Beranda / Romansa / Menikah dengan Sahabat / 4. Berdua di Rumah Baru

Share

4. Berdua di Rumah Baru

Penulis: Larasati Hasu
last update Terakhir Diperbarui: 2021-07-22 17:15:07

"Ma, masak apa?" tanya Dita yang baru saja melarikan diri dari godaan Radit di depan kamar.

"Loh, kamu ngapain ke sini?" tanya Bu Meri.

"Dita laper."

"Mandi dulu sana. Nanti kalau sarapannya udah siap Mama panggil. Sekalian Radit juga."

"Dita mau bantuin Mama masak aja, biar cepat," kilah Dita. Alasan utamanya adalah ingin menghindari Radit.

"Mandi sana! Pengantin baru kok jam segini belum mandi?" kata Mama Radit yang bergabung dengan Bu Meri di dapur.

"Jangan lupa keramas ya, kak!" goda Dito seraya duduk santai di kursi sambil meneguk susu.

"Apaan, lo? Anak kecil!" Dita melempar sebutir bawang merah ke arah adiknya. Beruntung, remaja itu berhasil menghindar.

"Cie, pipinya merah …," goda Dito lagi tanpa menghiraukan lemparan bawang barusan. Ada kesenangan tersendiri bagi remaja SMA itu melihat ekspresi marah sang kakak.

"Diem, lo! Huh!" Dita menggerutu seraya melangkah lebar menuju kamar. Sementara tiga orang di dapur tertawa melihat tingkahnya.

'Si Radit ngapain lagi belum keluar? Awas kalau macem-macem!' batinnya.

Dita membuka pintu. Mendapati kamar kosong dan ranjang dengan susunan bantal dan seprai yang sudah rapi.

"Di mana Radit? Rajin banget dia beresin kamar," tanyanya pada diri sendiri. Ia mengambil handuk dan membuka pintu kamar mandi yang berada di dalam kamarnya.

Cklek!

Kedua mata Dita membulat sempurna melihat pemandangan di dalam kamar mandi. Sesosok tubuh atletis berdiri membelakangi pintu. Punggung lebar dan lengan kekar yang selama ini tertutup itu terpampang nyata di depan mata. Dalam hitungan detik, lelaki itu menoleh ke arahnya.

"Aaa …!" teriak Radit dan Dita bersamaan.

Refleks Dita membanting pintu kamar mandi. Menutup wajah dengan kedua tangan. Berlari ke pintu kamar. Hendak membuka pintu, tetapi terhenti. Otaknya langsung teringat kepada tiga orang yang berada di dapur. Ia tak ingin orang tua mereka curiga.

Dita memejamkan mata rapat-rapat. Menarik napas dalam, mengembuskan perlahan. Ia ketuk kepalanya berkali-kali. Lalu berjalan mondar-mandir dalam kamar. Kedua manik hitamnya menangkap sesuatu yang dapat menyembunyikan diri dari Radit.

Ia tarik selimut tebal yang telah tertata rapi di ranjang. Duduk menekuk lutut di lantai dekat nakas, lalu menutup tubuh dengan selimut. Berharap Radit tak menemukannya. Ia merasa begitu malu untuk berhadapan dengan lelaki itu, setelah melihat tubuh polos yang membuat wajahnya terasa panas.

Radit buru-buru menyelesaikan mandinya. Membalutkan handuk di pinggang. Ia tatap wajah yang masih basah itu di cermin, merona.

"Aish!" Ia mendesis kesal. Mengusap-usap wajah dengan cepat. Radit berjalan ke pintu, membuka pintu kamar mandi perlahan. Kepalanya menyembul keluar, ia edarkan pandangan ke seluruh sudut kamar.

'Ke mana dia? Keluar? Bagus, deh. Aku aman!' pikirnya. Ia menghela napas lega. Meski telah menikah dan beberapa kali menggoda Dita pagi ini, tetapi lelaki itu merasa belum siap dengan peristiwa yang ia anggap memalukan.

Radit berdiri di depan lemari untuk mengambil pakaian. Belum sempat ia membuka pintu, dari kaca besar yang menempel di sana, terlihat sesuatu yang aneh di belakangnya.

'Selimut?' barin Radit heran. Kemudian menyeringai.

Ia melangkah perlahan mendekati buntalan selimut. Menariknya juga perlahan. Terlihat bergetar. Tampak rambut wanita dari atas.

Radit tersenyum geli. Ia tahu pasti tingkah konyol istrinya. Timbul niat untuk mengerjai Dita.

Ia berdiri di hadapan selimut yang membungkus tubuh Dita. Masih dengan tubuh hanya berbalut handuk. Membungkuk ke arahnya, kemudian memutar-mutar telunjuk tepat di kepala sang istri.

Perlahan Dita mengangkat kepala. Kemudian ….

"Baa …!" Radit berdiri mengejutkannya.

"Aaa …!" teriak Dita, terkejut. Ia kembali menutup kepalanya dengan selimut.

Radit tak mampu lagi menahan tawa. Ia terpingkal hingga membuat lilitan handuknya terlepas. Beruntung, Dita masih berada dalam selimut. Ia segera melilit kembali handuk di pinggangnya.

"Buka, dong, istriku …," goda Radit dengan suara manja.

"Mesum! Pergi gak, lo?!" teriak Dita dari persembunyiannya.

"Gak mau. Kita kan belum ehem-ehem tadi malam." Radit menahan tawa dengan menutup mulutnya.

"Mesum gila! Buruan pake baju!" umpat Dita. Jantungnya berdetak tak karuan.

"Pakein, dong …." Radit terpingkal dengan tetap menutup mulut dan memegang perut dengan tangan satunya.

"Radiiit …! Sarap, lo, ya!" Dita frustrasi. Tangisnya nyaris pecah. Ingin rasanya ia menendang bagian vital Radit sekuatnya.

"Begini ternyata rasanya punya istri polos," ucap Radit. Membungkuk dan mengelus lembut kepala sang istri yang masih terbungkus selimut. 

Napas Dita memburu. Ia sudah tidak sabar lagi menghadapi kelakuan Radit. Dengan gerakan cepat ia bangkit, berniat lari dari kamar. Namun sayang, kepalanya jistru menghantam wajah lelaki itu. Tepat mengenai hidung.

"Ak!" Radit mundur seketika seraya memegangi hidungnya. Perih.

"Radit! Lo gak apa-apa?" tanya Dita panik. Cairan kental berwarna merah mulai mengalir dari hidung mancung Radit. Ia mendekat, memeriksa kondisi hidung sang suami.

Dita meringis. "Berdarah … gue gak sengaja, Dit," ucapnya sambil memegang hidung Radit.

"Jangan dipencet. Tambah sakit!" Radit menepis pelan tangan Dita dari hidungnya. 

"Maafin gue …." Dita segera mengambil tisu di atas nakas. Perlahan membersihkan darah di hidung lelaki bertubuh atletis di hadapannya. Dita tak berani menunduk. Ia terus menatap ke atas, menghindari pemandangan dari dada bidang milik sang suami.

Posisi keduanya yang begitu dekat kembali menciptakan debaran dalam diri Radit. Hasrat lelaki sekaligus seorang suami mendadak muncul. Ia menahan tangan Dita yang sedang membersihkan hidungnya. Jika diteruskan, ia takut akan kehilangan kendali.

Dita menatap heran pada Radit yang menahan tangannya. Menatap dirinya begitu lekat. Seolah ia adalah mangsa yang siap diterkam.

"Biar gue aja," ucap Radit pelan lalu berbalik membelakangi Dita. Segera memakai kaus yang ia ambil sembarang dari lemari.

Dita terpaku. Menatap punggung lebar lelaki itu. Wajah Radit yang semula penuh tawa, kini berubah menjadi serius. Ada ekspresi yang tak dapat diartikan olehnya.

Radit membawa celana ke kamar mandi dan memakainya di sana. Meninggalkan Dita yang masih terpaku tak percaya.

Wanita lugu itu masih bergeming di tempatnya. Tidak menyadari apa yang membuat suasana hati Radit berubah secepat kilat. 'Radit marah hidungnya berdarah? Tapi, gue kan gak sengaja.' batinnya. Berusaha menerka apa yang ada di pikiran lelaki itu.

Tak lama, Radit keluar dari kamar mandi. Berjalan mendekati Dita. "Buruan mandi. Kita sarapan bareng," pintanya dan berlalu meninggalkan sang istri seorang diri.

Dita hanya bisa melongo melihat sikap Radit.

"Radit kenapa, sih? Moodnya gampang banget berubah," gumam Dita.

Di depan kamar, Radit menarik napas dalam-dalam. Berusaha menetralisir gejolak yang masih bertengger di dada. Ia harus berperang melawan diri sendiri. Hingga Dita mau membuka hati dan menganggapnya sebagai seorang suami. Meski entah kapan ….

***

Dita menghampiri Radit di ruang makan. Orang tua, mertua, juga Dito telah menunggunya di sana. Ia menarik kursi di sebelah lelaki yang kini telah menjadi suami. Sebuah senyuman hangat dari lelaki itu menyambut kehadirannya. Berbeda sekali dengan ekspresi ketika Radit meninggalkan kamar.

Dengan cekatan Radit mengambilkan nasi dan lauk pauk ke piring Dita. Wanita cantik itu hanya terperangah melihat sikapnya yang seolah begitu memanjakan sangvistri. Sandiwara yang sangat baik di depan orang tua mereka.

"Sarapan yang banyak, Sayang. Biar kuat," kata Radit. Tak lupa senyum manis ia lemparkan pada Dita.

'Biar kuat? Maksudnya?' tanya Dita dalam hati. Meski di depan Radit dan keluarga ia mengangguk, tetapi dibayangannya melintas hal-hal yang dilakukan oleh sepasang pengantin baru pada umumnya. Dita berusaha menepis dugaan. Ia tak ingin pikirannya terkontaminasi oleh pikiran mesum Radit.

"Oh ya, Pa, Ma, hari ini Radit dan Dita akan mulai pindah ke rumah sendiri," ucap Radit kemudian.

Dita menoleh ke arah sang suami. Ia merasa Radit mengambil keputusan sepihak, tanpa membicarakan dulu kepadanya. Keputusan itu terasa sangat tiba-tiba. Dita belum siap tinggal berdua saja dengan Radit.

"Cepat sekali. Baru juga nikah kemarin," kata Bu Meri.

"Iya, Ma, maaf," jawab Radit singkat.

"Ya udah, nanti kami bantu pindahan," kata Pak Indra.

"Gak usah, Pa. Kami cukup bawa baju aja. Semua peralatan rumah tangga udah lengkap di sana."

Lagi, Dita mendelik pada Radit. Ia bahkan tidak tahu apa pun tentang rumah yang akan mereka tempati.

Radit membalas tatapan Dita dengan senyum. Mengelus lembut kepalanya dan berkata, "Mau makan sendiri atau kusuapin?"

"Ciee … mau disuapin!" celetuk Dito.

"Apaan, sih, anak kecil!" Bibir wanita itu manyun. Rasa penasaran, kesal, semua menyatu di hatinya. Ia langsung memasukkan makanan ke dalam mulut. Mengunyah dengan cepat.

Radit hanya tertawa kecil melihat tingkah istri dan adik iparnya yang setiap hari selalu seperti itu. Tingkah kakak dan adik yang penuh warna. Juga wajah menggemaskan Dita yang tak pernah bisa menyembunyikan emosi yang sedang melanda. 

***

Mobil hitam yang dikendarai Radit kini menepi di halaman sebuah rumah. Taman depan yang cukup luas dan asri. Terdapat beberapa jenis tumbuhan dan kolam ikan yang tak begitu besar.

Radit segera turun dari mobil. Membuka pintu untuk sang istri.

"Silakan, Tuan Putri. Selamat datang di rumah kita," ucapnya dengan gaya bak seorang pelayan.

Dita mengedarkan pandangan ke seluruh sudut taman. Indah, asri, dan terlihat begitu nyaman. Sebuah rumah bercat biru langit di bagian depan. Dua pilar kukuh menyangga di serambi. Terdapat kursi panjang yang siap diduduki untuk menikmati indahnya suasana sore hari.

"Gimana menurut lo, Ta?" tanya Radit.

"Rumah ini lo beli jadi atau bangun dari awal, Dit?" Dita malah balik bertanya.

"Bangun. Lo kurang suka?"

Dita menggeleng.

"Asri, nyaman. Gue suka banget," jawab Dita. Lengkung senyum membuat keindahan di wajahnya semakin terpancar.

"Syukurlah kalau lo suka. Ayo masuk," ajak Radit sambil membawa dua koper miliknya dan Dita.

Dita mengikuti Radit dari belakang. Memasuki rumah bercat putih dan krem di bagian dalam. Terdapat tiga kamar di rumah itu. Satu kamar yang lebih luas dari lainnya, serta memiliki kamar mandi di dalam. Sebuah ruang tamu, ruang keluarga, juga dapur.

Radit mengajak Dita melihat seluruh ruangan yang tidak terlalu luas itu. Terdapat alat-alat rumah tangga yang terlihat masih baru. Televisi, sofa, lemari es, meja makan, kompor, serta peralatan lainnya. Lemari pakaian dan juga dua buah tempat tidur di kamar utama dan satu kamar lainnya 

"Dit, kapan lo beli semua barang-barang ini?" tanya Dita penasaran. Cukup lengkap dan semuanya masih baru.

"Minggu kemarin."

"What? Kenapa gak beli sebagian aja? Kan sebagiannya bisa gue beli."

"Ta, meski pernikahan kita pura-pura. Tetep aja status gue itu suami lo. Semua kebutuhan lo jadi tanggung jawab gue. Selama gue mampu, gue bakal belikan buat lo," jelas Radit. Ucapannya membuat Dita kehilangan kata-kata.

"Gak usah terharu gitu, ah. Gue emang baik orangnya," kata Radit memecah kesunyian.

"Ih, pede lo gak luntur ya dikit pun!" Dita menjulurkan lidah, meledek Radit. 

"Haha … lo gemesin banget sih, Ta kalau kayak tadi. Coba melet lagi? Biar gue cipok!"

"Kayaknya otak lo mesum banget ya semenjak kita nikah? Atau jangan-jangan lo punya pikiran kotor ke gue udah dari dulu?"

"Ada makanan lezat dan halal di depan mata, gak boleh disia-siain, kan? Apalagi gak ada siapa-siapa di sini," ucap Radit. Mendekati Dita perlahan. Ia lemparkan senyum yang menggoda. Kerlingan matanya membuat wanita itu merasa diri sedang terancam.

Radit semakin mendekat, membuat Dita terpojok di dinding. Terkunci oleh kedua lengan kukuhnya. Wajah tampan itu semakin dekat ke wajah Dita yang tampak tegang. Memajukan bibir ke arah bibir ranum sang istri. Semakin dekat dan ….

'Pluk!' 

Telapak tangan Dita menempel tepat di bibirnya.

"Radit menghela napas. "Yaah, gagal lagi," keluhnya.

Dita mendorong tubuh Radit dengan cepat.

"Awas aja lo macem-macem sama gue!" ancam Dita.

"Au … takuut," ejek Radit, menurukan gaya centil remaja putri dengan merapatkan kedua tangan di dada.

Dita melengos. Tak ingin melayani keusilan Radit.

Lelaki itu tertawa kecil, lalu berjalan menuju kamar utama. Dita mengekor di belakangnya.

"Ini kamar lo. Gue tidur di kamar sebelah." Radit memberikan koper Dita, lalu berjalan menuju kamar lainnya.

"Dit," panggil Dita. Membuat lelaki itu menghentikan langkah dan menoleh ke belakang.

"Ya?"

"Thanks for all."

Radit tersenyum. Sesaat menatap lekat ke manik hitam Dita. Kemudian memasuki kamarnya sendiri.

***

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Enisensi Klara
Bagus ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Menikah dengan Sahabat   5. Ditinggal Tugas

    Perut Dita terasa keroncongan. Setelah lelah membereskan pakaiannya ke dalam lemari sore tadi, ia tertidur hingga pukul tujuh malam. Segera mandi dan menemui Radit yang sedang menonton televisi."Dit, keluar, yuk. Gue laper," ajak Dita."Sama, gue juga laper. Nungguin lo dari tadi molor mulu," jawab Radit."Ya udah, ayo!"Bukannya keluar rumah, Radit malah berjalan ke arah dapur"Ngapain ke dapur? Kita kan gak ada bahan makanan buat dimasak.""Emang lo bisa masak?" tanya Radit."Masak nasi. Hehe," jawab Dita cengengesan.Radit mengacak rambut sang istri dan tersenyum. Lalu kembali melangkah ke dapur."Taraaa!" ucap Radit seraya menunjukkan makanan yang sudah t

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-22
  • Menikah dengan Sahabat   Bertemu Cinta Lama

    Dita mengempaskan tubuhnya yang lelah di kasur setelah berbelanja berbagai macam sayur dan ikan juga memasak bersama kedua wanita yang ia panggil Mama. Ia tak menyangka kedua mamanya akan datang. Niatnya yang tadi ingin membeli pakaian dan sepatunya, malah jadi aneka bahan masakan yang memenuhi lemari esnya. Ia tak tahu akan jadi apa bahan makanan tersebut, sementara ia hanya seorang diri di rumah itu.Memikirkan itu, Dita jadi teringat akan hadiah bulan madu yang akan diberikan oleh orang tua mereka. Pikirannya mulai berkelana, membayangkan Radit dengan genit menggodanya. Dita pun menggeleng-geleng cepat untuk menghalau pikiran tersebut.“Honeymoon? Oh My God! Bikin gue merinding aja!” Dita menepuk-nepuk pipinya, lalu menutup matanya untuk menjemput mimpi siang ini.Tak lama, sebuah notifikasi di ponselnya muncul. Dengan mata berat menahan kantuk, Dita membuka pesan di sebuah

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-25
  • Menikah dengan Sahabat   7. Kemunculan Arya

    Ponsel Dita kembali berdering untuk kedua kalinya. Kali ini, Dita menolak panggilan tersebut dan mengaktifkan mode pesawat di ponselnya. Ia sedang tak ingin berdebat atau pun mendengar candaan dari sahabat sekaligus suaminya itu.Hatinya dirundung duka melihat lelaki yang dicinta sedang ditimpa musibah. Ingin sekali ia mengusap air mata di pipi lelaki itu, tetapi Dita masih sadar bahwa itu tak mungkin di lakukannya. Ia pun menghapus air matanya sendiri hingga merasa benar-benar tak meninggalkan bekas di pipi. Ketika berbalik dan hendak melangkah ke dalam rumah Danu, Dita dikejutkan dengan satu sosok lelaki yang selama ini ia benci.“Arya?” ucap Dita spontan kala lelaki itu berdiri tepat di hadapannya.“Lo kaget banget ngeliat gue. Kayak ngeliat hantu,” kata Arya yang tak beranjak dari tempatnya berdiri.

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-25
  • Menikah dengan Sahabat   8. Surprise

    Seminggu sudah Dita menjalani hari sebagai istri pura-pura. Selama itu pula ia menghabiskan waktunya yang membosankan di rumah Radit sendirian. Membosankan kala Radit sedang bekerja, tetapi menjengkelkan saat Radit meneleponnya. Dita tak punya tujuan untuk keluar rumah dan enggan pergi sendirian. Seperti orang bodoh, batinnya jika tak ada teman untuk sekadar berkeliling mal. Sedang ia tak mungkin mengajak rekan kerja karena sudah izin cuti dengan alasan keluar kota.Sedangkan Radit tak pernah absen menghabiskan waktu istirahat kerja dan sebelum tidur dengan menggoda Dita, baik lewat panggilan suara maupun panggilan video. Hari ini hari terakhir ia di Semarang. Rencananya Radit akan kembali ke Jakarta esok pagi.Sore ini pun, ketika Dita sedang mandi, Radit kembali meneleponnya. Ponselnya berdering berkali-kali sampai ia selesai mandi dan mengangkatnya."Lagi ngapain, Ta?""Baru siap mandi. Tumben lo nelepon sore-sore?"&nb

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-25
  • Menikah dengan Sahabat   9. Ratu Elisabeth Seratus

    "Ngapain nyuri-nyuri kalau bisa terang-terangan? Yuuk? Gue udah gak sabar." Radit tersenyum manis dan mengerling. Ia lantas membuka jaketnya yang sedari tadi masih melekat di badan.Dita melotot. Apa yang Radit ucapkan dan lakukan benar-benar horor, membuatnya merinding. Ia lantas mengambil bantal dan mmemukukannya berkali-kali ke tubuh Radit."Ampun, Ta. Ampun!" teriak Radit diiringi tawa sambil tetap menangkis pukulan bantal Dita.Dita yang kesal terus saja memukul hingga Radit berada di depan kamarnya.Napas Dita memburu dengan mimik wajah yang sangat kesal. Sementara, Radit masih saja tertawa.Dita menutup pintu dan segera menguncinya. "Nyebeliiin!" pekiknya.Radit yang mendengar dari depan kamar semakin tertawa tanpa beranjak dari tempatnya.Dita mengambil jaket radit di ranjang dan membuka pintu. Radit yang masih berdiri di depan kamar lantas tersenyum.

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-25
  • Menikah dengan Sahabat   10. Sandiwara

    "Gak cukup cuma ucapan terima kasih. Gue mau ...." Wajah Radit semakin mendekat. Bibirnya nyaris menyentuh bibir Dita. Semakin dekat dan ....‘Bugh!’ Dita menghantamkan keningnya ke kening Radit.“Aak!” Radit meringis. Dita segera bangkit dari pangkuannya.“Sukurin!” Dita langsung berlari ke depan kompor dan mengaduk supnya yang nyaris saja ia lupakan.“Gagal maning ... gagal maning, Son!”Dita pura-pura tak mendengar dan terus mengaduk sup. Ia merasakan ada sesuatu yang berdesir di dadanya. Belum sempat Dita menguasai gejolak yang tak ia pahami, tiba-tiba Radit menariknya pelan hingga mereka berhadapan.Tanpa kata, Radit memakaikan celemek dari kepala Dita, lalu mengikatkan tali di belakang pinggangnya hingga posis

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-25
  • Menikah dengan Sahabat   11. Satu Kamar

    “APA?!” Pekik Radit dan Dita bersamaan. Sangking terkejutnya, Radit sampai mengempaskan begitu saja kaki Dita hingga wanita di sampingnya itu nyaris terjatuh.“Kamu gak apa-apa, Ta?” tanya Radit.Dita mencebik dan menatapnya jengkel.“Kalian kenapa kaget gitu?” tanya Bu Meri yang heran melihat sikap anak dan menantunya saat ia bilang akan tidur di sini.“E-eh, enggak, kok, Ma. Cuma … Mama kok gak bilang mau tidur di sini. Mama, Papa, dan Dito apa udah bawa pakaian?” tanya Dita.“Udah. Tuh di mobil,” jawab Bu Meri.Dita dan Radit saling berpandangan. Mereka panik. Takut ketahuan kalau Radit dan Dita tidak tidur satu kamar. Bahkan, bisa ketahuan sandiwara yang mereka lakoni. Sebab, semua barang-bara

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-25
  • Menikah dengan Sahabat   12. Cinta Itu Apa?

    Dita memperhatikan wajah Radit yang tampak sudah tertidur. Ada banyak tanya yang berkecamuk di dadanya. Perubahan sikap Radit yang signifikan sejak mereka menikah membuat Dita merasa serba salah. Ingin ia bertanya, ada apa dengan Radit sebenarnya. Namun, separuh hatinya menolak. Entah mengapa, Dita tak mengerti.‘Apa lo lagi ada masalah di kantor, Dit?’ pikirnya. Perkiraannya kini mengarah pada hasil audit Radit, yang mungkin saja ditemukan beberapa masalah dalam laporan keuangan perusahaan tempat mereka bekerja.‘Gue siap jadi tempat curhat lo, Dit,’ batinnya.Dita terus menatap Radit dan berusaha menerka apa yang sedang dialami lelaki yang berbaring di sampingnya itu. Namun, tiba-tiba Radit mengangkat kepalanya dan mendekat ke wajah Dita.“Gue gak bisa tidur kalau lo liatin terus.”

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-25

Bab terbaru

  • Menikah dengan Sahabat   38. Salah Usap

    “Dita?” Radit bergegas keluar ruangan dan menghampiri istrinya yang tampak terkejut dengan kejadian barusan.“Aku udah taruh makan siang kamu di meja,” ucap Dita dengan mencoba untuk bersikap biasa. Namun, dari raut wajahnya masih tampak emosi yang sulit diartikan oleh Radit.“Kita makan bareng, ya?” ajak Radit. Ia yakin bahwa istrinya telah salah paham padanya.“Enggak. Aku mau langsung pulang aja.” Dita mencoba tersenyum meski hatinya ingin menangis melihat suaminya sangat dekat dengan wanita lain.“Mbak Dita.” Tiara yang mengerti bahwa telah terjadi kesalahpahaman pun akhirnya keluar ruangan dan menghampiri sepasang suami istri itu.“Maaf, Mbak. Jangan salah pah—““Enggak. Tena

  • Menikah dengan Sahabat   37. Kesalahpahaman

    “Sayang, kamu gak apa-apa?”Dita menggeleng lemah setelah membersihkan mulutnya. “Rada pusing aja.”Radit memapahnya keluar kamar mandi.“Aku mau istirahat di kamar.”“Ya udah. Nanti aku bawakan sarapan kamu ke kamar.” Radit pun menuntun Dita ke kamar mereka.“Mama, Papa, maaf. Gak bisa ikut sarapan bareng,” ucap Radit.Orang tuanya tersenyum dan mengangguk.Di kamar, Radit membantu Dita berbaring. Ia memberikan air minum yang tersedia di meja di dekat kasur untuk Dita.“Kamu mau sarapan, Sayang?” tanya Radit setelah menaruh kembali gelas ke tempatnya.Dita menggeleng. “Aku lagi gak nafsu

  • Menikah dengan Sahabat   36. Resepsi

    Dita berbaring di kamarnya, kamar yang selalu ia tempati sebelum menikah. Ruangan itu kini telah disulap menjadi kamar pengantin bernuansa putih, dengan bunga-bunga di setiap sudutnya. Hatinya berdebar-debar menanti esok tiba, juga luahan rindu yang tiada tara.Sudah dua hari ini ia tidak bisa bertemu dengan Radit, sang kekasih yang akan ia kenalkan pada dunia esok hari sebagai seorang suami. Keluarga mereka melarang keduanya bertemu dua hari sebelum resepsi. Bahkan, mamanya Dita menyita ponsel sang anak agar tidak bisa menghubungi Radit.“Biar seperti pengantin baru lagi, biar rindu,” ujar Bu Meri kala itu.Kini, Dita benar-benar dilanda perasaan tersebut. Demam rindu yang begitu besar terhadap sosok lelaki yang selama ini berada di sisinya. Sangat berbeda kala Radit meninggalkannya selama seminggu ke Semarang, saat lelaki itu baru sehari melakuka

  • Menikah dengan Sahabat   35. Bicara Soal Anak

    “Habis ini kita langsung pulang, ya,” goda dengan mengedipkan sebelah matanya.“Bukannya mau ke rumah Mama?”Radit mendesah. “Yah, gagal deh.”“Kayak malam gak bisa aja!”“Kamu sih menggoda banget. Aku kan jadi gak sabar.” Radit mencubit gemas hidung Dita.“Luntur deh make up ku. Buruan ah kancingin. Tukang fotonya dah nunggu tuh!” protes Dita.Radit pun menaikkan ritsleting gaun Dita. Ia lalu memutar tubuh istrinya ke kanan dan kiri.“Kenapa, sih? Udah buruan.”Radit menahan Dita yang hendak keluar kamar ganti.“Tunggu! Ganti aja nih baju,” ucapnya.

  • Menikah dengan Sahabat   34. Tak Disangka

    Radit meringis saat Dita menyentuh luka di wajahnya.“Sakit?” tanya Dita lembut.Radit mengangguk.“Emangnya waktu pukul-pukulan tadi gak sakit?”Kali ini Radit menggeleng.Gemas, Dita menekan luka di pelipis lelaki itu.“Aw! Kenapa sih?”“Kenapa harus pukul-pukulan coba? Bonyok kan nih muka!” geram Dita.“Gak laki kalau gak mukul,” jawab Radit asal.“Kalimat apaan, tuh!”“Kamu gak suka aku kasar atau gak suka aku mukulin Danu?” Pelan, Radit mendekatkan wajahnya dan menatap intens kedua bola mata Dita.

  • Menikah dengan Sahabat   33. Pengakuan Mengejutkan

    “Kalian di sini juga?”“Kak Danu?” Dita tampak bingung dengan kehadiran sosok lelaki itu. Berbeda dengan Radit yang justru memperhatikan lelaki yang berdiri di samping mejanya dari ujung kepala hingga kaki.“Apa maksudnya ‘juga’?’ tanya Dita dalam hati.“Apa ... Arya yang meminta kalian ke sini?” tanya Danu kemudian.Dita mengangguk, tetapi raut tanya tak hilang dari wajah cantiknya.“Kalau begitu, boleh saya tunggu dia di sini sama kalian?”Dita memandang Radit. Ia takut Radit akan cemburu seperti sebelumnya.“Dita, sini.” Radit meminta Dita duduk di sampingnya. Lalu, dengan kode matanya, ia menyuruh Danu duduk di hadapan mereka.

  • Menikah dengan Sahabat   32. Siapa?

    Dita mendekatkan wajahnya hingga berjarak beberapa senti saja dengan wajah Radit.“Kamu beneran amnesia atau cuma ngerjain aku?” tanyanya curiga.Tiba-tiba Radit menarik kepalanya hingga wajah mereka bersentuhan. Dita yang terkejut berusaha mengangkat kepala, tetapi Radit justru menekannya lebih kuat dan terus menghujani bibirnya dengan ciuman.Radit akhirnya melepaskan Dita setelah wanita itu tampak sulit bernapas.“Kamu ngerjain aku lagi ya!” Dita mengusap kasar mulutnya. Napasnya masih terengah-engah.“Aku cuma mau buktiin kalau kamu emang beneran istriku,” jawab Radit dengan santainya.“Kamu nyebelin banget siiih! Gak usah pura-pura amnesia kalau cuma mau nyium aku!”“Kenap

  • Menikah dengan Sahabat   31. Mendadak Amnesia

    “Maaf untuk semuanya. Semua kesalahan dan kebodohanku selama ini,” lirih Dita. Tangannya berhenti mengusap keringat di wajah Radit.“Maaf ya udah nyinggung kamu,” balas Radit.Keduanya kini saling melempar senyum. Dita kembali mengusap keringat yang terus bercucuran di kening Radit. Tanpa sadar, ia terpesona dengan sosok Radit yang tengah mengganti ban.“Suka ngeliat aku berkeringat?” tanya Radit tiba-tiba, membuat Dita tersadar dan malu karena ketahuan menatap lelaki itu tanpa berkedip.“Eh, a-anu, aku ke mobil dulu. Di sini panas,” ucap Dita gugup. Ia hendak berdiri, tetapi Radit menahan tangannya.“Sesekali, ikutlah olah raga denganku.”Dita mengangguk.Radit tersenyum

  • Menikah dengan Sahabat   30. Teror

    “Yaah, napa gak sepuluh menit lagi aja sih sampainya?” keluh Radit yang sudah bersiap menyelam di lautan cinta bersama sang istri. Ia yang masih mengenakan celana panjangnya sejak semalam, lantas memakai kaus dan menuju ke pintu depan.Dita tertawa geli melihat ekspresi Radit yang gagal ‘sarapan' di kasur pagi ini. Ia pun segera mengenakan pakaian dan mengambil lingerie untuk segera dimasukkan ke mesin cuci.Di depan, Radit tampak bingung setelah membuka pintu. Tak ada sesiapa pun di sana. Namun, ada sebuah kotak berukuran sebesar kotak sepatu yang tergeletak di teras rumahnya.“Siapa yang naruh ini di sini?” gumam Radit.“Mana buburnya?” tanya Dita yang menghampirinya di pintu depan.“Gak ada. Tapi ada ini.” Radit mengambil kotak tersebut.

DMCA.com Protection Status