Home / Pernikahan / Menikah Muda dengan Anak Rentenir / 76. Yaumul Milad, Calon Papa

Share

76. Yaumul Milad, Calon Papa

Author: Putri Cahaya
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Hari ini Azwa pulang larut malam karena harus menunggu kuenya jadi setelah dari mall. Selama perjalanan, dia terus berdoa dalam hati semoga Aufal belum pulang. Dia takut akan kemarahan suaminya.

Namun sayang, kali ini keberuntungan tidak berpihak padanya. Saat tiba di rumah, Azwa melihat mobil Aufal sudah terparkir di garasi. Belum lagi lampu rumah yang menyala meski dalam keadaan pintu tertutup.

Azwa berjalan dengan jantung yang berdegup kencang. Dia menarik napasnya dalam-dalam sebelum membuka pintu.

“Assalamualaikum,” salamnya agak keras, lalu menutup pintu kembali serta menguncinya.

Dia melanjutkan langkahnya menuju ruang keluarga dan…. Ya, ada Aufal di sana yang tengah mengerjakan sesuatu di laptopnya.

“Wa'alaikumsalam,” jawab Aufal datar tanpa menoleh ataupun melirik sedikit pun ke arah Azwa.

Jantung Azwa semakin tak terkendali, tapi dia tetap berusaha untuk tenang. Wanita itu langsung melangkah ke dapur guna menyembunyikan barang bawaannya secepat mungkin sebelum diketa
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   77. Hadiah Terindah

    Aufal menggelengkan kepalanya tidak habis pikir. “Kamu ini benar-benar….” “....Jahil banget sih, Dek,” lanjutnya seraya mencubit hidung Azwa gemas. Azwa mengangkat kepalanya menatap Aufal yang kini sedang tersenyum jenaka. Sontak, tangannya memukul-mukul bahu Aufal begitu tersadar jika dia hanya dikerjai. “Ih… Mas, nyebelin! Azwa udah takut Mas marah, malah dikerjain. Nyebelin nyebelin nyebelin!” Aufal menangkap tangan Azwa dan menggenggamnya. “Itu yang Mas rasakan tadi. Gimana? Enak nggak di-prank, hm?” tanyanya yang dijawab gelengan kepala oleh Azwa. “Makanya jangan prank kayak gitu lagi. Kamu boleh menjahili Mas, tapi jangan pakai kehamilanmu. Kamu sama Dedek itu sangat sensitif buat Mas. Mas beneran takut terjadi apa-apa sama kalian. Jangan diulangi lagi, ya, mengerti?” Azwa mengangguk pelan “Maaf….” “Mas maafkan.” Aufal tersenyum manis sambil mengusap air mata istrinya yang menetes. “Tentang kejutannya, makasih, Sayang. Mas benar-benar nggak nyangka kamu menyiapkan semu

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   78. Siapa Dia?

    “Siapa?” tanya Aufal datar. “Serius kamu mau tau?” “Ck! Nggak usah basa-basi. Cepat katakan siapa pelakunya!” balas Aufal dingin. Sheilla tersenyum miring. “Kamu nggak akan nyangka kalau tau pelakunya dan mungkin kamu nggak akan percaya sama aku.” Melihat tatapan Aufal yang semakin tajam dan terlihat tidak sabar, dia melanjutkan perkataannya. “Oke oke. Karena aku orangnya baik, aku kasih tau clue-nya.” Gadis itu mencondongkan tubuh mendekat ke arah Aufal yang berada di hadapannya. Dia melirik ke sekeliling sebelum berkata, “orang itu dekat denganmu. Yah, layaknya temanlah dan yang paling penting Dia bekerja di sekitarmu,” pelan seakan tak ingin didengar oleh siapapun kecuali Aufal. Aufal diam memikirkan ucapan Sheilla. Teman? Dekat? Siapa? Dia memijit pelipisnya pelan. Pria itu sudah pusing dengan pekerjaannya, ini malah ditambah lagi. “Udahlah, lo nggak usah ngarang cerita kalau lo sendiri pelakunya,” tuduhnya. “What's?! Aku? Hahaha….” Sheilla tertawa keras seolah apa yan

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   79. Suka Duka KKN

    Waktu terus menggerakkan dentingnya. Tak terasa sudah berada di minggu terakhir bulan Agustus. Itu artinya tak lama lagi, kegiatan KKN Azwa akan usai.Selama di desa ini, ada beberapa kegiatan yang telah dirancang oleh sie acara dan wajib diikuti semua anggota. Ada juga kegiatan yang diminta oleh pihak desa, yaitu dinas harian di balai desa. Setiap hari selalu dibuat kelompok-kelompok kecil yang nantinya akan melakukan tugas sesuai agenda. Kelompok pertama berjumlah tiga orang melakukan dinas harian karena menjadi agenda wajib yang sudah pasti selalu ada setiap hari. Sementara kelompok lainnya ada yang melakukan branding produk ke beberapa usaha milik warga desa dan ada pula yang mengajar di sekolah. Malam hari, mereka khususnya perempuan memberikan les privat pada anak-anak di sekitar basecamp. Anak-anak yang diajar beragam, mulai dari PAUD sampai kelas 4 SD. Semakin hari jumlah anak-anaknya semakin banyak, bahkan tak jarang membuat Azwa kewalahan karena harus memegang empat anak

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   80. Pindah ke Rumah Mami

    “Untuk sementara waktu, kamu bedrest, ya. Jangan dulu beraktivitas yang berat-berat. Pikirannya juga ditenangkan, nggak boleh stres,” saran Dokter Arfan kepada Azwa. “Bayi saya nggak papa kan, Dok?” tanya Azwa dengan ekspresi khawatir. Dokter Arfan tersenyum menenangkan. “Nggak papa kok. Kalau ada keluhan atau kejadian seperti ini lagi, langsung hubungi saya aja.” “Baik, Dokter,” jawab Azwa dan Aufal bersamaan. Setelah dirasa cukup, Dokter Arfan memberi kode pada Aufal untuk ikut bersamanya saat keluar kamar. Ada hal penting yang perlu dibicarakan tanpa sepengetahuan Azwa. “Terima kasih banyak, Dokter, sudah menyempatkan waktu ke sini,” ucap Aufal begitu sampai di teras. “Sama-sama, kayak sama siapa aja. Dan lagi, nggak usah terlalu formal sama gue. Ini bukan di rumah sakit.” “Hehehe…. Iya, Bang. Oh ya, katanya mau ngomong hal penting. Tentang apa?” Mimik wajah Dokter Arfan langsung berubah serius. “Gini, Fal. Apa yang dialami Azwa ini indikasi kandungan lemah.” “Gue lihat

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   81. Welcome Semester 7

    Azwa berjalan memasuki halaman fakultas setelah berpamitan dengan Pak Diman yang mengantarnya. Dia berhenti sejenak dan menatap Gedung Utama FEB di hadapannya. Semester tujuh telah dimulai. Berbeda dengan sebelum-sebelumnya, kini dia tidak sendirian. Ada anak dalam rahimnya yang ikut menemani di semester ini. Meski ada sedikit rasa takut dalam benaknya, tapi dia tidak akan membiarkan ketakutan itu menghalangi jalannya. Tidak akan! Wanita mengenakan gamis maroon itu mengusap perutnya lembut. ‘Nak, di semester tujuh ini Bunda nggak sendirian. Ada kamu yang nemenin Bunda. Kita akan berjuang bareng-bareng. Temenin Bunda melewati semuanya ya, Sayang. Bunda sayang Dedek’, ucapnya dalam hati. Dia tersenyum merasakan tendangan halus dari dalam perutnya seolah si dedek mendengar suara hati ibunya. “Semoga hari ini lancar dan nggak ada kendala. Bantu Azwa, Ya Allah,” gumam Azwa lantas kembali melangkahkan kaki menuju kelasnya yang berada di GE2. Suasana kampus masih sepi hanya beberap

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   82. Gagal Jadi Kakak Ipar

    “Apa Acha masih ingin menjadikan Mbak sebagai kakak iparnya Acha?” “Masih dong. Acha pengen banget Mbak Azwa jadi kakak iparnya Acha biar Mbak di sini terus sama Acha dan menemani Acha. Papa sama Mas Can udah setuju kok.” Azwa sangat terkejut. Dia kira, permintaan Acha yang satu itu tidak serius. Jadi, dirinya menanggapi dengan santai dan dianggap hanya candaan belaka. “Acha, Mbak minta maaf, ya. Mbak nggak bisa jadi kakak iparnya Acha,” ucapnya. Sontak, Acha melepaskan diri dan menegakkan tubuhnya. Dia menatap Azwa sedih. “Kenapa?” “Karena ini.” Azwa menunduk seraya mengusap perutnya pelan lantas kembali menatap Acha. “Tak lama lagi, Mbak akan punya anak. Ada dedek yang akan lahir. Acha tau maknanya kan?” “Adik bayi pasti punya ayah dan ayahnya itu… suaminya Mbak Azwa?” “Iya, benar. Mbak udah punya suami, Sayang, ayahnya Dedek.” Azwa menarik napasnya sejenak sebelum melanjutkan, “Acha juga tau kan, untuk jadi kakak ipar syaratnya harus apa?” “Menikah dan jadi istrinya Mas Ca

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   83. Perasaan Candra

    “Karena aku mencintaimu.” Deg! Azwa membelalakkan matanya terkejut. “Ma-maksud–” “Aku sangat mencintaimu, Azwa.” Candra mengubah posisinya menjadi serong menghadap Azwa. “Aku nggak pernah merasakan perasaan tulus kepada seseorang. Cuma sama kamu aku bisa seperti ini,” ungkapnya jujur. Azwa diam dengan jantung yang berdegup sangat cepat. Dia tak menyangka Candra memiliki perasaan lebih untuknya. Apa yang harus dilakukannya? Bersama Acha, dia bisa menjelaskan pelan-pelan dan memberi pengertian, tapi tidak dengan Candra. Ya Allah, bagaimana ini? “Tapi kamu juga yang menghancurkannya,” lanjut Candra melengos lantas kembali ke posisi semula. “Kau tau? Dengan sikapmu yang menyembunyikan status pernikahan, sama aja kamu memberiku harapan. Sayangnya, hanya harapan kosong yang sampai kapanpun nggak akan pernah bisa kudapatkan.” “Kakak,” panggil Azwa memberanikan diri untuk menjelaskan. “Aku nggak bermaksud membuat Kakak berharap kepadaku. Aku juga nggak menyembunyikan statusku.” “

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   84. Berusaha Ikhlas

    “Harapan yang mana maksudmu?” tanya Om Tama heran. “Menjadi kakak ipar buat Acha.” “Oh…. Kalau soal itu, kamu sendiri kali yang kebawa perasaan.” Melihat putranya yang akan protes, Om Tama lekas melanjutkan ucapannya. “Sebenarnya harapan itu kita sendiri yang ciptakan.” “Perbuatan yang seseorang lakukan membuat kita berharap lebih padanya, padahal dia melakukan itu karena memang seperti itulah dirinya.” “Dia nggak sadar akan sikapnya yang membuat kita menaruh harapan sebab dia menganggapnya wajar dan biasa saja. Kecuali kalau dia memberikan kode atau mengucapkan langsung terus dia bersama yang lain, itu baru ngasih harapan.” “Azwa juga gitu, Pa. Dia meminta Acha buat bilang sama Candra soal kakak ipar itu seolah memberi kode kepada Candra untuk melangkah maju.” “Apa itu namanya kalau bukan harapan, Pa? Kalau memang dia nggak bisa, nggak usah ngomong kayak gitu dan langsung aja bilang kalau udah menikah. Sampai situ beres, Pa.” “Candra akan membunuh perasaan ini dan akan menjauh

Latest chapter

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   Extra Part 3 : Dadah, Aarash

    “Anak bungsu lo. Jadi, kami bisa mengasuhnya dari bayi biar berasa punya baby newborn,” jawab Kahfi seraya menatap intens ke arah Dedek Aya di pangkuan ibunya. “Nggak boleh!” sahut Azwa langsung. Dia memeluk bayi perempuannya posesif. “Dedek Aya nggak bisa jauh dari Azwa karena dia butuh banget ASI eksklusif.” “Putri gue ini kayak masnya Wafa yang punya alergi susu formula. Nutrisinya harus dari ASI, nggak boleh dari yang lain,” timpal Aufal ketika melihat Kahfi yang ingin bersuara. “Mungkin bisa pakai ASI perah, tapi kan rumah lo ada di Jakarta. Nggak mungkin lo bolak balik Jakarta-Semarang cuma untuk mengambil ASI perah doang.” “Gue tau, lo nggak segabut itu. Kalau misalnya lo tinggal di kota ini, mungkin permintaan lo bisa kami pertimbangkan. Ya kan, Dek?” Pria itu menoleh ke arah istrinya meminta pendapat. Azwa mengangguk setuju karena memang itulah alasan utamanya. “Dedek Aya punya alergi cukup serius, jadi nggak bisa makan atau minum sembarangan.” Kahfi menyandarkan tubuh

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   Extra Part 2 : Permintaan Kahfi

    “Fal, lo kan udah punya empat anak, sedangkan gue, satu aja belum punya. Boleh nggak kalau gue adopsi salah satu anak lo?” tanya Kahfi.“Apa? Lo gila?!” Aufal membelalakkan mata terkejut. Tangannya mengepal geram mendengar permintaan tak masuk akal Kahfi. “Gue masih sangat sanggup membesarkan dan mengasuh anak gue sendiri,” balasnya ngegas.“Gue tau.” Kahfi mengalihkan pandangannya ke depan. “Gue benar-benar ingin mengasuh anak lo, Fal. Gue pengen banget ngerasain gimana rasanya menjadi orang tua.”“Kenapa lo tiba-tiba berpikiran kayak gitu?” tanya Aufal dengan nada lebih rendah. Dia merasa, permasalahan yang Kahfi hadapi tidak sesederhana itu.Kahfi menghela napas panjang dan kembali menatap Aufal. “Lo pasti tau, permasalahan yang selama ini gue hadapi itu apa. Tentang anak yang sampai detik ini belum hadir diantara kami.”“Dan sekarang muncul masalah baru. Khanza desak gue buat menikah lagi agar bisa mendapatkan keturunan. Padahal gue sama sekali nggak masalah kalau nggak ada anak,

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   Extra Part 1 : Keluarga Kecil Aufal

    “Astaga! Kenapa kalian berantakin lagi?!” Azwa memekik terkejut melihat mainan yang kembali berserakan padahal sebelumnya sudah dibereskan agar mudah disapu. Baru ditinggal sebentar untuk menyapu halaman rumah, anak-anaknya kembali berulah. Dia menatap satu-persatu ketiga anaknya yang hanya diam mematung. “Bunda kan udah bilang sebelumnya, jangan diberantakin lagi. Mau Bunda sapu lantainya. Kalau ingin main lagi, nanti aja habis Bunda nyapu,” omelnya. “Kalau kayak gini, Bunda jadinya kerja dua kali. Kalian kan udah berkali-kali Bunda bilangin, habis main itu dibereskan mainannya biar rapi dan nggak kececeran.” Azwa masih terus mengomeli anak-anaknya yang kini menunduk takut. Wanita itu menyandarkan sapu di dinding. Dia hendak membereskan lagi mainan mereka dan memasukkannya ke dalam keranjang. Baru satu mainan yang masuk, terdengar suara tangisan bayi berasal dari dalam kamarnya. Azwa menghela napas lelah lalu menatap putra-putrinya. “Bunda nggak mau tau pokoknya kalian bereska

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   155. Cinta Masa Depanku [End]

    “Kenapa, Sayang? Papa ingin peluk Aarash loh.” Azwa mengusap lembut rambut Aarash. Dia sangat mengerti bila putranya sudah seperti ini. “Aarash takut?” tanyanya yang dijawab anggukan oleh Aarash. “Nggak papa, Nak. Papa itu orangnya baik kok. Papa sayang banget sama Aarash.” Aarash tetap menggeleng dan malah berlari menuju opanya menyusul kedua saudaranya yang lebih dulu ke sana. Azwa menghela napas dan tersenyum tidak enak kepada Aufal. “Namanya Aarash Nazhief Putra Ar-Rasyid kembarannya Aresha. Dia memang begitu kalau sama orang baru. Harap maklum, ya, Mas,” ucapnya. “Nggak papa, Dek. Mas mengerti kok. Mereka pasti bingung dengan kehadiran Mas. Nggak pernah bertemu wajar kalau merasa asing dan takut,” balas Aufal. Azwa memandang sendu Aarash yang sedang bercanda dengan Papa Wirya. “Aarash mengalami yang namanya speech delay, Mas, membuat dia lebih banyak diam. Dia mengerti bahasa yang kita ucapkan.” “Tapi, untuk mengucapkannya sendiri dia agak kesulitan kalau nggak dipan

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   154. Ini Papa, Nak

    Bukan hanya Azwa saja yang terkejut, melainkan orang tua Aufal pun tak kalah kagetnya. “Yang bener kamu, Andra? Sejak kapan?” tanya Mama Erina. “Beneran, Tante. Kami udah menikah empat tahun yang lalu,” jawab Andra. Aufal terkekeh kecil melihat respons mereka. “Aufal awalnya juga sangat kaget sama kayak kalian. Pasalnya setau Aufal, Andra ini benci banget sama Sheilla. Eh, nggak taunya malah udah nikah dan punya anak.” “Gue kemakan omongan sendiri, Fal. Dari yang mulanya benci banget berubah jadi cinta. Sekarang mah kami saling mencintai bahkan udah bucin. Iya kan, Sayang?” Andra mengedipkan sebelah matanya pada Sheilla bermaksud menggoda. Sheilla membalas dengan mata melotot sambil mencubit keras pinggang suaminya lalu kembali tersenyum ke arah semua orang. “Pernikahan kami ini sebenarnya masih ada kaitannya sama kondisi Aufal yang koma,” timpalnya. Dia berdehem sejenak dan memperbaiki posisi duduknya untuk memulai bercerita. “Jadi, gini. Kami sebetulnya udah dekat sejak Azwa

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   153. Tentang Kecelakaan Itu

    “Nggak, Dek, nggak ada perceraian diantara kita.” Aufal masih terus membujuk Azwa agar bersedia mendengarkan penjelasannya. Dia bahkan sampai berlutut di depan pintu kamar Azwa dengan kening yang menyentuh daun pintu. “Mas mohon, buka pintunya, Sayang. Beri Mas kesempatan buat menjelaskan semuanya ke kamu. Tolong, Dek,” ucapnya dengan suara yang semakin parau. Di dalam kamar, Azwa yang duduk di balik pintu menutup mulutnya rapat-rapat guna meredam suara isaknya. Dia sebenarnya tidak tega mendengar nada melas dan parau milik Aufal. Namun, dirinya belum siap apabila penjelasan itu tidak sesuai harapannya. “Pergilah, Mas.” “Mas nggak akan pergi sebelum kamu membuka pintu. Mas akan menunggumu sampai kamu mau mendengarkan penjelasan Mas,” balas Aufal. Azwa tidak sampai hati membiarkan Aufal terus berada di sana dan memohon seperti itu. Dia mengusap air matanya, menarik napas dalam-dalam, sebelum bangkit berdiri. Tangannya memutar kunci lalu membuka pintu kamarnya. Aufal juga ikut be

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   152. Keluarga Baru

    “Kita ini sebenarnya mau kemana, Ma?” “Ke acara ulang tahun cucu teman Papa yang tahun ini dirayakan di sini.” Azwa bersama Mama Erina sedang dalam perjalanan menuju lokasi berlangsungnya acara. Beberapa menit kemudian, mobil yang mereka tumpangi berhenti di parkiran sebuah restoran cukup mewah. Keduanya turun lalu berjalan beriringan memasuki area restoran yang sudah di reservasi penuh untuk acara ulang tahun ini. Di dekat pintu masuk terdapat stand banner berwarna biru bertuliskan, Happy 3th Birthday Haisha Raveline Andriana Disertai dengan foto seorang anak perempuan yang tampak sangat cantik dan menggemaskan. Acara ini bertemakan Frozen terlihat dari hiasannya berwarna biru dan putih disertai karakter Elsa. “Lihat, Ma. Ternyata anak yang ulang tahun seumuran dengan si kembar. Azwa kira anak remaja,” komentar Azwa setelah membaca isi banner. “Mama juga ngiranya begitu. Papa nggak memberitahu Mama siapa yang berulang tahun. Untung kadonya udah disiapin Papa sebelumnya,” bal

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   151. Kembali Menolak

    “Buna, mau itu.” Echa menunjuk ke arah salah satu kotak bekal. “Iya, Sayang.” Azwa mengambil roti yang sudah diolesi selai lantas menyerahkan pada putrinya. “Ini untuk Echa. Aarash mau?” tanyanya dengan menatap kembaran Echa lalu dibalas anggukan oleh Aarash. Dia juga memberikan roti itu untuk kedua putranya. “Ayah mau juga nggak?” Wafa menawarkan rotinya kepada Nazhan. “Buat Wafa aja. Nanti Ayah bakal minta sama Buna,” balas Nazhan melirik Azwa yang sibuk menata barang bawaannya. Hari libur, Azwa mengajak anak-anaknya melakukan piknik kecil-kecilan di sebuah taman. Saat akan berangkat tadi, tiba-tiba Nazhan datang dan memaksa ikut. Kini, mereka semua duduk di karpet dengan berbagai macam cemilan berada di tengah-tengah. Orang lain yang melihat pasti akan mengira mereka adalah keluarga kecil yang bahagia dan harmonis. “Nazhan!” Dua orang dewasa itu menoleh dan mendapati seorang wanita paruh baya yang mengenakan baju batik formal serta hijab segi empat berjalan mendekat. “Ib

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   150. Calon Ayah Baru

    “Sampai Mas Aufal ditemukan, baik dalam keadaan hidup maupun meninggal. Selama apapun itu Adek akan setia menunggunya, Bun,” jawab Azwa.Bunda Nawa merasa prihatin dengan nasib putrinya. “Ya Allah, Dek, jangan gitu. Udah saatnya Adek buka hati untuk orang lain yang ingin mendekat. Adek jangan menutup diri seperti ini. Udah empat tahun loh, Dek.”Azwa menghela napas panjang. Memang benar, sudah empat tahun berlalu dan Aufal belum juga ditemukan bahkan pencariannya dihentikan sejak tiga tahun lalu. Aufal menghilang tanpa jejak bagaikan ditelan bumi. Entah masih hidup ataupun sudah meninggal, Azwa pun tak tahu. Namun, dia tetap meyakini bahwa suaminya masih hidup dan pasti akan kembali lagi suatu saat nanti.“Bagaimana bisa Adek buka hati sementara hati Adek udah terpaut sempurna sama Mas Aufal, Bun? Adek nggak bisa menggantikan posisi Mas Aufal,” balasnya pelan.Bunda Nawa masih setia mengusap kepalanya. “Bunda paham. Tapi kita ndak tau, keadaan Mas Aufal itu gimana. Apakah masih hidup

DMCA.com Protection Status