Damian menatap Indi dengan dalam. “Masalah apa lagi? Mungkin begitu, ada yang belum aku ketahui tentang Papa. Katakan saja, Sayang.”Indi menatap Damian lekat. “Kamu yakin, tidak tahu menahu atau ada hal yang belum kamu beri tahu ke aku?” tanyanya kemudian.Damian menggelengkan kepalanya pelan. “Apa lagi, ya? Sepertinya aku sudah memberi tahu semuanya ke kamu. Kalau ada yang belum kamu ketahui, mungkin aku akan memberi tahu kamu.”Indi manggut-manggut dengan pelan. “Papa kamu pernah bilang ke aku waktu di rumah sakit minggu lalu.”“Apa yang dia katakan pada kamu, Indi?” tanya Damian ingin tahu.Indi menghela napas panjang seraya menatap Damian lekat. “Sebaiknya kita bahas ini di rumah aja, Damian. Kayaknya kurang pas kalau bahas ini di sini.”Damian pun mengangguk patuh. “Baiklah. Memang sedikit kurang pas kalau membahas hal penting di sini.”Indi mengulas senyumnya lalu menarik tangan Damian untuk mencari keperluan lainnya.“Sayang. Kamu nggak mau beli tespack lagi?” tanya Damian kal
Damian menggenggam tangan Indi membawanya masuk ke dalam villa untuk menuntaskan apa yang harus mereka tuntaskan di sana."Nggak akan ada drama pingsan lagi 'kan, Damian?" tanya Indi setelah mereka tiba di dalam villa.Damian terkekeh pelan lalu menggelengkan kepalanya. "Tidak, Sayang. Aku jamin seratus persen aku sudah sehat dan baik-baik saja." Damian meyakinkan Indi bahwa tidak akan terjadi apa pun saat mereka bercinta nanti.Indi menatap Damian lekat. "Jangan memaksakan diri kalau belum bisa, Damian."Lelaki itu menarik tangan Indi dan menatapnya dengan tatapan lekatnya. "Lihat aku, Indi. Apakah terlihat dari raut wajahku tampak pucat atau lelah? Adakah kamu melihatnya, heum?"Indi terdiam. Hanya menatap Damian lalu menghela napasnya panjang."Oke! Tapi, kalau sekiranya kepala kamu terasa sakit, aku mohon untuk berhenti."Damian menganggukkan kepalanya. "Iya, Sayang. Aku akan berhenti kalau memang tidak bisa diteruskan."Indi mengulas senyumnya. Sama-sama tengah berhasrat, akan te
Perempuan itu kemudian menarik pusaka itu dan memulainya. Melakukan apa yang diminta oleh sang suami kepadanya.“Oouughh … good, Honey!” bisik Damian menikmati sentuhan yang dilakukan oleh Indi kepadanya. “Good, Honey!” pekik Damian sembari membuka tutup matanya, merasakan kenikmatan yang tiada kentara.Indi semakin menggila. Benda asing itu masuk dengan penuh di dalam mulutnya. Dengan suara percikan dari permainan itu terdengar begitu jelas. Damian membuka mulutnya, mengatur napasnya karena tidak bisa bernapas sebab ulah Indi yang membuatnya begitu menggila atas permainan yang dilakukan sang istri.“Sayang … kamu memang luar biasa,” puji Damian kemudian mengulas senyumnya seraya menatap Indi yang masih memainkan pusaka miliknya.Lima menit berlalu. Indi melepaskan pusaka itu dari mulutnya. Lalu mengusap bibir merahnya itu sembari menatap Damian yang masih terbaring sembari mengatur napasnya.“Masih luar biasa, kan? Itu artinya, hormon aku masih ada. Dulu, mungkin karena lihat kondisi
Indi menelan saliva pelan kala mendengar ucapan Damian. Lalu menatapnya sembari menghela napasnya pelan.“Indi?” panggil Damian kemudian setelah melihat Indi malah terdiam, bukan menjawab pertanyaannya.“Kita mandi dulu aja. Kayaknya percakapan ini akan panjang dan aku gak bisa kalau ngobrol dalam keadaan polos kayak gini. Perut aku juga lapar. Kamu pesan makanan dulu gih. Sambil nunggu aku selesai mandi. Kamu juga akan mandi dulu, kan?”Damian menghela napasnya lalu mengangguk menuruti perintah dari sang istri. Memesan makan malam terlebih dahulu, sementara Indi pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri terlebih dahulu sebab tubuhnya merasa lengket akibat benih yang menempel di bawah sana dan juga keringat di tubuhnya.Lima belas menit kemudian, Indi sudah selesai membersihkan diri. Ia pun mengenakan kaus kebesaran dan juga celana pendek yang hanya menutupi bokong dan bagian depannya. Lalu duduk di samping Damian yang tengah menatap pemandangan di balik jendela.“Belum datang, mak
“Kamu tahu dari mana, kalau dia bukan papa kandung aku?” tanya Damian datar.Indi menatapnya lekat. “Kamu sudah tahu, kalau dia bukan papa kandung kamu? Atau memang baru kali ini, mendengar kenyataan kalau dia bukan papa kandung kamu?” Indi balik bertanya.Damian tersenyum lirih. Matanya kosong, tak tahu harus menerima kenyataan tersebut atau mencari tahu di mana ayah kandungnya berada kini.“Tapi, terserah kamu kalau kamu tidak percaya. Karena dia sendiri yang bilang begitu ke aku waktu di rumah sakit. Mana mungkin seorang ayah tidak mengakui anaknya sementara kamu adalah sumber uangnya.”Indi memberi piliha kepada Damian untuk percaya atau tidaknya tergantung lelaki itu. Yang jelas, dia sudah memberi tahu bila Dipta bukanlah ayah kandungnya karena Dipta sendiri yang memberi tahu kepada Indi sebab kesal kepada perempuan itu.“Dia ingin memusnahkan aku karena katanya aku adalah pengganggu rencana dia untuk mengambil asset perusahaan milik kamu yang akan dia berikan kepada anaknya, Dan
“Kamu?” Indi menunjuk Damian dengan mulut menganga.Damian menarik ujung tangan Indi dengan pelan lalu menatapnya lagi. “Kenapa? Udah sering juga kita berbuat. Bahkan aku nggak pernah pakai pengaman saat itu.”Indi menelan saliva berat. “Serius? Kok kamu berani banget sampai nggak pakai pengaman?” Indi tampak terkejut mendengar kejujuran Damian.Pria itu mengendikan bahunya. “Mungkin sudah dari dulu, aku bermasalah. Buktinya, kamu nggak hamil-hamil meski aku tembak dari dalam juga. Sengaja sebenarnya. Supaya nanti aku bisa nikahi kamu dan kamu nggak bisa jadi milik orang lain. Tapi, ternyata emang nggak semudah itu.“Apalagi saat itu aku belum tahu kalau kondisi maniku nggak baik. Mana ada berobat atau memeriksakan diri. Hanya tahu, kalau aku sudah menggauli kamu dan menunggu kam
Damian mengambil ponsel tersebut lalu melihat siapa yang tengah menghubunginya. Hanya menatapnya sebab tidak mau menjawab bila ada nomor baru yang menghubunginya, tapi tidak ada konfirmasi melalui pesan tersebut siapa orang tersebut.“Kenapa nggak dijawab? Siapa tahu penting,” ucap Indi kemudian.Damian menggeleng pelan. “Males. Mending tidur sama kamu.”Indi lantas menyunggingkan bibirnya. “Kapan, mulai ngantor?” tanyanya ingin tahu.“Setelah selesai menyenangkan kamu yang sudah dua bulan lamanya ini dengan setia menjaga dan merawat aku dengan baik hingga aku sembuh total. Terbukti sekarang, sehabis bercinta nggak ada drama pingsan lagi.”“Tepatnya kapan, Damian? Aku pengen tahu karena nanti aku mau menyibukkan diri lagi dengan kerjaan aku.”Dam
Tiga hari berlalu ….Indi dan Damian sudah tiba di Jakarta setelah puas berlibur di sebuah pantai di mana mereka menjalin hubungan untuk pertama kalinya.“Mau ke mana lagi kita, Damian?” tanya Indi yang sepertinya tidak ada kata lelah bila sudah merujuk pada liburan.Damian yang tengah membuka kausnya itu lantas menghampiri Indi yang tengah berdiri di samping tempat tidur. “Kita berangkat besok siang. Hari ini aku mau ke kantor dulu, ada urusan mendadak. Tapi, nggak akan lama. Hanya dua sampai tiga jam saja. Kamu bisa packing dulu aja apa yang mau kamu bawa.”Indi mengerucutkan bibirnya lalu menganggukkan kepalanya. “Ya udah. Emang ada urusan apa lagi? Bukannya kamu masih libur?”“Sedikit problem yang nggak bisa diselesaikan oleh Diego, Sayang. Aku harus ke sana sebel
Satu minggu kemudianIndi sudah merasakan mulas yang tidak biasa. Setiap sepuluh menit sekali, la merasakan nyeri itu di perutnya.Waktu sudah menunjuk angka dua pagi. Damian yang baru masuk ke dalam kamar langsung menghampiri Indi yang tengah meringis kesakitan sembari memegang perutnya"Sayang. Damian memegang tangan Indi."Damian kayaknya aku mau lahiran deh. Perut aku sakit banget, lirih Indi lalu meringis kembali."Heeuh?" Damian tampak linglung dan juga panik. Ia kemudian menghubungi sopir untuk membawa mereka ke rumah sakit"Ketuban kamu kayaknya udah pecah juga. Sayang. Kita ke rumah sakit sekarang juga. Damian lalu menggendong tubuh Indi dan membawanya masuk ke dalam mobil"Ke rumah sakit sekarang juga!" titah Damian kepada sopirnya itu.Ia lalu menghubungi Ayu untuk memberi tahu kalau Indi akan melahirkan sekarang juga"Regina. Indi mau lahiran. Tadi gue lihat air ketuban dia udah pecah." Damian menghubungi Regina untuk mempersiapkan ruang persalinan untuk Indi.Oke, oke. Gu
Damian lalu menerima panggilan tersebut meski hatinya sudah was-was khawatir pihak kepolisian tahu siapa yang telah menyebabkan kematian Daniel"Selamat malam, Pak Damian. Mohon maaf telah mengganggu waktu Anda di malam-malam begini," ucap kepala polisi-Iman di seberang sana."Malam. Ada apa ya, Pak?" tanyanya dengan suaranya yang terdengar begitu santai. Padahal jantungnya berirama dengan cukup kencang."Jadi begini, Pak Damian. Kami mendapat laporan dari tetangga sebelah rumah yang ditempati oleh Saudara Daniel dan Pak Pradipta. Ada jasad yang dikubur di belakang rumah. Setelah diidentifikasi, ternyata mayat tersebut adalah Pak Pradipta dengan luka bekas tembak di bagian kepalanya."Kami pun melakukan memeriksa rekaman CCTV di rumah itu, dan yang telah membunuh beliau adalah anaknya sendiri yaitu Saudara Daniel. Untuk itu, besok pagi dimohon untuk membuat laporan pengambilan jenazah agar dimakamkan dengan layak. Juga dengan jasadnya Saudara Daniel yang masih ada di ruang jenazah."D
Indi menerbitkan sentumnya dengan lebar lalu menganggukkan kepalanya. "Yuk! Aku juga kepengen."Damian lantas terkekeh mendengarnya. Ia kemudian menarik tangan Indi dan membawanya masuk ke dalam kamar yang tak jauh dari tempat di mana mereka mengobrol.Setibanya di dalam kamar. Indi memilih untuk membuka bra-nya terlebih dahulu karena bra yang ia kenakan cukup susah dibuka bila selagi bercinta itu akan dilakukan.Sementara Damian membuka jam tangan lalu masuk ke dalam kamar mandi untuk mencuci miliknya terlebih dahulu."Damian memang rajin. Kalau mau bercinta, pasti dicuci dulu." Indi geleng-geleng kepala lalu tersenyum tipis.Sembari menunggu Damian selesai, Indi memilih untuk membuka ponselnya dan memainkannya sebentar.Sampai akhirnya Damian pun masuk kembali ke dalam kamar. Hanya mengenakan handuk yang dia lingkarkan di pinggangnya lalu menghampiri Indi dan menautkan bibirnya dengan lembut. Tangannya menyusup di balik dress yang Indi gunakan. Mengusapi paha mulus Indi dengan lembu
Satu minggu berlaluDamian sudah diperbolehkan pulang setelah kondisinya membaik. Kini, mereka sudah berada di rumah bersama Diego dan juga Manda. Sementara Arnold tengah menyelesaikan masalahnya dengan keluarga besarnya"Ngapain juga lo harus pulang. Minggu depan juga ke rumah sakit lagi. Pan Indi mau lahiran. Udah ngos-ngosan tuh orangnya. Udah gak kuat kayaknya pengen ngeluarin tuh hasil keringat kalian." Diego menunjuk Indi yang tengah duduk menyandar di sandaran sofa.Ia lalu menoleh pada Diego dan mengusapi perut buncitnya itu. "Kayaknya nggak akan sampai seminggu deh. Dua sampai tiga hari juga udah mau bro jol Ini anak. Punggung gue udah kerasa panas soalnya," ucap Indi memprediksi kalau la akan lahiran dalam hitungan hari."Aku akan ambil cuti sampai kamu melahirkan, Sayang. Sesuai janjiku, akan menemani kamu saat lahiran nanti." Damian lalu mengulas senyumnya. Mengusapi perut buncit istrinya dengan lembut."Iya, Damian. Ternyata kamu nggak jadi pengangguran karena papa kamu m
Arnold merelakan jabatan serta statusnya demi menyelamatkan Damian agar jangan sampai diusik oleh keluarganya yang kini sudah mengetahui bila Damian adalah anak kandungnya.Sekali pun Bara tidak pernah keluar dari rumahnya padahal berita itu sudah surut karena permintaan dari Arnold. Sudah satu minggu berlalu, semuanya menjadi normal kembali setelah Arnold menyatakan yang sebenarnya tentang Damian."Jadi, Papa sama istri Papa mau udahan?" tanya Indi sembari menemani mertuanya itu makan siang di kantin rumah sakit.Arnold mengangguk. "Dan Papa tidak perlu harus ke pengadilan lagi. Karena Papa tidak akan mencari pasangan lagi. Selama ini, Papa hanya mencintai mamanya Damian, Kiran. Hanya dia satu-satunya perempuan yang mengisi hidup Papa."Indi manggut-manggut dengan pelan. "Tahu begini mah, kenapa nggak dari dulu, yaa." Indi meringis pelan menahan malu.Arnold terkekeh pelan. "Karena Om Ferdy baru kasih tahu kalau dia ternyata bukan anak kandung dari istrinya Kakek Bara. Makanya Papa t
Damian sudah dipindahkan ke ruang rawat VIP. Banyaknya media yang berdatangan ke rumah sakit untuk meminta penjelasan kepada Damian lantas membuat Indi geram."Hhh! Sialan bener ini media. Nggak tahu aра, kalau ini rumah sakit. Pengen gue bogem satu- satu kayaknya ini orang!"Indi lalu beranjak dari duduknya."Indi, Indi. Indiraaaaa!!" Bahkan Damian tidak mencegah istrinya yang ingin melabrak awak media."Heh!" Indi sudah tidak tahan lagi dan akhirnya keluar dari ruang rawat suaminya itu. "Kalian tahu privasi orang, nggak? Suami saya masih sakit! Nggak bisa diganggu apalagi ditanyakan dengan pertanyaan konyol kalian!"Semua awak media lantas terdiam mendengar Indi yang marah-marah sembari berkacak pinggang sebab kesal."Kalau memang benar suami saya adalah anaknya Pak Arnold, kalian mau apa? Mau ngantre j
Bugh!"Berita konyol apa ini, Arnold? Bahkan sudah tersebar dua hari yang lalu, hanya saja kami baru tahu sekarang! Beritanya baru saja ramai sekarang!" pekik Bara-sang papa yang begitu marah melihat berita tersebut.Arnold hanya diam. la pun bingung kenapa berita itu bisa tersebar dan orang yang menyebarkannya adalah Daniel-orang yang hampir membunuh anaknya itu."Katakan, Arnold!" pekik Bara lagi. "Kamu sudah mencoreng nama baik keluarga kita! Semua orang membicarakan kamu karena hal bodoh yang sudah kamu lakukan ini, Arnold!"Bugh!Sekali lagi, lelaki berusia tujuh puluh lima tahun itu memukul wajah Arnold yang tidak mau berucap sepatah kata pun.Tak lama setelahnya, Lyra-istrinya Arnold yang tak
Dua hari berlaluPerlahan, mata Damian terbuka. la lalu mengedarkan pandangannya di seluruh sudut ruangan tersebut. Hanya terdengar suara dari monitor detak jantungnya saja. Tidak ada suara apa pun di sana.Baru saja Indi masuk ke dalam sana, ia lantas terkejut kala melihat mata Damian yang akhirnya terbuka. Dengan langkah lebarnya, ia kemudian menghampiri Damian dan menggenggam tangannya."Damian. Akhirnya kamu siuman juga," lirih Indi lalu mencium tangan suaminya itu.Damian mengulas senyum tipis. Kondisinya masih sangat lemas belum bisa berucap sepatah kata pun. Hanya menatap Indi yang tengah memanggil Dokter Ryan menggunakan tombol di sana."Lihat kamu udah buka mata kayak gini buat aku lega, Damian. Itu artinya kamu sudah
Hampir dua jam lamanya proses operasi pengambilan peluru yang menancap di dalam perut. Damian akhirnya selesai dilakukan.Damian dibawa ke dalam ruang ICU untuk dilakukan pemulihan pascaoperasi."Proses operasinya berjalan dengan lancar Beruntung, peluru itu tidak masuk ke bagian yang paling dalam. Dalam dua sampai tiga hari, Pak Damian pasti akan sluman," tutur Dokter Ryan menjelaskan kondisi Damian setelah operasiIndi meme jamkan matanya, lega mendengar ucapan Dokter Ryan karena operasi berjalan dengan baik. "Dokter gak bohong, kan? Suami saya tidak mengalami hal yang buruk, kan?" tanya Indi memastikan kembali kepada Dokter Ryan.Pria itu menganggukkan kepalanya dengan yakin. "Tentu saja. Bu Indi. Kami tidak pernah memberikan keterangan palsu bila mengenai kondisi pasien. Pak Damian hanya mengalami kritis pascaoperasi saja.