Share

Bab 3

Author: Kakesa_D
last update Last Updated: 2024-12-16 20:51:30

Malam itu, Damira kembali ke gubuk kecil di belakang rumah. Angin malam membawa udara dingin, tapi pikirannya justru terasa lebih panas dari biasanya. Perasaan campur aduk memenuhi benaknya sejak ibunya menyampaikan rencana perjodohan beberapa hari yang lalu. Rasa takut, marah, bingung, dan pasrah semuanya tumpang tindih, membentuk pusaran yang membuatnya sulit berpikir jernih.

Ia duduk memeluk lututnya, menatap gelapnya langit malam. Kepalanya penuh dengan pemikiran tentang apa yang mungkin terjadi jika ia menerima perjodohan itu.

Ketakutan Akan Kehidupan Pernikahan

Damira sering menonton berita di televisi atau membaca cerita-cerita di media sosial tentang kehidupan rumah tangga yang berakhir tragis. Ia melihat wanita-wanita cantik, pintar, dan sukses justru menjadi korban perceraian. Dalam pikirannya, ia bertanya-tanya, kalau yang cantik dan sukses saja bisa diceraikan, bagaimana denganku?

Damira tidak merasa dirinya istimewa. Ia bukan perempuan yang memiliki wajah menawan atau latar belakang keluarga yang membuatnya percaya diri. Ia hanyalah seorang gadis biasa dengan banyak kekurangan, setidaknya begitulah ia melihat dirinya sendiri.

“Kalau mereka yang sempurna saja nggak cukup buat dipertahankan, aku apa? Aku yang bahkan nggak bisa masak. Aku yang belum ngerti apa-apa soal kehidupan rumah tangga. Masa aku mau langsung menikah cuma karena diminta orang tua?” pikirnya.

Damira memejamkan mata, mengingat ucapan-ucapan ibunya yang kerap menghantui benaknya.

“Damira, perempuan itu harus siap apa aja kalau menikah. Harus bisa masak, harus tahu cara melayani suami, harus begini, harus begitu.”

Kata-kata itu terngiang lagi di kepalanya. Damira merasa berat. Ia bertanya-tanya, apakah menjadi seorang perempuan berarti harus menerima semua tuntutan tanpa pernah mempertanyakan keadilan?

“Apa nanti kalau aku nggak bisa masak, aku bakal dimarahi? Kalau masakan aku asin, apa aku bakal dipukul? Banyak cerita yang kayak gitu,” gumamnya pada dirinya sendiri.

Pertanyaan Tentang Peran Perempuan

Pikiran Damira berputar ke arah yang lebih luas. Ia ingat berbagai kisah yang pernah ia baca tentang perempuan yang dituntut sempurna dalam pernikahan. Perempuan yang harus memasak, membersihkan rumah, mengurus anak, dan tetap menjaga senyum di wajah mereka meskipun lelah.

“Apakah itu semua harus aku lakukan sendiri? Kalau aku gagal, apa itu artinya aku istri yang buruk?” tanya Damira pada dirinya sendiri.

Ia juga teringat cerita tentang suami-suami yang bersikap seenaknya hanya karena merasa lebih berkuasa dalam rumah tangga. Ia pernah membaca tentang perempuan yang bekerja keras sepanjang hari, tetapi tetap dianggap rendah hanya karena penghasilan mereka lebih kecil daripada suami mereka.

“Kenapa selalu perempuan yang harus berkorban? Kenapa perempuan harus selalu menyesuaikan diri, sementara laki-laki merasa itu bukan tanggung jawab mereka?” pikirnya dengan rasa geram.

Damira merasa dunia terlalu berat sebelah. Ia melihat banyak contoh lelaki yang masih memegang prinsip patriarki—bahwa perempuan ada untuk melayani, sedangkan laki-laki adalah pemimpin yang tidak boleh dibantah.

“Apakah ada cowok yang nggak patriarki? Yang benar-benar ngerti kalau pernikahan itu harus saling menghormati dan berbagi tanggung jawab?”

Ketakutan Akan Kehilangan Jati Diri

Salah satu hal yang paling membuat Damira takut adalah kehilangan dirinya sendiri jika ia menikah terlalu cepat.

“Aku belum tahu apa yang sebenarnya aku inginkan dalam hidup ini. Aku belum paham benar siapa aku dan apa tujuan aku. Kalau aku menikah sekarang, aku takut aku cuma jadi bayangan dari apa yang orang lain mau,” pikirnya.

Damira ingin waktu. Waktu untuk memahami dirinya sendiri, waktu untuk belajar lebih banyak tentang dunia, dan waktu untuk meraih mimpi-mimpinya yang belum sempat ia tentukan.

Pernikahan, bagi Damira, bukanlah solusi untuk semua masalah hidupnya. Sebaliknya, ia merasa bahwa pernikahan justru bisa menjadi awal dari masalah baru, terutama jika ia belum siap secara mental dan emosional.

Ia sering mendengar cerita dari orang-orang di desanya tentang istri-istri muda yang tertekan karena tidak bisa memenuhi ekspektasi suami dan keluarga mertua. Cerita-cerita itu membuatnya semakin ragu untuk menerima perjodohan ini.

Mencari Harapan di Tengah Kekhawatiran

Namun, di tengah semua ketakutannya, Damira mencoba mencari harapan. Ia bertanya-tanya, apakah mungkin ada pernikahan yang bisa berjalan tanpa tuntutan yang tidak masuk akal? Apakah mungkin ada hubungan yang didasarkan pada kesetaraan dan saling pengertian?

Ia ingin percaya bahwa ada pasangan yang tidak akan menuntutnya menjadi sempurna. Pasangan yang akan menerima dirinya apa adanya, dengan semua kekurangan dan kelebihannya.

“Tapi apa itu mungkin? Apa itu bukan cuma mimpi?” tanyanya pada dirinya sendiri.

Damira menatap bintang-bintang di langit malam. Ia merasa kecil di tengah luasnya dunia, tetapi ia juga merasa bahwa masih ada harapan.

“Kalau aku bisa menemukan cara untuk berdiri di atas kakiku sendiri, mungkin aku bisa memilih jalan hidupku sendiri. Aku nggak perlu tergantung pada apa yang orang lain mau,” pikirnya.

Kesimpulan Sementara

Malam itu, di bawah pohon-pohon mangga, kelapa, dan kedondong yang melindungi gubuk kecilnya, Damira membuat keputusan kecil di dalam hatinya.

“Aku akan berusaha. Aku nggak tahu bagaimana caranya, tapi aku akan mencari jalan. Aku ingin hidup yang lebih baik, bukan hidup yang hanya mengikuti apa kata orang lain,” bisiknya.

Dengan tekad yang mulai tumbuh, Damira tahu bahwa perjalanan ini tidak akan mudah. Namun, ia percaya bahwa setiap langkah kecil yang ia ambil akan membawanya lebih dekat ke arah kebebasan dan kemandirian yang ia impikan.

---

Flashback ini menggambarkan pergulatan batin Damira yang muncul setelah ia menghadapi perjodohan yang tidak ia inginkan. Melalui pemikiran-pemikirannya, pembaca dapat memahami ketakutan, keraguan, dan harapannya, yang menjadi fondasi bagi perjalanan hidupnya ke depan.

Related chapters

  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 4

    Pagi itu, sinar matahari menyusup lembut melalui celah-celah daun pohon mangga di halaman rumah. Suara burung-burung kecil bernyanyi menyambut pagi, seperti memberikan semangat baru untuk Damira. Ia bangun dari tempat tidurnya, menghela napas panjang, dan segera menuju dapur untuk memulai rutinitas sehari-hari.Rutinitas Pagi DamiraDamira memulai harinya dengan mencuci piring-piring yang masih tersisa dari malam sebelumnya. Meski bukan pekerjaan yang ia nikmati, ia tahu bahwa inilah bagian dari tanggung jawabnya di rumah. Selesai mencuci piring, ia mengambil ember dan sabun cuci untuk mencuci pakaian keluarga.“Kalau aku menikah, apa rutinitasnya bakal seperti ini juga?” gumamnya sambil mengucek pakaian. Pikiran itu seolah tidak pernah lepas dari kepalanya sejak perjodohan itu dibicarakan.Setelah selesai mencuci, Damira melanjutkan membersihkan taman kecil di samping rumah. Ia menyapu dedaunan kering yang berserakan di bawah pohon kelapa dan kedondong. Ada perasaan puas yang muncul

    Last Updated : 2024-12-17
  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 5

    Setelah berhari-hari memantapkan hati, Damira akhirnya memberanikan diri untuk mendaftar kuliah secara online. Meski dengan koneksi internet yang terkadang lambat, ia dengan sabar mengisi setiap formulir yang diminta panitia pendaftaran. Ia juga mengunggah berkas-berkas yang dibutuhkan, mulai dari ijazah SMK hingga dokumen identitas.“Semoga ini jalan yang benar,” gumamnya sambil menekan tombol submit pada akhir proses pendaftaran.Tiga hari menunggu hasil penerimaan terasa seperti tiga minggu bagi Damira. Ia menghabiskan waktu dengan mencoba melupakan kekhawatirannya, tetapi pikirannya terus kembali ke satu pertanyaan besar: Apakah aku diterima?Pengumuman yang Mengubah SegalanyaPagi itu, saat membuka email, Damira menemukan pesan dari pihak kampus. Dengan tangan bergetar, ia membuka isi pesan tersebut.“Selamat! Anda diterima sebagai mahasiswa program D3 di Universitas Suraka.”Damira menutup mulutnya, hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja ia baca. Matanya berkaca-kaca, te

    Last Updated : 2024-12-17
  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 6

    Pagi itu, seperti biasa, Damira terbangun dari tidurnya sebelum matahari terbit. Udara Kota Suraka yang segar namun sedikit dingin menambah semangatnya untuk memulai hari. Setelah mandi dan berganti pakaian sederhana, ia segera menuju dapur untuk membuat secangkir teh hangat.“Semangat, Damira. Ini semua demi masa depan,” gumamnya pada diri sendiri sambil menyeruput teh.Rutinitas Damira kini jauh berbeda dari kehidupannya di desa. Di Kota Suraka, ia memiliki tanggung jawab baru yang membutuhkan manajemen waktu yang baik. Selain mengikuti perkuliahan daring, ia juga membantu bibinya menjaga toko kelontong. Dengan semua itu, ia harus memastikan dirinya tetap fokus pada tujuan utamanya: menyelesaikan pendidikan.Rutinitas Pagi di TokoSetelah menyelesaikan sarapannya, Damira langsung menuju toko bibinya. Sebelum pelanggan mulai berdatangan, ia membersihkan rak-rak barang, menyapu lantai, dan mengecek stok barang yang mulai menipis.“Mira, kalau ada barang yang habis, catat ya. Bibi nant

    Last Updated : 2024-12-17
  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 1

    Agustus 2020 adalah momen yang penuh harapan bagi Damira. Setelah bertahun-tahun menempuh pendidikan di SMK Sekolah Menengah Kejuruan, ia akhirnya lulus dengan nilai yang memuaskan. Hari itu, ia berjalan pulang ke rumah dengan langkah ringan. Dalam pikirannya, ia membayangkan apa yang akan dilakukan setelah ini. Mungkin mulai mencari pekerjaan di restoran atau hotel, atau bahkan membuka usaha kecil-kecilan di rumah bersama ibunya. Namun, langkah Damira terhenti di depan pintu rumah saat melihat ibunya, Bu Siti, duduk di ruang tamu dengan wajah serius. Biasanya, ibunya selalu menyambutnya dengan senyum ceria, tetapi kali ini raut wajahnya menunjukkan ada sesuatu yang sedang dipikirkannya. “Ma, aku lulus!” seru Damira, mengangkat surat kelulusannya dengan senyum lebar. Bu Siti tersenyum kecil, meski senyum itu tidak seperti biasanya. “Selamat ya, Nak. Mama bangga sama kamu,” katanya lembut. Damira mengernyit. “Kenapa, Ma? Kok Mama kayaknya nggak seneng? Apa ada masalah?” Bu Siti m

    Last Updated : 2024-12-16
  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 2

    Matahari sore perlahan tenggelam di balik deretan pohon mangga, kelapa, dan kedondong yang tumbuh di halaman belakang rumah Damira. Pohon-pohon itu memberikan kesejukan sekaligus ketenangan bagi Damira yang tengah bersandar di gubuk kecil, tempat favoritnya untuk melamun. Gubuk sederhana itu terbuat dari bambu, dengan atap rumbia yang sudah mulai berlubang. Angin sore berhembus lembut, menggoyangkan dedaunan dan membawa aroma khas tanah basah.Namun, suasana tenang di sekitarnya tak mampu menenangkan pikiran Damira. Percakapan dengan ibunya sore tadi terus berputar di kepalanya, seperti film yang diputar ulang tanpa henti.“Damira, jangan banyak milih! Kita ini orang miskin, tahu diri sedikit. Apa kata orang kalau kamu nolak? Sudah bagus ada yang mau. Kamu pikir kamu itu siapa?” kata ibunya dengan nada tegas.Damira mendengar kata-kata itu dengan hati yang berat. Ia tidak membantah langsung, tetapi setiap kata itu terasa seperti belati yang menusuk perasaannya.Ia memberanikan diri be

    Last Updated : 2024-12-16

Latest chapter

  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 6

    Pagi itu, seperti biasa, Damira terbangun dari tidurnya sebelum matahari terbit. Udara Kota Suraka yang segar namun sedikit dingin menambah semangatnya untuk memulai hari. Setelah mandi dan berganti pakaian sederhana, ia segera menuju dapur untuk membuat secangkir teh hangat.“Semangat, Damira. Ini semua demi masa depan,” gumamnya pada diri sendiri sambil menyeruput teh.Rutinitas Damira kini jauh berbeda dari kehidupannya di desa. Di Kota Suraka, ia memiliki tanggung jawab baru yang membutuhkan manajemen waktu yang baik. Selain mengikuti perkuliahan daring, ia juga membantu bibinya menjaga toko kelontong. Dengan semua itu, ia harus memastikan dirinya tetap fokus pada tujuan utamanya: menyelesaikan pendidikan.Rutinitas Pagi di TokoSetelah menyelesaikan sarapannya, Damira langsung menuju toko bibinya. Sebelum pelanggan mulai berdatangan, ia membersihkan rak-rak barang, menyapu lantai, dan mengecek stok barang yang mulai menipis.“Mira, kalau ada barang yang habis, catat ya. Bibi nant

  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 5

    Setelah berhari-hari memantapkan hati, Damira akhirnya memberanikan diri untuk mendaftar kuliah secara online. Meski dengan koneksi internet yang terkadang lambat, ia dengan sabar mengisi setiap formulir yang diminta panitia pendaftaran. Ia juga mengunggah berkas-berkas yang dibutuhkan, mulai dari ijazah SMK hingga dokumen identitas.“Semoga ini jalan yang benar,” gumamnya sambil menekan tombol submit pada akhir proses pendaftaran.Tiga hari menunggu hasil penerimaan terasa seperti tiga minggu bagi Damira. Ia menghabiskan waktu dengan mencoba melupakan kekhawatirannya, tetapi pikirannya terus kembali ke satu pertanyaan besar: Apakah aku diterima?Pengumuman yang Mengubah SegalanyaPagi itu, saat membuka email, Damira menemukan pesan dari pihak kampus. Dengan tangan bergetar, ia membuka isi pesan tersebut.“Selamat! Anda diterima sebagai mahasiswa program D3 di Universitas Suraka.”Damira menutup mulutnya, hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja ia baca. Matanya berkaca-kaca, te

  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 4

    Pagi itu, sinar matahari menyusup lembut melalui celah-celah daun pohon mangga di halaman rumah. Suara burung-burung kecil bernyanyi menyambut pagi, seperti memberikan semangat baru untuk Damira. Ia bangun dari tempat tidurnya, menghela napas panjang, dan segera menuju dapur untuk memulai rutinitas sehari-hari.Rutinitas Pagi DamiraDamira memulai harinya dengan mencuci piring-piring yang masih tersisa dari malam sebelumnya. Meski bukan pekerjaan yang ia nikmati, ia tahu bahwa inilah bagian dari tanggung jawabnya di rumah. Selesai mencuci piring, ia mengambil ember dan sabun cuci untuk mencuci pakaian keluarga.“Kalau aku menikah, apa rutinitasnya bakal seperti ini juga?” gumamnya sambil mengucek pakaian. Pikiran itu seolah tidak pernah lepas dari kepalanya sejak perjodohan itu dibicarakan.Setelah selesai mencuci, Damira melanjutkan membersihkan taman kecil di samping rumah. Ia menyapu dedaunan kering yang berserakan di bawah pohon kelapa dan kedondong. Ada perasaan puas yang muncul

  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 3

    Malam itu, Damira kembali ke gubuk kecil di belakang rumah. Angin malam membawa udara dingin, tapi pikirannya justru terasa lebih panas dari biasanya. Perasaan campur aduk memenuhi benaknya sejak ibunya menyampaikan rencana perjodohan beberapa hari yang lalu. Rasa takut, marah, bingung, dan pasrah semuanya tumpang tindih, membentuk pusaran yang membuatnya sulit berpikir jernih.Ia duduk memeluk lututnya, menatap gelapnya langit malam. Kepalanya penuh dengan pemikiran tentang apa yang mungkin terjadi jika ia menerima perjodohan itu.Ketakutan Akan Kehidupan PernikahanDamira sering menonton berita di televisi atau membaca cerita-cerita di media sosial tentang kehidupan rumah tangga yang berakhir tragis. Ia melihat wanita-wanita cantik, pintar, dan sukses justru menjadi korban perceraian. Dalam pikirannya, ia bertanya-tanya, kalau yang cantik dan sukses saja bisa diceraikan, bagaimana denganku?Damira tidak merasa dirinya istimewa. Ia bukan perempuan yang memiliki wajah menawan atau lat

  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 2

    Matahari sore perlahan tenggelam di balik deretan pohon mangga, kelapa, dan kedondong yang tumbuh di halaman belakang rumah Damira. Pohon-pohon itu memberikan kesejukan sekaligus ketenangan bagi Damira yang tengah bersandar di gubuk kecil, tempat favoritnya untuk melamun. Gubuk sederhana itu terbuat dari bambu, dengan atap rumbia yang sudah mulai berlubang. Angin sore berhembus lembut, menggoyangkan dedaunan dan membawa aroma khas tanah basah.Namun, suasana tenang di sekitarnya tak mampu menenangkan pikiran Damira. Percakapan dengan ibunya sore tadi terus berputar di kepalanya, seperti film yang diputar ulang tanpa henti.“Damira, jangan banyak milih! Kita ini orang miskin, tahu diri sedikit. Apa kata orang kalau kamu nolak? Sudah bagus ada yang mau. Kamu pikir kamu itu siapa?” kata ibunya dengan nada tegas.Damira mendengar kata-kata itu dengan hati yang berat. Ia tidak membantah langsung, tetapi setiap kata itu terasa seperti belati yang menusuk perasaannya.Ia memberanikan diri be

  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 1

    Agustus 2020 adalah momen yang penuh harapan bagi Damira. Setelah bertahun-tahun menempuh pendidikan di SMK Sekolah Menengah Kejuruan, ia akhirnya lulus dengan nilai yang memuaskan. Hari itu, ia berjalan pulang ke rumah dengan langkah ringan. Dalam pikirannya, ia membayangkan apa yang akan dilakukan setelah ini. Mungkin mulai mencari pekerjaan di restoran atau hotel, atau bahkan membuka usaha kecil-kecilan di rumah bersama ibunya. Namun, langkah Damira terhenti di depan pintu rumah saat melihat ibunya, Bu Siti, duduk di ruang tamu dengan wajah serius. Biasanya, ibunya selalu menyambutnya dengan senyum ceria, tetapi kali ini raut wajahnya menunjukkan ada sesuatu yang sedang dipikirkannya. “Ma, aku lulus!” seru Damira, mengangkat surat kelulusannya dengan senyum lebar. Bu Siti tersenyum kecil, meski senyum itu tidak seperti biasanya. “Selamat ya, Nak. Mama bangga sama kamu,” katanya lembut. Damira mengernyit. “Kenapa, Ma? Kok Mama kayaknya nggak seneng? Apa ada masalah?” Bu Siti m

DMCA.com Protection Status