Share

54. Hampir Kehilangan

Penulis: Putri Cahaya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
Aufal menggeleng tegas. “Nggak, Mas. Aku nggak akan pulang sebelum bertemu dengan Azwa. Tolong, biarkan aku menemuinya.”

“Kalau udah ketemu, kamu mau apa? Mau menyakitinya lagi? Mau bikin adikku tersiksa lagi? Iya?!” sentak Diaz.

“Aku nggak akan tega melakukan itu, Mas.” Aufal menghela napas panjang sebelum melanjutkan, “aku minta maaf yang sebesar-besarnya atas nama keluarga besarku. Kejadian hari ini tuh benar-benar diluar kendaliku.”

Diaz tersenyum mengejek. “Baru kejadian itu aja kamu udah melanggar janji. Orang tuamu nggak bisa membela Azwa di hadapan keluarganya sendiri. Kamu juga nggak bisa selalu ada di samping Azwa. Gimana nanti seterusnya?”

“Aku pastikan nggak akan terulang lagi,” balas Aufal tegas. “Tolong, izinkan aku bertemu istriku, Mas. Aku ingin tau keadaannya. Tadi aku lihat wajahnya pucat. Aku khawatir sama dia.”

“Apa pedulimu? Lebih baik kamu pulang sekarang. Biarin Azwa tenang di sini. Aku nggak–”

“Diaz,” panggil Bunda Nawa memotong ucapan Diaz. Beliau datang
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   55. Anugerah Terindah

    Azwar menatap suami dan kakaknya bergantian dengan sorot mata meminta penjelasan. Diaz mendekati Azwa. Dia menunduk dan mengusap kepala adiknya. “Alhamdulillah, kamu udah sadar, Dek.” Laki-laki itu tersenyum. “Mulai sekarang, kamu harus lebih hati-hati, ya. Nggak boleh ceroboh lagi,” katanya yang dibalas anggukan oleh Azwa. “Yaudah kalau gitu Mas tinggal, ya. Mau beli makan malam di kantin.” Diaz mencium kening Azwa lantas menegakkan tubuh. Dia menatap Aufal untuk beberapa saat seolah berkata, ‘kamu aja yang jelasin’ sebelum berlalu keluar ruangan. Azwa mengalihkan tatapannya ke Aufal. “Mas,” panggilnya pelan. “Iya, Sayang. Mas di sini.” Aufal dengan setia menggenggam tangan Azwa sesekali menciumnya. “Tadi Mas Diaz bilang janin. Janin siapa yang dimaksud?” Aufal terdiam sejenak kemudian menghela napas panjang. “Sayang, Mas minta maaf nggak bisa jagain kamu. Karena kelalaian Mas ini, kita hampir aja kehilangan calon anak kita.” Azwa mengerutkan keningnya. “Anak?” Aufal mengan

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   56. Wanita yang Dipanggil Ibu

    Azwa berjalan di sepanjang koridor rumah sakit tanpa alas kaki. Dia merasa bosan di kamar rawat sendirian sehingga memilih untuk jalan-jalan tanpa menunggu Aufal. Lagi pula, dia masih enggan berbicara dengan suaminya dan sengaja menghindar barang sejenak. Perempuan itu melangkah sambil merenung. Dia masih tak percaya kalau saat ini dirinya tengah mengandung. Ada malaikat kecil yang tumbuh dalam rahimnya. Semuanya masih terasa mimpi.Tiba di ruangan khusus bayi, kaki Azwa berhenti melangkah. Dia mendekati jendela kaca transparan yang memperlihatkan aktivitas di dalam sana. Tatapannya tertuju pada sejumlah bayi yang berada di ranjang kecil. Ada yang tidur dan menguap. Ada yang membuka mata dengan berkedip-kedip lucu. Ada pula yang menangis karena merasa lapar. Tangan Azwa terangkat menyentuh kaca itu. Kedua sudut bibirnya tertarik membentuk senyuman manis ketika membayangkan kelak bayinya mungkin akan menjadi salah satu di antara mereka.Makhluk kecil itu tidak berdosa. Ia lahir atas

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   57. Menerima Kehadirannya

    Siang perlahan berganti menjadi sore, tetapi Aufal masih belum juga menemukan keberadaan istrinya. Kini, dia tengah berjalan di koridor lantai dua setelah sebelumnya berkeliling di daerah lantai tiga. Entah kemana lagi dirinya harus mencari Azwa di rumah sakit sebesar ini. “Kamu pergi kemana, Sayang?” gumamnya penuh kekhawatiran. Aufal terus melanjutkan langkahnya mencari Azwa. Hingga pandangannya tak sengaja mengarah ke seberang dekat ruangan tertutup. Di sana tampak dua orang perempuan berbeda usia berjalan menuju ke arahnya yang tak jauh dari lift. Pria itu memicingkan mata memastikan jika penglihatannya tidak salah mengenali. Tak ingin membuang waktu, dia pun segera menghampiri mereka. “Dek Azwa,” panggilnya membuat dua orang perempuan itu menoleh. Aufal langsung menarik perempuan muda yang merupakan Azwa ke dalam dekapannya. Dia beralih menangkup wajah istrinya. “Kamu baik-baik aja kan, Sayang? Nggak ada yang luka, hm?” “Azwa baik-baik aja, Mas,” balas Azwa dengan senyum pa

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   58. Persiapan PKL

    “Sayang, beneran nggak papa Mas tinggal?” tanya Aufal menatap istrinya khawatir. Dia berdiri di teras rumah Azwa dengan penampilan yang sudah rapi. “Beneran, Mas. Kan semalam kita udah bahas ini. Mas, nggak usah khawatir. Azwa baik-baik aja kok,” jawab Azwa disertai senyuman meyakinkan. Hari ini, Aufal memutuskan ikut Papa Wirya ke Jakarta untuk melihat dan mengatasi masalah di kantor. Dia yang mempunyai keahlian dibidang IT mau tak mau harus turun langsung dan tidak bisa diwakilkan. Kemarin setelah perdebatan alot karena Azwa juga tidak memperbolehkannya pergi, Bunda Nawa memberikan solusi tengah-tengah. “Biarkan Aufal di sini dulu satu hari, Pak Wirya. Azwa sekarang ini juga sangat membutuhkan suaminya. Nanti biar kami yang membujuknya agar mengijinkan Aufal pergi.” Solusi dari Bunda Nawa itu langsung disetujui oleh semuanya. Dan pagi ini sesuai kesepakatan bersama, Aufal harus kembali ke Jakarta meski masa cutinya belum habis. “Pergilah, Mas. Perusahaan sedang membutuhkan M

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   59. Sebuah Kabar

    Meyra mengerjapkan matanya berkali-kali. “Hah?! Jadi beneran?” tanyanya sangat antusias. “Apanya yang beneran?” Bahira menatap Meyra dengan pandangan penuh tanya karena masih mencerna apa yang terjadi. “Ini maksudnya gimana sih?” sambung Eliza. Azwa tersenyum malu dan mengangguk pelan menjawab pertanyaan Meyra. “Iya.” “Serius, Wa, kamu hamil?! Nggak bohong kan?” Meyra langsung melompat duduk di dekat Azwa, begitu pula dengan Bahira yang langsung merapat. “Ck! Iya, Mey. Ngapain aku bohong? Aku mengandung anaknya Mas Ofa.” Azwa bangkit untuk mengambil ponselnya yang terletak kasur, mengutak-atik sebentar, kemudian kembali duduk di tempat semula. “Nih, kalau nggak percaya.” Ketiga sahabat Azwa merapat guna melihat layar ponsel yang menampilkan foto USG. Sontak, Meyra memeluk Azwa erat. “Alhamdulillah, selamat, Azwa. Ya Allah…. Tak lama lagi kamu akan jadi ibu.” Bahira tersenyum bahagia mendengar kabar itu. “Alhamdulillah. Sumpah, aku nggak nyangka, Wa.” “Selamat, Azwa,” ucap E

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   60. Datangnya Masa Lalu

    Azwa mematung menatap sosok yang berjalan mendekat ke arahnya. “Na–nazhan,” lirihnya. “Aila, ternyata beneran kamu. Aku takut salah orang tadi,” ujar seseorang yang memiliki nama Nazhan saat sampai di hadapan Azwa. Azwa bergeming. Dia menatap Nazhan dengan pandangan yang sulit diartikan. Ada perasaan berkecamuk dalam dadanya. “Ai? Aila. Hey, ini beneran kamu kan?” Nazhan menjentikkan jarinya di depan wajah Azwa. “Eh? I-i-iya,” jawab Azwa gugup, bahkan sekarang tangannya berkeringat dingin. Rasanya campur aduk bisa bertemu Nazhan kembali setelah sekian lama. Nazhan adalah teman semasa SMA Azwa yang berkuliah di kota ini, tepatnya di kampus impian Azwa. Cowok yang bernama lengkap Muhammad Nazhan Alghifary itu menjadi satu-satunya cowok yang berteman dekat dengan Azwa. “Sungguh, aku nggak nyangka bisa bertemu kamu di sini. Kamu apa kabar?” “Ba-baik.” Saking gugupnya, Azwa berbicara dengan singkat. Jantungnya pun tak berhenti berdetak normal malah semakin cepat. Dia takut, Nazhan b

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   61. Keanehan Azwa

    Melihat Azwa hanya terdiam, Nazhan kembali berujar, “yah, kalau kamu nggak mau juga nggak papa. Aku bisa cari–” “Aku mau,” jawab Azwa cepat tanpa pikir panjang karena menurutnya ini adalah kesempatan emas. Dia sangat membutuhkan pekerjaan dan Nazhan membutuhkan karyawan. Pas sekali, bukan? “Serius?” tanya Nazhan memastikan dengan mata berbinar-binar. Azwa mengangguk semangat. “Serius, karena aku butuh pekerjaan banget buat nambah penghasilan.” Nazhan tersenyum senang. “Oke, deh. Nanti aku ajari teknisnya.” Sedetik kemudian senyumnya luntur saat mengingat sesuatu. “Tapi kan kamu mau PKL. Apa nggak mengganggu?” “Santuy mah. Insyaallah, aku bisa bagi waktu.” “Oke, kalau kamu setuju. Akan aku diskusikan sama teman-teman. Nanti aku kabari lagi untuk langkah selanjutnya.” “Siap.” Azwa tersenyum bahagia. Allah begitu baik padanya. Di saat dia membutuhkan pekerjaan, Allah mengirimkan seseorang yang menawarkan pekerjaan. Alhamdulillah Ya Allah, terima kasih banyak, batinnya. Dan tak

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   62. Pernikahan Kahfi

    Pagi ini Aufal sudah rapi dengan setelan kerja siap berangkat ke kantor. Berbanding terbalik dengan Azwa yang masih mengenakan kaos dan celana pendek serta rambut yang dicepol tinggi. Keduanya sekarang berada di ruang makan sedang menikmati sarapan bersama. Lebih tepatnya hanya Aufal, sedangkan Azwa memakan buah pepaya karena perutnya terasa sangat mual. “Semalam ada pesan masuk di hp-mu. Itu dari siapa?” tanya Aufal penasaran. Sebenarnya dia tidak ingin menanyakan ini, tapi rasa penasarannya sudah tidak terbendung lagi. “Dari operator yang ngingetin kalau kuota Azwa hampir habis,” jawab Azwa santai. “Operator?” Azwa mengangguk sambil mengunyah. “Sebelum ke kamar mandi kan Azwa udah matiin data selulernya. Tadi pagi waktu Azwa cek emang dari operator kok.” Aufal tertegun sejenak. Semalam dia sudah berpikiran macam-macam tentang pesan itu dan ternyata cuma dari operator? Jadi, dirinya sudah salah sangka? Namun, tetap saja sikap Azwa terasa aneh. “Terus semalam chattingan sama

Bab terbaru

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   Extra Part 3 : Dadah, Aarash

    “Anak bungsu lo. Jadi, kami bisa mengasuhnya dari bayi biar berasa punya baby newborn,” jawab Kahfi seraya menatap intens ke arah Dedek Aya di pangkuan ibunya. “Nggak boleh!” sahut Azwa langsung. Dia memeluk bayi perempuannya posesif. “Dedek Aya nggak bisa jauh dari Azwa karena dia butuh banget ASI eksklusif.” “Putri gue ini kayak masnya Wafa yang punya alergi susu formula. Nutrisinya harus dari ASI, nggak boleh dari yang lain,” timpal Aufal ketika melihat Kahfi yang ingin bersuara. “Mungkin bisa pakai ASI perah, tapi kan rumah lo ada di Jakarta. Nggak mungkin lo bolak balik Jakarta-Semarang cuma untuk mengambil ASI perah doang.” “Gue tau, lo nggak segabut itu. Kalau misalnya lo tinggal di kota ini, mungkin permintaan lo bisa kami pertimbangkan. Ya kan, Dek?” Pria itu menoleh ke arah istrinya meminta pendapat. Azwa mengangguk setuju karena memang itulah alasan utamanya. “Dedek Aya punya alergi cukup serius, jadi nggak bisa makan atau minum sembarangan.” Kahfi menyandarkan tubuh

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   Extra Part 2 : Permintaan Kahfi

    “Fal, lo kan udah punya empat anak, sedangkan gue, satu aja belum punya. Boleh nggak kalau gue adopsi salah satu anak lo?” tanya Kahfi.“Apa? Lo gila?!” Aufal membelalakkan mata terkejut. Tangannya mengepal geram mendengar permintaan tak masuk akal Kahfi. “Gue masih sangat sanggup membesarkan dan mengasuh anak gue sendiri,” balasnya ngegas.“Gue tau.” Kahfi mengalihkan pandangannya ke depan. “Gue benar-benar ingin mengasuh anak lo, Fal. Gue pengen banget ngerasain gimana rasanya menjadi orang tua.”“Kenapa lo tiba-tiba berpikiran kayak gitu?” tanya Aufal dengan nada lebih rendah. Dia merasa, permasalahan yang Kahfi hadapi tidak sesederhana itu.Kahfi menghela napas panjang dan kembali menatap Aufal. “Lo pasti tau, permasalahan yang selama ini gue hadapi itu apa. Tentang anak yang sampai detik ini belum hadir diantara kami.”“Dan sekarang muncul masalah baru. Khanza desak gue buat menikah lagi agar bisa mendapatkan keturunan. Padahal gue sama sekali nggak masalah kalau nggak ada anak,

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   Extra Part 1 : Keluarga Kecil Aufal

    “Astaga! Kenapa kalian berantakin lagi?!” Azwa memekik terkejut melihat mainan yang kembali berserakan padahal sebelumnya sudah dibereskan agar mudah disapu. Baru ditinggal sebentar untuk menyapu halaman rumah, anak-anaknya kembali berulah. Dia menatap satu-persatu ketiga anaknya yang hanya diam mematung. “Bunda kan udah bilang sebelumnya, jangan diberantakin lagi. Mau Bunda sapu lantainya. Kalau ingin main lagi, nanti aja habis Bunda nyapu,” omelnya. “Kalau kayak gini, Bunda jadinya kerja dua kali. Kalian kan udah berkali-kali Bunda bilangin, habis main itu dibereskan mainannya biar rapi dan nggak kececeran.” Azwa masih terus mengomeli anak-anaknya yang kini menunduk takut. Wanita itu menyandarkan sapu di dinding. Dia hendak membereskan lagi mainan mereka dan memasukkannya ke dalam keranjang. Baru satu mainan yang masuk, terdengar suara tangisan bayi berasal dari dalam kamarnya. Azwa menghela napas lelah lalu menatap putra-putrinya. “Bunda nggak mau tau pokoknya kalian bereska

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   155. Cinta Masa Depanku [End]

    “Kenapa, Sayang? Papa ingin peluk Aarash loh.” Azwa mengusap lembut rambut Aarash. Dia sangat mengerti bila putranya sudah seperti ini. “Aarash takut?” tanyanya yang dijawab anggukan oleh Aarash. “Nggak papa, Nak. Papa itu orangnya baik kok. Papa sayang banget sama Aarash.” Aarash tetap menggeleng dan malah berlari menuju opanya menyusul kedua saudaranya yang lebih dulu ke sana. Azwa menghela napas dan tersenyum tidak enak kepada Aufal. “Namanya Aarash Nazhief Putra Ar-Rasyid kembarannya Aresha. Dia memang begitu kalau sama orang baru. Harap maklum, ya, Mas,” ucapnya. “Nggak papa, Dek. Mas mengerti kok. Mereka pasti bingung dengan kehadiran Mas. Nggak pernah bertemu wajar kalau merasa asing dan takut,” balas Aufal. Azwa memandang sendu Aarash yang sedang bercanda dengan Papa Wirya. “Aarash mengalami yang namanya speech delay, Mas, membuat dia lebih banyak diam. Dia mengerti bahasa yang kita ucapkan.” “Tapi, untuk mengucapkannya sendiri dia agak kesulitan kalau nggak dipan

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   154. Ini Papa, Nak

    Bukan hanya Azwa saja yang terkejut, melainkan orang tua Aufal pun tak kalah kagetnya. “Yang bener kamu, Andra? Sejak kapan?” tanya Mama Erina. “Beneran, Tante. Kami udah menikah empat tahun yang lalu,” jawab Andra. Aufal terkekeh kecil melihat respons mereka. “Aufal awalnya juga sangat kaget sama kayak kalian. Pasalnya setau Aufal, Andra ini benci banget sama Sheilla. Eh, nggak taunya malah udah nikah dan punya anak.” “Gue kemakan omongan sendiri, Fal. Dari yang mulanya benci banget berubah jadi cinta. Sekarang mah kami saling mencintai bahkan udah bucin. Iya kan, Sayang?” Andra mengedipkan sebelah matanya pada Sheilla bermaksud menggoda. Sheilla membalas dengan mata melotot sambil mencubit keras pinggang suaminya lalu kembali tersenyum ke arah semua orang. “Pernikahan kami ini sebenarnya masih ada kaitannya sama kondisi Aufal yang koma,” timpalnya. Dia berdehem sejenak dan memperbaiki posisi duduknya untuk memulai bercerita. “Jadi, gini. Kami sebetulnya udah dekat sejak Azwa

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   153. Tentang Kecelakaan Itu

    “Nggak, Dek, nggak ada perceraian diantara kita.” Aufal masih terus membujuk Azwa agar bersedia mendengarkan penjelasannya. Dia bahkan sampai berlutut di depan pintu kamar Azwa dengan kening yang menyentuh daun pintu. “Mas mohon, buka pintunya, Sayang. Beri Mas kesempatan buat menjelaskan semuanya ke kamu. Tolong, Dek,” ucapnya dengan suara yang semakin parau. Di dalam kamar, Azwa yang duduk di balik pintu menutup mulutnya rapat-rapat guna meredam suara isaknya. Dia sebenarnya tidak tega mendengar nada melas dan parau milik Aufal. Namun, dirinya belum siap apabila penjelasan itu tidak sesuai harapannya. “Pergilah, Mas.” “Mas nggak akan pergi sebelum kamu membuka pintu. Mas akan menunggumu sampai kamu mau mendengarkan penjelasan Mas,” balas Aufal. Azwa tidak sampai hati membiarkan Aufal terus berada di sana dan memohon seperti itu. Dia mengusap air matanya, menarik napas dalam-dalam, sebelum bangkit berdiri. Tangannya memutar kunci lalu membuka pintu kamarnya. Aufal juga ikut be

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   152. Keluarga Baru

    “Kita ini sebenarnya mau kemana, Ma?” “Ke acara ulang tahun cucu teman Papa yang tahun ini dirayakan di sini.” Azwa bersama Mama Erina sedang dalam perjalanan menuju lokasi berlangsungnya acara. Beberapa menit kemudian, mobil yang mereka tumpangi berhenti di parkiran sebuah restoran cukup mewah. Keduanya turun lalu berjalan beriringan memasuki area restoran yang sudah di reservasi penuh untuk acara ulang tahun ini. Di dekat pintu masuk terdapat stand banner berwarna biru bertuliskan, Happy 3th Birthday Haisha Raveline Andriana Disertai dengan foto seorang anak perempuan yang tampak sangat cantik dan menggemaskan. Acara ini bertemakan Frozen terlihat dari hiasannya berwarna biru dan putih disertai karakter Elsa. “Lihat, Ma. Ternyata anak yang ulang tahun seumuran dengan si kembar. Azwa kira anak remaja,” komentar Azwa setelah membaca isi banner. “Mama juga ngiranya begitu. Papa nggak memberitahu Mama siapa yang berulang tahun. Untung kadonya udah disiapin Papa sebelumnya,” bal

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   151. Kembali Menolak

    “Buna, mau itu.” Echa menunjuk ke arah salah satu kotak bekal. “Iya, Sayang.” Azwa mengambil roti yang sudah diolesi selai lantas menyerahkan pada putrinya. “Ini untuk Echa. Aarash mau?” tanyanya dengan menatap kembaran Echa lalu dibalas anggukan oleh Aarash. Dia juga memberikan roti itu untuk kedua putranya. “Ayah mau juga nggak?” Wafa menawarkan rotinya kepada Nazhan. “Buat Wafa aja. Nanti Ayah bakal minta sama Buna,” balas Nazhan melirik Azwa yang sibuk menata barang bawaannya. Hari libur, Azwa mengajak anak-anaknya melakukan piknik kecil-kecilan di sebuah taman. Saat akan berangkat tadi, tiba-tiba Nazhan datang dan memaksa ikut. Kini, mereka semua duduk di karpet dengan berbagai macam cemilan berada di tengah-tengah. Orang lain yang melihat pasti akan mengira mereka adalah keluarga kecil yang bahagia dan harmonis. “Nazhan!” Dua orang dewasa itu menoleh dan mendapati seorang wanita paruh baya yang mengenakan baju batik formal serta hijab segi empat berjalan mendekat. “Ib

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   150. Calon Ayah Baru

    “Sampai Mas Aufal ditemukan, baik dalam keadaan hidup maupun meninggal. Selama apapun itu Adek akan setia menunggunya, Bun,” jawab Azwa.Bunda Nawa merasa prihatin dengan nasib putrinya. “Ya Allah, Dek, jangan gitu. Udah saatnya Adek buka hati untuk orang lain yang ingin mendekat. Adek jangan menutup diri seperti ini. Udah empat tahun loh, Dek.”Azwa menghela napas panjang. Memang benar, sudah empat tahun berlalu dan Aufal belum juga ditemukan bahkan pencariannya dihentikan sejak tiga tahun lalu. Aufal menghilang tanpa jejak bagaikan ditelan bumi. Entah masih hidup ataupun sudah meninggal, Azwa pun tak tahu. Namun, dia tetap meyakini bahwa suaminya masih hidup dan pasti akan kembali lagi suatu saat nanti.“Bagaimana bisa Adek buka hati sementara hati Adek udah terpaut sempurna sama Mas Aufal, Bun? Adek nggak bisa menggantikan posisi Mas Aufal,” balasnya pelan.Bunda Nawa masih setia mengusap kepalanya. “Bunda paham. Tapi kita ndak tau, keadaan Mas Aufal itu gimana. Apakah masih hidup

DMCA.com Protection Status