Rosita menganggukkan kepalanya. "Ya. Sebelum kamu masuk dan melamar kerja menjadi sekretarisnya. Karena saat itu, Justin akan melamarnya di hari ulang tahun mantan kekasihnya itu. Tapi, perempuan itu malah kepincut oleh clien Justin saat pertemuan pertama mereka."Rosita menjelaskan masa lalu Justin yang pernah menjalin hubungan dengan sekretarisnya. Sampai akhirnya, Justin menutup hatinya untuk semua karyawan perempuan yang bekerja di kantornya.Diandra manggut-manggut. Baru saja dia mau bicara, Jasmine dan Kevin masuk ke dalam ruangan itu. Membawa sekotak donnut untuk Diandra.Oleh Jasmine, perempuan itu memberikan donnut itu pada Diandra. "Untuk menemani Mbak Diandra menunggu Pak Justin," ucap Jasmine dengan pelan."Terima kasih, Jasmine," ucapnya sembari mengambil donnut itu di tangan Jasmine. "Sudah malam. Kenapa ke sini?"Jasmine menunjuk Kevin. "Dia yang ajak. Baru jam sembilan juga, Mbak.""Iya sih. Khawatir pulang kemalaman saja. Nggak akan nginep di sini, kan?"Jasmine mengg
Kevin terdiam. Kemudian menggelengkan kepalanya dengan pelan. “Nggak mau, Tante.”“Ya sudah. Jangan pernah menghalangi Tante untuk meminta penjelasan dari anak kurang ajar ini!” skak Rosita kemudian.Lalu, wajah yang menampakkan amarah itu menatap Justin dengan tatapan tajamnya. “Apa yang papa kamu lakukan jika tahu, anaknya mencintai istri dari sahabatnya sendiri, Justin?“Kamu tidak mau melihat sahabat kamu bahagia? Dia baru saja menemukan orang yang pantas menggantikan posisi Desi di hatinya.“Kenapa kamu malah merusaknya dengan mencintainya juga? Iya, kalau Jasmine tidak goyah. Kalau goyah, siapa yang malu? Orang tua kamu, Justin!“Apa kata orang tua Kevin, Justin? Sengaja … mau bikin Mama dan Papa malu? Seandainya pun kamu berhasil memisahkan Kevin dengan Jasmine, jangan harap Mama mau menyetujui pernikahan kalian!”Rosita naik pitam. Mengeluarkan semua kekesalannya kepada Justin yang akhirnya dia mengetahui jika Justin mencintai Jasmine, istri dari Kevin Prakarsa. Yang tak lain
Sudah tiba di Malang.Kevin dan Jasmine masuk ke dalam rumah yang sudah disediakan oleh Kevin untuk tinggal di sana bersama Jasmine.“Mas. Kenapa Arshi nggak dibawa aja? Biar saya ada temennya di sini. Duh, kok baru inget sih!”“Arshi masih sekolah, Sayang. Tidak bisa diajak. Kalau pindah sekolah juga tidak akan lama di sini. Empat sampai lima bulan kan pulang lagi.”“Iya, sih. Terus, saya ngapain di sini? Nginem?”Kevin lantas terkekeh mendengar ucapan istrinya itu. “Kamu akan ikut dengan saya di kantor, Jasmine. Jadi sekretaris saya. Menggantikan Andrian untuk sementara.”“Beneran, Mas? Kalau itu mah saya mau.” Jasmine terlihat sangat antusias saat tahu dirinya akan menjadi sekretaris sementara Kevin.Kevin mengangguk. “Iya. Karena saya tidak mau kamu merasa bosan di sini. Khawatirnya kamu ngeluh dan ingin pulang. Sedangkan kerjaan di sini belum selesai.”Jasmine manggut-manggut. “Terima kasih ya, Mas. Setidaknya, walaupun hanya sementara, saya pernah jadi sekretaris.”Kevin mengeru
Jasmine menghela napasnya dengan panjang. Sudah tahu, dari siapa pesan itu.“Pak Justin, Pak Justin. Penyakit kok dicari.” Jasmine geleng-geleng kepala. Kemudian menghapus pesan tersebut dan memblokir kembali nomor baru milik Justin.Jasmine tak ingin menanggapinya. Cukup tahu saja jika Justin mencintainya. Bersikap masa bodoh adalah jalan terakhir yang akan Jasmine tempuh.“Jika memang Pak Justin tidak bisa melupakanku. Lantas, aku harus bagaimana? Kamu memang baik. Tapi, belum tentu aku mau membalas cinta kamu.“Kalian sama-sama laki-laki yang baik. Dan takdir mengatakan jika Mas Kevin lah orang yang berhak atasku. Pernikahan adalah bukti nyata, jika aku dan Mas Kevin berjodoh.“Walaupun tidak tahu. Jodoh selamanya, atau hanya sementara. Aku tidak bisa memastikan itu. Untuk saat ini, tugasku hanyalah menjadi istri yang baik untuk Mas Kevin.”Kepergian Jasmine selama satu bulan ini nyatanya tidak membuat Justin melupakan sosok Jasmine. Begitu cintanya ia pada Jasmine, hingga tak bisa
Kevin terkekeh dengan pelan. Kemudian menganggukkan kepalanya. “Ya. Saya tahu. Terima kasih, karena sudah menunjukkan sifat romantis dan manja kamu tadi. Saya jadi senang.”Jasmine memutar bola matanya dengan pelan. “Saya melakukan seperti tadi karena muak, lihat siapa tadi namanya? Angel? Si Angel itu liatin Mas Kevin kayak udah mau nerkam Mas Kevin.”Sambil mengunyah makanan, perempuan itu mengoceh. Memberi tahu dengan segala emosinya.“Kalau sedang makan, jangan sambil marah-marah. Nanti tersedak, Sayang.” Kevin mengusapi punggung istrinya.Jasmine melirik dengan tajam ke arah suaminya itu. “Awas ya, kalau tergoda oleh bujuk rayuan manis maha dahsyat yang akan dikeluarkan oleh perempuan-perempuan aneh itu!“Jangankan memaafkan. Mendengarkan penjelasan Mas Kevin aja saya nggak akan mau. Ingat ya, Mas. Ada pria yang menunggu janda saya.”Jasmine mengingatkan Kevin. Dibuat ketakutan oleh perempuan itu. Karena Jasmine mempunyai senjata yang ampuh untuk membuat Kevin agar tidak bisa mel
Pagi hari telah tiba. Kevin membangunkan Jasmine, karena waktu sudah menunjuk angka tujuh pagi. Mata itu terbuka dengan perlahan. Mengerjap-ngerjapkan matanya, kemudian menatap Kevin yang sedang duduk di sampingnya. "Sudah pagi ya, Mas? Jam berapa ini?" tanya Jasmine kemudian meregangkan otot-ototnya. Tiba-tiba saja, tenggorokan Jasmine terasa pahit. Seperti ada yang ingin dikeluarkan dari perutnya. Segera ia berlari ke kamar mandi. Mengeluarkan cairan kuning di sana. Kevin mengusapi punggung istrinya itu dengan lembut. "Sepertinya kamu memang sedang hamil, Sayang. Terakhir kali kamu mual muntah, dan diperiksa ada isinya," kata Justin kemudian. Berasumsi jika istrinya itu memang sedang hamil. "Tespack nya di mana, Mas?" tanya Jasmine sambil memegang perutnya. "Saya ambilkan dulu." Kevin bergegas keluar untuk mengambil alat tes kehamilan itu. Tak lama kemudian, Kevin kembali. Memberikan alat tersebut kepada Jasmine. Perempuan itu masuk ke dalam toilet, untuk melakukan tes kehami
“Boleh-boleh saja, jika ingin bertanya mengenai produk kami. Tapi, Anda bisa tanyakan ini pada pihak marketing langsung. Kami menyediakannya. Jadi, tidak perlu repot-repot menunggu saya.“Karena saya juga banyak kerjaan yang harus diselesaikan. Menemani istri saya ke mana ia ingin pergi, dan lain sebagainya. Jadi, tidak bisa secara detail menjelaskan produk yang akan produksi.”Jasmine tersenyum menang kala mendengar penuturan Kevin kepada Angel. Dengan tegas ia mengatakan jika adanya pihak yang bisa menjelaskan secara rinci, produk yang mereka produksi.Angel tersenyum malu-malu kala mendengarnya. ‘Rupanya Pak Kevin susah ditaklukan!’ ucapnya dalam hati. Geram yang ia rasakan kini. Lantaran gagal mendekati Kevin.“Oh begitu ya, Pak. Maaf, biasanya saya bicara langsung dengan pemilik perusahaannya. Makanya saya melakukan hal yang sama pada Pak kevin,” jelasnya kemudian. Beralasan dengan alasan yang cukup logis.Kevin menanggapinya hanya dengan manggut-manggut. “Tidak masalah. Hanya pe
Kevin lantas menarik tangan Jasmine agar berdiri di sampingnya. “Jangan bicara seperti itu. Saya tidak akan pernah memilih apa yang sedang saya kerjakan.”Jasmine menghela napas dengan panjang. “Ya sudah. Jangan kerja sama lagi dengan perempuan gila ini! Hanya ingin mencari kesempatan dalam kesempitan.“Nyuruh saya ambilkan invoice dan parfum-nya, ternyata ada niat terselubung yang ingin kamu lakukan pada suami saya. Ke mana harga diri kamu, Mbak? Udah jatuh?“Pantes. Nggak punya malu. Harga dirinya aja udah jatuh. Gak tahu ada di mana itu harga diri jatuhnya. Sampai suami orang diembat. Mau jebak dia pakai serbuk begituan. Gak tahu malu!”Jasmine mencaci maki perempuan itu di depan Kevin dan Lisa. Semuanya terdiam. Tidak ada yang menyudahi cacian yang Jasmine lontarkan kepada Angel.Sementara perempuan itu hanya diam. Wajahnya menunduk malu. Lantaran terciduk saat hendak melakukan aksi jahatnya itu.“Pulang! Saya tidak akan bekerja sama lagi dengan orang sepertimu. Saya akan bicaraka
Justin mengangguk setuju. “Kamu bener, Jasmine. Si Kevin bakal rugi kalau nggak mau Gita dijodohin sama anakku. Orang ganteng-ganteng gini. Iya, nggak?”Jasmine terkekeh sembari menganggukkan kepalanya. “Yang ini namanya siapa, Pak? Kan, sudah ada di sini.”“Anak yang pertama yang mana, yaa?” tanya Justin. Ia pun bingung mana anak pertama dan anak kedua.“Yang pertama yang sedang diberi ASI, Pak. Yang ini anak kedua,” kata perawat memberi tahu Justin.“Awas! Jangan sampai keliru. Wajahnya nggak mirip banget kok, Mas. Yang pertama lebih mirip kamu.”Justin menggaruk rambutnya kembali. Ia masih belum bisa membedakan kedua anaknya itu. Kemudian memberikan cengiran kepada istrinya itu.“Nanti beli baju dikasih nama masing-masing. Pesan dua ratus jenis baju beda-beda. Terus border, biar nggak keliru. Aku belum bisa membedakan mana yang pertama dan mana yang kedua,” ucapnya jujur.Selena menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah kocak suaminya itu. “Terserah kamu aja!”Justin kembali m
Rosita menganggukkan kepalanya dengan pelan. “Iya, Pa. Semoga nggak gila kayak papanya aja.”Kini, Antony tak bisa menahan tawanya. Mentertawakan Justin, kapan lagi. Sementara orang yang sedang mereka bicarakan tidak peduli bahkan tidak menyadari.“Justin!” panggil Antony kemudian.Justin menatap sang papa dengan malas. “Ada apa sih, Pa?” tanyanya dengan lemas.“Nama anak-anak kamu, sudah kamu siapkan?”Justin mengangguk pelan. “Udah. Kasih tau kalau Selena udah bangun.”“Dua jam lagi bangun, Justin. Kamu hitung saja. Tebakan Papa pasti bener.”Justin tak peduli. Yang ia pedulikan kini menatap Selena agar tidak tertinggal saat Selena membuka matanya.Kevin dan Jasmine baru saja tiba di rumah sakit setelah mendengar kabar dari orang tua Justin mengenai Selena yang sudah melahirkan kedua anaknya itu. Sementara orang tua Selena masih di jalan menuju rumah sakit."Belum sadar juga?" tanya Kevin kepada ada kedua orang tua Justin. Karena ia tahu Justin tidak akan menjawab pertanyaannya.Ros
Pria itu lantas mengecup kening sang istri. “Kita akan segera melihat bayi-bayi kita. Walaupun harus melakukan perawatan terlebih dahulu di ikubator. “Selena mengulas senyum tipis. “Jangan ke mana-mana, Mas. Temani aku saat operasi nanti.”“Of course, Sayang. Aku akan menemani kamu sampai si twins keluar. Kamu jangan khawatir. Sebelum kamu meminta, aku sudah berniat akan menemani kamu.”Hati Selena sangat tenang mendengarnya. Ia kemudian menjatuhkan kepalanya di bahu Justin. “Terima kasih untuk cinta dan sayang kamu, Mas Justin. Kamu adalah alasan aku untuk bertahan dan berjuang untuk bayi kembar kita.”Justin mengusapi perut buncit Selena dengan lembut. “Anak-anak, Papa. Kita akan segera bertemu. Jangan buat Mama sakit lagi ya, Sayang-sayangnya Papa.”Selena mengulas senyum tipis kala mendengar percakapan Justin dengan bayi-bayi di dalam perutnya.“Maaf ya, Mas. Aku hanya bisa memberi kamu dua anak. Nggak akan bisa lagi kasih kamu anak lagi,” ucap Selena dengan pelan.Justin terseny
Justin menutup wajahnya dengan kedua tangannya sembari menangis sesenggukan. Pun dengan Selena. Lebih berduka karena kehilangan Diandra yang belum sempat berbaikan itu.“Justin! Selena! Di mana Diandra?”Kevin dan Jasmine baru tiba di rumah sakit setelah mendengar kabar dari Selena.“Kenapa kalian menangis? Apa yang terjadi dengan Diandra?” tanya Kevin kembali. Kemudian menoleh ke arah Dokter Felix. “Ada apa dengan Diandra, Dok?”Dokter Felix menghela napas pelan. “Bu Diandra sudah pergi menyusul kakaknya, Pak Kevin.”Kevin menganga. Begitu juga dengan Jasmine. Kevin tersenyum pasi seolah tak percaya dengan ucapan Dokter Felix.“Anda sedang bercanda? Diandra baik-baik saja, Dok! Mana mungkin pergi!” ucap Kevin tak percaya.Dokter mengangguk-anggukan kepalanya. “Saya paham. Kalian semua pasti tidak akan percaya dengan ucapan saya jika tidak melihat langsung jasad Bu Diandra yang masih berada di dalam.”Kevin menoleh ke arah pintu ruang operasi. Kemudian masuk ke dalam dengan tergesa-ge
Justin mengendikan bahunya. "Hanya Giandra yang tahu. Walaupun aku bilang nggak siap, ternyata Giandra siap. Mungkin bisa kamu tanyakan saja pada Giandra langsung.""Nggak mau!""Ya udah kalau nggak mau. Aku gak maksa juga."Selena mengerucutkan bibirnya kemudian menoleh ke arah Diandra. Perempuan itu ternyata melihat kehadiran mereka. "Mas?" panggilnya kemudian."Heung? Kenapa, Sayang?"Selena menunjuk Diandra. "Dia sudah terlanjur melihat kita. Sebaiknya kita masuk ke dalam, Mas. Setidaknya memberi semangat untuk perjuangannya."Justin menoleh ke arah Diandra kemudian menatap Selena kembali. "Ayok!" Justin menggenggam tangan Selena lalu masuk ke dalam ruangan persalinan Diandra.Pria itu menepuk bahu Giandra yang tengah duduk di samping Diandra. "Udah bukaan berapa?" tanya Justin kemudian."Baru dua," ucapnya dengan pelan.Justin manggut-manggut. Sementara Selena menghampiri Diandra yang tengah menahan rasa sakit. Namun, tak bersuara sedikit pun. Hanya mengulas senyumnya kepada Sele
Giandra menghela napas pelan. "Dari mamanya. Amanda datang ke rumah gue sambil bawa Gino. Kasih tau ke Diandra kalau itu anak gue. Bahkan, dia berani tes DNA kalau gue gak mau mengakuinya."Justin menaikkan alisnya sebelah. "Apa maksudnya si Amanda datang ke rumah? Elo gak pernah nengokin anak elo sih! Jadi marah kan, si Amanda."Giandra menelan salivanya. "Gue gak pernah tengok Gino karena ada Fery. Dia yang bilang kalau gue udah gak punya urusan lagi sama Gino. Ya udah, gue menuruti perintah si Fery. Tapi, ternyata dia jebak gue."Justin manggut-manggut. Ia paham maksud arti dari kata menjebak. Karena pada akhirnya Amanda datang ke rumahnya, membawa Gino yang akhirnya membuat Diandra murka karena tidak tahu menau perihal Giandra memiliki anak dari perempuan lain."Terus, kondisi rumah tangga elo gimana sekarang?" tanya Justin kembali.Giandra mengendikan bahunya. "Dari awal Diandra memang gak pernah cinta sama gue. Gue yang udah jatuh cinta sama dia. Bisa dianggap kalau cinta itu be
Kevin memiringkan kepalanya menatap Justin. “Ketemu Diandra di toko donnut? Beliin Selena?”Justin mengangguk. “Iyalah. Buat siapa lagi!”Kevin tersenyum miring. “Ketemu Diandra, terus nyapa elo? Biasanya gak pernah nyapa sama sekali bahkan kata elo udah kayak warga negara asing? Cukup aneh. Mau minta maaf kali, ke elo.”“Minta maaf kok gak bilang waktu ketemu.”“Siapa tahu lupa.”“Mana mungkin lupa. Minta maaf itu harus pake niat. Otomatis pasti akan keinget terus.”“Ya udah. Gue juga gak tahu alasannya kenapa. Yang penting elo bersikap biasa aja sama Diandra.”Justin menghela napas pelan. “Kalau dia mau damai sama gue, semuanya selesai. Tapi, kalau damainya karena lagi berantem sama Giandra, patut dicurigai.”“Pinter! Jangan sampai elo tergoda oleh bujuk rayunya Diandra. Selena jauh lebih baik dari dia. Diandra juga baik. Tapi, istri elo saat ini Selena, bukan Diandra. Dia hanya masa lalu elo. Jangan goyah hanya karena tahu Diandra lagi marahan sama lakinya.”Justin menganggukkan ke
Kini, kondisi Selena sudah terlihat sedikit lebih baik. Hanya main sekali tidak masalah menurutnya.Selena menganggukkan kepalanya. “Silakan, Mas Justin!” ucapnya dengan lembut.Justin lantas mengecup kening Selena dan mengulas senyumnya. “Terima kasih, Sayang. Aku janji, hanya kelembutan yang akan aku lakukan padamu.”Selena mengangguk. “I trust you!”Justin pun memulainya. Membuka seluruh pakaian yang ia kenakan. Kemudian pakaian Selena. Penetrasi terlebih dahulu tentunya. Walau sinyal itu sudah terpancar begitu terang, Justin tidak akan selonong boy begitu saja.Memanjakan istri juga harus. Agar menggapai kenikmatan masing-masing. Tak ingin egois adalah salah satu sikap Justin yang paling baik jika dalam hal berhubungan intim.**Pagi hari telah tiba. Terik matahari mulai menyinari bumi. Mengintip di balik tirai jendela, mencoba masuk ke dalam tirai jendela kamar. Tidur terlelap setelah pergumulan semalam yang menurut Selena begitu indah.Penuh dengan kelembutan sesuai dengan janji
Justin menghela napasnya. “Surat ini … sengaja dia kasih ke kamu agar kamu membalas cinta dia? Selama ini kamu pura-pura cinta sama aku, padahal mencintai Andrian. Begitu?”Jelas perempuan itu menggelengkan kepalanya dengan cepat. Tangannya beradu karena harus mencari alasan yang logis agar Justin tidak marah padanya.“Lalu apa, Selena?” tanya Justin dengan suara menekan.Selena menghela napas pelan. “Maaf, Mas. Aku hanya ingin menyimpannya sebagai kenang-kenangan dari dia. Nggak ada lagi selain itu. Soal cinta, aku hanya mencintai kamu. Nggak ada lagi selain kamu.”Selena menatap Justin agar pria itu tahu, dia sedang berbicara dengan serius. Agar Justin paham dan mengurungkan niatnya untuk memarahinya.Justin memang tak berani memarahi Selena dalam keadaan hamil seperti ini. Yang dia lakukan hanya memutus kalung tersebut kemudian membuangnya dengan kasar ke lantai.Mata Selena hanya bisa menatap kalung yang kini sudah hancur itu. Sementara Justin pergi dari kamar tersebut. Namun, saa