Nurul Faizah Az-Zahra POV
Sesampainya di rumah, aku langsung mengecek ponselku. Hal yang tidak berani kulakukan saat masih berada di angkringan tadi. Takut apa yang dikatakan Selvi dan teman-temanku yang lain benar.Namun, begitu aku mengakses aplikasi Instagram, apa yang diceritakan Selvi dan yang lainnya ternyata benar adanya. Semua itu fakta.Tubuhku langsung lemas saat melihat Gus Furqon benar-benar me-repost story perempuan bernama Ziyana Nafisa itu pada Instagram story-nya.Tampak ia sedang membersihkan rumput di halaman sebuah bangunan masjid, yang kutahu pasti, itu merupakan salah satu program kerja KKN-nya karena aku sudah memantau Instagram resmi KKN mereka sejak lama, sedangkan perempuan bernama Ziyana Nafisa itu, ia berpose melakukan kiss tidak jauh dari Gus Furqon, dan seolah-olah, ciuman itu diberikan kepada Gus Furqon yang terlihat jelas tengah disorot perempuan itu dalam potretnya. Teman-teman mereka yang lain yang masuk ke dalam f“Feiza?” panggil Furqon saat laki-laki itu baru saja keluar dari kamar selepas mandi. Sang kala saat ini menunjukkan pukul 17.03 WIB. Hari Kamis. “Iya, Gus?” balas Feiza yang segera mengalihkan pandangannya dari meja makan yang baru ditatanya. Terhidang beberapa makanan yang baru gadis cantik itu bawa dari indekosnya beberapa waktu lalu, tepatnya saat Furqon tengah mandi. Ada tiga bungkus nasi, sepiring capcai, gorengan ikan nila, dan sekotak Tupperware kecil penuh sambal. “Maaf aku baru bisa ke sini sore, Gus,” dengung Feiza. “Padahal hari ini Kamis. Tapi, paginya aku ndak bisa kemari dulu karena harus pergi ke kampus lebih awal,” lanjutnya menjelaskan alasan dirinya tidak datang ke rumah Furqon sejak tadi pagi seperti seharusnya. “Oh. Iya,” jawab Furqon sekenanya lalu datang menghampiri tempat Feiza. “Njenengan mau makan sekara
Feiza cepat-cepat kembali masuk ke dalam kamar ketika Ziyana Nafisa akhirnya berpamitan kepada Furqon. Ia duduk di pinggir ranjang setelah meraih ponsel dari tasnya lalu pura-pura sibuk menggulir video reels di aplikasi Instagram.Cklek.Pintu kamar terbuka dan sosok tegap Furqon muncul dari baliknya.“Tamunya sudah pulang, Gus?” Feiza yang baru berpura-pura sibuk dengan ponselnya menoleh dan melempar tanya.“Iya,” sahut Furqon lalu kembali menutup pintu.“Teman perempuan njenengan siapa, Gus, yang datang?” tanya Feiza pura-pura tidak tahu jika yang tadi datang adalah Ziyana Nafisa. “Kok cuma sebentar?” lanjutnya yang terdengar seperti menyindir.“Oh, teman pengurus DEMA, Fe. BPH-ku,” jawab Furqon. “Ada dokumen yang perlu kutandatangani,” tambahnya.Feiza mencoba mengulas senyuman menutup raut kecewanya karena Furqon memilih tidak berterus terang bahwa yang datang adalah Ziyana Nafisa, perempuan yang belakangan ini sante
Kabar cinta lokasi Furqon dengan Ziyana Nafisa semakin santer berembus. Terlebih, beredar video pengakuan Ziyana Nafisa jika perempuan cantik itu memang memiliki rasa terhadap sang presiden mahasiswa, Muhammad Furqon Al-Akhyar. Lalu momen-momen kedekatan keduanya semakin banter menjadi sorotan. “Tum, tahu yang namanya Ziyana Nafisa-Ziyana Nafisa itu nggak?” Ririn menyenggol lengan Feiza yang duduk di sebelah kirinya pada salah satu kursi yang ada di dalam basecamp HMJ mereka, Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (HMJ PGMI). “Eh?” Feiza yang sebelumnya berkutat dengan sebuah dokumen word di laptopnya menoleh. “Ada apa, Rin?” tanyanya karena sebelumnya memang tidak benar-benar menyimak pertanyaan Ririn. “Itu loh, kamu tahu yang namanya Ziyana Nafisa-Ziyana Nafisa yang katanya lagi deket sama Pak Pres Furqon?” Ririn menjelaskan pertanyaannya dengan perlahan. Sepersekian sekon Feiza langsung terdiam.
Rencana Feiza untuk segera bertemu dan bicara dengan Furqon tidak berjalan lancar seperti yang diinginkannya. Suaminya itu sangat sulit ditemui. Terlebih, setelah Furqon memberi keputusan sepihak agar Feiza tidak perlu lagi datang ke rumah kontrakan Furqon guna tinggal bersama. Feiza semakin sulit meski sekadar bertatap muka dengannya. Apalagi bicara empat mata.Sebelumnya saat Feiza masih berkeharusan tinggal bersama Furqon selama empat hari dalam seminggu di rumah laki-laki itu, Feiza sudah cukup sulit berdialog karena Furqon yang sangat sibuk bulak-balik meninggalkan rumah untuk mengurus organisasi yang ia pimpin. Bagaimana saat Feiza sudah tidak memiliki kesempatan tinggal dengannya? Tentu bertemu berdua hanya menjadi angan-angan yang semakin susah direalisasikan.Lalu karena saat ini, siang menjelang sore hari di taman samping ndalem rumah keluarga Furqon di Kediri, ketika Feiza akhirnya bisa duduk berdua dengan Furqon setelah ayah dan ibu mertuanya pergi meni
“Feiza?!”Suara terkejut itu berasal dari seseorang yang sejak sore tadi Feiza tunggu-tunggu kedatangannya.Itu suaminya.Muhammad Furqon Al-Akhyar. Orang yang beberapa waktu lalu membuka pintu depan rumah kontrakannya.“Kamu … di sini?” tanya laki-laki itu terdengar begitu terkejut sekaligus heran.Cepat, Feiza yang sudah mengangkat kepalanya yang tadi telungkup di atas meja makan menyeka kedua belah pipinya yang basah dengan gerakan yang cukup kasar.Gadis itu hanya menatap Furqon yang berdiri di bibir pintu penghubung ruang tamu dan ruang keluarga dengan kedua mata sembabnya, tanpa menyahut apa-apa.Diam.Hening.Yang terdengar hanya suara detak jam di dinding.Furqon yang terkesima selama beberapa sekon lantas berjalan menghampiri Feiza, berdiri di hadapannya. Ia benar-benar terkejut melihat presensi Feiza di dalam rumahnya dengan berbagai makanan yang terhidang di atas meja makannya.
Furqon ternyata tidak diam saja. Ia langsung menyusul Feiza masuk ke dalam kamarnya.Cek!“Tetap di sini, Feiza!”Furqon menahan tangan Feiza yang sedang memasukkan ponsel, charger, dan barang-barangnya ke dalam tas.“Tetap di sini,” ulang Furqon. “Aku minta maaf. Sekarang ayo bicara baik-baik,” tambahnya pelan.Feiza yang berdiri membelakangi Furqon tidak menjawab dan kembali mengusap air matanya.“Ayo bicara, Fe! Luapin semua amarah dan kekecewaan kamu selama ini ke aku supaya aku tahu. Ayo bicara,” ucap Furqon masih memegang tangan Feiza.“Aku mau pulang, Gus,” kata Feiza yang akhirnya mau kembali bersuara.“Sekarang sudah lewat tengah malam. Jangan pergi, Feiza! Kamu nggak boleh pergi.”Feiza langsung berbalik dan menepis tangan Furqon yang masih memegang tangannya dengan kencang.“Apa hak njenengan nyuruh aku nggak pulang? Nyuruh aku nggak pergi?” Feiza juga kembali merespons kata-kata Fur
“Aku tidak akan mungkin melakukan itu,” kata Furqon. Feiza menghela napas. “Gus ….” Nada suara gadis itu penuh permohonan. Furqon pun hanya diam. “Hahh,” hela napas Furqon kemudian. Jika Feiza tadi menghela napas pelan, Furqon barusan menghembuskan napasnya kencang. “Kenapa kamu berpikir aku akan menceraikanmu demi menikah dengan perempuan lain, Fe?” tanya Furqon. “Dan Ziyana? Ini sangat konyol.” “Lalu mau njenengan bagaimana?” jawab Feiza dengan tanya juga. “Njenengan mau menikahi Mbak Ziyana Nafisa tanpa menceraikanku? Aku nggak mau, Gus. Tolong, talak saja aku.” Furqon menggeleng mendengar kalimat Feiza itu. “Aku tidak akan menceraikan kamu!” Feiza kembali menangis tersedu. “Terus gimana?” racaunya. “Aku nggak mau dimadu, Gus! Lebih baik aku nggak menikah seumur hidupku!” “Kamu ini bicara apa, Feiza?” tanya Furqon dengan wajah yang kini terlihat s
Ciuman itu terhenti ketika Furqon sedikit menarik dirinya, untuk sama-sama mengambil napas dan pasokan udara.“Aku benar-benar mencintaimu, Feiza,” lirihnya menatap dalam manik mongoloid Feiza kemudian kembali mengikis jarak di antara mereka dan hendak kembali mencium Feiza.Dug!Tanpa diduga, Feiza tiba-tiba mendorong dada Furqon kemudian beringsut mundur di atas sofa panjang yang sejak tadi mereka duduki.“Njenengan jangan membuatku bingung, Gus!” tukas gadis itu.Furqon sangat terkejut melihat respons Feiza itu. “Bingung?” herannya tak berselang lama. “Bingung bagaimana?”Feiza menatap tajam Furqon yang ada di depannya. “Njenengan tidak benar-benar mencintaiku,” kata Feiza pelan. “Baiklah jika njenengan tidak mencintai Mbak Ziyana Nafisa, tapi tolong, jangan menipuku dengan mengatakan njenengan mencintaiku. Itu sangat buruk.”Furqon melebarkan kedua kelopak matanya, menatap Feiza dengan tatapan tidak percaya. “Menipu?
"Assalamualaikum. Ada apa, Furqon?" ucap Bu Nyai Farah ketika mengangkat telepon sang putra. "....""Gimana?""...."Feiza tidak dapat mendengar jawaban Furqon sebab Bu Nyai Farah tidak me-loud speaker panggilan teleponnya."Zahra? Zahra sedang sama Umi, Le. Kenapa?""...."Setelah diam beberapa saat mendengar sahutan Furqon lagi, Bu Nyai Farah kini menatap lurus ke arah Feiza. "Kamu bawa HP, Nduk?" ujarnya sembari menjauhkan ponsel dari sisi kepala."Bawa, Umi. Ada apa?" balas Feiza lalu mengeluarkan ponselnya dari dalam tas selempang kecil miliknya yang ditaruhnya di atas meja."Furqon bilang kamu ndak bisa dihubungi, Zahra. Katanya dia habis nelepon kamu."Cepat, Feiza pun menyalakan ponselnya itu.Benar. Ada beberapa panggilan tak terjawab dari Furqon sejak setengah jam yang lalu.Feiza tidak menyadarinya karena ia mengatur ponselnya dalam mode silent alias diam.Ketika membuka aplikasi perpesanan, Furqon juga mengirim beberapa pesan untuk Feiza.Gus Furqon: Sedang apa Fe? Angkat
Feiza memberengut melihat tampilan ruang obrolannya dengan Furqon.Masalahnya satu. Ia belum selesai bicara, tapi Furqon memilih mengakhiri panggilan telepon mereka.Perempuan itu menghela napas berusaha mengusir kekesalan lalu membaringkan diri di atas tempat tidur kamar sang suami."Semoga nggak ada hal buruk yang terjadi," gumamnya lirih.Tak berselang lama, ia menghela napasnya lagi dengan lebih keras lalu bangkit berdiri, membawa kakinya melangkah ke sekeliling kamar sembari mengamati segala piranti yang ada di dalam kamar Furqon.Detik ini bukan kali pertamanya berada di ruangan berukuran cukup besar dengan AC itu. Sudah yang kedua kali. Namun, Feiza baru merasa nyaman pada kesempatan kali ini.Pasalnya ketika pertama kali, Feiza masih belum bisa menerima status pernikahannya dengan Furqon yang terlalu tiba-tiba. Selain itu, Furqon hanya orang asing yang dalam keseharian cukup menyebalkan menurut penilaiannya.Tentu Feiza merasa tidak nyaman karena segala situasinya. Termasuk be
Drtt ... Drtt .... Sebuah pesan kembali masuk ke dalam ponsel Feiza. Gus Furqon: Balas Fe Pesan itu dari Furqon, suaminya. Drtt ... Drtt .... Pesan Furqon masuk lagi. Gus Furqon: Kenapa dari tadi cuma dibaca Fe? Drtt ... Drtt .... Gus Furqon: Kamu sedang apa? Feiza mengulas senyum kecil membacanya. Furqon ini ternyata pribadi yang masuk golongan orang tidak sabaran. Sebenarnya, tidak juga, sih. Namun, Feiza merasa begitu karena Furqon yang sejak tadi memberondongnya dengan pertanyaan-pertanyaan serupa perihal di mana dan apa yang sedang dilakukan Feiza. Salah Feiza juga sebenarnya karena tidak segera membalas. Namun, bagaimana lagi? Feiza sebetulnya hendak membalas, tapi ada saja yang harus ia lakukan bersama Bu Nyai Farah sang ibu mertua, hingga sejak tadi, pesan Furqon terpaksa perempuan cantik itu abaikan. Drtt ... Drtt ....Feiza baru saja mengaktifkan keypad ponselnya, hendak mengetik pesan balasan ketika pesan Furqon kembali datang.Gus Furqon: Aku rindu kamuBibir
Nurul Faizah Az-Zahra POV"Ada lagi yang mau kamu beli, Nduk?" tanya Umi kepadaku setelah kami berkeliling dengan banyak belanjaan yang dibeli Umi dan kini dibawakan oleh Kang Malik dengan kedua tangannya—yang mana sebagian besar belanjaan itu diperuntukkan Umi Farah untukku.Cepat, tentu aku segera menggelengkan kepala. "Tidak, Umi. Sudah tidak ada," jawabku mantap."Beneran?""Nggeh, Umi." Aku merekahkan senyuman mencoba meyakinkan."Ha ha ha ha ha." Umi langsung menggelakkan tawa yang terdengar begitu renyah dan menyenangkan di telinga. "Ya sudah. Sekarang, kalau begitu mari kita pulang!"Aku kembali tersenyum. Senang. "Nggeh, Umi," balasku."Kang Malik, ayo kita pulang!" ujar Umi kemudian, ganti kepada Kang Malik yang berdiri di belakang kami."Ah, enggeh. Baik, Bu Nyai." Laki-laki yang menurutku masih seumuran dengan Gus Furqon itu mengangguk.Sedetik setelahnya, kami sama-sama mengayunkan tungkai kaki kami pergi menuju jalan keluar plaza."Umi, sebentar," ucapku tak lama setelah
Nurul Faizah Az-Zahra POVSepanjang perjalanan, Umi terus mengajakku berbicara, hingga mobil sedan yang disopiri salah satu santri putra abdi ndalem pesantren keluarga Gus Furqon yang baru kutahu namanya Kang Malik—karena Umi memanggilnya begitu tadi ketika keduanya berbincang sebentar—membelokkan mobil yang kami naiki masuk ke dalam area pesantren.Setelah beberapa waktu menempuh perjalanan, kami telah tiba di pondok pesantren asuhan Umi dan Abah Gus Furqon di Kediri.Saat itu aku baru sadar, aku sama sekali tidak membawa masker sekarang, sehingga wajahku tidak dapat kusembunyikan.Bukankah beberapa santri sudah pernah melihat wajahku sebelumnya ketika diajak Umi salat berjemaah di musala pondok putri?Ya, jawabannya adalah iya. Namun, ketika itu mereka pasti hanya melihatnya sekilas. Setidaknya itu yang aku yakini. Dan lagi pula, saat itu di ruangan tertutup sehingga meski ada yang melihat, mestinya tidak banyak.Berbeda jauh jika melihatku di ruang terbuka. Di halaman ndalem kesepu
"Zahra," panggil Bu Nyai Farah halus pada Feiza yang kini duduk manis di sampingnya pada kursi penumpang belakang sebuah mobil sedan berwarna hitam yang melaju di jalan raya. "Nggeh, Mi?" balas Feiza segera. Bu Nyai Farah mengembangkan senyumnya. "Ada yang mau Umi tanyakan?" Jantung Feiza langsung berdebar-debar. "Ta-tanya apa, Umi?" balas Feiza pelan dengan perasaan yang entah mengapa menjadi was-was dalam seketika. Bu Nyai Farah mendekatkan dirinya ke arah Feiza—hal yang membuat jantung Feiza semakin berdebar tidak karuan—lantas berbisik pelan ke telinga menantunya itu. "Umi perhatikan wajah kamu sedikit pucat, Zahra. Sedang tidak enak badan?" Feiza merasa kembali dikejutkan. Bukan karena pertanyaan yang diajukan Bu Nyai Farah kepadanya. Namun, sebab apa yang diduga, dipikirkan, dan ditakutkannya ternyata meleset. Perempuan cantik itu diam-diam menghela napasnya dengan penuh kelegaan. Pikiran buruk yang sebelumnya bercokol di kepalanya tidak terjadi. Bu Nyai Farah t
"Masyaallah, cantiknya putri menantuku ...." Bu Nyai Farah mengembangkan senyumnya sembari terpana memandang Feiza yang muncul dari dapur dengan sebuah nampan kecil berisi tiga buah cawan teh hangat di tangannya. "Monggo diminum dulu, Umi," ucap Feiza sembari menyajikan teh yang baru dibuatnya itu ke atas meja. "Iya, Zahra." Bu Nyai Farah menganggukkan kepala lalu meraih cawan teh yang ada di depannya yang baru saja disajikan Feiza kemudian pelan menyeruputnya. "Bismillahirrahmanirrahim," ucap Bu Nyai Farah sebelum meminum cairan berwarna kecokelatan itu. "Enak, Nduk." Kemudian pujinya. "He he, terima kasih, Umi." Bu Nyai Farah menganggukkan kepalanya sekali. Kedua netranya menatap sang menantu dalam-dalam. "Kamu terlihat lebih cantik dari yang terakhir kali Umi lihat, Zahra." Tak lama, Bu Nyai Farah kembali melempar pujian untuk Feiza yang kini sudah duduk di sebuah sofa yang tepat berada di depan perempuan paruh baya itu. "Aamiin. Umi bisa saja he he," ucap Feiza. "
"Iya, aku memang ngeselin, Feiza. Tapi cuma ke kamu aku seperti ini," ucap Furqon sembari menatap Feiza dalam-dalam. Tangan kanannya bergerak menggenggam tangan kanan istrinya itu perlahan. "Kamu pasanganku. Mungkin memang jodohnya, laki-laki tengil dan menyebalkan sepertiku menikah dengan perempuan galak dan keras kepala seperti kamu."Plak!"Aduh!"Tanpa aba-aba, Feiza memukul lengan Furqon yang ada di depannya dengan tangan kirinya."Sakit, Sayang," lirih Furqon menatap dalam Feiza sembari menampilkan ringisan di wajah tampannya."Rasain," balas Feiza dengan wajah cemberut."Ha ha." Furqon kembali tertawa melihat wajah istrinya yang menurutnya terkesan lucu itu. "Sayang banget aku sama kamu," lirihnya lalu mengecup tangan kanan Feiza yang ada di genggamannya."Katanya aku galak?" desau Feiza."Iya, tapi aku sayang.""Berarti nyebelin dong? Kenapa masih sayang?""Karena ngangenin," balas Furq
Assalamualaikum warahmatullah .... Assalamualaikum warahmatullah .... Usai salat, Furqon mengangkat kedua tangannya ke udara, memimpin doa kemudian langsung berbalik menoleh ke arah Feiza yang ada di belakangnya. "Mas." Feiza mendekat lalu meraih tangan Furqon dan menciumnya. Furqon merekahkan senyum. Tangan kirinya yang bebas tidak dicium Feiza bergerak mengusap lembut puncak kepala sang istri yang masih berbalutkan kain mukena. "Aku akan rindu kamu, Fe," tutur Furqon. Selesai bersalaman, Feiza menegakkan duduknya lagi dan sedikit mendongakkan kepala agar dapat menatap lurus wajah tampan Furqon yang ada di hadapannya. "Cuma dua hari, Mas," sahut Feiza. "Iya. Tapi aku akan sekarat merinduimu." "Ha ha ha ha." Feiza langsung memecahkan tawa mendengar itu. "Gombal banget, sih, Mas," tukasnya. Furqon kembali memasang senyum menatap perempuan yang ada di depannya. "Itu kenyataannya, Fe. Aku akan kangen banget sama kamu." "Chessy, ih. Gombal," respons Feiza sekali lagi. "Nggak p