat terdengar gemericik air di kamar mandi sudah terhenti. Baju ini masih akan kupakai saat pulang nanti. Aku tak suka memakai baju bekas keringat. Tapi, bagaimana lagi, Mas Gilang mengajakku kemari tanpa berkabar dulu. Padahal, di kantor aku masih punya stok baju bersih.Saat pintu kamar mandi dibuka, refleks aku melihat ke arah sana. Mas Gilang keluar kamar mandi hanya menggunakan handuk yang terlilit di pinggang.Deg, aku baru kali ini melihatnya begitu di siang bolong. Aku langsung memalingkan pandanganku saat tak sengaja kulihat dia tersenyum mengejek padaku.Aishhh, dalam kondisi seperti ini dia masih saja begitu.Meski tetanggaan, aku nggak pernah melihatnya dalam kondisi seperti itu. Dia termasuk rapi dalam menutup aurat meskipun laki-laki. Bahkan, kalau pun main dengan tetanggaku yang lain, misal main air di kali, tetap saja dia masih pakai kaos lengkap.Huff, piki

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-01
  • Menikah dengan Tetangga Jutek   Bab 10b

    Hari ini tidak ada pesan dari Mas Gilang masuk ke ponselku. Aku pun tak menuntut banyak dia mengirimkan pesan. Mungkin karena aku sudah mengenalnya dari kecil, menjadi istrinya tidak membuatku berubah rasa terlalu berlebihan. Apalagi, kami belum tinggal serumah. Sore ini, Renita, teman satu devisiku, mengajak jalan-jalan. Tentu saja aku senang. Dia memang satu-satunya sahabatku di kantor ini karena sama-sama anak kos. Jadi, sejak kami sama-sama mulai kerja, kami sering jalan sepulang kerja untuk membunuh waktu.Tapi, tiba-tiba aku sedikit ragu, mesti ijinkah? Sekarang statusku sudah berubah. Meskipun Renita belum tahu status baruku. Seperti kesepakatan, aku hanya lapor dengan HRD dan atasanku saja. Lagi pula aku dan Mas Gilang juga tak tinggal serumah.Segera kuputuskan ijin saja dulu ke Mas Gilang. Bagaimanapun dia suamiku. Takut tiba-tiba dia mencariku. Apalagi, dia itu mirip jelangkung. Kadang-kadang tahu-tahu sudah berdiri di belakang kantor, area yang selalu kulewati saat pulang

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-01
  • Menikah dengan Tetangga Jutek   Bab 11a

    “Kenapa Sekar?” tanya Renita saat langkahku terhenti. Pandanganku masih tertuju pada laki-laki yang berdiri di sebelah perempuan dengan setelan baju kerja yang sedang memilih-milih sepatu. Beberapa kali perempuan itu mencoba sepatu itu di kakinya. Lalu ia menoleh ke lelaki yang berdiri di sebelahnya, seolah ingin meminta pendapat. Dan lelaki itu menanggapinya dengan senyum lembut. Sesekali pria terlihat memberikan pendapatnya. Aku menjadi kesal melihatnya. Tapi, mataku tetap terus mengamatinya, hingga tepukan halus menyentakku. “Siapa, Sekar?” tanya Renita lagi. Aku baru tersadar jika pertanyaan pertama Renita tadi belum kujawab. “Apakah kamu mengenalnya?” sambungnya sambil ikut melihat kemana aku menatap. Aku menggeleng lemah. Lalu kualihkan pandangan ke tempat lain karena tak ingin membuat Renita penasaran.“Mungkin hanya mirip,” gumanku pelan, berharap Renita mendengarnya. Lalu tangan Renita kutarik menjauh, mencari posisi yang terlindung, tidak terlihat oleh kedua orang itu.

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-01
  • Menikah dengan Tetangga Jutek   Bab 11b

    Sakina. Sakina. Aku terus bergumam dalam hati. Jadi, wanita ini yang bernama SKN. Jadi, SKN itu namanya Sakina? Jadi chattingan dia yang selalu membuatmu sumringah? Jadi, panggilan telpon dari dia yang selalu membuatmu bahagia?“Sekar! Jadi, nggak?” Tiba-tiba terdengar suara Renita dari rak di sebelah. Dia sedang sibuk mencari diskonan model lainnya. Gegas kutinggalkan kedua orang itu. Bodo amat sama Sakina. Aku tak mengingatnya sama sekali. Mungkin memang memoriku sudah terlampau kacau. Hatiku kesal luar biasa pada lelaki bernama Gilang!Setelah mendapatkan sepatu yang kuincar, aku dan Renita meninggalkan mall itu. Meski hatiku kebat-kebit tak karuan, ingin mencakar Mas Gilang yang malah pura-pura tak mengenalku, tapi masih dapat kutahan, karena aku sedang bersama Renita. Kami memilih menyusuri warung tenda di sekitar mall untuk mengisi perut terlebih dahulu, sebelum pulang ke kosan masing-masing. Masih kusembunyikan rasa campur aduk. Perutku harus terisi. Aku harus sehat. Karena m

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-01
  • Menikah dengan Tetangga Jutek   Bab 11c

    Kupejamkan mata ini. Benarkah mas Gilang menyimpan hatinya untuknya? Lalu, buat apa dia menikah denganku. Dadaku bergemuruh. Ada rasa cemburu, bercampur kesal. Tapi, aku tak bisa menyalahkan siapa-siapa. Bukannya memang Mas Gilang mengatakan padaku jika dia memang mau menikah bukan denganku. Bukannya pernikahan denganku pun lantaran desakan ibuku dan mamanya.Aku menghela nafas. Kepalaku terasa pening. Apalagi, diam-diam, sejak beberapa hari terakhir, perasaanku padanya mulai berubah. Ternyata, baru kali ini rasanya sakit dicampakkan, meski sebenarnya aku sudah tahu, kalau Mas Gilang sudah punya rencana lain, sebelum memutuskan menikah denganku. Kenapa, dia harus menyelesaikan masalahku, jika pada akhirnya menambah masalah baru padaku? Tanganku masih bergerilya di layar ponsel, entah informasi apalagi yang ingin kucari, sementara hal yang paling menyakitkan telah kutemukan. Namun, tiba-tiba sebuah notifikasi pesan masuk.[Aku di bawah]Aku menghela nafas, saat menyadari pesan itu b

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-01

Bab terbaru

  • Menikah dengan Tetangga Jutek   Bab 50c

    Gilang dan Sekar sudah siap-siap hendak kembali ke ibukota. Koper sudah dirapikan. Dus berisi oleh-oleh untuk tetangga dan teman kantor pun sudah disiapkan. “Kalian sabar dulu beli rumahnya. Nunggu uang tabungan pensiun Bapak cair,” tutur Ibu Sekar menasehati anak dan menantunya. Gilang menatap mertuanya bergantian. Ada rasa tak enak dengan keduanya. Dia harusnya sudah mandiri, namun, masih saja merepotkan. Bapak mertuanya pun mengangguk saat tatapan mereka saling bertumbukan. Tahun ini, bapak mertua Gilang memasuki masa pensiun. Katanya, nanti tabungan pensiunnya akan turun. Belum tahu pasti jumlahnya berapa. Tapi, kalau buat tambahan uang muka, mungkin lumayan, daripada uang muka yang terlalu kecil karena tabungannya memang belum seberapa. “Nanti kalian pakai tambahan uang muka. Ibu nggak setuju kalau kamu ambil cicilan sekarang dengan DP kecil. Cicilannya terlalu besar. Mas Aji kan dulu juga sudah dibantu buat bayar DP. Sekarang jatahnya Sekar,” tambah Ibu Sekar. Orang tua

  • Menikah dengan Tetangga Jutek   Bab 50b

    “Aku tak bohong. Tadi aku ke sekolah. Acara jam 12 selesai. Aku, Andre dan Faras lalu ke mall baru itu. Saat kami sedang ngopi, tiba-tiba dia datang. Itu hanya kebetulan,” ujar Gilang tanpa diminta. Dia tak peduli apakah Sekar akan mendengarkan atau tidak. Ada penyesalan, meski dia tak dapat menghindar. Bagaimana bisa dia menghindari orang yang datang menyapa, sementara dahulu mereka sangat dekat. Meski tadi Gilang merasa banyak yang berubah dari Sakina, tapi akal sehat Gilang melarang untuk bertanya. Cukup mereka menjadi pribadi dengan pasangan masing-masing. Berbahagia dengan pilihan masing-masing. Pilihan yang sudah diambil, harus dia pertahankan dan perjuangkan sampai titik penghabisan, itu tekad Gilang. “Dik, aku minta maaf. Tapi, kamu harus tahu. Semua sudah berlalu. Dan aku tak mungkin kembali pada masa yang telah lewat. Aku hanya memilihmu. Sekarang kehidupanku sudah ada kamu dan Aidan. Juga anak yang akan kamu lahirkan. Tidak ada tempat lagi bagi orang lain di hatiku,” tut

  • Menikah dengan Tetangga Jutek   Bab 50a

    “Mbak, aku tadi ke mall setelah selesai reuni. Itupun tidak berdua. Ada lima orang. Memang kenapa?” tanya Gilang mencoba memahami arah pembicaraan kakaknya. “Oh, lima orang? Tapi yang tiga entah kemana. Disuruh beli minum dulu barang kali?" Nada suara Ratih terdengar menyindir. "Ck! Kayak anak kecil. Kamu pikir kakak kamu ini bisa kamu bohongi?” Ratih melunak, lalu kembali ia menegaskan kata-katanya. “Mbak, sungguh. Aku nggak bohong. Tadi, aku sama Faras dan Andre juga. Malah, kebetulan saja tadi ketemu sama....” Gilang menghentikan kata-katanya. Tak tega menyebutkan namanya. “Siapa? Mantan?” sambar Ratih. “Astaga, Mbak. Aku nggak punya mantan. Hanya teman saja....” ralat Gilang. Memang, kalau dibilang mantan, dia tidak pernah pacaran dengan Sakina. Hanya ia sempat menyimpan rasa saja. Tak lebih. Itu pun juga baru diketahui setelah masing-masing punya pasangan. Jadi, tidak ada yang perlu dirisaukan. “Terus, tadi kamu ngapain?” selidik Ratih. Gilang menghela napas. “Aku tadi h

  • Menikah dengan Tetangga Jutek   Bab 49c

    “Dik, jalan-jalan yuk!” tiba-tiba Ratih, kakak Gilang, datang saat Sekar sedang ngobrol dengan mama mertuanya.Aidan sedang diasuh oleh kungnya, dibawa naik motor, entah kemana. Enaknya kalau mudik, Sekar tidak repot karena banyak tangan yang membantu mengasuh batitanya. “Kemana, Mbak?” tanya Sekar. Kakak iparnya itu datang sambil membawa Mia, keponakannya, yang kini berusia enam tahun. Mia segera ikut utinya ke dapur karena sudah ingin makan lontong opor buatan utinya. “Ada mall baru, Dik. Kamu belum pernah lihat. Di Jakarta sama di sini kan beda,” rayu Ratih. Mumpung adik iparnya di rumah dan anaknya bisa dititipkan ke ibunya, sepertinya saat yang tepat untuk jalan-jalan, batin Ratih. Ratih pun tinggal tak jauh dari rumah orang tuanya. Hanya beda desa. Jadi, kapan saja dia mau, bisa datang ke rumah orang tuanya.Siang itu, sama dengan Gilang, suami Ratih pun sedang reunian. Makanya Ratih malas di rumah. "Sana, nggak papa. Temani kakakmu. Sesekali kamu juga harus refreshing." Bu

  • Menikah dengan Tetangga Jutek   Bab 49b

    “Buk, Gilang ada tamu. Gilang pulang dulu, nanti kalau Sekar nanya,” ujar Gilang sambil pamit ke mertuanya. Wanita paruh baya itu hanya mengangguk, lalu ia beranjak ke halaman belakang, ikut bermain dengan cucunya. Hanya beberapa langkah, Gilang sudah tiba di rumah orang tuanya. Dua sahabatnya sudah duduk manis di ruang tamu. “Kalian masih betah jomblo aja?” canda Gilang pada kedua temannya. “Nasib lah, wajah pas-pasan sama dompet pas-pasan,” celetuk Andre. Padahal Andre ini seorang karyawan BUMN yang kebetulan penempatan luar jawa. Tentu saja dompetnya tebal. “Kamu kelamaan di hutan sih. Coba sesekali ke kota,” sahut Gilang. “Eh, kamu serius nggak datang reuni sepuluh tahun angkatan kita?” tanya Faras. Wajahnya berubah serius. Gilang sudah lama tidak memonitor perkembangan informasi di grup Wanya. Biasanya, kalau ada yang penting, akan mengirimkan pesan pribadi. Sebenarnya, bukan apa-apa. Angkatannya hampir setiap tahun bikin reuni. Biasanya saat lebaran seperti ini. Tapi, Gi

  • Menikah dengan Tetangga Jutek   Bab 49.a

    Dua tahun kemudianSekar dan Gilang sudah menapaki bahtera rumah tangga dengan seorang anak laki-laki yang kini berusia dua tahun. Cicilan hutang yang selama ini harus dibayar pun akhirnya lunas. Kini, Sekar kembali mengandung anak kedua, meski sebenarnya sudah diplanning setelah Aidan lulus ASI ekslusif. Apa daya, rejeki datang sebelumnya. “Kata Pak Hanif, pemilik rumah mau jual rumah ini. Apa Bunda mau?” tanya Gilang sore itu. Sejak kelahiran Aidan, Gilang turut memanggil Sekar dengan sebutan Bunda. Begitu juga sebaliknya, Sekar memanggil Gilang dengan sebutan Ayah, agar sang anak menirukannya. “Memang dia nawarin harga berapa, Yah?” tanya Sekar sambil mengawasi Aidan yang bermain di lantai. Ruang tamu mereka masih dibiarkan tanpa kursi tamu. Hanya dibentangkan karpet. Mainan Aidan pun memenuhi semua sudut ruang tamu itu. Gilang dan Sekar duduk lesehan di karpet. Sementara Aidan mulai sibuk dengan memasukkan gelang-gelang besar seperti donat yang terbuat dari plastik ke tempat

  • Menikah dengan Tetangga Jutek   Bab 48h

    "Ibu kenapa, Dik?" tanya Gilang begitu sampai rumah. Dia melihat wajah mertuanya yang tak seperti biasanya. Hanya cemberut saja saat ia mencium punggung tangannya. "Ibu marah, Mas. Gara-gara Aidan aku kasih ASI perah nanti kalau aku sudah kerja." Sekar menarik nafas dalam-dalam. "Kenapa ibu marah?" tanya Gilang. "Ya, bagi ibu, ASI perah itu nggak bagus diberikan pada bayi. Jadi sebaiknya diberi susu formula," terang Sekar. "Kalau menurut kamu sendiri, gimana?" tanya Gilang. "Ya jelas, makanan terbaik bayi baru lahir ya ASI. Kalau ada kasus khusus, misalnya ASI nggak keluar atau ibu sang bayi sakit, baru boleh dikasih susu formula. Bahkan sekarang sudah banyak lho donor ASI dan bank ASI, karena naiknya kesadaran ibu muda tentang kualitas ASI untuk bayi," jelas Sekar. Gilang mengusap kepala Sekar. "Jadi, nggak ada masalah, kan?" "Masalahnya, ibu nggak setuju, Mas." tutur Sekar dengan nada penuh kecemasan. "Nanti biar Mas kasih tahu." Sekar hanya mencebik. Mana mungkin G

  • Menikah dengan Tetangga Jutek   Bab 48g

    "Hari ini, Bunda sudah boleh pulang, ya." Suster datang sambil mengantar Baby Aidan. "Apa, Sus? Pulang?" tanya Sekar. Dia baru menginap semalam setelah melahirkan kemarin siang. Jadi, kenapa cepat sekali harus pulang? "Kalau melahirkan normal, tanpa keluhan, bayinya juga sehat, memang begitu bunda. Dua hari saja sudah cukup." Sekar menatap Gilang yang ada di ujung ruangan. Mereka ditempatkan di ruangan yang sejatinya untuk berdua. Namun, karena nggak ada pasien lain, maka akhirnya hanya ditempati sendiri. Setelah suster pergi, Gilang menghampiri Sekar. "Kenapa, Dik? Ada masalah?" tanyanya heran. Kenapa istrinya seperti enggan pulang? "Aku takut, Mas, ngurus Aidan sendiro. Aku kan ngga pengalaman pegang bayi." "Tenang. Kan ibu hari ini datang. Aku juga bakal bantu kamu," ujar Gilang enteng. Sekar tak menyangka secepat itu. Tadinya dia berencana mau melihat suster memandikan dan membersihkan kotoran kalau pipis atau pup. Tapi, kenapa malah dia harus segera pulang. Padahal j

  • Menikah dengan Tetangga Jutek   Bab 48f

    "Makan yang banyak, Dik. Kamu perlu asupan gizi," tutur Gilang sambil menyuapi makan Sekar. Jatah makanan dari rumah sakit bersalin itu sebenarnya makanan sederhana, sayur sup dan udang goreng tepung. Namun, rasanya seperti tidak makan selama seminggu. "Makasih ya, Mas. Kamu mau aku repotin," tutur Sekar. Gilang baru saja pulang. Dia harus membawa pakaian kotor Sekar yang dikenakan saat bersalin. Pria itu pun juga harus mencucinya, karena noda darah tak mungkin membiarkan hingga mereka pulang dari rumah sakit. Untungnya, jarak rumah dan rumah sakit tak terlalu jauh. Sehingga memungkinkan untuk pulang pergi. Lagi pula, Gilang juga harus mengubur ari-ari. "Itu sudah kewajibanku. Ingat, kita sekarang bukan Sekar dan Gilang yang kemarin. Kita sudah jadi orang tua. Kita harus bisa jadi panutan anak-anak kita nanti." Sekar mengerutkan dahi. Tumben Gilang bicara serius dengannya. Meski sebenarnya itu tidak asing bagi Sekar. Saat SMA dulu, Gilang meski usia terbilang muda, namun pemi

DMCA.com Protection Status