Share

Empat Puluh

last update Last Updated: 2025-01-16 20:44:34

"Aku sebenarnya tidak sudi untuk datang ke sini. Apa lagi, Gina sudah pulang ke rumah kami," kata Reza dengan nada dingin.

Rumah kontrakan Gina dan Danu sore itu terasa begitu hening, tetapi udara di dalamnya seakan penuh dengan ketegangan yang tidak terlihat. Reza, kakak pertama Gina, duduk dengan posisi tegap di karpet ruang tamu. Wajahnya memancarkan ketegasan yang tidak bisa ditawar. Di meja di depannya, tergeletak selembar kertas kontrak kerja yang sudah ditandatangani Gina, menunggu persetujuan Danu. Gina tahu, jika meminta tanda tangan sang suami pasti akan dipersulit.

"Bang, tapi ini terlalu sulit untukku." Danu mencoba berkompromi dengan sang kakak ipar.

"Terlalu sulit? Kau yang sudah menyulitkan keadaan dan adikku," kata Reza dengan nada dingin dan rahang yang sudah mengeras.

Danu duduk di hadapan Reza, tubuhnya bersandar lemas di dinding setengah permanen. Matanya terus terpaku pada kertas itu, tetapi pikirannya melayang. Ia merasa seolah-olah berada di persimpangan jalan
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Empat Puluh Satu

    "Ibu kenapa hanya diam? Dulu, aku patuh ketika harus ikut melakukan hal buruk pada Mbak Salma. Sekarang, aku hanya minta, Ibu membantu bicara pada Mas Guntara tentang Mbak Salma. Mbak Salma tidak sebaik yang dikira oleh Mas Guntara, Bu. Ibu bisa melihat semua foto itu." Ucapan Aliyah jelas sangat mempengaruhi Yulianti saat itu.Malam itu, rumah Yulianti yang biasanya hangat kini terasa dingin. Lampu ruang tamu yang temaram memantulkan bayangan tubuhnya yang gelisah di dinding. Yulianti duduk di sofa, menggenggam cangkir teh yang mulai mendingin. Sesekali, matanya menatap pintu depan seolah menunggu seseorang masuk. Napasnya terdengar berat, dan tangannya sedikit gemetar.Di lantai atas, Aliyah mengurung diri di kamar. Ia sudah kehabisan tenaga untuk menangis. Foto yang tadi siang ditemukan masih tergenggam erat di tangannya, sementara pikirannya dipenuhi prasangka buruk. Dalam hati, ia bertanya-tanya, apakah benar Yulianti akan menasehati Guntara seperti yang dijanjikan? Namun, instin

    Last Updated : 2025-01-16
  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Empat Puluh Dua

    Sejak kejadian itu, Salma lebih sering menghabiskan waktu di kafe. Ada agenda tersendiri untuk pergi ke kafe. Jika hari kerja, maka sepulang kerja akan mendatangi kafe langganannya. Salma merasa tenang saat berada di tempat itu. Senja sudah menutup hari sejak lama ketika Salma melangkah keluar dari sebuah kafe kecil di sudut kota. Aroma kopi masih melekat di udara, bercampur dengan bau tanah basah setelah hujan. Langit berwarna oranye keemasan, dan angin sepoi-sepoi membuat rambut Salma sedikit berantakan. Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan pikiran yang sejak tadi berputar-putar tentang langkah selanjutnya dalam rencananya.Namun, langkahnya terhenti saat sebuah suara memanggilnya. “Salma?”Salma menoleh perlahan. Di sana, berdiri seorang pria dengan jas abu-abu rapi, wajahnya tak asing. Arif. Mata mereka bertemu sejenak, membawa kenangan yang selama ini ia kubur dalam-dalam. Salma mengerutkan kening, berusaha menenangkan dirinya yang tiba-tiba diliputi rasa tak nyaman.“A

    Last Updated : 2025-01-20
  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Empat Puluh Tiga

    Pagi itu, Gina berdiri di depan jendela kamarnya. Matanya menerawang ke luar, memandang dedaunan yang bergoyang pelan diterpa angin. Namun, hatinya tidak tenang. Di tangannya, sebuah cangkir kopi yang sudah dingin digenggam tanpa minat. Pikiran Gina terus melayang pada sosok Danu. Sudah berhari-hari Danu tidak memberi kabar apa pun. Meski kadang pesan atau panggilan dari Danu diabaikan, tetapi Gina saat ini merasa sangat sakit. Apa yang dilakukan oleh Danu seolah membenarkan jika kabar kedekatan mereka benar. Ya, Salma sudah mengatakan semua beberapa waktu yang lalu. Gina meraba dada, sakit sekali rasanya.Gina menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri. Akan tetapi, bagaimana mungkin ia bisa tenang? Di luar sana, desas-desus tentang kedekatan Danu dengan Salma terus menghantui pikirannya. Apakah gosip itu benar? Gina merasa hatinya seperti diremas. Ia mencoba percaya, mencoba berpikir bahwa semua itu hanya kebohongan. Namun, sikap Danu yang dingin dan menghindar membuat harapan

    Last Updated : 2025-01-21
  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Empat Puluh Empat

    "Maksud, Bang Reza bagaimana?" Gina mengusap air mata dengan cepat."Ya, aku paham. Kamu tidak bisa seperti ini. Kalian harus bicara. Status pernikahan kalian menggantung. Tidak ada ketegasan sama sekali."Wajah Gina seketika menegang mendengar ucapan kakak pertamanya itu. Ia tahu, sang kakak sudah memikirkan banyak hal. Akan tetapi, dari dalam hati yang terdalam, Gina belum siap jika ada perceraian. Ia masih ingin bertahan demi Putri."Aku sudah menghubungi Danu. Sebentar lagi, dia akan datang." Ucapan Reza membuat bulu kuduk Gina meremang seketika. Pagi itu, suasana rumah keluarga Gina terasa tegang. Matahari sudah meninggi, tetapi hawa dingin dari angin pagi terasa menusuk tulang. Di ruang tamu yang sederhana namun bersih, Reza duduk di sofa dengan tangan terlipat di dada. Wajahnya mengeras, rahangnya tegang. Di depannya, Danu berdiri dengan sikap defensif, wajahnya penuh amarah yang sulit ditutupi.“Jadi ini rencanamu? Membiarkan Gina pergi ke luar negeri hanya karena kau tak mam

    Last Updated : 2025-01-22
  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Empat Puluh Lima

    Rumor kepergian Gina ke luar negeri sebagai TKW terus menjadi buah bibir di lingkungan kontrakan Danu. Di pagi yang dingin, suara burung gereja bercampur dengan bisik-bisik para tetangga yang berkumpul di depan warung kecil milik Bu Siti. Para ibu-ibu membicarakan nasib rumah tangga Gina dan Danu dengan nada sinis, seolah mereka tahu segalanya.“Laki-laki itu benar-benar tidak tahu diri,” kata Bu Siti sambil memotong tempe untuk dijual. “Istrinya banting tulang ke luar negeri, dia malah ongkang-ongkang kaki.”“Memangnya kamu nggak lihat? Salma hampir setiap hari ke kontrakannya. Kalau sudah begitu, siapa yang salah?” timpal salah satu tetangga, suaranya penuh curiga.Apa yang mereka katakan memang benar adanya. Dua orang itu memang tidak tahu diri. Salma sudah menebalkan telinga. Ia tidak akan peduli apa pun yang dikatakan orang-orang.Danu, yang kebetulan melewati warung itu, mendengar semua perkataan mereka. Namun, seperti biasa, ia memilih diam. Tatapannya kosong, kakinya melangkah

    Last Updated : 2025-01-23
  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Empat Puluh Enam

    Pagi itu, suasana di bandara Frankfurt masih dipenuhi lalu-lalang para penumpang. Gina duduk di salah satu bangku dekat gerbang kedatangan, wajahnya terlihat lesu meski dirinya berusaha tetap tegar. Dua hari sudah ia tiba di negara ini, tetapi tubuhnya masih terasa lelah akibat perjalanan panjang yang diwarnai keterlambatan pesawat. Ia memandang layar ponsel yang tergeletak di atas pangkuannya, jari-jarinya sesekali meremas bagian sisi perangkat itu.Gina terbang ke Jerman karena ingin mengubah nasib. Mengapa harus Jerman? Satu alasan Gina, ia tidak mau bertemu dengan banyak orang Indonesia. Tidak menutup kemungkinan ada yang dikenalnya dan juga mengenal Danu. Di negara ini, Gina akan bekerja sebagai pelayan di salah satu restoran.Sejujurnya, Gina tidak benar-benar berharap ada kabar dari Danu. Namun, perasaan kecewa itu tetap menguasai dirinya. Bukan hanya kecewa karena Danu tak mencoba menghubunginya, melainkan karena ia tahu betul apa yang mungkin sedang dilakukan pria itu sekaran

    Last Updated : 2025-01-24
  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Empat Puluh Tujuh

    Malam itu, rumah kontrakan Danu terasa lebih sepi dari biasanya. Biasanya, Salma akan datang membawa makanan atau sekadar mengobrol ringan dengannya di ruang tamu. Tapi malam ini, Danu sengaja meminta Salma untuk tidak datang. Ia butuh waktu untuk memikirkan usulan Salma—menikah secara siri.Danu berjalan mondar-mandir di ruang tamu, sesekali melirik jam dinding yang berdetak pelan. Ia tidak bisa memungkiri bahwa sejak kehadiran Salma, kekosongan yang ditinggalkan Gina sedikit demi sedikit mulai terisi. Namun, setiap kali ia mulai nyaman dengan Salma, bayangan Gina kembali muncul, mengingatkannya pada cinta yang dulu begitu ia perjuangkan. Hatinya masih terbelah.“Salma memang perempuan yang baik,” gumam Danu sambil duduk di karpet. Tangannya meremas rambutnya dengan frustrasi. “Tapi apakah aku siap untuk menikah lagi, bahkan jika hanya secara siri?”Danu menghembuskan napas panjang dan menatap kosong ke arah dinding. Di atas meja kecil di depannya, secangkir kopi hitam mulai dingin.

    Last Updated : 2025-01-25
  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Empat Puluh Delapan

    Pagi itu, Salma duduk di teras rumahnya, ditemani secangkir teh hangat dan angin pagi yang lembut. Senyumnya mengembang, mengingat percakapan terakhirnya dengan Danu. Setidaknya, pria itu mempertimbangkan usulannya. Hal itu membuat hati Salma terasa lebih ringan. Ia tahu, omongan orang lain tak perlu digubris. Mereka tak tahu bagaimana perjuangan hidupnya selama ini. Mereka juga tidak ada saat ia terpuruk dan harus membangun segalanya dari awal.Namun, kebahagiaan itu tak berlangsung lama. Telepon dari nomor yang tak dikenal. Panggilan masuk yang tidak diharapkan. Sangat mengganggu. Salma terpaksa mengangkat panggilan itu. “Jika ingin selamat, pikirkan rencana licikmu itu."Salma menarik napas panjang. Ancaman itu dari seorang laki-laki. Namun, ia tidak mengenal siapa pemilik suara itu. Salma merasa asing dengan pemilik suara yang baru saja mengancamnya itu.“Maaf, ini siapa?"“Kamu nggak perlu tahu. Yang aku inginkan, segera sudahi rencana jahatmu kalo tidak ingin menyesal."“Tapi..

    Last Updated : 2025-01-27

Latest chapter

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Lima Puluh Tujuh

    Udara malam menyelimuti rumah kontrakan Danu dengan keheningan yang mencekam. Cahaya lampu jalan yang temaram menyoroti halaman sempit di depan rumah. Angin berembus pelan, mengayun tirai jendela yang dibiarkan terbuka sedikit, memberikan celah bagi cahaya bulan untuk masuk. Aroma tanah basah sisa hujan sore tadi masih tercium samar-samar.'Aku dan Salma sama-sama saling menguntungkan. Aku jelas tidak salah. Gina jauh!' Danu masih membayangkan aktivitas mereka saat di hotel beberapa waktu yang lalu.Danu duduk di kursi kayu tua di sudut ruangan, tangan kirinya memegang gelas berisi kopi hitam yang masih mengepul. Ia baru saja selesai mandi, rambutnya yang masih basah sedikit berantakan, meneteskan air ke kaus oblong yang dikenakannya. Pandangannya kosong, menatap ke luar jendela dengan mata sedikit sayu. Di dalam pikirannya, ada banyak hal yang berkecamuk—tentang Salma, tentang Gina, dan tentang kehidupannya yang semakin rumit.Ada Salma di rumah ini. Setelah kejadian itu, baru sekara

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Lima Puluh Enam

    Sepanjang perjalanan menuju rumah, Salma selalu tersenyum. Ia masih mengingat bagaimana permainan Danu semalam. Sangat memuaskan dan Salma hampir kewalahan. Mendadak Salma membandingkan permainan ranjang Guntara dan Danu, lantas senyumnya langsung memudar. Salma baru saja tiba di rumahnya, sebuah rumah minimalis dengan pagar putih sederhana. Malam sudah larut, udara dingin menyelimuti lingkungan sekitar. Langit tampak gelap tanpa bintang, hanya rembulan yang bersinar redup di balik awan tipis. Rasa lelah masih menggelayut di tubuhnya, setelah seharian berada di luar rumah. Namun, belum sempat ia menghela napas lega, langkahnya terhenti.Di teras rumahnya, seorang pria berdiri tegap dengan tatapan tajam yang menusuk ke arah Salma. Guntara.'Ngapain dia di sana!' Salma menggerutu di dalam hati saat melihat Guntara duduk di salah satu kursi yang ada di terasnya.Salma kesal saat melihat sang mantan suami. Entah sejak kapan pria itu berada di sana. Salma tidak melihat mobilnya terparkir

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Lima Puluh Lima

    Danu duduk di karpet rumah kontrakan dengan wajah kusut. Asap rokok yang mengepul di ujung jarinya perlahan membaur dengan udara dingin yang masuk dari jendela. Matanya menatap kosong ke arah jendela besar yang memperlihatkan kilauan lampu kota di malam hari. Hujan baru saja reda, meninggalkan jejak basah di trotoar dan jalan raya yang memantulkan cahaya lampu kendaraan yang melintas. Ternyata tidak semudah itu!Di depannya, Salma berdiri dengan tangan terlipat di dada, wajahnya penuh dengan ketegangan. Perempuan itu baru saja mentransfer sejumlah besar uang ke rekening Danu, dan kini menuntut kepastian. Ya, Danu meminta kompensasi atas apa yang diminta oleh Salma. Mereka baru saja beradu argumen dengan Guntara."Apa tidak ada pilihan lain?" Pertanyaan itu keluar dari mulut Danu tanpa basa-basi sama sekali. "Kita sudah sepakat, Danu," ucapnya dingin. "Aku sudah melunasi hutang-hutangmu. Sekarang giliranmu melakukan bagianmu."Danu menghela napas panjang, membuang sisa rokoknya ke asb

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   54

    "Ck! Udah nggak ada uang lagi. Sepuluh ribu saja sisa uang celengan milik Gina!" Danu melempar celengan dari bahan kaleng yang dulu dibeli oleh sang istri.Gina memang punya kebiasaan memasukkan uang sisa belanja atau sengaja menyisihkan uang dalam celengan yang bisa dibuka. Celengan itu tidak dibawa oleh Gina, entah lupa atau sengaja. Uang dalam celengan itu digunakan Danu untuk bertahan hidup. Namun, perlahan, tetapi pasti uang itu habis. Sementara itu, sudah lebih dari satu bulan, tetapi Danu masih belum memberikan jawaban pasti. Salma mulai kehilangan kesabaran. Setiap kali mereka bertemu, tatapan matanya penuh harap, tetapi Danu hanya terdiam atau mengalihkan pembicaraan. Danu memang sengaja mengulur waktu hingga Gina mengirimkan uang. Namun, harapannya itu sia-sia, Gina tidak mengirim uang itu.Di dalam rumah kontrakan minimalisnya, Salma duduk di tepi jendela, memandangi langit malam yang pekat. Lampu-lampu kota berpendar di kejauhan, tetapi pikirannya berkecamuk. Ia sudah mer

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Lima Puluh Tiga

    Sudah hampir sebulan Gina berada di Jerman. Kota Berlin yang dingin dengan langit kelabu menjadi saksi bisu perjuangannya untuk memulai hidup baru. Meski pekerjaannya sebagai pelayan restoran terbilang berat, Gina tetap menjalani hari-harinya dengan tabah. Waktu senggangnya sering ia habiskan di kamar kecil apartemennya untuk video call dengan Putri, anak semata wayangnya yang kini diasuh oleh Reza dan istrinya. Gina sering kali harus menahan tangis karena menahan kerinduan pada buah hati."Bunda, aku di sini baik-baik saja. Aku juga sering diajak Om Reza ke taman kalo sore. Kami sambil makan."Kata-kata yang keluar dari mulut Putri dengan logat cadelnya membuat Gina harus menahan tangis. Ia merindukan sang anak. Hal terberat bagi Gina adalah meninggalkan Putri. Ada rasa bersalah yang luar biasa saat meninggalkan sang anak. Namun, itu harus dilakukan demi masa depan mereka berdua.Saat video call berlangsung, Putri tampak ceria seperti biasa. Anak kecil itu bercerita tentang mainan ba

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Lima Puluh Dua

    Langit sore yang suram menambah kelam suasana di salah satu ruangan rumah sakit. Di dalam ruang tunggu VIP, kedua orang tua Aliyah duduk dengan wajah tegang dan penuh amarah. Pak Ridwan, ayah Aliyah, melipat tangan di depan dada, matanya menatap tajam ke arah Yulianti yang duduk di seberang mereka. Sementara itu, Bu Rina, ibu Aliyah, menahan napas dengan dada yang berdegup kencang, mencoba mengontrol emosinya yang sudah hampir meledak.Suasana sangat mencekam, horor. Sebagai seorang ayah, Ridwan jelas tidak bisa menerima apa yang menimpa sang putri. Aliyah adalah anak semata wayang mereka. Mereka menyesal baru tahu jika kehidupan rumah tangga anak mereka tidak baik-baik saja. "Bu Yulianti," suara Pak Ridwan terdengar dingin. "Saya rasa percuma kita terus menunggu. Guntara sudah jelas tidak akan datang. Anda tahu sendiri dia sedang sibuk mengejar perempuan lain, bukan?"Yulianti terdiam. Wajahnya pucat, dan matanya menunjukkan rasa bersalah yang mendalam. Tangannya meremas tisu yang h

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Lima Puluh Satu

    Malam semakin larut ketika Guntara akhirnya tiba di parkiran rumah sakit. Ia mematikan mesin mobilnya dan duduk diam sejenak di balik kemudi. Di luar, lampu-lampu jalanan menerangi aspal yang basah akibat hujan ringan sebelumnya. Udara di dalam mobil terasa pengap, seolah menekan dadanya, namun bukan karena kurangnya ventilasi—melainkan karena beban pikiran yang menghantui."Pada akhirnya semua akan terbongkar dengan sendirinya. Aku muak dengan mereka semua. Mereka diam-diam jahat!" Guntara berbicara seorang diri sambil meremas rambut dengan kasar. Guntara sudah terlalu kecewa dengang sang ibu, Yulianti. Sangat kejam karena telah jahat pada Salma. Mereka sebenarnya tidak ada masalah. Kali ini Guntara merasa sangat menyesal dan perasaan bersalah pada Salma sangat menghantui hidupnya.Guntara menarik napas panjang. Ia tidak tahu apa yang mendorongnya untuk datang ke rumah sakit malam ini. Rasanya ada yang harus ia selesaikan, sesuatu yang tidak bisa menunggu. Aliyah pasti masih ada di

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Lima Puluh

    Suasana senja mulai merayap saat Guntara memarkir mobilnya di depan rumah. Wajahnya terlihat tegang, dengan rahang yang sesekali mengatup erat, menahan kemarahan yang masih membara. Pertemuannya dengan Salma di rumah itu tadi menjadi pemicu. Kata-kata Salma terus terngiang di kepalanya, menambah sesak di dadanya.Guntara bahkan tidak bisa menjawab ucapan Salma. Sang mantan istri sangat menolak ide gila. Menceraikan Aliyah akan ditempuh Guntara agar Salma mau rujuk. Namun, kenyataan berkata lain, Salma menolak mentah-mentah ide itu.'Apa dia juga nggak mikir kalo Danu masih sah secara hukum dan agama sebagai istri Gina? Bahkan Gina rela menjadi tulang punggung.' Danu hanya bisa berbicara dalam hati saja dengan penuh emosi. Namun, pemandangan yang menyambutnya di depan rumah membuat langkahnya terhenti. Yulianti, sang ibu, berdiri di dekat pagar dengan tangan terlipat di depan dada. Wajahnya terlihat kesal, tetapi sorot matanya sangatlah tajam, seperti sedang mempersiapkan konfrontasi.

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Empat Puluh Sembilan

    Pagi itu, Salma duduk di ruang tamu rumahnya yang sederhana. Sebuah jendela kecil di sisi ruangan memancarkan cahaya matahari yang hangat, tetapi tak cukup mengusir rasa dingin yang merayapi hatinya. Ia menatap cangkir teh di depannya yang sudah dingin sejak tadi. Pikirannya kalut, terutama setelah mendengar dari Danu bahwa Guntara mengetahui rencana mereka menikah secara agama. Salma tahu ini akan menjadi awal dari kekacauan yang baru.'Dia itu nggak bosan-bosannya bikin aku susah. Nggak mikir apa, udah punya istri. Dan parahnya istrinya lagi dirawat di rumah sakit!' Salma marah di dalam hati karena ulah sang mantan suami. Danu belum datang pagi itu, seperti biasa akan terlambat lagi. Salma menghela napas panjang, mencoba meredam rasa frustrasinya. Ia tahu Danu bukan sosok sempurna—pengangguran yang hanya mengandalkan kiriman dari Gina, istrinya yang bekerja di luar negeri. Entah kapan Gina akan mengiriminya uang, belum bisa dipastikan. Namun, Salma tetap bertahan. Bukan karena cin

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status