Kainan berusaha kabur. Dia kabur dari pandangan mata salah satu pria tua di sela-sela tamu undangan.
Pria berusia 60 tahun itu adalah kepala keluarga Dawson, John Dawson, pria dari benua barat yang namanya memiliki sejarah gelap dalam pembangunan Royal Group.
Di sebuah ketinggian, tepatnya pada hall yang ada di lantai paling atas sebuah hotel, musik-musik klasik mengalun elegan. Musik yang sumbernya berasal dari dentingan piano menjadi pusat dari pesta itu. Tidak lama, suara tepuk tangan meriah terdengar setelah melodi itu mencapai klimaks. Terlihat juga seorang pianis muda membungkuk berulang kali untuk memberikan sebuah penghormatan.
Ini ada pesta pembukaan gedung Hotel Imperial Lux. Sebuah hotel yang digadang-gadang akan menjadi hotel termewah seantero negeri.
Hal itu dapat dilihat dari tamu undangan asing yang namanya tidak main-main. Di antaranya adalah selebritis, wartawan dan para pengusaha yang semuanya memiliki nama besar. Tentu saja nama Angkasa Group masuk dalam cetakan undangan itu. Begitu juga dengan saingannya, Royal Group yang sama-sama berjalan dalam ranah konstruksi bangunan.
Dengan balutan gaun panjang berwarna gelap, Kainan menyepi di sudut ruang pesta. Di tangannya sudah ada gelas yang berisi seperempat wine. Namun, wanita itu tidak juga lekas menenggaknya. Dia hanya menikmati gerakan elegan yang mengguncang pelan gelas itu.
"Aku sudah mencarimu, tetapi secara kebetulan kita bertemu di tempat seperti ini," ucap seseorang yang ditujukan pada Kainan. Pria tua itu adalah orang yang begitu dihindarinya. Tidak hanya sebagai lawan bisnis dari Angkasa Group, tetapi Dawson adalah pria yang berbahaya. Bila salah bergaul dengannya, bersiaplah untuk menggelandang di jalan. Dia adalah pria yang piawai menggerogoti kekayaan seseorang dengan modus sebuah investasi bisnis.
"Kau berbicara padaku Mr. Dawson?" tunjuk Kainan pada dirinya. Wanita itu memandangnya dengan malas. Bibir merahnya juga ikut terkecap enggan. Namun, Kainan terpaksa menggunakan senyum untuk sekedar beramah-tamah. “Lama tidak bertemu membuatku ragu, takutnya kau sudah tidak ingat lagi padaku?"
Pria beruban putih yang disebut Mr. Dawson itu menyeringai penuh arti. Dia mendekat bersama gelas wine yang kebetulan juga dia bawa. “Ucapanmu memang tajam seperti biasa. Padahal aku hanya ingin mengucapkan bela sungkawa. Aku dengar ayahmu yang juga sama tuanya denganku baru meninggal," sindir John Dawson yang sukses merenggangkan senyum di wajah Kainan.
Wanita itu berbalik menatapnya sekali lagi, lalu berkecap dengan tidak nyaman. Akan tetapi pria yang telah membuatnya tidak nyaman itu hanya terkekeh sesaat. Tidak lama, wine di tangannya terangkat, seakan ikut memberikan sebuah apresiasi dengan sebuah gerakan. Wine di dalam gelas itu mengalir ke dalam bibir kerut Dawson.
“Seharusnya aku juga menyuruh putraku untuk datang berbela sungkawa." Itu hanyalah ungkapan basa-basinya. Sebenarnya Dawson sedang menertawakan kematian dari pesaing bisnis Angkasa Group.
Apa yang dilakukannya membuat Kainan geram. Akan tetapi, dia tidak akan mempermalukan namanya sendiri di depan orang lain. Senyum kecut di bibir itu sudah cukup menggambarkan kesabaran Kainan. Wanita itu lebih memilih menenggak sedikit wine dari dalam gelas, dibanding melontarkan kata-kata kasar dari mulutnya.
"Kau tidak perlu repot-repot melakukan itu. Anakmu, Elgie pasti sibuk mempersiapkan dirinya untuk menjadi CEO di Royal Group. Seharusnya kau menikmati masa-masa pensiun," ucap Kainan setelah menenggak setengah dari wine di gelas. Meski ucapan itu ditujukan untuk Dawson, Kainan tidak mau memandang wajah tua itu. Dia lebih memilih menatap meriahnya pesta di hadapannya.
"Itu bukanlah berita besar." Dawson tersenyum puas atas apa yang akan diucapkannya. "Justru, pernikahanmu yang akan mendominasi surat kabar." Pria tua itu ikut menatap gemerlap pesta yang dibanjiri cahaya semu.
Seketika itu, tatapan Kainan meluncur tajam padanya.
"Pernikahan?" Bibir wanita itu menganga kehabisan kata. Dia menggeleng seolah tidak percaya bahwa rahasia antara dirinya dan Levin diketahui orang lain. Elliot yang juga tahu rahasia itu juga tidak mungkin menyebarkannya. Lalu, kenapa pria di hadapan justru lebih tau?
Kainan berusaha bersikap tenang, tetapi sebuah keresahan tergambar jelas di matanya, berbeda dari mata cokelat Dawson yang tidak bisa lepas dari wanita itu.
"Padahal kabar pernikahanku belum juga tersebar. Bagaimana kau mendapat informasi itu?" tanya Kainan yang hanya dibalas tawa oleh pria di hadapannya. Dawson tidak bisa menahan rasa senang yang berlebihan. Dia hanya bisa menutup mulutnya dengan gelas wine yang dipegang. Itu bukanlah hal lucu untuk Kainan. Wajah penuh keangkuhan itu menjadi serius. Dia mendekatkan wajah dan memandangi Dawson dengan penuh peringatan. "Sejauh apa kau mengawasiku?"
"Jangan salah paham. Kau tidak perlu setakut itu padaku. Bukankah setelah ini hubungan kita akan lebih dekat dari sebelumnya? Seperti halnya seorang anak dengan ayahnya atau lebih tepat seperti mertua dengan menantu," cemooh Dawson setelah menyesap wine ke dalam mulutnya.
Kainan tidak mengerti satu pun ucapan pria tua itu. Mata hazelnya menyipit dengan rasa penasaran yang semakin besar.
"Me … menantu? Menantu kau bilang?" Kainan mengulangi ucapan Dawson yang tidak bisa ditebak. Namun, pria itu makin meninggikan sudut bibirnya.
"Kau benar-benar tidak sabaran, Menantu," cemoohnya lagi.
“Me-menantu? Apa kau gila-"
“Hello Mr. Dawson ….” Seorang pria asing tiba-tiba masuk dalam pembicaraan serius itu. Tatapannya tertuju pada John Dawson, lalu beralih pada Kainan yang ada di hadapannya. “Lihat ini, lama tidak bertemu denganmu, Nona Kainan. Berkat kerjasama dengan Angkasa Group, Imperial Lux dapat berdiri megah.”
Pria berpenampilan tak biasa itu adalah pemilik dari Imperial Lux. Sebuah hotel megah yang dibangun melalui jasa dari Angkasa Group.
“Bukannya anda terlalu berlebihan? Itu juga berkat anda yang memberi dukungan penuh atas pelaksanaan pembangunan Imperial Lux." Seketika itu, wajah masam Kainan menjadi lebih ramah. Dia mati-matian berusaha mempertahankan senyumnya. Bahkan, lebih lebar sampai tidak ada orang yang menyadari bahwa itu adalah senyum pura-pura.
Wajah ramah pria itu perlahan diam bersama tatapannya yang ikut diturunkan. "Aku dengar ayahmu yang menjabat CEO di Angkasa Group telah berpulang, aku turut berduka cita. Aku harap Nona Kainan dapat mengisi kekosongan kursi CEO dengan baik." Ungkapan basa-basi pria itu rupanya hanya membuat Kainan menjadi kesal. Namun, wanita dengan riasan cerah itu hanya bisa mempertahankan senyum.
Bagaimana tidak, jabatan CEO dari angkasa Group yang digadang-gadang akan jatuh di tangan putri kandungnya ternyata tidak sesuai asumsi semua orang. Sebuah surat wasiat itu mengubah segalanya.
"Untuk Imperial Lux dan untuk CEO baru angkasa Group. Bersulang!" Pria itu mengangkat gelasnya tinggi untuk merayakan pencapaiannya. Itu membuat Kainan ikut serta mengangkat gelas di tangannya.
"Bersulang!" ucap Kainan.
"Mari, Tuan Dawson." Pria itu mengajak John Dawson yang dari tadi menjadi penonton untuk ikut bersulang.
'Ting!'
Ketiga gelas itu terangkat, bersatu di udara dan saling beradu bersama kilau cahaya lampu.
"Cheers!" Mereka berkata dengan kompak sebelum wine dalam gelas ikut tertuang dari dalam tenggorokan.
"Ah, aku juga ingin bersulang untuk pencapaian Nona Kainan dan juga pernikahannya dengan putraku," ucap Dawson sesaat bibir kerutnya terlepas dari gelas. Ucapan itu membuat suasana gembira mencekam sesaat. Kainan yang namanya disebut hanya bisa menatap tidak mengerti. Akan tetapi, gelas pemilik Imperial Lux yang sudah terangkat lagi membuatnya harus kembali mengikuti gerakan itu. Kainan tidak bisa menahan gelas itu sebagai bentuk kesopanan.
"Putramu? Apa kau mengigau? Aku pikir kau salah kira. Kalau pun semua pria di muka bumi ini musnah, aku tidak akan menikah dengan putramu," bisik Kainan pada Dawson pelan. Dia tidak mau orang yang memiliki nama di Imperial Lux mendengar keluhannya.
"Jangan terlalu percaya diri. Takutnya kau malah menelan ludahmu sendiri." Peringatan Dawson tidak dihiraukan wanita itu. Dia hanya mendengus kesal. Namun, senyumnya kembali mekar saat pria dari imperial Lux menatapnya.
"Apa aku tidak pernah mengatakan bahwa aku memiliki dua putra?" Jawson menjawab bisikannya. Mata cokelat miliknya menatap Kainan penuh kemenangan. "Memang dia tidak setenar anakku Elgie, dia adalah pria pemalu."
"Jangan bicara omong kosong padaku," geram wanita itu menyembunyikan muka.
Semua hanya mengenal putra tunggal dari Keluarga Dawson-Elgie Givardi Dawson. Namun, pria tua itu mengatakan kebalikannya.
"Levin Gerald atau tepatnya Levin Gerald Dawson adalah putraku."
Di bawah pancuran air shower, Levin terdiam menikmati hujanan air yang membasahi tubuhnya. Aroma segar dan classy dari sabun meruah di dalam kamar mandi. Kepala pria itu terangkat, matanya terpejam rapat. Dia merasakan sensasi perih di area sudut bibirnya. “Luka ini tidak akan lekas hilang,” desah Levin yang sudah berpindah di depan wastafel. Dalam pantulan cermin itu, terlihat tubuh berotot Levin yang lembab dengan titik-titik air. Namun, tangan pria itu sibuk memegangi sudut bibirnya yang terlihat merah. Warna merah merupakan sisa darah dari pukulan Elliot yang menyelip di tempat itu. Sebuah ketakutan Levin terhadap darah tidak membuat tubuhnya bergetar atau bahkan pingsan seperti sebuah pisau yang menghujam bahunya tempo hari. Luka di sudut bibirnya memanglah tidak parah, darah tidak mengucur dari tempat
Ketegangan yang diciptakan dari ucapan Levin tidak dapat dipercaya Kainan. Itu membuat lawan bicaranya menggeleng dengan senyum merendah. Pertentangan itu tidak dapat dipungkiri. Pernikahan yang bukanlah karena saling mencintai tidaklah mustahil dilakukan bila kedua pihak memiliki tujuan. Namun, tujuan Levin jelas tidak terlihat di mata Kainan. Tidak mungkin seorang yang bisa mendapatkan wanita manapun seperti Levin mau mengorbankan masa depannya hanya sebagai tanda terima kasih. Tampaknya pria itu menghindari kontak matanya. Dia tersenyum rendah setelah mengakhiri aksinya dan beralih pada meja bar. Di tempat itu, Levin menuang lagi segelas anggur dan menawarkannya pada Kainan. "Hatten Noir," sebut Levin memamerkan merk anggur di tangannya. Kainan tidak tampak menolak. Dia menerima meski tanpa mengiyakan.
= 'Brak!' "Apa yang sudah kau lakukan!" Kemarahan Syeril tertuang dari dalam kata-katanya. Tidak hanya itu, kedatangannya yang langsung melempar sebuah koran di atas meja membuat suasana makan pagi mencekam seketika. Jenni yang tengah menyantap sepotong roti hanya bisa terbatuk-batuk akibat bentakan ibunya, sedangkan Kainan, orang yang menjadi pusat kemarahan wanita itu hanya menanggapi dengan santai. "Kenapa kau berisik sekali," komentar ringan Kainan justru membuat mata Syeril mendelik kesal. Ujung jari Syeril menunjuk ke surat kabar yang ada di atas meja. Sebuah berita pernikahan antara Kainan dan Levin tercetak di halaman utama, melebihi berita selebritis nasional. "Kau masih sempat bertanya apa? Lihatlah ber
"Antarkan aku ke kantor calon suamiku!" Itu adalah perintah Kainan sesaat setelah duduk di samping kemudi. Pintu mobil sport merah yang ditumpanginya juga dibanting kasar. Sementara, Elliot hanya menatapnya tidak mengerti. "Royal Group?" tanya Elliot memastikan. Mata monolid nya melirik pada wanita itu. Kainan yang memasang sabuk pengaman menghentikan sejenak aktivitasnya. Mata hazel wanita itu menatap si sekretaris dengan tidak nyaman. "Di mana lagi calon suamiku bekerja?" "Kau benar-benar akan menikah dengan pria itu?" Pertanyaan Elliot beralih. Wanita itu hanya menjawabnya dengan menghela napas berat. Rupanya, dia bosan dengan pertanyaan-pertanyaan klasik tentang rencana pernikahannya. Apalagi, makan pagi dengan
“Hallo, CEO!" Itu adalah kata-kata yang diucapkan Kainan untuk menyapa CEO dari Royal Group yang baru. Si sekretaris wanita yang hendak mengusir keluar Kainan terdiam sesaat. Dia segera menyadari kedudukan wanita berambut marun itu akan sejajar dengan Elgie, sebagai CEO. Berita duka yang memenuhi kolom ekonomi begitu berseberangan dengan sosok pengganti CEO Angkasa Group yang sudah digadang-gadang. Apalagi, Kainan Kristian adalah nama yang tidak diragukan lagi atas kepiawaiannya memimpin perusahaan. Akan tetapi, mereka hanya tidak tahu saja bahwa kedudukan CEO dari perusahaan itu ditentukan berdasarkan surat wasiat. "T-Tuan, beliau adalah-" ucap dari si sekretaris yang terdiam melihat reaksi Elgie yang seolah tidak asing dengan wanita dihadapannya. Dari banyaknya wan
Di tengah jantung kota, tepatnya di salah satu pusat perbelanjaan. Berjajar toko-toko elit yang menyuguhkan segala hal tentang jasa atau sekedar produk impor lainnya. Namun, Kainan lebih memilih singgah di sebuah tempat dengan bangunan bergaya eropa modern. Dia duduk di atas sofa bersama Levin, sambil menunggu seorang desainer pilihannya datang. “Kenapa kita ada di tempat ini?” Dengan penuh keraguan, Levin berkata lirih. Kainan tidak memperhatikan ucapan itu, dia lebih tertarik memandang gaun-gaun indah yang dipasang pada beberapa mannequin. “Aku pikir kau tidak tertarik dengan sebuah pernikahan.” Ucapan Levin berganti. Mata hitamnya tidak bisa lepas dari tatapan Kainan yang bersinar lebar menatap gaun-gaun itu. Mendengar komentar ringan yang dianggapnya tidak peka,
‘Pyar!’ Sebuah gelas melambung ke udara. Pada akhirnya, gelas itu menabrak dinding hingga menjadi butiran kaca. “Berani sekali kau membawa pria itu datang ke rumah ini!” geram Syeril kembali membanting benda pecah belah di atas meja makan. Ucapan dengan nada tinggi dari Syeril dilontarkan pada Kainan. Mengajak Levin datang untuk makan malam di mansion membuat Kainan tampak mendeklarasikan perang dengan ibu tirinya. Meskipun begitu, wanita yang menjadi sasaran kemarahannya dari Syeril tidak menggubris. Dengan santainya dia melepaskan blazer dan tasnya di atas kursi. “Pelankan suaramu itu. Apakah 25 tahun lamanya kau tidak belajar etika di keluarga Wibisama?” olok Kainan
Levin sedang menahan amarah. Dia sedang menyaksikan sendiri calon istrinya berciuman dengan pria lain. Menyadari kedatangan Levin, Kainan menggigit keras bibir Ziel yang masih bersarang di dalam ciuman itu. Kainan juga mengerahkan seluruh tenaganya untuk mendorong Ziel menjauh. Usahanya berhasil. Kainan berhasil lepas dari dekapan pria itu, dia juga berhasil melepas bibir Ziel yang masih ingin melumatnya. "Berani sekali kau melakukan itu padaku!" Dengan sikap tenang, Levin berkata hal yang sebaliknya. Kainan hendak memberikan penjelasan pada Levin tentang apa yang telah terjadi. Namun, wanita itu sibuk mengelap bekas ciuman Ziel pada bibirnya dengan perasaan jijik. "Aku … tidak melakukannya," jawab Kainan den
“Levin Gerald Jawson, apakah kau berjanji akan setia dalam suka dan duka, dalam sehat dan sakit untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan.”Ucapan dari seorang pendeta di hadapan Levin membuat pernikahan itu menjadi sakral. Tidak ada satu pun yang berbicara, para undangan hanya memperhatikan kedua pengantin dalam balutan gaun putih. Begitu juga dengan Levin, dia terlihat tampan dengan sebuah rangkaian mawar kecil yang disematkan di lapel jas putihnya.Di samping Levin berdiri Kainan. Pria itu menggenggam tangannya seolah tidak ingin lagi kehilangannya. Sebuah tangan dengan ukuran yang lebih kecil dari miliknya itu adalah tangan seorang wanita yang untuk pertama kalinya Levin genggam.Pada mata hitam Levin yang pekat, terefleksikan senyum kecil Kainan dengan wajah merona merah. balutan gaun mermaid sederhananya tidak menghilangkan kesan mewah. Meskipun dia adalah sedikit dari banyaknya pengantin
Di tengah senyum mempelai pria, hati Levin sedang resah. Beberapa Kali mata hitamnya terlihat menatap pintu, terkadang dia menunduk untuk melihat arloji di tangan.“Aku belum melihat mempelai perempuan, aku pikir Kainan datang terlambat.” Suara dari pria pemilik Imperial Lux yang datang menghampiri Levin. Tampaknya dia terlihat terburu, meskipun begitu pria itu tidak bisa langsung pergi tanpa menampakkan wajahnya pada mempelai perempuan.“Tiga puluh menit dari acara yang sudah ditentukan, apa terjadi sebuah masalah?” desaknya yang membuat Levin tersudut. Namun, dia hanya membalas dengan senyuman. Sambil memastikan pada arlojinya sendiri, Levin menutupi rasa cemas. Dia mengambil dua gelas wine putih dan memberikannya pada pria itu.“Kenapa kita tidak menikmati waktu luang ini untuk bersu
‘Brak! Brak! Brak!’Di tengah kegaduhan itu, mata hazel Kainan terbuka perlahan. Sayup-sayup, wanita itu mengerjap sesaat. Penglihatan yang awalnya buram kini terlihat jelas. Namun, mata indahnya memicing melihat penjahat yang telah menculiknya menghajar seseorang secara membabi buta. Tidak terlihat jelas siapa, suasana gelap dan hanya seberkas cahaya kecil dari lampu kuning menghalangi penglihatannya.Kainan yang masih terduduk mencoba mengingat kembali apa yang terjadi padanya, tetapi dia tersadarkan akan suatu hal. Tubuhnya tidak bisa bergerak, sebuah ikatan dari tali membatasi pergerakannya. Seseorang telah mengikat tangan dan kakinya dengan rapat.“Siapa yang berani melakukan hal ini!” geramnya dalam hati. Namun, tidak ada satu pun jawaban yang ditemukan Kainan, kecuali gambaran pria yang telah menculiknya.‘Brak!’Wanita yang masih terikat itu tersentak kaget, dia melihat seseorang jatuh menabrak dirinya, lalu tersungkur tepat di bawah kakin. Kainan dapat m
'Brak!'Sebuah pukulan keras dilakukan Levin pada dinding di dekatnya yang tak berdosa.Pukulan itu membuat tangannya yang terkepal meneteskan cairan darah hingga memercik di atas lantai putih di dalam toilet itu. Perasaan gelisah bercampur mual tidak lagi bisa menutupi amarahnya. Tangan pria itu bergetar sambil mengarahkan tinjunya pada cermin, tubuhnya ambruk sesaat tetapi ditahannya dengan sisa tenaga.“Ceroboh! Aku ceroboh! Seharusnya aku sendiri yang menjemputnya!”Perasaan kesal atas kelemahannya sedang bergejolak di tengah amara. Tanpa adanya kemampuan berkelahi, pria itu tampak tidak berguna dalam keadaan seperti ini, seakan otot yang dimilikinya hanya sebagai aksesoris yang tertempel di tubuh.“Apa yang harus aku lakukan untukmu,” sesalnya pada dirinya sendiri.Levin sungguh ingin menyelamatkan calon istrinya, tetapi tindakan gegabahnya berhasil dicegah Elliot. Akhirnya, dia harus mengalah pada pria yang tidak disukainya untuk menggantikan kewajibann
Satu per satu tamu undangan datang dengan warna-warni gaun glamour dari berbagai desainer ternama. Para pria menggandeng mereka dengan jas mahal yang dikenakannya. Dengan senyum seramah mungkin dia menyalami Levin yang sudah siap menyambut.“Selamat atas pernikahan anda,” ucap pria yang tidak asing di mata Levin. Meskipun mereka tidak saling mengenal, wajah pria di depannya adalah pemilik Imperial Lux yang berpengaruh besar atas pernikahan Levin dan Kainan. Tentunya, Levin tidak akan pernah melupakan wajah itu. Wajah yang membuat pernikahan itu tetap terjadi seperti saat ini.Sebuah senyum ramah dari Levin adalah balasan untuk pria di hadapannya. sambil saling berjabat tangan, Levin mengucapkan terima kasihnya. Akan tetapi, pria pemilik Imperial Lux tidak puas dengan itu saja. Wajahnya tampak mendongak mencari seseorang di sekitar Levin.“Di mana mempelai wanitanya?” Terjawab sudah apa yang pria itu cari. Hubungannya dengan mempelai wanita cukuplah dekat. Meski hanya ter
Sebuah gedung penuh cahaya benderang di bawah sinar bulan, musik-musik siap diputar dengan lagu berkelas. Segala dekorasi bunga terlihat menghias setiap sudut ruangan, bersama renda-renda putih yang menjulur dari langit-langit tinggi gedung itu.Itu adalah gedung di mana nama Kainan dan Levin Gerald akan mengucapkan janji pernikahan mereka. Suasana masih sepi, belum ada undangan datang. Jam menunjukkan tiga jam sebelum dimulainya acara.Terlihat para pelayan sibuk menyiapkan sajian, beberapa sibuk memperbaiki dekorasi meja. Namun, pria berjas hitam dengan gaya parlente terlihat berdiri di sudut ruangan. Matanya berkeliaran memastikan semua berjalan lancar. Itu adalah tugas Elliot untuk mempersiapkan kebutuhan pernikahan Kainan. Meskipun saat ini dia lebih ingin ada di dekat Kainan, tetapi tugasnya sebagai sekretaris menuntut untuk berada di tempat ini dan mengawasi setiap detail persiapannya.“Apa kau semalaman tidak bisa tidur?” pertanyaan tiba-tiba Elliot saat menyampi
Suara telepon kabel di meja Elliot berdering. Seperti biasa, dia menjawab sambungan telepon melalui loudspeaker dengan tangkas, sementara jari-jarinya dengan cepat menekan huruf-huruf pada keyboard komputer.“Selamat siang, Sekretaris Elliot di sini!” sapanya yang tidak ramah dan tidak juga abai. Dia menjawab telepon itu seperti biasa di tengah kesibukan pekerjaan yang menuntutnya cepat.[“Selamat siang, Pak. Kami dari meja resepsionis menyampaikan bahwa saat ini Nyonya Syeril menuju atas.”]Mendengar apa yang ada di dalam telepon itu membuat Elliot menghentikan pergerakannya sejenak. Wajah tegang pria itu menunjukkan akan ada sesuatu yang terjadi dan itu bukanlah sesuatu yang baik. Tentu saja karena Elliot mengetahui alasan Syeril datang di perusahaan.Tatapan monolidnya menatap tajam telepon yang tidak bersalah itu. “Baiklah, aku mengerti.”Sambungan telepon ditutup. Dia ingin merenggangkan duduknya, bersandar sejenak pada kursi putar dan menghela napas berat.
'Bruk!'Dengan sekali pukulan dari Elliot, tubuh Ziel terhempas ke dinding dan jatuh terkapar di lantai."Argh, sakit!" rintihnya sambil mengusap sudut bibir yang sudah berdarah.'Bruk! Bruk! Bruk!'Tidak hanya sekali, Elliot memberi lagi pukulan yang kedua dan ketiga kalinya. Itu berhasil membuat wajah tampan dari Ziel terluka lagi.“Apa yang kau lakukan, El!" Pertanyaan itu ada saat Ziel mendongak ke atas. Dia melihat Elliot berdiri dengan tinjuannya.Tidak banyak bicara, Elliot menarik rambut Ziel hingga tubuhnya terangkat. Melihat wajah itulah membuat Elliot muak untuk membayangkan apa yang terjadi. Ziel mencium Kainan. Itu adalah penyebab Elliot tidak bisa menahan tinjunya lagi. Satu kali … dua kali … bahkan pukulan bertubi-tubi itu dia layangkan pada Ziel hingga tubuhnya tersungkur di atas ubin tangga."Kau pria brengsek!" geram Elliot penuh amarah.Pria itu kembali menarik rambut Ziel hingga tubuh lemahnya terangkangkat. Satu kali dari ti
Gaun pernikahan Kainan rusak!Wanita berambut marun itu menggeleng tidak percaya atas apa yang dilihatnya. Di depan mata hazel yang membulat lebar, terpantul biasan dari gaun pengantin yang sudah dalam keadaan rusak.Itu adalah gaun ball gown putih dengan payet dari kristal. Model sederhana dan elegan adalah gaya yang cocok untuk dipakai Kainan. Namun, gaun itu tidak bisa lagi dipakai, seseorang sengaja mencacah di berbagai tempat hingga robek di mana pun.“Ada apa, Kai?” Elliot datang dari belakang. Dia begitu cekatan saat mendengar Kainan dengan suara tinggi.Tidak ada satu pun komentar dari Elliot saat Kainan menunjukkan gaunnya yang sudah rusak."Lihat ini, apa yang terjadi dengan gaun cantikku!" Sisi la