Indi mengembuskan napasnya kemudian membuka amlpop tersebut dan mengeluarkan surat tersebut di dalamnya.‘Untuk anakku satu-satunya yang paling cantik dan baik hati.’Indi tersenyum lirih melihat ucapan pembuka yang begitu manis. Ia kemudian melanjutkan bacaannya dan ingin tahu apa yang telah disembunyikan oleh Wijaya darinya.‘Indi. Sebelumnya Papa mau meminta maaf dan juga mau berterima kasih kepada kamu, Nak. Yang pertama, Papa mau berterima kasih terlebih dahulu karena kamu telah kembali kepada Damian yang telah lama menunggu kamu bahkan sempat hampir putus asa setelah dia dinikahkan dengan Rachel.‘Perlu kamu ketahui. Damian jauh lebih dulu mengenal dan juga mencintai kamu, Sayang. Lebih dari siapa pun pria yang telah menjadi kekasih kamu. Damian adalah orang pertama yang sudah membuat kamu jatuh cinta yang saat itu tidak pernah mau mengenal cinta karena sikap arrogant kamu kepada pria.‘Di setiap saat ketika kamu tidak ada di rumah, Damian sering mendatangi rumah Papa untuk mena
Waktu sudah menunjuk angka sembilan malam. Ayu sudah pulang ke rumahnya dan tidak ada lagi yang berkunjung di hari itu karena semuanya sedang sibuk dengan urusan mereka masing-masing.Tok tok tok!“Permisi! Waktunya minum obat.” Seorang perawat datang sembari membawa obat dan juga segelas air minum.“Tunggu!” Indi menahan perawat itu yang hendak memberikan obat tersebut kepada Damian.“Kenapa, Bu?” tanya perawat tersebut.“Kenapa bukan Dokter Ryan yang memberikan obat ini kepada suami saya? Kalau obatnya palsu, Anda mau saya bunuh sekarang juga?” Indi sangat sensitive bila sudah melihat obat-obatan.“Saya telepon Dokter Ryan dulu!” Indi menghubungi Dokter Ryan untuk mengonfirmasi obat yang dibawa oleh perawat itu.“Halo, Dok. Dokter di mana? Kok yang bawakan obat untuk Damian malah perawat, bukan Dokter? Dokter tahu kan, saya nggak percaya sama semuanya kecuali Dokter Ryan. Kalau nanti mereka kasih obat yang aneh-aneh, memangnya Dokter mau tanggung jawab?” Indi tampak memarahi Dokter
Satu minggu berlalu.Damian sudah diperbolehkan pulang ke rumah setelah menjalani serangkaian pemeriksaan dan perawatan selama satu minggu lamanya.“Damian. Rumah itu, beneran rumah yang dikasih papa kamu atau hanya bohongan saja?” tanya Indi kala teringat bila mereka akan pulang ke rumah.“Sebenarnya bukan. Jangankan beliin rumah, uang buat beli rokok dia aja minta ke aku. So … mau pindah atau tetap di sana? Tapi, aku udah beli rumahnya dan tinggal ditempati saja.”Indi menghela napas panjang kemudian menatap Damian lekat. “Rumah yang kamu beli itu, buat anak kita kelak aja, Damian.”Damian menganggukkan kepalanya. Menuruti perintah sang istri. “Baiklah. Kalau memang tetap ingin tinggal di rumah lama kita.”Indi mengulas senyumnya. Mereka tidak jadi pindah karena ia baru tahu bila rumah tersebut bukanlah rumah pemberian Dipta.Sesampainya di rumah, ia mengerutkan keningnya kala melihat Bi Inah ada di sana.“Aku yang minta dia kerja di sini.”“Ooh!” Indi pun kembali melangkahkan kakin
Manda terdiam sesaat. Hanya menatap Indi dengan pikiran kembali ke masa lalu. Mengingat apa yang belum pernah Damian beri tahu kepadanya.“Elo udah nanya detail, ke Damian? Soalnya kami nggak boleh cerita apa pun ke elo, Ndi. Biar dia aja yang cerita semuanya.”Indi menggeleng pelan. “Hanya kisah cinta kami yang dulu sama-sama bucin. Udah, itu doang. Kami … pernah tidur bareng?”Manda tertawa sembari meringis menatap Indi yang bisa-bisanya bertanya hal itu kepadanya. “Mana gue tahu, Indi. Elo sama Damian tuh go public, tapi nggak tahu gaya pacarannya kayak gimana. Yang gue tahu, kalian sering pergi nonton, belanja, makan bareng, bahkan liburan bareng tapi nggak pernah nginep. Kayaknya nggak ada waktu buat tidur bareng apalagi sampai bercinta. Gue nggak yakin kalau itu. Elo tanya aja ke Damian.”Indi menggeleng pelan. “Nggak berani, gue. Terlalu sensitive dan takutnya malah ke mana-mana. Dan gue ingat, di malam pertama kami, dia sempat nanya ke gue. Siapa yang udah ambil kesucian gue.
Usia pernikahan Damian dan Indi telah memasuki enam bulan.Sudah satu bulan lamanya Damian berdiam diri di rumah menyembuhkan luka bekas operasi di kepalanya. Indi yang berisik dan sangat detail dalam merawat Damian membuat kondisi lelaki itu kini menjadi lebih baik dan sehat seperti semula.“Kamu udah janji bakal bawa aku ke tempat pertama kali kita pacaran. Udah lama banget aku nungguin dan udah kangen liburan, Damian. Sekarang, waktunya manjain aku!” ucap Indi dengan suara manjanya.Damian yang baru saja mandi itu lantas menghampiri Indi yang tengah berdiri di samping tempat tidur.“Aku sudah pesan villa untuk kita bermalam di sana.”“Woaah! Serius, Damian?” Indi tampak antusias.Damian mengangguk kemudian menghampiri istrinya itu. “Iya, Sayang. Dari dua hari yang lalu kamu terus ingetin aku tentang ini. Untuk itu, aku tidak ingin buat kamu kecewa dan kita bisa berangkat jam tiga sore. Supaya bisa lihat sunset di sana.”Indi menoleh ke arah jarum jam di dinding. “Baru jam sepuluh.
Damian menatap Indi dengan dalam. “Masalah apa lagi? Mungkin begitu, ada yang belum aku ketahui tentang Papa. Katakan saja, Sayang.”Indi menatap Damian lekat. “Kamu yakin, tidak tahu menahu atau ada hal yang belum kamu beri tahu ke aku?” tanyanya kemudian.Damian menggelengkan kepalanya pelan. “Apa lagi, ya? Sepertinya aku sudah memberi tahu semuanya ke kamu. Kalau ada yang belum kamu ketahui, mungkin aku akan memberi tahu kamu.”Indi manggut-manggut dengan pelan. “Papa kamu pernah bilang ke aku waktu di rumah sakit minggu lalu.”“Apa yang dia katakan pada kamu, Indi?” tanya Damian ingin tahu.Indi menghela napas panjang seraya menatap Damian lekat. “Sebaiknya kita bahas ini di rumah aja, Damian. Kayaknya kurang pas kalau bahas ini di sini.”Damian pun mengangguk patuh. “Baiklah. Memang sedikit kurang pas kalau membahas hal penting di sini.”Indi mengulas senyumnya lalu menarik tangan Damian untuk mencari keperluan lainnya.“Sayang. Kamu nggak mau beli tespack lagi?” tanya Damian kal
Damian menggenggam tangan Indi membawanya masuk ke dalam villa untuk menuntaskan apa yang harus mereka tuntaskan di sana."Nggak akan ada drama pingsan lagi 'kan, Damian?" tanya Indi setelah mereka tiba di dalam villa.Damian terkekeh pelan lalu menggelengkan kepalanya. "Tidak, Sayang. Aku jamin seratus persen aku sudah sehat dan baik-baik saja." Damian meyakinkan Indi bahwa tidak akan terjadi apa pun saat mereka bercinta nanti.Indi menatap Damian lekat. "Jangan memaksakan diri kalau belum bisa, Damian."Lelaki itu menarik tangan Indi dan menatapnya dengan tatapan lekatnya. "Lihat aku, Indi. Apakah terlihat dari raut wajahku tampak pucat atau lelah? Adakah kamu melihatnya, heum?"Indi terdiam. Hanya menatap Damian lalu menghela napasnya panjang."Oke! Tapi, kalau sekiranya kepala kamu terasa sakit, aku mohon untuk berhenti."Damian menganggukkan kepalanya. "Iya, Sayang. Aku akan berhenti kalau memang tidak bisa diteruskan."Indi mengulas senyumnya. Sama-sama tengah berhasrat, akan te
Perempuan itu kemudian menarik pusaka itu dan memulainya. Melakukan apa yang diminta oleh sang suami kepadanya.“Oouughh … good, Honey!” bisik Damian menikmati sentuhan yang dilakukan oleh Indi kepadanya. “Good, Honey!” pekik Damian sembari membuka tutup matanya, merasakan kenikmatan yang tiada kentara.Indi semakin menggila. Benda asing itu masuk dengan penuh di dalam mulutnya. Dengan suara percikan dari permainan itu terdengar begitu jelas. Damian membuka mulutnya, mengatur napasnya karena tidak bisa bernapas sebab ulah Indi yang membuatnya begitu menggila atas permainan yang dilakukan sang istri.“Sayang … kamu memang luar biasa,” puji Damian kemudian mengulas senyumnya seraya menatap Indi yang masih memainkan pusaka miliknya.Lima menit berlalu. Indi melepaskan pusaka itu dari mulutnya. Lalu mengusap bibir merahnya itu sembari menatap Damian yang masih terbaring sembari mengatur napasnya.“Masih luar biasa, kan? Itu artinya, hormon aku masih ada. Dulu, mungkin karena lihat kondisi
Satu minggu kemudianIndi sudah merasakan mulas yang tidak biasa. Setiap sepuluh menit sekali, la merasakan nyeri itu di perutnya.Waktu sudah menunjuk angka dua pagi. Damian yang baru masuk ke dalam kamar langsung menghampiri Indi yang tengah meringis kesakitan sembari memegang perutnya"Sayang. Damian memegang tangan Indi."Damian kayaknya aku mau lahiran deh. Perut aku sakit banget, lirih Indi lalu meringis kembali."Heeuh?" Damian tampak linglung dan juga panik. Ia kemudian menghubungi sopir untuk membawa mereka ke rumah sakit"Ketuban kamu kayaknya udah pecah juga. Sayang. Kita ke rumah sakit sekarang juga. Damian lalu menggendong tubuh Indi dan membawanya masuk ke dalam mobil"Ke rumah sakit sekarang juga!" titah Damian kepada sopirnya itu.Ia lalu menghubungi Ayu untuk memberi tahu kalau Indi akan melahirkan sekarang juga"Regina. Indi mau lahiran. Tadi gue lihat air ketuban dia udah pecah." Damian menghubungi Regina untuk mempersiapkan ruang persalinan untuk Indi.Oke, oke. Gu
Damian lalu menerima panggilan tersebut meski hatinya sudah was-was khawatir pihak kepolisian tahu siapa yang telah menyebabkan kematian Daniel"Selamat malam, Pak Damian. Mohon maaf telah mengganggu waktu Anda di malam-malam begini," ucap kepala polisi-Iman di seberang sana."Malam. Ada apa ya, Pak?" tanyanya dengan suaranya yang terdengar begitu santai. Padahal jantungnya berirama dengan cukup kencang."Jadi begini, Pak Damian. Kami mendapat laporan dari tetangga sebelah rumah yang ditempati oleh Saudara Daniel dan Pak Pradipta. Ada jasad yang dikubur di belakang rumah. Setelah diidentifikasi, ternyata mayat tersebut adalah Pak Pradipta dengan luka bekas tembak di bagian kepalanya."Kami pun melakukan memeriksa rekaman CCTV di rumah itu, dan yang telah membunuh beliau adalah anaknya sendiri yaitu Saudara Daniel. Untuk itu, besok pagi dimohon untuk membuat laporan pengambilan jenazah agar dimakamkan dengan layak. Juga dengan jasadnya Saudara Daniel yang masih ada di ruang jenazah."D
Indi menerbitkan sentumnya dengan lebar lalu menganggukkan kepalanya. "Yuk! Aku juga kepengen."Damian lantas terkekeh mendengarnya. Ia kemudian menarik tangan Indi dan membawanya masuk ke dalam kamar yang tak jauh dari tempat di mana mereka mengobrol.Setibanya di dalam kamar. Indi memilih untuk membuka bra-nya terlebih dahulu karena bra yang ia kenakan cukup susah dibuka bila selagi bercinta itu akan dilakukan.Sementara Damian membuka jam tangan lalu masuk ke dalam kamar mandi untuk mencuci miliknya terlebih dahulu."Damian memang rajin. Kalau mau bercinta, pasti dicuci dulu." Indi geleng-geleng kepala lalu tersenyum tipis.Sembari menunggu Damian selesai, Indi memilih untuk membuka ponselnya dan memainkannya sebentar.Sampai akhirnya Damian pun masuk kembali ke dalam kamar. Hanya mengenakan handuk yang dia lingkarkan di pinggangnya lalu menghampiri Indi dan menautkan bibirnya dengan lembut. Tangannya menyusup di balik dress yang Indi gunakan. Mengusapi paha mulus Indi dengan lembu
Satu minggu berlaluDamian sudah diperbolehkan pulang setelah kondisinya membaik. Kini, mereka sudah berada di rumah bersama Diego dan juga Manda. Sementara Arnold tengah menyelesaikan masalahnya dengan keluarga besarnya"Ngapain juga lo harus pulang. Minggu depan juga ke rumah sakit lagi. Pan Indi mau lahiran. Udah ngos-ngosan tuh orangnya. Udah gak kuat kayaknya pengen ngeluarin tuh hasil keringat kalian." Diego menunjuk Indi yang tengah duduk menyandar di sandaran sofa.Ia lalu menoleh pada Diego dan mengusapi perut buncitnya itu. "Kayaknya nggak akan sampai seminggu deh. Dua sampai tiga hari juga udah mau bro jol Ini anak. Punggung gue udah kerasa panas soalnya," ucap Indi memprediksi kalau la akan lahiran dalam hitungan hari."Aku akan ambil cuti sampai kamu melahirkan, Sayang. Sesuai janjiku, akan menemani kamu saat lahiran nanti." Damian lalu mengulas senyumnya. Mengusapi perut buncit istrinya dengan lembut."Iya, Damian. Ternyata kamu nggak jadi pengangguran karena papa kamu m
Arnold merelakan jabatan serta statusnya demi menyelamatkan Damian agar jangan sampai diusik oleh keluarganya yang kini sudah mengetahui bila Damian adalah anak kandungnya.Sekali pun Bara tidak pernah keluar dari rumahnya padahal berita itu sudah surut karena permintaan dari Arnold. Sudah satu minggu berlalu, semuanya menjadi normal kembali setelah Arnold menyatakan yang sebenarnya tentang Damian."Jadi, Papa sama istri Papa mau udahan?" tanya Indi sembari menemani mertuanya itu makan siang di kantin rumah sakit.Arnold mengangguk. "Dan Papa tidak perlu harus ke pengadilan lagi. Karena Papa tidak akan mencari pasangan lagi. Selama ini, Papa hanya mencintai mamanya Damian, Kiran. Hanya dia satu-satunya perempuan yang mengisi hidup Papa."Indi manggut-manggut dengan pelan. "Tahu begini mah, kenapa nggak dari dulu, yaa." Indi meringis pelan menahan malu.Arnold terkekeh pelan. "Karena Om Ferdy baru kasih tahu kalau dia ternyata bukan anak kandung dari istrinya Kakek Bara. Makanya Papa t
Damian sudah dipindahkan ke ruang rawat VIP. Banyaknya media yang berdatangan ke rumah sakit untuk meminta penjelasan kepada Damian lantas membuat Indi geram."Hhh! Sialan bener ini media. Nggak tahu aра, kalau ini rumah sakit. Pengen gue bogem satu- satu kayaknya ini orang!"Indi lalu beranjak dari duduknya."Indi, Indi. Indiraaaaa!!" Bahkan Damian tidak mencegah istrinya yang ingin melabrak awak media."Heh!" Indi sudah tidak tahan lagi dan akhirnya keluar dari ruang rawat suaminya itu. "Kalian tahu privasi orang, nggak? Suami saya masih sakit! Nggak bisa diganggu apalagi ditanyakan dengan pertanyaan konyol kalian!"Semua awak media lantas terdiam mendengar Indi yang marah-marah sembari berkacak pinggang sebab kesal."Kalau memang benar suami saya adalah anaknya Pak Arnold, kalian mau apa? Mau ngantre j
Bugh!"Berita konyol apa ini, Arnold? Bahkan sudah tersebar dua hari yang lalu, hanya saja kami baru tahu sekarang! Beritanya baru saja ramai sekarang!" pekik Bara-sang papa yang begitu marah melihat berita tersebut.Arnold hanya diam. la pun bingung kenapa berita itu bisa tersebar dan orang yang menyebarkannya adalah Daniel-orang yang hampir membunuh anaknya itu."Katakan, Arnold!" pekik Bara lagi. "Kamu sudah mencoreng nama baik keluarga kita! Semua orang membicarakan kamu karena hal bodoh yang sudah kamu lakukan ini, Arnold!"Bugh!Sekali lagi, lelaki berusia tujuh puluh lima tahun itu memukul wajah Arnold yang tidak mau berucap sepatah kata pun.Tak lama setelahnya, Lyra-istrinya Arnold yang tak
Dua hari berlaluPerlahan, mata Damian terbuka. la lalu mengedarkan pandangannya di seluruh sudut ruangan tersebut. Hanya terdengar suara dari monitor detak jantungnya saja. Tidak ada suara apa pun di sana.Baru saja Indi masuk ke dalam sana, ia lantas terkejut kala melihat mata Damian yang akhirnya terbuka. Dengan langkah lebarnya, ia kemudian menghampiri Damian dan menggenggam tangannya."Damian. Akhirnya kamu siuman juga," lirih Indi lalu mencium tangan suaminya itu.Damian mengulas senyum tipis. Kondisinya masih sangat lemas belum bisa berucap sepatah kata pun. Hanya menatap Indi yang tengah memanggil Dokter Ryan menggunakan tombol di sana."Lihat kamu udah buka mata kayak gini buat aku lega, Damian. Itu artinya kamu sudah
Hampir dua jam lamanya proses operasi pengambilan peluru yang menancap di dalam perut. Damian akhirnya selesai dilakukan.Damian dibawa ke dalam ruang ICU untuk dilakukan pemulihan pascaoperasi."Proses operasinya berjalan dengan lancar Beruntung, peluru itu tidak masuk ke bagian yang paling dalam. Dalam dua sampai tiga hari, Pak Damian pasti akan sluman," tutur Dokter Ryan menjelaskan kondisi Damian setelah operasiIndi meme jamkan matanya, lega mendengar ucapan Dokter Ryan karena operasi berjalan dengan baik. "Dokter gak bohong, kan? Suami saya tidak mengalami hal yang buruk, kan?" tanya Indi memastikan kembali kepada Dokter Ryan.Pria itu menganggukkan kepalanya dengan yakin. "Tentu saja. Bu Indi. Kami tidak pernah memberikan keterangan palsu bila mengenai kondisi pasien. Pak Damian hanya mengalami kritis pascaoperasi saja.