Di tengah jantung kota, tepatnya di salah satu pusat perbelanjaan. Berjajar toko-toko elit yang menyuguhkan segala hal tentang jasa atau sekedar produk impor lainnya. Namun, Kainan lebih memilih singgah di sebuah tempat dengan bangunan bergaya eropa modern. Dia duduk di atas sofa bersama Levin, sambil menunggu seorang desainer pilihannya datang.
“Kenapa kita ada di tempat ini?” Dengan penuh keraguan, Levin berkata lirih.
Kainan tidak memperhatikan ucapan itu, dia lebih tertarik memandang gaun-gaun indah yang dipasang pada beberapa mannequin.
“Aku pikir kau tidak tertarik dengan sebuah pernikahan.” Ucapan Levin berganti. Mata hitamnya tidak bisa lepas dari tatapan Kainan yang bersinar lebar menatap gaun-gaun itu.
Mendengar komentar ringan yang dianggapnya tidak peka,
‘Pyar!’ Sebuah gelas melambung ke udara. Pada akhirnya, gelas itu menabrak dinding hingga menjadi butiran kaca. “Berani sekali kau membawa pria itu datang ke rumah ini!” geram Syeril kembali membanting benda pecah belah di atas meja makan. Ucapan dengan nada tinggi dari Syeril dilontarkan pada Kainan. Mengajak Levin datang untuk makan malam di mansion membuat Kainan tampak mendeklarasikan perang dengan ibu tirinya. Meskipun begitu, wanita yang menjadi sasaran kemarahannya dari Syeril tidak menggubris. Dengan santainya dia melepaskan blazer dan tasnya di atas kursi. “Pelankan suaramu itu. Apakah 25 tahun lamanya kau tidak belajar etika di keluarga Wibisama?” olok Kainan
Levin sedang menahan amarah. Dia sedang menyaksikan sendiri calon istrinya berciuman dengan pria lain. Menyadari kedatangan Levin, Kainan menggigit keras bibir Ziel yang masih bersarang di dalam ciuman itu. Kainan juga mengerahkan seluruh tenaganya untuk mendorong Ziel menjauh. Usahanya berhasil. Kainan berhasil lepas dari dekapan pria itu, dia juga berhasil melepas bibir Ziel yang masih ingin melumatnya. "Berani sekali kau melakukan itu padaku!" Dengan sikap tenang, Levin berkata hal yang sebaliknya. Kainan hendak memberikan penjelasan pada Levin tentang apa yang telah terjadi. Namun, wanita itu sibuk mengelap bekas ciuman Ziel pada bibirnya dengan perasaan jijik. "Aku … tidak melakukannya," jawab Kainan den
“Kau fobia darah?” ucap Kainan tidak percaya. Kainan angkat bicara saat Levin memilih diam. Wanita itu kembali terdiam memikirkan apa yang barusan di alami Levin. Tinjuan dari pria itu membuat sudut bibir dari Ziel membekas darah. Alasan itulah yang membuat tubuhnya bergetar. Kainan mengangguk-angguk menerima alasan pria itu. Meskipun begitu, rasa penasarannya bertambah besar. Seorang yang mengalami fobia, pasti memiliki cerita lain di masa lalunya. Namun, Levin hanya bungkam dan mengubur cerita masa lalu hanya untuk dirinya sendiri. "Melihat darah membuat isi perutku terlempar ke luar. Aku tidak bisa bernapas dengan benar. Itu begitu menyiksa," ratap Levin yang tidak cocok dengan mata tajamnya. Terlihat jelas wajah frustasi Levin yang ditutupinya dengan segelas wine
Elgie sengaja mendorong gelasnya pada Levin sehingga dua gelas vodka itu saling bersentuhan dan mengeluarkan bunyi. 'Ting!' Pria berambut cokelat itu sengaja menenggak habis alkoholnya terlebih dahulu, lalu tersenyum tanpa dosa. "Tunggu apa lagi, Levin?" Saat ini, posisi Levin begitu terpojok. Dia tidak bisa menenggak setetes vodka yang bagaikan racun untuknya. Di lain sisi, Levin mustahil menolak keinginan dari kakak kembarnya. Dia harus bertekuk lutut di bawah keinginan dari sang kakak. Tidak ada yang bisa dilakukan Levin lagi. Sosok ayah yang tidak mengakui namanya dan seorang kakak yang berlaku semaunya sendiri. Dia amat menyadari bahwa selama ini Elgie terus memanfaatkannya. Namun, mustahil untuk bisa lepas dari perintah itu dengan tangannya sendiri. Levin
Hari sudah gelap, tidak ada satu pun cahaya kecuali lampu jalanan yang meredup samar. Suasana mendung membuat awan hitam merapat di langit. Hal itu membuat cahaya bulan tidak bisa menembus sampai dasar. Di kegelapan itu, mobil sport yang dikendarai Elliot melaju kencang, bahkan lebih kencang dari pada lari kuda yang sedang dipacu. Tidak lama, keempat roda itu berhenti bersamaan di depan sebuah mansion. “Tujuanmu sudah sampai, Kai,” ucap Elliot yang membanting setang ke kiri perlahan. Kainan yang duduk santai di sampingnya terperanjat. Posisi duduk segera dibenarkan dan bersiap mengemas tas dipangkuannya. Pintu gerbang depan mansion itu terbuka dengan perangkat otomatis, tidak lama mobil sport merah yang ditumpangi Kainan berangsur masuk.
Dengan tumpukan kotak milik Kainan, Elliot membawa benda-benda itu menaiki tangga. Pria itu ingin menggerutu, tetapi dia tidak ingin membuat suara yang bisa saja membangunkan ibu tiri dari Kainan. Bahkan, Elliot sengaja mengangkat langkahnya pelan."Apa yang kau bawa?" Suara itu berasal dari balik barang bawaan Elliot. Pria itu menengok sedikit kepalanya, dilihatnya Syeril berdiri sambil melipat tangan.Orang yang tidak ingin ditemui justru berpapasan dengannya. Kesialan itu terjadi karena sebuah kebetulan. Wanita yang tengah tidur itu terbangun untuk mengambil segelas air di dapur."Aku bertanya padamu, apa lagi yang kau tunggu!" desak wanita itu dengan wajah terangkat.Elliot menghela napas samar. Dia begitu enggan berurusan dengan Syeril, tetapi hal itu bukanlah hal s
Gaun pernikahan Kainan rusak!Wanita berambut marun itu menggeleng tidak percaya atas apa yang dilihatnya. Di depan mata hazel yang membulat lebar, terpantul biasan dari gaun pengantin yang sudah dalam keadaan rusak.Itu adalah gaun ball gown putih dengan payet dari kristal. Model sederhana dan elegan adalah gaya yang cocok untuk dipakai Kainan. Namun, gaun itu tidak bisa lagi dipakai, seseorang sengaja mencacah di berbagai tempat hingga robek di mana pun.“Ada apa, Kai?” Elliot datang dari belakang. Dia begitu cekatan saat mendengar Kainan dengan suara tinggi.Tidak ada satu pun komentar dari Elliot saat Kainan menunjukkan gaunnya yang sudah rusak."Lihat ini, apa yang terjadi dengan gaun cantikku!" Sisi la
'Bruk!'Dengan sekali pukulan dari Elliot, tubuh Ziel terhempas ke dinding dan jatuh terkapar di lantai."Argh, sakit!" rintihnya sambil mengusap sudut bibir yang sudah berdarah.'Bruk! Bruk! Bruk!'Tidak hanya sekali, Elliot memberi lagi pukulan yang kedua dan ketiga kalinya. Itu berhasil membuat wajah tampan dari Ziel terluka lagi.“Apa yang kau lakukan, El!" Pertanyaan itu ada saat Ziel mendongak ke atas. Dia melihat Elliot berdiri dengan tinjuannya.Tidak banyak bicara, Elliot menarik rambut Ziel hingga tubuhnya terangkat. Melihat wajah itulah membuat Elliot muak untuk membayangkan apa yang terjadi. Ziel mencium Kainan. Itu adalah penyebab Elliot tidak bisa menahan tinjunya lagi. Satu kali … dua kali … bahkan pukulan bertubi-tubi itu dia layangkan pada Ziel hingga tubuhnya tersungkur di atas ubin tangga."Kau pria brengsek!" geram Elliot penuh amarah.Pria itu kembali menarik rambut Ziel hingga tubuh lemahnya terangkangkat. Satu kali dari ti
“Levin Gerald Jawson, apakah kau berjanji akan setia dalam suka dan duka, dalam sehat dan sakit untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan.”Ucapan dari seorang pendeta di hadapan Levin membuat pernikahan itu menjadi sakral. Tidak ada satu pun yang berbicara, para undangan hanya memperhatikan kedua pengantin dalam balutan gaun putih. Begitu juga dengan Levin, dia terlihat tampan dengan sebuah rangkaian mawar kecil yang disematkan di lapel jas putihnya.Di samping Levin berdiri Kainan. Pria itu menggenggam tangannya seolah tidak ingin lagi kehilangannya. Sebuah tangan dengan ukuran yang lebih kecil dari miliknya itu adalah tangan seorang wanita yang untuk pertama kalinya Levin genggam.Pada mata hitam Levin yang pekat, terefleksikan senyum kecil Kainan dengan wajah merona merah. balutan gaun mermaid sederhananya tidak menghilangkan kesan mewah. Meskipun dia adalah sedikit dari banyaknya pengantin
Di tengah senyum mempelai pria, hati Levin sedang resah. Beberapa Kali mata hitamnya terlihat menatap pintu, terkadang dia menunduk untuk melihat arloji di tangan.“Aku belum melihat mempelai perempuan, aku pikir Kainan datang terlambat.” Suara dari pria pemilik Imperial Lux yang datang menghampiri Levin. Tampaknya dia terlihat terburu, meskipun begitu pria itu tidak bisa langsung pergi tanpa menampakkan wajahnya pada mempelai perempuan.“Tiga puluh menit dari acara yang sudah ditentukan, apa terjadi sebuah masalah?” desaknya yang membuat Levin tersudut. Namun, dia hanya membalas dengan senyuman. Sambil memastikan pada arlojinya sendiri, Levin menutupi rasa cemas. Dia mengambil dua gelas wine putih dan memberikannya pada pria itu.“Kenapa kita tidak menikmati waktu luang ini untuk bersu
‘Brak! Brak! Brak!’Di tengah kegaduhan itu, mata hazel Kainan terbuka perlahan. Sayup-sayup, wanita itu mengerjap sesaat. Penglihatan yang awalnya buram kini terlihat jelas. Namun, mata indahnya memicing melihat penjahat yang telah menculiknya menghajar seseorang secara membabi buta. Tidak terlihat jelas siapa, suasana gelap dan hanya seberkas cahaya kecil dari lampu kuning menghalangi penglihatannya.Kainan yang masih terduduk mencoba mengingat kembali apa yang terjadi padanya, tetapi dia tersadarkan akan suatu hal. Tubuhnya tidak bisa bergerak, sebuah ikatan dari tali membatasi pergerakannya. Seseorang telah mengikat tangan dan kakinya dengan rapat.“Siapa yang berani melakukan hal ini!” geramnya dalam hati. Namun, tidak ada satu pun jawaban yang ditemukan Kainan, kecuali gambaran pria yang telah menculiknya.‘Brak!’Wanita yang masih terikat itu tersentak kaget, dia melihat seseorang jatuh menabrak dirinya, lalu tersungkur tepat di bawah kakin. Kainan dapat m
'Brak!'Sebuah pukulan keras dilakukan Levin pada dinding di dekatnya yang tak berdosa.Pukulan itu membuat tangannya yang terkepal meneteskan cairan darah hingga memercik di atas lantai putih di dalam toilet itu. Perasaan gelisah bercampur mual tidak lagi bisa menutupi amarahnya. Tangan pria itu bergetar sambil mengarahkan tinjunya pada cermin, tubuhnya ambruk sesaat tetapi ditahannya dengan sisa tenaga.“Ceroboh! Aku ceroboh! Seharusnya aku sendiri yang menjemputnya!”Perasaan kesal atas kelemahannya sedang bergejolak di tengah amara. Tanpa adanya kemampuan berkelahi, pria itu tampak tidak berguna dalam keadaan seperti ini, seakan otot yang dimilikinya hanya sebagai aksesoris yang tertempel di tubuh.“Apa yang harus aku lakukan untukmu,” sesalnya pada dirinya sendiri.Levin sungguh ingin menyelamatkan calon istrinya, tetapi tindakan gegabahnya berhasil dicegah Elliot. Akhirnya, dia harus mengalah pada pria yang tidak disukainya untuk menggantikan kewajibann
Satu per satu tamu undangan datang dengan warna-warni gaun glamour dari berbagai desainer ternama. Para pria menggandeng mereka dengan jas mahal yang dikenakannya. Dengan senyum seramah mungkin dia menyalami Levin yang sudah siap menyambut.“Selamat atas pernikahan anda,” ucap pria yang tidak asing di mata Levin. Meskipun mereka tidak saling mengenal, wajah pria di depannya adalah pemilik Imperial Lux yang berpengaruh besar atas pernikahan Levin dan Kainan. Tentunya, Levin tidak akan pernah melupakan wajah itu. Wajah yang membuat pernikahan itu tetap terjadi seperti saat ini.Sebuah senyum ramah dari Levin adalah balasan untuk pria di hadapannya. sambil saling berjabat tangan, Levin mengucapkan terima kasihnya. Akan tetapi, pria pemilik Imperial Lux tidak puas dengan itu saja. Wajahnya tampak mendongak mencari seseorang di sekitar Levin.“Di mana mempelai wanitanya?” Terjawab sudah apa yang pria itu cari. Hubungannya dengan mempelai wanita cukuplah dekat. Meski hanya ter
Sebuah gedung penuh cahaya benderang di bawah sinar bulan, musik-musik siap diputar dengan lagu berkelas. Segala dekorasi bunga terlihat menghias setiap sudut ruangan, bersama renda-renda putih yang menjulur dari langit-langit tinggi gedung itu.Itu adalah gedung di mana nama Kainan dan Levin Gerald akan mengucapkan janji pernikahan mereka. Suasana masih sepi, belum ada undangan datang. Jam menunjukkan tiga jam sebelum dimulainya acara.Terlihat para pelayan sibuk menyiapkan sajian, beberapa sibuk memperbaiki dekorasi meja. Namun, pria berjas hitam dengan gaya parlente terlihat berdiri di sudut ruangan. Matanya berkeliaran memastikan semua berjalan lancar. Itu adalah tugas Elliot untuk mempersiapkan kebutuhan pernikahan Kainan. Meskipun saat ini dia lebih ingin ada di dekat Kainan, tetapi tugasnya sebagai sekretaris menuntut untuk berada di tempat ini dan mengawasi setiap detail persiapannya.“Apa kau semalaman tidak bisa tidur?” pertanyaan tiba-tiba Elliot saat menyampi
Suara telepon kabel di meja Elliot berdering. Seperti biasa, dia menjawab sambungan telepon melalui loudspeaker dengan tangkas, sementara jari-jarinya dengan cepat menekan huruf-huruf pada keyboard komputer.“Selamat siang, Sekretaris Elliot di sini!” sapanya yang tidak ramah dan tidak juga abai. Dia menjawab telepon itu seperti biasa di tengah kesibukan pekerjaan yang menuntutnya cepat.[“Selamat siang, Pak. Kami dari meja resepsionis menyampaikan bahwa saat ini Nyonya Syeril menuju atas.”]Mendengar apa yang ada di dalam telepon itu membuat Elliot menghentikan pergerakannya sejenak. Wajah tegang pria itu menunjukkan akan ada sesuatu yang terjadi dan itu bukanlah sesuatu yang baik. Tentu saja karena Elliot mengetahui alasan Syeril datang di perusahaan.Tatapan monolidnya menatap tajam telepon yang tidak bersalah itu. “Baiklah, aku mengerti.”Sambungan telepon ditutup. Dia ingin merenggangkan duduknya, bersandar sejenak pada kursi putar dan menghela napas berat.
'Bruk!'Dengan sekali pukulan dari Elliot, tubuh Ziel terhempas ke dinding dan jatuh terkapar di lantai."Argh, sakit!" rintihnya sambil mengusap sudut bibir yang sudah berdarah.'Bruk! Bruk! Bruk!'Tidak hanya sekali, Elliot memberi lagi pukulan yang kedua dan ketiga kalinya. Itu berhasil membuat wajah tampan dari Ziel terluka lagi.“Apa yang kau lakukan, El!" Pertanyaan itu ada saat Ziel mendongak ke atas. Dia melihat Elliot berdiri dengan tinjuannya.Tidak banyak bicara, Elliot menarik rambut Ziel hingga tubuhnya terangkat. Melihat wajah itulah membuat Elliot muak untuk membayangkan apa yang terjadi. Ziel mencium Kainan. Itu adalah penyebab Elliot tidak bisa menahan tinjunya lagi. Satu kali … dua kali … bahkan pukulan bertubi-tubi itu dia layangkan pada Ziel hingga tubuhnya tersungkur di atas ubin tangga."Kau pria brengsek!" geram Elliot penuh amarah.Pria itu kembali menarik rambut Ziel hingga tubuh lemahnya terangkangkat. Satu kali dari ti
Gaun pernikahan Kainan rusak!Wanita berambut marun itu menggeleng tidak percaya atas apa yang dilihatnya. Di depan mata hazel yang membulat lebar, terpantul biasan dari gaun pengantin yang sudah dalam keadaan rusak.Itu adalah gaun ball gown putih dengan payet dari kristal. Model sederhana dan elegan adalah gaya yang cocok untuk dipakai Kainan. Namun, gaun itu tidak bisa lagi dipakai, seseorang sengaja mencacah di berbagai tempat hingga robek di mana pun.“Ada apa, Kai?” Elliot datang dari belakang. Dia begitu cekatan saat mendengar Kainan dengan suara tinggi.Tidak ada satu pun komentar dari Elliot saat Kainan menunjukkan gaunnya yang sudah rusak."Lihat ini, apa yang terjadi dengan gaun cantikku!" Sisi la