Share

Bab 4

Penulis: Kakesa_D
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-17 09:39:54

Pagi itu, sinar matahari menyusup lembut melalui celah-celah daun pohon mangga di halaman rumah. Suara burung-burung kecil bernyanyi menyambut pagi, seperti memberikan semangat baru untuk Damira. Ia bangun dari tempat tidurnya, menghela napas panjang, dan segera menuju dapur untuk memulai rutinitas sehari-hari.

Rutinitas Pagi Damira

Damira memulai harinya dengan mencuci piring-piring yang masih tersisa dari malam sebelumnya. Meski bukan pekerjaan yang ia nikmati, ia tahu bahwa inilah bagian dari tanggung jawabnya di rumah. Selesai mencuci piring, ia mengambil ember dan sabun cuci untuk mencuci pakaian keluarga.

“Kalau aku menikah, apa rutinitasnya bakal seperti ini juga?” gumamnya sambil mengucek pakaian. Pikiran itu seolah tidak pernah lepas dari kepalanya sejak perjodohan itu dibicarakan.

Setelah selesai mencuci, Damira melanjutkan membersihkan taman kecil di samping rumah. Ia menyapu dedaunan kering yang berserakan di bawah pohon kelapa dan kedondong. Ada perasaan puas yang muncul ketika melihat taman itu kembali bersih dan rapi.

Namun, di tengah semua kegiatan itu, pikirannya tetap tidak bisa tenang. Perjodohan yang didesakkan oleh ibunya masih menghantui benaknya. Ia merasa harus melakukan sesuatu untuk menghindari pernikahan itu.

Mencari Jawaban di Dunia Maya

Setelah menyelesaikan semua tugas pagi, Damira kembali ke kamar dan mengambil ponselnya. Ia membuka browser dan mulai mencari informasi tentang kuliah.

Selama ini, ia tidak pernah berpikir untuk melanjutkan pendidikan setelah lulus SMK. Biaya kuliah yang tinggi menjadi salah satu alasan utama, selain karena ia merasa tidak ada yang bisa diharapkan dari dirinya. Namun, sejak perjodohan itu muncul, Damira mulai melihat pendidikan sebagai jalan keluar.

“Kalau aku kuliah, Ibu pasti nggak akan bisa maksa aku cepat menikah. Aku punya alasan untuk menunda,” pikirnya.

Ia mengetikkan kata kunci “kuliah D3 jurusan umum terbaik” di mesin pencari. Banyak hasil yang muncul, tetapi perhatian Damira tertuju pada salah satu kampus di Kota Suraka. Ia membaca ulasannya dengan seksama.

“Kota Suraka, ya?” gumamnya sambil membayangkan kehidupan di sana.

Keputusan Besar

Setelah lebih dari satu jam browsing, Damira akhirnya mengambil keputusan. Ia ingin melanjutkan kuliah di D3 di kampus tersebut. Kota Suraka terasa seperti tempat yang cukup jauh dari desanya, cukup jauh dari tekanan ibunya, dan cukup jauh dari bayangan perjodohan itu.

Meski begitu, keputusan ini bukan tanpa risiko. Ia tahu bahwa biaya kuliah di luar kota akan jauh lebih besar daripada kuliah di tempat yang dekat dengan rumah. Namun, Damira merasa bahwa inilah satu-satunya cara untuk mendapatkan kebebasan yang ia inginkan.

“Kalau aku nggak berani mencoba, aku bakal terjebak di sini selamanya,” pikirnya dengan tekad yang mulai tumbuh.

Pembicaraan dengan Ibu

Sore harinya, Damira memberanikan diri untuk berbicara dengan ibunya tentang rencananya.

“Ibu,” panggil Damira saat mereka duduk di teras.

“Iya, Mira. Ada apa?” jawab ibunya tanpa menoleh, sibuk merapikan kain yang baru selesai dijemur.

“Saya mau kuliah, Bu. Di Kota Suraka,” kata Damira pelan, tapi penuh keyakinan.

Ibunya berhenti sejenak, lalu menatap Damira dengan pandangan tidak percaya. “Kuliah? Kita ini dari mana biayanya, Nak? Hidup aja pas-pasan.”

“Saya tahu, Bu. Tapi saya bisa cari cara. Saya bisa kerja sambil kuliah. Saya nggak mau menikah sekarang. Saya belum siap,” jawab Damira, mencoba meyakinkan ibunya.

Ibunya mendesah panjang, meletakkan kain yang sedang ia lipat. “Damira, kuliah itu nggak gampang. Kalau nanti kamu gagal, kamu juga yang rugi. Lagipula, Ibu cuma ingin kamu menikah dengan baik, biar hidupmu nggak susah seperti Ibu.”

Damira tahu bahwa ibunya hanya ingin yang terbaik untuknya, tetapi ia juga tahu bahwa kebahagiaannya tidak bisa diukur dari pernikahan.

“Saya ngerti, Bu. Tapi saya pengen coba dulu. Kalau saya bisa kuliah, saya bisa cari pekerjaan yang lebih baik. Saya bisa bantu Ibu lebih banyak nanti,” ujar Damira sambil menggenggam tangan ibunya.

Ibunya terdiam. Meski tidak langsung menyetujui, ia tampak mulai mempertimbangkan kata-kata Damira.

Langkah Awal Persiapan

Setelah pembicaraan itu, Damira mulai mempersiapkan segalanya. Ia mencari informasi lebih lanjut tentang kampus di Kota Suraka, termasuk biaya pendaftaran, syarat masuk, dan tempat tinggal.

Ia juga mulai memikirkan pekerjaan apa yang bisa ia lakukan untuk mendukung biaya kuliahnya nanti. “Mungkin aku bisa kerja di kafe atau toko,” pikirnya.

Hari-hari Damira diisi dengan harapan baru. Ia merasa bahwa keputusannya untuk kuliah adalah langkah pertama menuju kebebasan dan kehidupan yang lebih baik. Meski banyak tantangan yang menantinya, ia percaya bahwa tekad dan usaha akan membawanya pada apa yang ia impikan.

---

Bab ini menggambarkan rutinitas harian Damira yang sederhana, tetapi di tengah kesederhanaannya, ia berani bermimpi besar. Keputusannya untuk melanjutkan kuliah menunjukkan bahwa ia mulai mengambil kendali atas hidupnya sendiri, meskipun tekanan dari keluarganya masih ada. Bab ini menjadi awal perjalanan Damira menuju kehidupan yang lebih mandiri.

Bab terkait

  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 5

    Setelah berhari-hari memantapkan hati, Damira akhirnya memberanikan diri untuk mendaftar kuliah secara online. Meski dengan koneksi internet yang terkadang lambat, ia dengan sabar mengisi setiap formulir yang diminta panitia pendaftaran. Ia juga mengunggah berkas-berkas yang dibutuhkan, mulai dari ijazah SMK hingga dokumen identitas.“Semoga ini jalan yang benar,” gumamnya sambil menekan tombol submit pada akhir proses pendaftaran.Tiga hari menunggu hasil penerimaan terasa seperti tiga minggu bagi Damira. Ia menghabiskan waktu dengan mencoba melupakan kekhawatirannya, tetapi pikirannya terus kembali ke satu pertanyaan besar: Apakah aku diterima?Pengumuman yang Mengubah SegalanyaPagi itu, saat membuka email, Damira menemukan pesan dari pihak kampus. Dengan tangan bergetar, ia membuka isi pesan tersebut.“Selamat! Anda diterima sebagai mahasiswa program D3 di Universitas Suraka.”Damira menutup mulutnya, hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja ia baca. Matanya berkaca-kaca, te

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17
  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 6

    Pagi itu, seperti biasa, Damira terbangun dari tidurnya sebelum matahari terbit. Udara Kota Suraka yang segar namun sedikit dingin menambah semangatnya untuk memulai hari. Setelah mandi dan berganti pakaian sederhana, ia segera menuju dapur untuk membuat secangkir teh hangat.“Semangat, Damira. Ini semua demi masa depan,” gumamnya pada diri sendiri sambil menyeruput teh.Rutinitas Damira kini jauh berbeda dari kehidupannya di desa. Di Kota Suraka, ia memiliki tanggung jawab baru yang membutuhkan manajemen waktu yang baik. Selain mengikuti perkuliahan daring, ia juga membantu bibinya menjaga toko kelontong. Dengan semua itu, ia harus memastikan dirinya tetap fokus pada tujuan utamanya: menyelesaikan pendidikan.Rutinitas Pagi di TokoSetelah menyelesaikan sarapannya, Damira langsung menuju toko bibinya. Sebelum pelanggan mulai berdatangan, ia membersihkan rak-rak barang, menyapu lantai, dan mengecek stok barang yang mulai menipis.“Mira, kalau ada barang yang habis, catat ya. Bibi nant

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17
  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 7

    Setelah setahun penuh menjalani kuliah daring, akhirnya Damira merasakan atmosfer kampus yang sesungguhnya. Di tahun itu, tepatnya di semester tiga, ia mulai menjalani perkuliahan tatap muka. Hari pertamanya kembali ke kampus terasa sangat istimewa. Udara pagi yang sejuk, hiruk-pikuk kendaraan di jalan, serta suasana baru yang ia rasakan ketika melangkah menuju gedung perkuliahan memberinya energi yang berbeda. “Ini hari baru, Damira,” gumamnya pelan sambil tersenyum kecil. Ketika ia tiba di kampus, suasananya begitu ramai. Teman-teman seangkatan berkumpul, beberapa bercanda, ada juga yang sibuk mengamati jadwal kuliah di ponsel mereka. Wajah-wajah yang sebelumnya hanya ia lihat melalui layar komputer kini terlihat jelas. Damira melangkah masuk ke aula kampus, merasa sedikit canggung namun tetap antusias. “Damira! Akhirnya kita ketemu langsung!” seorang temannya menyapanya dengan semangat. Damira tersenyum sambil menjawab, “Iya, rasanya aneh ya, setelah setahun cuma lihat di la

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-10
  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 8: Tekad Damira untuk Bertahan

    Semester tiga menjadi titik baru bagi Damira. Setelah satu tahun menjalani kuliah daring, kini ia menjalani kuliah tatap muka yang penuh tantangan dan dinamika. Setiap pagi, rutinitasnya dimulai lebih awal dari biasanya. Dengan jadwal yang semakin padat, ia harus membagi waktu antara kuliah, praktik, tugas, dan pekerjaan paruh waktu di toko bibinya.Namun, bukan hanya kesibukan akademik yang menguji ketahanan Damira. Tekanan dari keluarga, terutama ibunya, masih menjadi beban yang terus menghantui."Damira, kamu jangan lupa sama janji kamu ya. Kuliah itu bukan alasan buat menunda pernikahan," ujar ibunya dalam salah satu panggilan telepon malam.Damira menarik napas panjang, mencoba tetap tenang. "Iya, Bu. Aku tahu. Tapi aku juga ingin fokus dulu, supaya nanti masa depanku lebih baik," jawabnya dengan suara lembut.Jawaban Damira selalu sama, namun ia tahu bahwa dalam hati ibunya masih menyimpan keraguan.Kehidupan Kampus dan Tekanan SosialKembali ke kehidupan kampus secara tatap muk

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-18
  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 9: Langkah Kecil Menuju Mandiri

    Kuliah di semester tiga mulai berjalan dengan ritme yang lebih menantang. Damira merasa harus terus menyesuaikan diri dengan beban akademik yang semakin berat. Namun, ia tetap merasa bersyukur karena akhirnya bisa menjalani kelas tatap muka, sebuah pengalaman yang sangat ia rindukan setelah lama belajar secara daring.Setiap pagi, Damira bangun lebih awal untuk menyelesaikan rutinitas sehari-hari di kamar kosnya. Ia mencuci baju, menyiapkan sarapan sederhana, dan merapikan tempat tidurnya sebelum bersiap ke kampus. Jadwalnya yang padat membuatnya belajar untuk lebih disiplin dalam mengatur waktu.Persahabatan yang MenguatDi kampus, Damira mulai membangun hubungan yang lebih erat dengan beberapa teman sekelasnya. Mereka sering belajar bersama, berbagi materi, hingga mengerjakan tugas kelompok.Salah satu teman yang paling dekat dengannya adalah Dinda. Dinda adalah sosok yang ceria, penuh semangat, dan selalu mendukung Damira.“Damira, aku salut sama kamu. Kamu kelihatan banget tekunny

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-18
  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 10: Ujian Kemandirian

    Semester demi semester berlalu, dan Damira semakin tenggelam dalam rutinitas kuliah dan pekerjaan di toko bibinya. Kesehariannya dipenuhi dengan jadwal yang padat, tetapi ia merasa semua itu adalah bagian dari proses untuk menjadi pribadi yang mandiri.Pada suatu pagi, Damira menerima kabar dari kampus bahwa akan ada ujian tengah semester yang jadwalnya berdekatan dengan beberapa tenggat tugas besar. Wajahnya sedikit tegang, tetapi ia tahu bahwa panik tidak akan membantu menyelesaikan masalah.“Ujian minggu depan, ya. Tugas kelompok juga harus selesai sebelum itu,” gumamnya sambil memandangi kalender di dinding kamar kosnya.Damira segera menyusun jadwal belajar. Ia mulai membagi waktu antara belajar di rumah dan membantu di toko bibinya. Meskipun berat, ia berusaha untuk tidak mengeluh.Dukungan dari DindaSuatu sore, saat sedang belajar di perpustakaan, Dinda datang dengan membawa kopi untuk Damira.“Damira, jangan lupa istirahat, ya. Kamu kelihatan capek banget,” ujar Dinda dengan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-18
  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 11: Tantangan dan Kesempatan Baru

    Pagi yang cerah di kota Surakarta membawa semangat baru bagi Damira. Hari itu adalah awal semester baru, di mana ia tidak hanya menghadapi jadwal kuliah yang lebih padat, tetapi juga mendapatkan kabar tentang program magang yang akan diadakan kampusnya.Damira duduk di kelas saat dosen menyampaikan informasi tersebut.“Mahasiswa semester empat ke atas akan mendapat kesempatan untuk mengikuti program magang di berbagai instansi atau perusahaan mitra kampus. Ini adalah peluang bagus untuk meningkatkan pengalaman kalian sebelum lulus,” jelas dosen.Mendengar itu, hati Damira langsung berdebar. Ia tahu ini adalah kesempatan emas untuk belajar lebih banyak dan menambah pengalaman kerja.Diskusi dengan Teman-TemanSaat istirahat, Damira bergabung dengan Dinda dan teman-teman lainnya di kantin.“Damira, kamu mau ikut program magang itu?” tanya Dinda sambil menyeruput es teh.“Iya, aku pikir ini kesempatan bagus. Kalau dapat tempat magang yang cocok, bisa sekalian belajar dunia kerja,” jawab

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-19
  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 12: Bekerja Keras untuk Masa Depan

    Hari-hari magang Damira berlalu dengan cepat. Rutinitasnya menjadi lebih padat, tetapi ia menikmati setiap tantangan yang dihadapinya. Pagi hari dimulai dengan kelas di kampus, diikuti dengan pekerjaan magang di perusahaan hingga sore. Meski lelah, ia merasa puas karena setiap langkahnya mendekatkannya pada impian.Kesempatan BerhargaSuatu hari, supervisor di tempat magang memanggil Damira ke ruangannya.“Damira, saya melihat perkembanganmu selama beberapa minggu ini. Saya ingin menawarkanmu tugas yang lebih menantang,” ujar supervisor dengan senyum ramah.“Tugas apa, Pak?” tanya Damira dengan antusias.“Kami membutuhkan seseorang untuk membantu proyek baru. Kamu akan bekerja langsung dengan tim inti kami. Ini kesempatan bagus untuk belajar lebih banyak,” jelasnya.Damira merasa terhormat mendapat kepercayaan itu. Ia mengangguk mantap. “Terima kasih atas kesempatannya, Pak. Saya akan melakukan yang terbaik.”Diskusi dengan IbuDi malam hari, setelah selesai mengerjakan tugas kampus,

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-19

Bab terbaru

  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 36

    Hari-hari terus berlalu, dan Damira semakin terbiasa dengan rutinitasnya di rumah sakit. Ia belajar lebih banyak setiap harinya, menghafal istilah medis dalam bahasa Jerman, serta memahami cara menangani pasien dengan profesionalisme yang tinggi. Namun, ada satu hal yang masih sulit ia hadapi—rasa rindu pada keluarganya. Suatu malam, setelah pulang dari shift sore yang melelahkan, Damira merebahkan diri di tempat tidurnya. Ia meraih ponselnya dan membuka galeri foto. Foto dirinya bersama ibunya saat perpisahan di bandara membuat dadanya terasa sesak. Sofia yang sekamar dengannya melirik. “Rindu rumah?” Damira mengangguk pelan. “Iya, Sofia. Kadang aku berpikir, apa aku membuat keputusan yang benar?” Sofia tersenyum. “Kalau kamu tidak ke sini, mungkin sekarang kamu sudah menikah karena perjodohan itu.” Damira terdiam. Ya, benar. Jika ia mengikuti kemauan ibunya dulu, mungkin ia sudah menjadi istri seseorang tanpa pernah mengalami semua ini. Ia mungkin tidak akan pernah tahu bag

  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 35

    Damira duduk gelisah di kamar kosnya, menatap layar ponsel dengan perasaan campur aduk. Hari ini adalah hari pengumuman hasil seleksi program pelatihan perawat internasional. "Apa aku lolos?" pikirnya sambil menggigit bibir. Pesan dari Sofia muncul di layar. Sofia: "Damira! Sudah cek pengumuman? Aku deg-degan banget!" Damira buru-buru membuka situs resmi rumah sakit dan mencari namanya di daftar peserta yang lolos. Jari-jarinya gemetar saat menggulir layar ke bawah. Dan di sana, ia menemukannya. Damira Azzahra – Lolos Seleksi Program Pelatihan Perawat Internasional Jantungnya berdegup kencang. Ia menutup mulutnya dengan tangan, hampir tak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat. "Aku... aku lolos!" serunya dengan suara bergetar. Teleponnya langsung berdering. Sofia menelepon dengan suara penuh semangat. “Damira! Kita lolos! Aku nggak nyangka!” Damira tertawa kecil, masih dalam keadaan setengah terkejut. "Iya, Sof! Ini beneran terjadi!" Sofia tertawa di sebe

  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 34

    Setelah menerima kepastian bahwa perjodohan itu benar-benar batal, Damira merasa lebih ringan. Kini, ia bisa fokus sepenuhnya pada masa depannya tanpa bayang-bayang paksaan dari keluarga.Ia mulai merencanakan langkah selanjutnya. Jika ingin bekerja di luar negeri, ia harus mempersiapkan diri dari sekarang. Ia mulai mencari informasi tentang peluang kerja di luar negeri untuk lulusan keperawatan, termasuk syarat, sertifikasi, dan jalur yang bisa ia tempuh.Malam itu, di kamar kosnya, Damira membuka laptop dan mulai mencari informasi lebih dalam.“Bekerja sebagai perawat di luar negeri… butuh sertifikasi tambahan?” gumamnya sambil membaca sebuah artikel.Ternyata, untuk bisa bekerja di luar negeri, ia perlu mengambil ujian kompetensi tambahan dan memiliki pengalaman kerja yang cukup.“Berarti, aku harus mulai dari sekarang,” pikirnya.Ia membuat daftar langkah-langkah yang harus ia lakukan:1. Menyelesaikan magang dengan hasil terbaik.2. Meningkatkan keterampilan bahasa asing, terutam

  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 33

    Hari itu, setelah selesai dengan tugas magangnya, Damira duduk di balkon kosnya sambil menikmati secangkir teh hangat. Ia masih memikirkan pesan dari laki-laki yang dulu dijodohkan dengannya.Ia ingin bertanya lebih lanjut, tapi di sisi lain, ia ragu.Tiba-tiba, ponselnya berdering. Nama yang muncul di layar membuatnya terkejut—ibunya menelepon.“Assalamu’alaikum, Bu.”“Wa’alaikumsalam. Kamu sibuk, Nak?”Damira tersenyum kecil. “Tidak, Bu. Ada apa?”“Ibu hanya ingin bertanya… Kamu benar-benar sudah mantap dengan pilihanmu?”Damira terdiam. Ia tahu ibunya pasti sedang membahas perjodohan itu lagi.“Ibu…” Damira menarik napas dalam. “Aku ingin sukses dulu, Bu. Aku ingin berdiri di atas kakiku sendiri. Aku tidak menolak pernikahan selamanya, tapi aku ingin menikah di waktu yang tepat, dengan orang yang benar-benar aku pilih sendiri.”Di seberang telepon, ibunya tidak langsung menjawab. Ada jeda yang cukup lama sebelum akhirnya ibunya menghela napas.“Ibu mengerti, Nak.”Jawaban itu membu

  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 32

    Hari-hari Damira semakin sibuk. Selain kuliah, ia juga bekerja paruh waktu di restoran. Setiap pagi ia harus berangkat lebih awal untuk mengikuti kelas, lalu melanjutkan pekerjaan hingga malam hari.Terkadang rasa lelah menyerangnya, tapi ia terus mengingat tujuan awalnya—menjadi sukses dan mandiri.Suatu hari, saat sedang membersihkan meja, Sofia duduk di salah satu kursi sambil menatapnya prihatin."Damira, kamu tidak lelah?" tanyanya.Damira tersenyum kecil. "Lelah, tapi aku tidak boleh menyerah. Aku harus terus maju."Sofia menghela napas. "Aku mengerti. Tapi jangan sampai kamu jatuh sakit. Ingat, kesehatan itu penting."Damira mengangguk. Ia tahu Sofia benar. Ia harus lebih menjaga keseimbangan antara belajar, bekerja, dan istirahat.Namun, dalam pikirannya, ia terus bertanya-tanya: Apakah semua ini akan cukup untuk membuktikan bahwa aku bisa berdiri sendiri?---Mendapat Tawaran MagangBeberapa bulan berlalu, hingga suatu hari Damira mendapatkan email dari kampusnya."Selamat! A

  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 31

    Minggu-minggu pertama di luar negeri terasa begitu menantang bagi Damira. Meskipun ia sudah mempersiapkan diri sebelum berangkat, kenyataan di lapangan jauh lebih sulit dari yang ia bayangkan.Di kelas, ia harus berkonsentrasi ekstra untuk memahami penjelasan dosen yang berbicara cepat dengan aksen yang berbeda. Ia sering mencatat lebih banyak daripada teman-temannya karena takut ada materi yang terlewat.Suatu hari, saat sesi diskusi kelompok, seorang mahasiswa lokal bertanya padanya, "Apa pendapatmu tentang kasus yang kita bahas tadi?"Damira terdiam beberapa detik, mencoba merangkai kata dalam bahasa asing. "Aku pikir... ini sangat penting untuk... melihat dari perspektif yang berbeda."Mahasiswa lain menunggu, seakan mengharapkan penjelasan lebih lanjut. Damira merasa gugup. Namun, salah satu temannya, Sofia, membantunya dengan mengembangkan ide yang ia coba sampaikan.Setelah kelas selesai, Sofia menepuk pundaknya. "Kamu sudah melakukan yang terbaik. Lama-lama kamu pasti lebih la

  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 30

    Hari yang dinanti akhirnya tiba. Damira berdiri di depan cermin, mengenakan jaket tebal karena negara tujuan beasiswanya memiliki musim yang lebih dingin dibandingkan Indonesia. Sebuah koper besar sudah siap di sampingnya, berisi semua kebutuhan yang akan menemaninya selama beberapa tahun ke depan.Ibunya duduk di kursi dekat pintu, menatapnya dengan ekspresi yang sulit dijelaskan. Ada kebanggaan, tapi juga kesedihan yang tersirat di matanya."Kamu yakin tidak akan menyesal pergi sejauh ini, Nak?" tanya ibunya pelan.Damira tersenyum, mendekat dan menggenggam tangan ibunya. "Bu, ini adalah kesempatan terbaikku. Aku ingin belajar, berkembang, dan menjadi seseorang yang bisa mandiri."Ibunya mengangguk pelan. "Ibu hanya ingin kamu bahagia.""Aku bahagia, Bu," jawab Damira dengan mantap.---Perpisahan di BandaraSaat tiba di bandara, suasana terasa penuh emosi. Lisa, yang datang untuk mengantar, memeluk Damira erat."Kamu harus sukses di sana, jangan sampai melupakan kami di sini," ucap

  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 29

    Setelah mengirimkan aplikasi beasiswanya, hari-hari Damira terasa lebih menegangkan. Setiap kali ada notifikasi email masuk, jantungnya berdebar, berharap itu adalah kabar dari pihak penyelenggara beasiswa. Namun, ia tahu bahwa proses seleksi tidak akan berlangsung dalam semalam.Selama menunggu, ia tetap menjalani rutinitasnya seperti biasa. Bangun pagi, pergi ke rumah sakit untuk bekerja, lalu kembali ke kampus untuk mengikuti kelas dan menyelesaikan tugas. Di sela-sela kesibukan itu, ia terus mengasah kemampuannya, membaca buku-buku tentang dunia medis, dan berlatih bahasa asing yang bisa menjadi nilai tambah dalam kariernya nanti.Lisa, teman dekatnya di rumah sakit, sering memperhatikan perubahan sikap Damira."Kamu kelihatan lebih fokus akhir-akhir ini," ujar Lisa suatu pagi saat mereka duduk di ruang istirahat.Damira tersenyum, mengaduk kopi dalam cangkirnya. "Aku ingin memastikan semua persiapan berjalan dengan baik. Kalau aku dapat beasiswa ini, itu akan sangat membantu."Li

  • Menikah Setelah Kuat Berdiri Sendiri   Bab 28

    Pagi ini, Damira bangun dengan semangat yang berbeda. Ada sesuatu dalam dirinya yang terasa lebih ringan. Mungkin karena semua kerja kerasnya mulai membuahkan hasil, atau mungkin karena ia semakin yakin bahwa keputusan yang diambil selama ini adalah yang terbaik.Saat melihat kalender di meja belajarnya, ia tersadar bahwa sudah hampir dua tahun sejak ia meninggalkan rumah dan berjuang sendiri di negeri orang. Awalnya, semuanya terasa berat. Ia harus menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, menekan perasaan rindu pada keluarga, dan menghadapi tekanan akademik serta pekerjaan. Namun, kini ia mulai terbiasa. Bahkan, ia mulai menikmati ritme hidup yang sibuk namun penuh makna.Seperti biasa, ia memulai harinya dengan rutinitas pagi sebelum berangkat kerja. Setelah mandi dan sarapan sederhana, ia merapikan seragamnya dan bersiap menuju rumah sakit tempat ia bekerja sebagai perawat magang. Namun, kali ini ada tambahan dalam daftar kegiatannya: mengurus dokumen untuk beasiswa yang ingin ia

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status