Share

130. Hanya Sebatas Teman

Penulis: Putri Cahaya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Anak?”

“Iya, dia anakku. Namanya Wafa. Usianya satu tahun.” Azwa beralih ke putranya yang sedang asyik bermain sendiri. “Ayo, Sayang, salim dulu sama Om Azhan.”

Wanita itu mengulurkan tangan kecil Wafa ke arah Nazhan untuk bersalaman sekaligus mengajarkan sopan santun. “Pintarnya anak Bunda.”

Nazhan melihat pemandangan di depannya dengan tatapan sulit diartikan. “Kamu ke sini sama siapa? Sendirian?” tanyanya berusaha biasa saja.

“Nggak, tapi sama suamiku. Dia lagi mengangkat telepon temannya sebentar di luar.” Azwa celingak-celinguk memandang ke arah pintu masuk. Dia tersenyum begitu melihat eksistensi Aufal.

“Nah, itu dia.” Wanita itu mengangkat sebelah tangan menunjukkan keberadaannya pada sang suami.

Aufal langsung mengambil tempat duduk di samping Azwa saat sudah tiba. Dia tersenyum menyapa Nazhan.

“Mas, kenalin ini Nazhan, teman Azwa yang udah Azwa ceritakan ke Mas,” ucap Azwa mengenalkan kemudian beralih ke Nazhan. “Ini suamiku, namanya Mas Aufal.”

Kedua laki-laki itu bersalama
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   131. Menutup Kisah Masa Lalu

    “Terus perasaanmu ke aku sekarang gimana?” tanya Nazhan.Azwa tersenyum manis hingga menampilkan lesung pipinya di sudut bibir. “Lebih ke melepaskan sih. Aku merasa lega banget udah jujur sama kamu. Sekarang ini, perasaanku, ya, untuk suamiku.”Dia mengalihkan pandangannya ke arah Aufal yang tengah mengajak Wafa bermain perosotan. Ibu satu anak itu melambaikan tangan kecil ketika mereka menatap ke arah sini.“Aku sangat menyayangi Mas Aufal bahkan udah mulai cinta.” Azwa kembali fokus ke Nazhan. Dapat dirinya tangkap perubahan ekspresi wajah cowok itu ketika dia mengatakan hal tersebut.Nazhan menghela napas panjang. “Ternyata kita saling mencintai. Tapi sayang, cinta kita nggak bisa bersatu,” ucapnya pelan.Azwa jadi merasa tidak enak setelah mendengar itu. Namun, dia juga tidak bisa berbuat apa-apa selain menerima takdir yang digariskan untuknya.“Nazhan, kisah kita cukup sampai sini, ya. Aku sama kamu ini cuma masa lalu. Aku udah bahagia bersama keluarga kecilku.” Nazhan membalas

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   132. Konflik Anak dan Ayah

    Aufal menatap layar laptop di hadapannya dengan tatapan kosong. Pikirannya berkelana pada pembicaraan Raya dan Danang. Kenapa mereka melakukan semua itu? Apa tujuannya?Kemarin, Sheilla belum sempat menjawab pertanyaannya karena ada telepon masuk yang ternyata dari sang ayah. Setelahnya, gadis itu buru-buru pergi meninggalkannya dengan sejuta pertanyaan.Dan lagi mengenai kehancuran mereka. Mereka yang dimaksud itu siapa? Apakah keluarga Ar-Rasyid? Tapi kenapa harus keluarganya? Apa karena dendam?Aufal menjadi pusing sendiri memikirkan semua itu. Apapun rencana mereka, dia tidak akan membiarkan mereka menyentuh keluarga kecilnya meski seujung kuku pun.“Aufal!”Panggil keras itu membuat lamunannya buyar. Dia menoleh ke arah sang ayah yang duduk di sofa.Saking larutnya, dia sampai melupakan keberadaan Papa Wirya. Beliau datang ke Jakarta karena ada urusan penting dan baru bisa mampir ke kantor hari ini.“Kamu dengerin Papa nggak sih?”Aufal menatap ayahnya yang tampak kesal. “Maaf, P

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   133. Kebencian yang Kembali Menyala

    Aufal tetap melanjutkan langkah menuju kamar tanpa menghiraukan panggilan ayahnya. Dia mengambil beberapa barang lalu kembali lagi menemui orang tuanya yang sekarang berada di ruang tengah.Laki-laki itu meletakkan secara kasar barang bawaannya di meja. Ada kunci motor dan mobil, kartu kredit, serta ponsel yang dulu dibelikan sebagai hadiah ulang tahun. Dia masih mempunyai satu ponsel hasil jerih payahnya sendiri.“Silakan Papa ambil semuanya. Aufal nggak butuh!” ujarnya.Papa Wirya tersenyum miring. “Kamu pikir mudah hidup merantau tanpa membawa apapun? Papa yakin kamu nggak akan bisa bertahan.”“Aufal nggak takut! Lebih baik Aufal hidup terlunta-lunta di kota orang daripada hidup bagai neraka di rumah sendiri!” balas Aufal sengit lantas kembali ke kamar.Itu adalah pertengkaran terakhirnya bersama sang ayah karena keesokan harinya Aufal langsung merantau ke Jakarta. Cowok itu memulai hidup baru dari nol di sana dengan bekerja part time. Dia juga tidak sudi memakan uang haram hasil d

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   134. Menikah Lagi?

    Pukul sembilan malam, Aufal tiba di rumah. Dia langsung melangkah menuju kamar. Di sana, sudah ada Azwa yang sedang tidur di kasur dengan posisi memunggungi dirinya.Tanpa mengganti baju, pria itu ikut berbaring lalu memeluk istrinya dari belakang. Dia melabuhkan kecupan-kecupan di leher dan juga usapan lembut di tangan Azwa. Sepertinya tindakannya ini berhasil mengusik tidur sang istri. Terbukti saat merasakan pergerakan Azwa yang ingin berbalik menghadap ke arahnya.Namun, dia semakin mengeratkan pelukan agar Azwa tidak melihat keadaannya yang sedang kacau. Air matanya luruh tanpa diminta. Hatinya dipenuhi rasa bersalah yang mendalam hingga membuat dadanya sesak.“Mas sangat mencintaimu, Sayang. Apapun yang terjadi nanti, tolong jangan pernah tinggalkan Mas,” ucapnya pelan terdengar parau lalu menenggelamkan wajahnya di ceruk leher sang istri.Mungkin Azwa akan merasa aneh dengan sikapnya yang manja seperti ini, tetapi biarlah. Azwa tidak boleh tahu dulu yang sebenarnya. Dia tidak

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   135. Ceraikan aku, Mas!

    “Apa kamu menyetujuinya, Nak?” Pertanyaan dari Papa Wirya memang terdengar lembut dan hati-hati. Namun, bagi Azwa tak ada bedanya dengan mata pisau yang semakin mengiris hatinya. “Kenapa harus menikah lagi?” tanyanya lirih. “Papa melakukan itu demi kebaikan keluarga kita, Azwa. Cuma ini satu-satunya cara yang terbaik.” Azwa tersenyum pahit. Cara terbaik meski harus melukai perasaannya, begitu? Dia menatap ayah mertuanya dengan mata berkaca-kaca. “Apa kekurangan Azwa sampai Papa tega meminta Mas Aufal menikah lagi?” Papa Wirya menghela napas lalu menyandarkan tubuhnya di sofa. “Nggak ada yang kurang satupun darimu, Azwa. Kamu jadi udah menantu yang baik untuk kami. Hanya saja situasinya lagi darurat dan cuma Sheilla yang bisa menolong.” Azwa beralih menatap Mama Erina yang hanya diam dan sibuk bermain dengan Wafa di pangkuannya. Dari tadi beliau tidak berkomentar apapun. Apakah Mama juga menyetujuinya? “Kenapa Mama cuma diam aja? Mama tega menyakiti menantu Mama ini?” tanya Aufal

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   136. Restu dari Azwa

    Aufal sangat terkejut, tidak menduga Azwa akan memberikan jawaban seperti itu. Dia menoleh menatap istrinya tak menyangka. “Dek, apa kamu sadar dengan apa yang kamu ucapkan?”Azwa membalas tatapan suaminya disertai senyuman. “Azwa seratus persen sadar, Mas. Azwa juga nggak akan minta cerai kok,” balasnya tenang.“Nggak bisa gitu, Dek. Mas tetep nggak setuju,” protes Aufal.“Apa kamu serius, Azwa?” tanya Papa Wirya mengabaikan protes Aufal.Azwa menggenggam tangan Aufal. “Azwa serius, Pa,” jawabnya dengan mantap.Papa Wirya tersenyum. “Baiklah, semuanya udah disiapkan oleh Om Savian. Kita tinggal terima beres aja. Acara akan digelar di kediaman mereka.”Azwa menunduk menyembunyikan rasa tak nyaman dalam hatinya. Jadi semua sudah dipersiapkan, ya? Dia tersenyum pahit lantas kembali mendongak. “Tapi bolehkah Azwa meminta satu syarat?”“Katakanlah apa yang kamu inginkan, Nak?”“Ketika Mas Aufal udah resmi menikahinya, jangan satukan kami dalam satu atap yang sama.”“Itu bisa diatur. Ada l

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   137. Pengorbanan Papa

    Azwa sangat tahu menguping pembicaraan orang adalah tindakan tidak sopan. Namun, dia sangat penasaran apa yang sebenarnya terjadi apalagi mereka menyebut keluarganya. Wanita itu menyandarkan tubuhnya di tembok samping pintu kamar. Suasana sangat hening karena malam semakin larut. Suami dan anaknya sudah tidur pulas di kamar. Jadi, dia tidak takut jika ada yang memergoki, kecuali pemilik sang kamar tentunya.“Mau sampai kapan kamu diperbudak oleh Darwin, Mas?” Suara Mama Erina kembali terdengar setelah beberapa detik terdiam. “Kamu udah memenuhi semua permintaannya yang nggak wajar itu. Apa kamu nggak bisa melawan, Mas?”“Aku bisa aja melawan, Dek, tapi dia terus-menerus mengancam. Kamu tau kan kalau ancamannya nggak main-main?” Jeda sejenak sebelum Papa Wirya melanjutkan perkataannya.“Kamu ingat? Dulu waktu aku nggak mau menjalankan bisnis rentenir, dia menculik Syamil yang masih bayi dan hampir membunuhnya. Akhirnya, aku dengan sangat terpaksa mengikuti kemauannya meski aku tau it

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   138. Akad Kedua

    “Assalamu'alaikum warahmatullah….” Pasangan suami-istri itu baru saja selesai menunaikan sholat Subuh berjamaah. Mereka kemudian lanjut berdzikir dan doa. Azwa mencium punggung tangan suaminya dengan takzim yang langsung dibalas dengan kecupan hangat di kening. “Mas,” panggilnya. “Ya, Sayang?” Aufal memperbaiki posisi duduk menghadap sepenuhnya ke arah Azwa. “Azwa minta tolong, penuhi permintaan Papa, ya, Mas,” pinta Azwa menatap Aufal dengan raut melas. “Mas kan udah bilang, Mas nggak mau. Jangan paksa Mas, Dek,” balas Aufal menolak dengan lembut. Azwa menghembuskan napas lelah. Dia tak tahu lagi harus membujuk suaminya dengan cara apa. Tangannya beralih memegang tangan Aufal. “Mas, aku tau, keluarga kita sedang terancam.” Aufal membelalakkan mata terkejut. “Kamu udah tau, Dek?” Azwa mengangguk. “Aku juga tau kalau dua teman yang sangat Mas percaya ternyata musuh dalam selimut.” Aufal menghela napas berat. Kepalanya sedikit menunduk dengan tatapan mengarah ke bawah. “Mas bena

Bab terbaru

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   Extra Part 3 : Dadah, Aarash

    “Anak bungsu lo. Jadi, kami bisa mengasuhnya dari bayi biar berasa punya baby newborn,” jawab Kahfi seraya menatap intens ke arah Dedek Aya di pangkuan ibunya. “Nggak boleh!” sahut Azwa langsung. Dia memeluk bayi perempuannya posesif. “Dedek Aya nggak bisa jauh dari Azwa karena dia butuh banget ASI eksklusif.” “Putri gue ini kayak masnya Wafa yang punya alergi susu formula. Nutrisinya harus dari ASI, nggak boleh dari yang lain,” timpal Aufal ketika melihat Kahfi yang ingin bersuara. “Mungkin bisa pakai ASI perah, tapi kan rumah lo ada di Jakarta. Nggak mungkin lo bolak balik Jakarta-Semarang cuma untuk mengambil ASI perah doang.” “Gue tau, lo nggak segabut itu. Kalau misalnya lo tinggal di kota ini, mungkin permintaan lo bisa kami pertimbangkan. Ya kan, Dek?” Pria itu menoleh ke arah istrinya meminta pendapat. Azwa mengangguk setuju karena memang itulah alasan utamanya. “Dedek Aya punya alergi cukup serius, jadi nggak bisa makan atau minum sembarangan.” Kahfi menyandarkan tubuh

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   Extra Part 2 : Permintaan Kahfi

    “Fal, lo kan udah punya empat anak, sedangkan gue, satu aja belum punya. Boleh nggak kalau gue adopsi salah satu anak lo?” tanya Kahfi.“Apa? Lo gila?!” Aufal membelalakkan mata terkejut. Tangannya mengepal geram mendengar permintaan tak masuk akal Kahfi. “Gue masih sangat sanggup membesarkan dan mengasuh anak gue sendiri,” balasnya ngegas.“Gue tau.” Kahfi mengalihkan pandangannya ke depan. “Gue benar-benar ingin mengasuh anak lo, Fal. Gue pengen banget ngerasain gimana rasanya menjadi orang tua.”“Kenapa lo tiba-tiba berpikiran kayak gitu?” tanya Aufal dengan nada lebih rendah. Dia merasa, permasalahan yang Kahfi hadapi tidak sesederhana itu.Kahfi menghela napas panjang dan kembali menatap Aufal. “Lo pasti tau, permasalahan yang selama ini gue hadapi itu apa. Tentang anak yang sampai detik ini belum hadir diantara kami.”“Dan sekarang muncul masalah baru. Khanza desak gue buat menikah lagi agar bisa mendapatkan keturunan. Padahal gue sama sekali nggak masalah kalau nggak ada anak,

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   Extra Part 1 : Keluarga Kecil Aufal

    “Astaga! Kenapa kalian berantakin lagi?!” Azwa memekik terkejut melihat mainan yang kembali berserakan padahal sebelumnya sudah dibereskan agar mudah disapu. Baru ditinggal sebentar untuk menyapu halaman rumah, anak-anaknya kembali berulah. Dia menatap satu-persatu ketiga anaknya yang hanya diam mematung. “Bunda kan udah bilang sebelumnya, jangan diberantakin lagi. Mau Bunda sapu lantainya. Kalau ingin main lagi, nanti aja habis Bunda nyapu,” omelnya. “Kalau kayak gini, Bunda jadinya kerja dua kali. Kalian kan udah berkali-kali Bunda bilangin, habis main itu dibereskan mainannya biar rapi dan nggak kececeran.” Azwa masih terus mengomeli anak-anaknya yang kini menunduk takut. Wanita itu menyandarkan sapu di dinding. Dia hendak membereskan lagi mainan mereka dan memasukkannya ke dalam keranjang. Baru satu mainan yang masuk, terdengar suara tangisan bayi berasal dari dalam kamarnya. Azwa menghela napas lelah lalu menatap putra-putrinya. “Bunda nggak mau tau pokoknya kalian bereska

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   155. Cinta Masa Depanku [End]

    “Kenapa, Sayang? Papa ingin peluk Aarash loh.” Azwa mengusap lembut rambut Aarash. Dia sangat mengerti bila putranya sudah seperti ini. “Aarash takut?” tanyanya yang dijawab anggukan oleh Aarash. “Nggak papa, Nak. Papa itu orangnya baik kok. Papa sayang banget sama Aarash.” Aarash tetap menggeleng dan malah berlari menuju opanya menyusul kedua saudaranya yang lebih dulu ke sana. Azwa menghela napas dan tersenyum tidak enak kepada Aufal. “Namanya Aarash Nazhief Putra Ar-Rasyid kembarannya Aresha. Dia memang begitu kalau sama orang baru. Harap maklum, ya, Mas,” ucapnya. “Nggak papa, Dek. Mas mengerti kok. Mereka pasti bingung dengan kehadiran Mas. Nggak pernah bertemu wajar kalau merasa asing dan takut,” balas Aufal. Azwa memandang sendu Aarash yang sedang bercanda dengan Papa Wirya. “Aarash mengalami yang namanya speech delay, Mas, membuat dia lebih banyak diam. Dia mengerti bahasa yang kita ucapkan.” “Tapi, untuk mengucapkannya sendiri dia agak kesulitan kalau nggak dipan

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   154. Ini Papa, Nak

    Bukan hanya Azwa saja yang terkejut, melainkan orang tua Aufal pun tak kalah kagetnya. “Yang bener kamu, Andra? Sejak kapan?” tanya Mama Erina. “Beneran, Tante. Kami udah menikah empat tahun yang lalu,” jawab Andra. Aufal terkekeh kecil melihat respons mereka. “Aufal awalnya juga sangat kaget sama kayak kalian. Pasalnya setau Aufal, Andra ini benci banget sama Sheilla. Eh, nggak taunya malah udah nikah dan punya anak.” “Gue kemakan omongan sendiri, Fal. Dari yang mulanya benci banget berubah jadi cinta. Sekarang mah kami saling mencintai bahkan udah bucin. Iya kan, Sayang?” Andra mengedipkan sebelah matanya pada Sheilla bermaksud menggoda. Sheilla membalas dengan mata melotot sambil mencubit keras pinggang suaminya lalu kembali tersenyum ke arah semua orang. “Pernikahan kami ini sebenarnya masih ada kaitannya sama kondisi Aufal yang koma,” timpalnya. Dia berdehem sejenak dan memperbaiki posisi duduknya untuk memulai bercerita. “Jadi, gini. Kami sebetulnya udah dekat sejak Azwa

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   153. Tentang Kecelakaan Itu

    “Nggak, Dek, nggak ada perceraian diantara kita.” Aufal masih terus membujuk Azwa agar bersedia mendengarkan penjelasannya. Dia bahkan sampai berlutut di depan pintu kamar Azwa dengan kening yang menyentuh daun pintu. “Mas mohon, buka pintunya, Sayang. Beri Mas kesempatan buat menjelaskan semuanya ke kamu. Tolong, Dek,” ucapnya dengan suara yang semakin parau. Di dalam kamar, Azwa yang duduk di balik pintu menutup mulutnya rapat-rapat guna meredam suara isaknya. Dia sebenarnya tidak tega mendengar nada melas dan parau milik Aufal. Namun, dirinya belum siap apabila penjelasan itu tidak sesuai harapannya. “Pergilah, Mas.” “Mas nggak akan pergi sebelum kamu membuka pintu. Mas akan menunggumu sampai kamu mau mendengarkan penjelasan Mas,” balas Aufal. Azwa tidak sampai hati membiarkan Aufal terus berada di sana dan memohon seperti itu. Dia mengusap air matanya, menarik napas dalam-dalam, sebelum bangkit berdiri. Tangannya memutar kunci lalu membuka pintu kamarnya. Aufal juga ikut be

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   152. Keluarga Baru

    “Kita ini sebenarnya mau kemana, Ma?” “Ke acara ulang tahun cucu teman Papa yang tahun ini dirayakan di sini.” Azwa bersama Mama Erina sedang dalam perjalanan menuju lokasi berlangsungnya acara. Beberapa menit kemudian, mobil yang mereka tumpangi berhenti di parkiran sebuah restoran cukup mewah. Keduanya turun lalu berjalan beriringan memasuki area restoran yang sudah di reservasi penuh untuk acara ulang tahun ini. Di dekat pintu masuk terdapat stand banner berwarna biru bertuliskan, Happy 3th Birthday Haisha Raveline Andriana Disertai dengan foto seorang anak perempuan yang tampak sangat cantik dan menggemaskan. Acara ini bertemakan Frozen terlihat dari hiasannya berwarna biru dan putih disertai karakter Elsa. “Lihat, Ma. Ternyata anak yang ulang tahun seumuran dengan si kembar. Azwa kira anak remaja,” komentar Azwa setelah membaca isi banner. “Mama juga ngiranya begitu. Papa nggak memberitahu Mama siapa yang berulang tahun. Untung kadonya udah disiapin Papa sebelumnya,” bal

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   151. Kembali Menolak

    “Buna, mau itu.” Echa menunjuk ke arah salah satu kotak bekal. “Iya, Sayang.” Azwa mengambil roti yang sudah diolesi selai lantas menyerahkan pada putrinya. “Ini untuk Echa. Aarash mau?” tanyanya dengan menatap kembaran Echa lalu dibalas anggukan oleh Aarash. Dia juga memberikan roti itu untuk kedua putranya. “Ayah mau juga nggak?” Wafa menawarkan rotinya kepada Nazhan. “Buat Wafa aja. Nanti Ayah bakal minta sama Buna,” balas Nazhan melirik Azwa yang sibuk menata barang bawaannya. Hari libur, Azwa mengajak anak-anaknya melakukan piknik kecil-kecilan di sebuah taman. Saat akan berangkat tadi, tiba-tiba Nazhan datang dan memaksa ikut. Kini, mereka semua duduk di karpet dengan berbagai macam cemilan berada di tengah-tengah. Orang lain yang melihat pasti akan mengira mereka adalah keluarga kecil yang bahagia dan harmonis. “Nazhan!” Dua orang dewasa itu menoleh dan mendapati seorang wanita paruh baya yang mengenakan baju batik formal serta hijab segi empat berjalan mendekat. “Ib

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   150. Calon Ayah Baru

    “Sampai Mas Aufal ditemukan, baik dalam keadaan hidup maupun meninggal. Selama apapun itu Adek akan setia menunggunya, Bun,” jawab Azwa.Bunda Nawa merasa prihatin dengan nasib putrinya. “Ya Allah, Dek, jangan gitu. Udah saatnya Adek buka hati untuk orang lain yang ingin mendekat. Adek jangan menutup diri seperti ini. Udah empat tahun loh, Dek.”Azwa menghela napas panjang. Memang benar, sudah empat tahun berlalu dan Aufal belum juga ditemukan bahkan pencariannya dihentikan sejak tiga tahun lalu. Aufal menghilang tanpa jejak bagaikan ditelan bumi. Entah masih hidup ataupun sudah meninggal, Azwa pun tak tahu. Namun, dia tetap meyakini bahwa suaminya masih hidup dan pasti akan kembali lagi suatu saat nanti.“Bagaimana bisa Adek buka hati sementara hati Adek udah terpaut sempurna sama Mas Aufal, Bun? Adek nggak bisa menggantikan posisi Mas Aufal,” balasnya pelan.Bunda Nawa masih setia mengusap kepalanya. “Bunda paham. Tapi kita ndak tau, keadaan Mas Aufal itu gimana. Apakah masih hidup

DMCA.com Protection Status