Share

Bab 2

Penulis: Kakesa_D
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-16 20:22:17

Matahari sore perlahan tenggelam di balik deretan pohon mangga, kelapa, dan kedondong yang tumbuh di halaman belakang rumah Damira. Pohon-pohon itu memberikan kesejukan sekaligus ketenangan bagi Damira yang tengah bersandar di gubuk kecil, tempat favoritnya untuk melamun. Gubuk sederhana itu terbuat dari bambu, dengan atap rumbia yang sudah mulai berlubang. Angin sore berhembus lembut, menggoyangkan dedaunan dan membawa aroma khas tanah basah.

Namun, suasana tenang di sekitarnya tak mampu menenangkan pikiran Damira. Percakapan dengan ibunya sore tadi terus berputar di kepalanya, seperti film yang diputar ulang tanpa henti.

“Damira, jangan banyak milih! Kita ini orang miskin, tahu diri sedikit. Apa kata orang kalau kamu nolak? Sudah bagus ada yang mau. Kamu pikir kamu itu siapa?” kata ibunya dengan nada tegas.

Damira mendengar kata-kata itu dengan hati yang berat. Ia tidak membantah langsung, tetapi setiap kata itu terasa seperti belati yang menusuk perasaannya.

Ia memberanikan diri bertanya, “Ma, apa kalau saya miskin dan jelek, saya nggak boleh memilih?”

Ibunya hanya diam. Tidak ada jawaban, bahkan tidak ada tatapan balasan. Ibunya hanya memandang ke arah lain, mungkin merasa tidak perlu menjawab pertanyaan yang dianggapnya tak penting. Namun bagi Damira, keheningan itu adalah jawaban yang jelas.

Damira mendesah. Ia tahu, pemikiran ibunya adalah hasil dari kehidupan yang keras dan penuh keterbatasan. Ia juga sadar, melawan pemikiran itu bukan perkara mudah. Tapi, apakah itu berarti ia harus menyerah pada takdir yang tidak ia inginkan?

Memikirkan Jalan Keluar

Damira duduk bersila di lantai bambu gubuk itu, mencoba mencari jalan keluar. Ia tahu, jika terus berdebat dengan ibunya, yang akan ia dapat hanyalah ceramah panjang yang sama. Tapi, ia juga tidak bisa menerima begitu saja keputusan perjodohan ini.

“Kalau aku nikah sekarang, semua mimpi aku bakal selesai. Hidupku bakal cuma jadi tentang ngikutin apa yang orang lain mau,” pikirnya.

Selama ini, ia tidak pernah terpikir untuk melanjutkan pendidikan setelah lulus. Keinginannya sederhana—membantu ibunya di rumah dan hidup seadanya. Namun, perjodohan ini memaksanya memikirkan hal yang lebih besar.

“Kalau aku kuliah, Mama nggak akan bisa maksa aku buat cepat nikah,” pikirnya tiba-tiba. Ide itu muncul seperti cahaya di tengah kegelapan, memberi harapan baru.

Namun, kenyataan langsung menyerang. “Tapi dari mana aku bisa dapet uang buat kuliah?” pikirnya dengan wajah muram.

Meski begitu, tekadnya mulai tumbuh. Jika kuliah bisa menjadi cara untuk menghindari perjodohan ini, ia akan mencari jalannya, apa pun risikonya.

Percakapan Malam

Saat malam tiba, Damira memutuskan untuk berbicara lagi dengan ibunya. Mereka duduk di ruang tengah yang remang, diterangi satu lampu minyak. Suasana hening, hanya terdengar suara jangkrik dari luar rumah.

“Ma, kalau aku lanjut sekolah, gimana?” tanya Damira perlahan.

Ibunya menatapnya dengan raut wajah bingung. “Sekolah? Maksud kamu kuliah?”

Damira mengangguk pelan. “Iya, Ma. Aku pikir, kalau aku bisa kuliah, aku bisa punya masa depan yang lebih baik. Aku juga nggak perlu buru-buru nikah.”

Ibunya menghela napas panjang, lalu berkata dengan nada lelah, “Damira, kamu tahu kan kita ini nggak punya uang? Mau kuliah dari mana biayanya? Jangan terlalu mimpi tinggi.”

“Tapi, Ma, aku bisa cari beasiswa. Kalau nggak dapet, aku bisa kerja sambil kuliah,” jawab Damira, mencoba meyakinkan.

“Kerja apa? Kamu pikir kerja itu gampang? Kamu itu cuma lulusan sekolah kejuruan. Orang-orang kaya aja susah dapet kerja, apalagi kita,” balas ibunya dengan nada tajam.

Damira terdiam. Ia tahu ibunya tidak salah, tapi ia tidak ingin menyerah begitu saja.

“Ma, aku cuma pengen kasih waktu buat aku sendiri. Kalau aku kuliah, aku bisa belajar lebih banyak, punya kesempatan lebih baik. Aku nggak mau nikah cuma karena dipaksa keadaan,” katanya dengan suara bergetar.

Ibunya tidak langsung menjawab. Wajahnya tampak keras, tetapi ada keraguan di matanya. Ia tahu Damira adalah anak yang cerdas, tetapi hidup mereka penuh keterbatasan.

“Kalau kamu gagal, Damira, kamu cuma akan bikin malu keluarga. Mama nggak mau lihat kamu susah di luar sana,” ujar ibunya akhirnya.

Damira mengangguk pelan. “Aku ngerti, Ma. Tapi aku mau coba. Aku nggak mau hidup aku cuma jadi bayangan dari apa yang orang lain mau.”

Tekad yang Semakin Kuat

Percakapan malam itu tidak berakhir dengan keputusan pasti, tetapi Damira merasa sedikit lebih lega. Ia tahu ibunya tidak sepenuhnya setuju, tapi setidaknya ia mulai memahami keinginan Damira.

Malam itu, di kamarnya yang sederhana, Damira mulai membuat rencana. Ia mengambil kertas dan pena, lalu menuliskan langkah-langkah yang bisa ia ambil.

1. Cari informasi tentang beasiswa. Damira tahu ini adalah langkah pertama yang harus ia lakukan.

2. Berbicara dengan guru di sekolah. Mungkin ada peluang atau saran yang bisa membantunya melanjutkan pendidikan.

3. Menabung. Jika ia tidak bisa langsung kuliah, ia harus mencari pekerjaan sementara untuk mengumpulkan biaya.

4. Tetap bersabar. Ia tahu ini bukan jalan yang mudah, tetapi ia bertekad untuk tidak menyerah.

Setelah selesai menulis, Damira merasa lebih tenang. Meski jalannya penuh dengan rintangan, ia percaya pada dirinya sendiri.

“Ini hidupku. Aku yang harus tentukan jalannya,” gumamnya sambil menatap kertas di tangannya.

Penutup

Di malam yang tenang itu, di bawah cahaya remang lampu minyak, Damira menemukan kekuatan baru dalam dirinya. Ia tahu, tantangan di depannya tidak akan mudah. Namun, ia juga tahu bahwa ia tidak bisa terus hidup dalam bayang-bayang orang lain.

Dengan tekad yang semakin kuat, Damira siap menghadapi apa pun yang akan datang, demi masa depan yang ia impikan.

Bab terkait

  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 3

    Malam itu, Damira kembali ke gubuk kecil di belakang rumah. Angin malam membawa udara dingin, tapi pikirannya justru terasa lebih panas dari biasanya. Perasaan campur aduk memenuhi benaknya sejak ibunya menyampaikan rencana perjodohan beberapa hari yang lalu. Rasa takut, marah, bingung, dan pasrah semuanya tumpang tindih, membentuk pusaran yang membuatnya sulit berpikir jernih.Ia duduk memeluk lututnya, menatap gelapnya langit malam. Kepalanya penuh dengan pemikiran tentang apa yang mungkin terjadi jika ia menerima perjodohan itu.Ketakutan Akan Kehidupan PernikahanDamira sering menonton berita di televisi atau membaca cerita-cerita di media sosial tentang kehidupan rumah tangga yang berakhir tragis. Ia melihat wanita-wanita cantik, pintar, dan sukses justru menjadi korban perceraian. Dalam pikirannya, ia bertanya-tanya, kalau yang cantik dan sukses saja bisa diceraikan, bagaimana denganku?Damira tidak merasa dirinya istimewa. Ia bukan perempuan yang memiliki wajah menawan atau lat

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-16
  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 4

    Pagi itu, sinar matahari menyusup lembut melalui celah-celah daun pohon mangga di halaman rumah. Suara burung-burung kecil bernyanyi menyambut pagi, seperti memberikan semangat baru untuk Damira. Ia bangun dari tempat tidurnya, menghela napas panjang, dan segera menuju dapur untuk memulai rutinitas sehari-hari.Rutinitas Pagi DamiraDamira memulai harinya dengan mencuci piring-piring yang masih tersisa dari malam sebelumnya. Meski bukan pekerjaan yang ia nikmati, ia tahu bahwa inilah bagian dari tanggung jawabnya di rumah. Selesai mencuci piring, ia mengambil ember dan sabun cuci untuk mencuci pakaian keluarga.“Kalau aku menikah, apa rutinitasnya bakal seperti ini juga?” gumamnya sambil mengucek pakaian. Pikiran itu seolah tidak pernah lepas dari kepalanya sejak perjodohan itu dibicarakan.Setelah selesai mencuci, Damira melanjutkan membersihkan taman kecil di samping rumah. Ia menyapu dedaunan kering yang berserakan di bawah pohon kelapa dan kedondong. Ada perasaan puas yang muncul

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17
  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 5

    Setelah berhari-hari memantapkan hati, Damira akhirnya memberanikan diri untuk mendaftar kuliah secara online. Meski dengan koneksi internet yang terkadang lambat, ia dengan sabar mengisi setiap formulir yang diminta panitia pendaftaran. Ia juga mengunggah berkas-berkas yang dibutuhkan, mulai dari ijazah SMK hingga dokumen identitas.“Semoga ini jalan yang benar,” gumamnya sambil menekan tombol submit pada akhir proses pendaftaran.Tiga hari menunggu hasil penerimaan terasa seperti tiga minggu bagi Damira. Ia menghabiskan waktu dengan mencoba melupakan kekhawatirannya, tetapi pikirannya terus kembali ke satu pertanyaan besar: Apakah aku diterima?Pengumuman yang Mengubah SegalanyaPagi itu, saat membuka email, Damira menemukan pesan dari pihak kampus. Dengan tangan bergetar, ia membuka isi pesan tersebut.“Selamat! Anda diterima sebagai mahasiswa program D3 di Universitas Suraka.”Damira menutup mulutnya, hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja ia baca. Matanya berkaca-kaca, te

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17
  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 6

    Pagi itu, seperti biasa, Damira terbangun dari tidurnya sebelum matahari terbit. Udara Kota Suraka yang segar namun sedikit dingin menambah semangatnya untuk memulai hari. Setelah mandi dan berganti pakaian sederhana, ia segera menuju dapur untuk membuat secangkir teh hangat.“Semangat, Damira. Ini semua demi masa depan,” gumamnya pada diri sendiri sambil menyeruput teh.Rutinitas Damira kini jauh berbeda dari kehidupannya di desa. Di Kota Suraka, ia memiliki tanggung jawab baru yang membutuhkan manajemen waktu yang baik. Selain mengikuti perkuliahan daring, ia juga membantu bibinya menjaga toko kelontong. Dengan semua itu, ia harus memastikan dirinya tetap fokus pada tujuan utamanya: menyelesaikan pendidikan.Rutinitas Pagi di TokoSetelah menyelesaikan sarapannya, Damira langsung menuju toko bibinya. Sebelum pelanggan mulai berdatangan, ia membersihkan rak-rak barang, menyapu lantai, dan mengecek stok barang yang mulai menipis.“Mira, kalau ada barang yang habis, catat ya. Bibi nant

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17
  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 7

    Setelah setahun penuh menjalani kuliah daring, akhirnya Damira merasakan atmosfer kampus yang sesungguhnya. Di tahun itu, tepatnya di semester tiga, ia mulai menjalani perkuliahan tatap muka. Hari pertamanya kembali ke kampus terasa sangat istimewa. Udara pagi yang sejuk, hiruk-pikuk kendaraan di jalan, serta suasana baru yang ia rasakan ketika melangkah menuju gedung perkuliahan memberinya energi yang berbeda. “Ini hari baru, Damira,” gumamnya pelan sambil tersenyum kecil. Ketika ia tiba di kampus, suasananya begitu ramai. Teman-teman seangkatan berkumpul, beberapa bercanda, ada juga yang sibuk mengamati jadwal kuliah di ponsel mereka. Wajah-wajah yang sebelumnya hanya ia lihat melalui layar komputer kini terlihat jelas. Damira melangkah masuk ke aula kampus, merasa sedikit canggung namun tetap antusias. “Damira! Akhirnya kita ketemu langsung!” seorang temannya menyapanya dengan semangat. Damira tersenyum sambil menjawab, “Iya, rasanya aneh ya, setelah setahun cuma lihat di la

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-10
  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 8: Tekad Damira untuk Bertahan

    Semester tiga menjadi titik baru bagi Damira. Setelah satu tahun menjalani kuliah daring, kini ia menjalani kuliah tatap muka yang penuh tantangan dan dinamika. Setiap pagi, rutinitasnya dimulai lebih awal dari biasanya. Dengan jadwal yang semakin padat, ia harus membagi waktu antara kuliah, praktik, tugas, dan pekerjaan paruh waktu di toko bibinya.Namun, bukan hanya kesibukan akademik yang menguji ketahanan Damira. Tekanan dari keluarga, terutama ibunya, masih menjadi beban yang terus menghantui."Damira, kamu jangan lupa sama janji kamu ya. Kuliah itu bukan alasan buat menunda pernikahan," ujar ibunya dalam salah satu panggilan telepon malam.Damira menarik napas panjang, mencoba tetap tenang. "Iya, Bu. Aku tahu. Tapi aku juga ingin fokus dulu, supaya nanti masa depanku lebih baik," jawabnya dengan suara lembut.Jawaban Damira selalu sama, namun ia tahu bahwa dalam hati ibunya masih menyimpan keraguan.Kehidupan Kampus dan Tekanan SosialKembali ke kehidupan kampus secara tatap muk

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-18
  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 9: Langkah Kecil Menuju Mandiri

    Kuliah di semester tiga mulai berjalan dengan ritme yang lebih menantang. Damira merasa harus terus menyesuaikan diri dengan beban akademik yang semakin berat. Namun, ia tetap merasa bersyukur karena akhirnya bisa menjalani kelas tatap muka, sebuah pengalaman yang sangat ia rindukan setelah lama belajar secara daring.Setiap pagi, Damira bangun lebih awal untuk menyelesaikan rutinitas sehari-hari di kamar kosnya. Ia mencuci baju, menyiapkan sarapan sederhana, dan merapikan tempat tidurnya sebelum bersiap ke kampus. Jadwalnya yang padat membuatnya belajar untuk lebih disiplin dalam mengatur waktu.Persahabatan yang MenguatDi kampus, Damira mulai membangun hubungan yang lebih erat dengan beberapa teman sekelasnya. Mereka sering belajar bersama, berbagi materi, hingga mengerjakan tugas kelompok.Salah satu teman yang paling dekat dengannya adalah Dinda. Dinda adalah sosok yang ceria, penuh semangat, dan selalu mendukung Damira.“Damira, aku salut sama kamu. Kamu kelihatan banget tekunny

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-18
  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 10: Ujian Kemandirian

    Semester demi semester berlalu, dan Damira semakin tenggelam dalam rutinitas kuliah dan pekerjaan di toko bibinya. Kesehariannya dipenuhi dengan jadwal yang padat, tetapi ia merasa semua itu adalah bagian dari proses untuk menjadi pribadi yang mandiri.Pada suatu pagi, Damira menerima kabar dari kampus bahwa akan ada ujian tengah semester yang jadwalnya berdekatan dengan beberapa tenggat tugas besar. Wajahnya sedikit tegang, tetapi ia tahu bahwa panik tidak akan membantu menyelesaikan masalah.“Ujian minggu depan, ya. Tugas kelompok juga harus selesai sebelum itu,” gumamnya sambil memandangi kalender di dinding kamar kosnya.Damira segera menyusun jadwal belajar. Ia mulai membagi waktu antara belajar di rumah dan membantu di toko bibinya. Meskipun berat, ia berusaha untuk tidak mengeluh.Dukungan dari DindaSuatu sore, saat sedang belajar di perpustakaan, Dinda datang dengan membawa kopi untuk Damira.“Damira, jangan lupa istirahat, ya. Kamu kelihatan capek banget,” ujar Dinda dengan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-18

Bab terbaru

  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 36

    Hari-hari terus berlalu, dan Damira semakin terbiasa dengan rutinitasnya di rumah sakit. Ia belajar lebih banyak setiap harinya, menghafal istilah medis dalam bahasa Jerman, serta memahami cara menangani pasien dengan profesionalisme yang tinggi. Namun, ada satu hal yang masih sulit ia hadapi—rasa rindu pada keluarganya. Suatu malam, setelah pulang dari shift sore yang melelahkan, Damira merebahkan diri di tempat tidurnya. Ia meraih ponselnya dan membuka galeri foto. Foto dirinya bersama ibunya saat perpisahan di bandara membuat dadanya terasa sesak. Sofia yang sekamar dengannya melirik. “Rindu rumah?” Damira mengangguk pelan. “Iya, Sofia. Kadang aku berpikir, apa aku membuat keputusan yang benar?” Sofia tersenyum. “Kalau kamu tidak ke sini, mungkin sekarang kamu sudah menikah karena perjodohan itu.” Damira terdiam. Ya, benar. Jika ia mengikuti kemauan ibunya dulu, mungkin ia sudah menjadi istri seseorang tanpa pernah mengalami semua ini. Ia mungkin tidak akan pernah tahu bag

  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 35

    Damira duduk gelisah di kamar kosnya, menatap layar ponsel dengan perasaan campur aduk. Hari ini adalah hari pengumuman hasil seleksi program pelatihan perawat internasional. "Apa aku lolos?" pikirnya sambil menggigit bibir. Pesan dari Sofia muncul di layar. Sofia: "Damira! Sudah cek pengumuman? Aku deg-degan banget!" Damira buru-buru membuka situs resmi rumah sakit dan mencari namanya di daftar peserta yang lolos. Jari-jarinya gemetar saat menggulir layar ke bawah. Dan di sana, ia menemukannya. Damira Azzahra – Lolos Seleksi Program Pelatihan Perawat Internasional Jantungnya berdegup kencang. Ia menutup mulutnya dengan tangan, hampir tak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat. "Aku... aku lolos!" serunya dengan suara bergetar. Teleponnya langsung berdering. Sofia menelepon dengan suara penuh semangat. “Damira! Kita lolos! Aku nggak nyangka!” Damira tertawa kecil, masih dalam keadaan setengah terkejut. "Iya, Sof! Ini beneran terjadi!" Sofia tertawa di sebe

  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 34

    Setelah menerima kepastian bahwa perjodohan itu benar-benar batal, Damira merasa lebih ringan. Kini, ia bisa fokus sepenuhnya pada masa depannya tanpa bayang-bayang paksaan dari keluarga.Ia mulai merencanakan langkah selanjutnya. Jika ingin bekerja di luar negeri, ia harus mempersiapkan diri dari sekarang. Ia mulai mencari informasi tentang peluang kerja di luar negeri untuk lulusan keperawatan, termasuk syarat, sertifikasi, dan jalur yang bisa ia tempuh.Malam itu, di kamar kosnya, Damira membuka laptop dan mulai mencari informasi lebih dalam.“Bekerja sebagai perawat di luar negeri… butuh sertifikasi tambahan?” gumamnya sambil membaca sebuah artikel.Ternyata, untuk bisa bekerja di luar negeri, ia perlu mengambil ujian kompetensi tambahan dan memiliki pengalaman kerja yang cukup.“Berarti, aku harus mulai dari sekarang,” pikirnya.Ia membuat daftar langkah-langkah yang harus ia lakukan:1. Menyelesaikan magang dengan hasil terbaik.2. Meningkatkan keterampilan bahasa asing, terutam

  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 33

    Hari itu, setelah selesai dengan tugas magangnya, Damira duduk di balkon kosnya sambil menikmati secangkir teh hangat. Ia masih memikirkan pesan dari laki-laki yang dulu dijodohkan dengannya.Ia ingin bertanya lebih lanjut, tapi di sisi lain, ia ragu.Tiba-tiba, ponselnya berdering. Nama yang muncul di layar membuatnya terkejut—ibunya menelepon.“Assalamu’alaikum, Bu.”“Wa’alaikumsalam. Kamu sibuk, Nak?”Damira tersenyum kecil. “Tidak, Bu. Ada apa?”“Ibu hanya ingin bertanya… Kamu benar-benar sudah mantap dengan pilihanmu?”Damira terdiam. Ia tahu ibunya pasti sedang membahas perjodohan itu lagi.“Ibu…” Damira menarik napas dalam. “Aku ingin sukses dulu, Bu. Aku ingin berdiri di atas kakiku sendiri. Aku tidak menolak pernikahan selamanya, tapi aku ingin menikah di waktu yang tepat, dengan orang yang benar-benar aku pilih sendiri.”Di seberang telepon, ibunya tidak langsung menjawab. Ada jeda yang cukup lama sebelum akhirnya ibunya menghela napas.“Ibu mengerti, Nak.”Jawaban itu membu

  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 32

    Hari-hari Damira semakin sibuk. Selain kuliah, ia juga bekerja paruh waktu di restoran. Setiap pagi ia harus berangkat lebih awal untuk mengikuti kelas, lalu melanjutkan pekerjaan hingga malam hari.Terkadang rasa lelah menyerangnya, tapi ia terus mengingat tujuan awalnya—menjadi sukses dan mandiri.Suatu hari, saat sedang membersihkan meja, Sofia duduk di salah satu kursi sambil menatapnya prihatin."Damira, kamu tidak lelah?" tanyanya.Damira tersenyum kecil. "Lelah, tapi aku tidak boleh menyerah. Aku harus terus maju."Sofia menghela napas. "Aku mengerti. Tapi jangan sampai kamu jatuh sakit. Ingat, kesehatan itu penting."Damira mengangguk. Ia tahu Sofia benar. Ia harus lebih menjaga keseimbangan antara belajar, bekerja, dan istirahat.Namun, dalam pikirannya, ia terus bertanya-tanya: Apakah semua ini akan cukup untuk membuktikan bahwa aku bisa berdiri sendiri?---Mendapat Tawaran MagangBeberapa bulan berlalu, hingga suatu hari Damira mendapatkan email dari kampusnya."Selamat! A

  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 31

    Minggu-minggu pertama di luar negeri terasa begitu menantang bagi Damira. Meskipun ia sudah mempersiapkan diri sebelum berangkat, kenyataan di lapangan jauh lebih sulit dari yang ia bayangkan.Di kelas, ia harus berkonsentrasi ekstra untuk memahami penjelasan dosen yang berbicara cepat dengan aksen yang berbeda. Ia sering mencatat lebih banyak daripada teman-temannya karena takut ada materi yang terlewat.Suatu hari, saat sesi diskusi kelompok, seorang mahasiswa lokal bertanya padanya, "Apa pendapatmu tentang kasus yang kita bahas tadi?"Damira terdiam beberapa detik, mencoba merangkai kata dalam bahasa asing. "Aku pikir... ini sangat penting untuk... melihat dari perspektif yang berbeda."Mahasiswa lain menunggu, seakan mengharapkan penjelasan lebih lanjut. Damira merasa gugup. Namun, salah satu temannya, Sofia, membantunya dengan mengembangkan ide yang ia coba sampaikan.Setelah kelas selesai, Sofia menepuk pundaknya. "Kamu sudah melakukan yang terbaik. Lama-lama kamu pasti lebih la

  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 30

    Hari yang dinanti akhirnya tiba. Damira berdiri di depan cermin, mengenakan jaket tebal karena negara tujuan beasiswanya memiliki musim yang lebih dingin dibandingkan Indonesia. Sebuah koper besar sudah siap di sampingnya, berisi semua kebutuhan yang akan menemaninya selama beberapa tahun ke depan.Ibunya duduk di kursi dekat pintu, menatapnya dengan ekspresi yang sulit dijelaskan. Ada kebanggaan, tapi juga kesedihan yang tersirat di matanya."Kamu yakin tidak akan menyesal pergi sejauh ini, Nak?" tanya ibunya pelan.Damira tersenyum, mendekat dan menggenggam tangan ibunya. "Bu, ini adalah kesempatan terbaikku. Aku ingin belajar, berkembang, dan menjadi seseorang yang bisa mandiri."Ibunya mengangguk pelan. "Ibu hanya ingin kamu bahagia.""Aku bahagia, Bu," jawab Damira dengan mantap.---Perpisahan di BandaraSaat tiba di bandara, suasana terasa penuh emosi. Lisa, yang datang untuk mengantar, memeluk Damira erat."Kamu harus sukses di sana, jangan sampai melupakan kami di sini," ucap

  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 29

    Setelah mengirimkan aplikasi beasiswanya, hari-hari Damira terasa lebih menegangkan. Setiap kali ada notifikasi email masuk, jantungnya berdebar, berharap itu adalah kabar dari pihak penyelenggara beasiswa. Namun, ia tahu bahwa proses seleksi tidak akan berlangsung dalam semalam.Selama menunggu, ia tetap menjalani rutinitasnya seperti biasa. Bangun pagi, pergi ke rumah sakit untuk bekerja, lalu kembali ke kampus untuk mengikuti kelas dan menyelesaikan tugas. Di sela-sela kesibukan itu, ia terus mengasah kemampuannya, membaca buku-buku tentang dunia medis, dan berlatih bahasa asing yang bisa menjadi nilai tambah dalam kariernya nanti.Lisa, teman dekatnya di rumah sakit, sering memperhatikan perubahan sikap Damira."Kamu kelihatan lebih fokus akhir-akhir ini," ujar Lisa suatu pagi saat mereka duduk di ruang istirahat.Damira tersenyum, mengaduk kopi dalam cangkirnya. "Aku ingin memastikan semua persiapan berjalan dengan baik. Kalau aku dapat beasiswa ini, itu akan sangat membantu."Li

  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 28

    Pagi ini, Damira bangun dengan semangat yang berbeda. Ada sesuatu dalam dirinya yang terasa lebih ringan. Mungkin karena semua kerja kerasnya mulai membuahkan hasil, atau mungkin karena ia semakin yakin bahwa keputusan yang diambil selama ini adalah yang terbaik.Saat melihat kalender di meja belajarnya, ia tersadar bahwa sudah hampir dua tahun sejak ia meninggalkan rumah dan berjuang sendiri di negeri orang. Awalnya, semuanya terasa berat. Ia harus menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, menekan perasaan rindu pada keluarga, dan menghadapi tekanan akademik serta pekerjaan. Namun, kini ia mulai terbiasa. Bahkan, ia mulai menikmati ritme hidup yang sibuk namun penuh makna.Seperti biasa, ia memulai harinya dengan rutinitas pagi sebelum berangkat kerja. Setelah mandi dan sarapan sederhana, ia merapikan seragamnya dan bersiap menuju rumah sakit tempat ia bekerja sebagai perawat magang. Namun, kali ini ada tambahan dalam daftar kegiatannya: mengurus dokumen untuk beasiswa yang ingin ia

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status