Share

Bab 2

Penulis: Kakesa_D
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-16 20:22:17

Matahari sore perlahan tenggelam di balik deretan pohon mangga, kelapa, dan kedondong yang tumbuh di halaman belakang rumah Damira. Pohon-pohon itu memberikan kesejukan sekaligus ketenangan bagi Damira yang tengah bersandar di gubuk kecil, tempat favoritnya untuk melamun. Gubuk sederhana itu terbuat dari bambu, dengan atap rumbia yang sudah mulai berlubang. Angin sore berhembus lembut, menggoyangkan dedaunan dan membawa aroma khas tanah basah.

Namun, suasana tenang di sekitarnya tak mampu menenangkan pikiran Damira. Percakapan dengan ibunya sore tadi terus berputar di kepalanya, seperti film yang diputar ulang tanpa henti.

“Damira, jangan banyak milih! Kita ini orang miskin, tahu diri sedikit. Apa kata orang kalau kamu nolak? Sudah bagus ada yang mau. Kamu pikir kamu itu siapa?” kata ibunya dengan nada tegas.

Damira mendengar kata-kata itu dengan hati yang berat. Ia tidak membantah langsung, tetapi setiap kata itu terasa seperti belati yang menusuk perasaannya.

Ia memberanikan diri bertanya, “Ma, apa kalau saya miskin dan jelek, saya nggak boleh memilih?”

Ibunya hanya diam. Tidak ada jawaban, bahkan tidak ada tatapan balasan. Ibunya hanya memandang ke arah lain, mungkin merasa tidak perlu menjawab pertanyaan yang dianggapnya tak penting. Namun bagi Damira, keheningan itu adalah jawaban yang jelas.

Damira mendesah. Ia tahu, pemikiran ibunya adalah hasil dari kehidupan yang keras dan penuh keterbatasan. Ia juga sadar, melawan pemikiran itu bukan perkara mudah. Tapi, apakah itu berarti ia harus menyerah pada takdir yang tidak ia inginkan?

Memikirkan Jalan Keluar

Damira duduk bersila di lantai bambu gubuk itu, mencoba mencari jalan keluar. Ia tahu, jika terus berdebat dengan ibunya, yang akan ia dapat hanyalah ceramah panjang yang sama. Tapi, ia juga tidak bisa menerima begitu saja keputusan perjodohan ini.

“Kalau aku nikah sekarang, semua mimpi aku bakal selesai. Hidupku bakal cuma jadi tentang ngikutin apa yang orang lain mau,” pikirnya.

Selama ini, ia tidak pernah terpikir untuk melanjutkan pendidikan setelah lulus. Keinginannya sederhana—membantu ibunya di rumah dan hidup seadanya. Namun, perjodohan ini memaksanya memikirkan hal yang lebih besar.

“Kalau aku kuliah, Mama nggak akan bisa maksa aku buat cepat nikah,” pikirnya tiba-tiba. Ide itu muncul seperti cahaya di tengah kegelapan, memberi harapan baru.

Namun, kenyataan langsung menyerang. “Tapi dari mana aku bisa dapet uang buat kuliah?” pikirnya dengan wajah muram.

Meski begitu, tekadnya mulai tumbuh. Jika kuliah bisa menjadi cara untuk menghindari perjodohan ini, ia akan mencari jalannya, apa pun risikonya.

Percakapan Malam

Saat malam tiba, Damira memutuskan untuk berbicara lagi dengan ibunya. Mereka duduk di ruang tengah yang remang, diterangi satu lampu minyak. Suasana hening, hanya terdengar suara jangkrik dari luar rumah.

“Ma, kalau aku lanjut sekolah, gimana?” tanya Damira perlahan.

Ibunya menatapnya dengan raut wajah bingung. “Sekolah? Maksud kamu kuliah?”

Damira mengangguk pelan. “Iya, Ma. Aku pikir, kalau aku bisa kuliah, aku bisa punya masa depan yang lebih baik. Aku juga nggak perlu buru-buru nikah.”

Ibunya menghela napas panjang, lalu berkata dengan nada lelah, “Damira, kamu tahu kan kita ini nggak punya uang? Mau kuliah dari mana biayanya? Jangan terlalu mimpi tinggi.”

“Tapi, Ma, aku bisa cari beasiswa. Kalau nggak dapet, aku bisa kerja sambil kuliah,” jawab Damira, mencoba meyakinkan.

“Kerja apa? Kamu pikir kerja itu gampang? Kamu itu cuma lulusan sekolah kejuruan. Orang-orang kaya aja susah dapet kerja, apalagi kita,” balas ibunya dengan nada tajam.

Damira terdiam. Ia tahu ibunya tidak salah, tapi ia tidak ingin menyerah begitu saja.

“Ma, aku cuma pengen kasih waktu buat aku sendiri. Kalau aku kuliah, aku bisa belajar lebih banyak, punya kesempatan lebih baik. Aku nggak mau nikah cuma karena dipaksa keadaan,” katanya dengan suara bergetar.

Ibunya tidak langsung menjawab. Wajahnya tampak keras, tetapi ada keraguan di matanya. Ia tahu Damira adalah anak yang cerdas, tetapi hidup mereka penuh keterbatasan.

“Kalau kamu gagal, Damira, kamu cuma akan bikin malu keluarga. Mama nggak mau lihat kamu susah di luar sana,” ujar ibunya akhirnya.

Damira mengangguk pelan. “Aku ngerti, Ma. Tapi aku mau coba. Aku nggak mau hidup aku cuma jadi bayangan dari apa yang orang lain mau.”

Tekad yang Semakin Kuat

Percakapan malam itu tidak berakhir dengan keputusan pasti, tetapi Damira merasa sedikit lebih lega. Ia tahu ibunya tidak sepenuhnya setuju, tapi setidaknya ia mulai memahami keinginan Damira.

Malam itu, di kamarnya yang sederhana, Damira mulai membuat rencana. Ia mengambil kertas dan pena, lalu menuliskan langkah-langkah yang bisa ia ambil.

1. Cari informasi tentang beasiswa. Damira tahu ini adalah langkah pertama yang harus ia lakukan.

2. Berbicara dengan guru di sekolah. Mungkin ada peluang atau saran yang bisa membantunya melanjutkan pendidikan.

3. Menabung. Jika ia tidak bisa langsung kuliah, ia harus mencari pekerjaan sementara untuk mengumpulkan biaya.

4. Tetap bersabar. Ia tahu ini bukan jalan yang mudah, tetapi ia bertekad untuk tidak menyerah.

Setelah selesai menulis, Damira merasa lebih tenang. Meski jalannya penuh dengan rintangan, ia percaya pada dirinya sendiri.

“Ini hidupku. Aku yang harus tentukan jalannya,” gumamnya sambil menatap kertas di tangannya.

Penutup

Di malam yang tenang itu, di bawah cahaya remang lampu minyak, Damira menemukan kekuatan baru dalam dirinya. Ia tahu, tantangan di depannya tidak akan mudah. Namun, ia juga tahu bahwa ia tidak bisa terus hidup dalam bayang-bayang orang lain.

Dengan tekad yang semakin kuat, Damira siap menghadapi apa pun yang akan datang, demi masa depan yang ia impikan.

Bab terkait

  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 3

    Malam itu, Damira kembali ke gubuk kecil di belakang rumah. Angin malam membawa udara dingin, tapi pikirannya justru terasa lebih panas dari biasanya. Perasaan campur aduk memenuhi benaknya sejak ibunya menyampaikan rencana perjodohan beberapa hari yang lalu. Rasa takut, marah, bingung, dan pasrah semuanya tumpang tindih, membentuk pusaran yang membuatnya sulit berpikir jernih.Ia duduk memeluk lututnya, menatap gelapnya langit malam. Kepalanya penuh dengan pemikiran tentang apa yang mungkin terjadi jika ia menerima perjodohan itu.Ketakutan Akan Kehidupan PernikahanDamira sering menonton berita di televisi atau membaca cerita-cerita di media sosial tentang kehidupan rumah tangga yang berakhir tragis. Ia melihat wanita-wanita cantik, pintar, dan sukses justru menjadi korban perceraian. Dalam pikirannya, ia bertanya-tanya, kalau yang cantik dan sukses saja bisa diceraikan, bagaimana denganku?Damira tidak merasa dirinya istimewa. Ia bukan perempuan yang memiliki wajah menawan atau lat

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-16
  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 4

    Pagi itu, sinar matahari menyusup lembut melalui celah-celah daun pohon mangga di halaman rumah. Suara burung-burung kecil bernyanyi menyambut pagi, seperti memberikan semangat baru untuk Damira. Ia bangun dari tempat tidurnya, menghela napas panjang, dan segera menuju dapur untuk memulai rutinitas sehari-hari.Rutinitas Pagi DamiraDamira memulai harinya dengan mencuci piring-piring yang masih tersisa dari malam sebelumnya. Meski bukan pekerjaan yang ia nikmati, ia tahu bahwa inilah bagian dari tanggung jawabnya di rumah. Selesai mencuci piring, ia mengambil ember dan sabun cuci untuk mencuci pakaian keluarga.“Kalau aku menikah, apa rutinitasnya bakal seperti ini juga?” gumamnya sambil mengucek pakaian. Pikiran itu seolah tidak pernah lepas dari kepalanya sejak perjodohan itu dibicarakan.Setelah selesai mencuci, Damira melanjutkan membersihkan taman kecil di samping rumah. Ia menyapu dedaunan kering yang berserakan di bawah pohon kelapa dan kedondong. Ada perasaan puas yang muncul

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17
  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 5

    Setelah berhari-hari memantapkan hati, Damira akhirnya memberanikan diri untuk mendaftar kuliah secara online. Meski dengan koneksi internet yang terkadang lambat, ia dengan sabar mengisi setiap formulir yang diminta panitia pendaftaran. Ia juga mengunggah berkas-berkas yang dibutuhkan, mulai dari ijazah SMK hingga dokumen identitas.“Semoga ini jalan yang benar,” gumamnya sambil menekan tombol submit pada akhir proses pendaftaran.Tiga hari menunggu hasil penerimaan terasa seperti tiga minggu bagi Damira. Ia menghabiskan waktu dengan mencoba melupakan kekhawatirannya, tetapi pikirannya terus kembali ke satu pertanyaan besar: Apakah aku diterima?Pengumuman yang Mengubah SegalanyaPagi itu, saat membuka email, Damira menemukan pesan dari pihak kampus. Dengan tangan bergetar, ia membuka isi pesan tersebut.“Selamat! Anda diterima sebagai mahasiswa program D3 di Universitas Suraka.”Damira menutup mulutnya, hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja ia baca. Matanya berkaca-kaca, te

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17
  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 6

    Pagi itu, seperti biasa, Damira terbangun dari tidurnya sebelum matahari terbit. Udara Kota Suraka yang segar namun sedikit dingin menambah semangatnya untuk memulai hari. Setelah mandi dan berganti pakaian sederhana, ia segera menuju dapur untuk membuat secangkir teh hangat.“Semangat, Damira. Ini semua demi masa depan,” gumamnya pada diri sendiri sambil menyeruput teh.Rutinitas Damira kini jauh berbeda dari kehidupannya di desa. Di Kota Suraka, ia memiliki tanggung jawab baru yang membutuhkan manajemen waktu yang baik. Selain mengikuti perkuliahan daring, ia juga membantu bibinya menjaga toko kelontong. Dengan semua itu, ia harus memastikan dirinya tetap fokus pada tujuan utamanya: menyelesaikan pendidikan.Rutinitas Pagi di TokoSetelah menyelesaikan sarapannya, Damira langsung menuju toko bibinya. Sebelum pelanggan mulai berdatangan, ia membersihkan rak-rak barang, menyapu lantai, dan mengecek stok barang yang mulai menipis.“Mira, kalau ada barang yang habis, catat ya. Bibi nant

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17
  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 1

    Agustus 2020 adalah momen yang penuh harapan bagi Damira. Setelah bertahun-tahun menempuh pendidikan di SMK Sekolah Menengah Kejuruan, ia akhirnya lulus dengan nilai yang memuaskan. Hari itu, ia berjalan pulang ke rumah dengan langkah ringan. Dalam pikirannya, ia membayangkan apa yang akan dilakukan setelah ini. Mungkin mulai mencari pekerjaan di restoran atau hotel, atau bahkan membuka usaha kecil-kecilan di rumah bersama ibunya. Namun, langkah Damira terhenti di depan pintu rumah saat melihat ibunya, Bu Siti, duduk di ruang tamu dengan wajah serius. Biasanya, ibunya selalu menyambutnya dengan senyum ceria, tetapi kali ini raut wajahnya menunjukkan ada sesuatu yang sedang dipikirkannya. “Ma, aku lulus!” seru Damira, mengangkat surat kelulusannya dengan senyum lebar. Bu Siti tersenyum kecil, meski senyum itu tidak seperti biasanya. “Selamat ya, Nak. Mama bangga sama kamu,” katanya lembut. Damira mengernyit. “Kenapa, Ma? Kok Mama kayaknya nggak seneng? Apa ada masalah?” Bu Siti m

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-16

Bab terbaru

  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 6

    Pagi itu, seperti biasa, Damira terbangun dari tidurnya sebelum matahari terbit. Udara Kota Suraka yang segar namun sedikit dingin menambah semangatnya untuk memulai hari. Setelah mandi dan berganti pakaian sederhana, ia segera menuju dapur untuk membuat secangkir teh hangat.“Semangat, Damira. Ini semua demi masa depan,” gumamnya pada diri sendiri sambil menyeruput teh.Rutinitas Damira kini jauh berbeda dari kehidupannya di desa. Di Kota Suraka, ia memiliki tanggung jawab baru yang membutuhkan manajemen waktu yang baik. Selain mengikuti perkuliahan daring, ia juga membantu bibinya menjaga toko kelontong. Dengan semua itu, ia harus memastikan dirinya tetap fokus pada tujuan utamanya: menyelesaikan pendidikan.Rutinitas Pagi di TokoSetelah menyelesaikan sarapannya, Damira langsung menuju toko bibinya. Sebelum pelanggan mulai berdatangan, ia membersihkan rak-rak barang, menyapu lantai, dan mengecek stok barang yang mulai menipis.“Mira, kalau ada barang yang habis, catat ya. Bibi nant

  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 5

    Setelah berhari-hari memantapkan hati, Damira akhirnya memberanikan diri untuk mendaftar kuliah secara online. Meski dengan koneksi internet yang terkadang lambat, ia dengan sabar mengisi setiap formulir yang diminta panitia pendaftaran. Ia juga mengunggah berkas-berkas yang dibutuhkan, mulai dari ijazah SMK hingga dokumen identitas.“Semoga ini jalan yang benar,” gumamnya sambil menekan tombol submit pada akhir proses pendaftaran.Tiga hari menunggu hasil penerimaan terasa seperti tiga minggu bagi Damira. Ia menghabiskan waktu dengan mencoba melupakan kekhawatirannya, tetapi pikirannya terus kembali ke satu pertanyaan besar: Apakah aku diterima?Pengumuman yang Mengubah SegalanyaPagi itu, saat membuka email, Damira menemukan pesan dari pihak kampus. Dengan tangan bergetar, ia membuka isi pesan tersebut.“Selamat! Anda diterima sebagai mahasiswa program D3 di Universitas Suraka.”Damira menutup mulutnya, hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja ia baca. Matanya berkaca-kaca, te

  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 4

    Pagi itu, sinar matahari menyusup lembut melalui celah-celah daun pohon mangga di halaman rumah. Suara burung-burung kecil bernyanyi menyambut pagi, seperti memberikan semangat baru untuk Damira. Ia bangun dari tempat tidurnya, menghela napas panjang, dan segera menuju dapur untuk memulai rutinitas sehari-hari.Rutinitas Pagi DamiraDamira memulai harinya dengan mencuci piring-piring yang masih tersisa dari malam sebelumnya. Meski bukan pekerjaan yang ia nikmati, ia tahu bahwa inilah bagian dari tanggung jawabnya di rumah. Selesai mencuci piring, ia mengambil ember dan sabun cuci untuk mencuci pakaian keluarga.“Kalau aku menikah, apa rutinitasnya bakal seperti ini juga?” gumamnya sambil mengucek pakaian. Pikiran itu seolah tidak pernah lepas dari kepalanya sejak perjodohan itu dibicarakan.Setelah selesai mencuci, Damira melanjutkan membersihkan taman kecil di samping rumah. Ia menyapu dedaunan kering yang berserakan di bawah pohon kelapa dan kedondong. Ada perasaan puas yang muncul

  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 3

    Malam itu, Damira kembali ke gubuk kecil di belakang rumah. Angin malam membawa udara dingin, tapi pikirannya justru terasa lebih panas dari biasanya. Perasaan campur aduk memenuhi benaknya sejak ibunya menyampaikan rencana perjodohan beberapa hari yang lalu. Rasa takut, marah, bingung, dan pasrah semuanya tumpang tindih, membentuk pusaran yang membuatnya sulit berpikir jernih.Ia duduk memeluk lututnya, menatap gelapnya langit malam. Kepalanya penuh dengan pemikiran tentang apa yang mungkin terjadi jika ia menerima perjodohan itu.Ketakutan Akan Kehidupan PernikahanDamira sering menonton berita di televisi atau membaca cerita-cerita di media sosial tentang kehidupan rumah tangga yang berakhir tragis. Ia melihat wanita-wanita cantik, pintar, dan sukses justru menjadi korban perceraian. Dalam pikirannya, ia bertanya-tanya, kalau yang cantik dan sukses saja bisa diceraikan, bagaimana denganku?Damira tidak merasa dirinya istimewa. Ia bukan perempuan yang memiliki wajah menawan atau lat

  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 2

    Matahari sore perlahan tenggelam di balik deretan pohon mangga, kelapa, dan kedondong yang tumbuh di halaman belakang rumah Damira. Pohon-pohon itu memberikan kesejukan sekaligus ketenangan bagi Damira yang tengah bersandar di gubuk kecil, tempat favoritnya untuk melamun. Gubuk sederhana itu terbuat dari bambu, dengan atap rumbia yang sudah mulai berlubang. Angin sore berhembus lembut, menggoyangkan dedaunan dan membawa aroma khas tanah basah.Namun, suasana tenang di sekitarnya tak mampu menenangkan pikiran Damira. Percakapan dengan ibunya sore tadi terus berputar di kepalanya, seperti film yang diputar ulang tanpa henti.“Damira, jangan banyak milih! Kita ini orang miskin, tahu diri sedikit. Apa kata orang kalau kamu nolak? Sudah bagus ada yang mau. Kamu pikir kamu itu siapa?” kata ibunya dengan nada tegas.Damira mendengar kata-kata itu dengan hati yang berat. Ia tidak membantah langsung, tetapi setiap kata itu terasa seperti belati yang menusuk perasaannya.Ia memberanikan diri be

  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 1

    Agustus 2020 adalah momen yang penuh harapan bagi Damira. Setelah bertahun-tahun menempuh pendidikan di SMK Sekolah Menengah Kejuruan, ia akhirnya lulus dengan nilai yang memuaskan. Hari itu, ia berjalan pulang ke rumah dengan langkah ringan. Dalam pikirannya, ia membayangkan apa yang akan dilakukan setelah ini. Mungkin mulai mencari pekerjaan di restoran atau hotel, atau bahkan membuka usaha kecil-kecilan di rumah bersama ibunya. Namun, langkah Damira terhenti di depan pintu rumah saat melihat ibunya, Bu Siti, duduk di ruang tamu dengan wajah serius. Biasanya, ibunya selalu menyambutnya dengan senyum ceria, tetapi kali ini raut wajahnya menunjukkan ada sesuatu yang sedang dipikirkannya. “Ma, aku lulus!” seru Damira, mengangkat surat kelulusannya dengan senyum lebar. Bu Siti tersenyum kecil, meski senyum itu tidak seperti biasanya. “Selamat ya, Nak. Mama bangga sama kamu,” katanya lembut. Damira mengernyit. “Kenapa, Ma? Kok Mama kayaknya nggak seneng? Apa ada masalah?” Bu Siti m

DMCA.com Protection Status