“Kamu pasti mengenal Khaysan Hutomo, ‘kan? Sebulan yang lalu kami bertunangan dan rencananya 3 bulan lagi kami akan menikah. Aku harap kamu akan datang.” Rosetta kembali membuka suara tanpa menyadari perubahan yang signifikan dari ekspresi Melody dan Khaysan.
Setelah keterkejutannya berkurang, Melody berusaha kembali memasang senyum di wajahnya. “Tentu saja, saya akan datang, Bu. Selamat atas pertunangannya dan semoga persiapan pernikahan kalian berjalan lancar.”Tentu saja Melody tidak akan sudi mendatangi acara pernikahan itu. Bukan karena dirinya belum bisa melupakan masa lalu. Namun, ia tidak mau membuang waktunya yang berharga hanya untuk mendatangi pesta pernikahan mantan suaminya sendiri.Sejak Melody memutuskan pergi waktu itu, ia tidak pernah lagi mengetahui bagaimana kabar Khaysan. Lebih tepatnya memang sengaja menutup akses dari informasi apa pun yang berkaitan dengan lelaki itu.Nyatanya, Khaysan memang baik-baik saja selama ini. Bahkan, sebentar lagi akan melangsungkan pernikahan dengan atasan Melody sendiri. Dan dirinya pun sudah bahagia dengan putra semata wayangnya.Melody tak ingin bertemu dengan Khaysan lagi. Akan tetapi, takdir seakan mempermainkan dirinya. Dari sekian banyak wanita yang ada di dunia ini, ia tidak menyangka lelaki itu malah memiliki hubungan spesial dengan atasannya sendiri.“Terima kasih. Sebenarnya aku masih ingin membicarakan banyak hal denganmu. Sayang sekali tunanganku harus menghadiri meeting penting setelah ini. Kita lanjutkan di kantor saja nanti, sampai jumpa,” pamit Rosetta seraya melenggang pergi bersama Khaysan.Melody hanya tersenyum tipis dan mengangguk saja sebagai jawaban. Akan tetapi, manik matanya masih menatap titik yang sama. Ke arah Khaysan dan Rosetta yang bergandengan mesra. Kakinya pun seakan enggan beranjak dari sana.Tiba-tiba Khaysan kembali menoleh ke belakang, menatap Melody yang masih bergeming. Saat itu pula, Melody spontan mengalihkan pandangan dan bergegas memasuki salah satu bilik toilet yang kosong.Melody lebih banyak melamun selepas kembali dari toilet dan hal itu berhasil mencuri perhatian Nathan. Bocah tampan itu langsung turun dari tempat duduknya dan menghampiri sang ibu yang melangkah sangat pelan.“Kenapa Mommy terlihat sedih? Apa ada yang menyakiti di dalam toilet? Katakan padaku siapa menyakiti Mommy, aku akan memberi pelajaran padanya sampai dia meminta maaf pada Mommy!” seru Nathan menggebu-gebu.Melody tersentak dari lamunannya dan segera mengubah ekspresinya. “Tidak ada yang menyakiti Mommy, Sayang. Nathan sudah selesai makan? Bagaimana kalau kita langsung pulang sekarang?”“Oke, Mommy! Aku juga sudah punya banyak mainan baru. Kita jalan-jalan lagi kapan-kapan!” sahut Nathan yang langsung memimpin langkah sembari membawa kantong berisi mainan pemberian David.“Apa kamu benar-benar baik-baik saja?” tanya David setengah berbisik pada Melody yang berjalan di sampingnya.“Te-tentu saja. Memangnya aku terlihat tidak baik-baik saja?” balas Melody dengan senyum kaku. Wanita itu berdeham pelan seraya kembali melanjutkan kalimatnya. “Aku hanya memikirkan kesehatan Nathan.”Melody tak mungkin menceritakan apa yang terjadi di toilet tadi pada David. Lagipula itu tidak ada gunanya juga. Hubungannya dengan Khaysan hanyalah bagian dari masa lalunya. Dan sekarang dirinya harus fokus dengan pengobatan Nathan.“Jangan terlalu memikirkannya. Kamu harus yakin kalau dia akan sembuh,” jawab David penuh keyakinan. “Aku melihat Khaysan bersama seorang wanita di depan restoran tempat kita makan tadi. Apa kamu bertemu dengannya?”Melody langsung menegang mendengar pertanyaan David. Namun, di detik berikutnya ia langsung menetralkan ekspresinya. “Oh ya? Aku baru tahu kalau dia ada di sini juga. Sudahlah, jangan membahasnya. Aku tidak mau Nathan mendengar tentangnya.”David mengangguk sekilas seraya berkata, “Bagus kalau kamu tidak bertemu dengannya.”***Melody menutup pintu mobilnya seraya menggandeng tangan mungil Nathan. Keduanya melangkah bersama memasuki sebuah tempat penitipan anak yang letaknya cukup dekat dengan kantor baru Melody. Sejak mereka pindah kemari, wanita itu selalu menitipkan putranya di sini.Melody sudah mencoba mencari pengasuh untuk Nathan melalui yayasan-yayasan terpercaya. Akan tetapi, hingga saat ini menurutnya belum ada yang cocok. Sedangkan pengasuh putranya sebelumnya tidak bisa ikut pindah karena urusan keluarga. Alhasil, Melody terpaksa menitipkan Nathan di sini setiap akan berangkat ke kantor.Begitu sampai di depan pintu tempat penitipan anak itu, Melody langsung berjongkok di depan putranya. “Mommy ke kantor dulu, Sayang. Nathan jangan nakal, apalagi sampai bertengkar dengan teman-teman di sini, oke? Makanan bekalnya juga jangan lupa dimakan.”“Siap, Mom! Aku pasti menghabiskan semuanya! Mommy juga jangan lupa makan ya!” Nathan menyalami Melody dan mengecup pipi kanan mommy-nya sebelum berlari memasuki ruangan yang telah diisi oleh teman-teman barunya.Sebelum beranjak pergi, Melody masih terus menatap Nathan yang sedang berinteraksi akrab dengan anak-anak lainnya. Walaupun baru seminggu bergabung di sini, bocah itu dapat beradaptasi dengan cepat.Rasanya sangat berat bagi Melody meninggalkan Nathan di sini. Ia ingin memiliki waktu penuh untuk mencurahkan kasih sayangnya pada bocah itu. Namun di sisi lain, dirinya masih harus berjuang untuk membiayai pengobatan sang putra.Setelah puas memandangi Nathan dari kejauhan, Melody memutuskan segera bertolak ke kantor. Hanya membutuhkan waktu sekitar 5 menit saja hingga mobil yang dikendarainya berhenti sempurna di basement kantor yang tersedia.Melody langsung memasuki lift dan bertolak ke lantai 4 gedung ini, di mana ruang kerjanya berada. Tepat ketika hendak menutup pintu ruangannya, tiba-tiba ada orang yang mendorong tubuhnya ke tembok.“Apa yang kamu lakukan di ruanganku?!” pekik Melody spontan dengan manik mata terbelalak. “Keluar!”Melody berusaha memberontak, namun dengan sigap Khaysan—mantan suaminya itu menahan semua pergerakannya. Ia sampai kesulitan bergerak dan mau tidak mau harus pasrah dalam kukungan lelaki itu.Melody nyaris melupakan fakta jika saat ini Khaysan telah bertunangan dengan atasannya sendiri. Dan sudah jelas, lelaki itu pasti bisa mendapatkan informasi tentang dirinya dengan mudah.“Apa kamu sudah gila?! Keluar dari ruanganku sekarang juga!” usir Melody penuh penekanan. “Kita sudah tidak memiliki urusan apa pun lagi! Jangan ganggu aku!”Jika sampai ada orang yang melihat Khaysan di ruangannya, habislah dia. Orang-orang pasti sudah mengetahui tentang pertunangan lelaki ini dengan Rosetta. Melody tidak peduli dengan Khaysan, namun sudah pasti dirinya juga menjadi gunjingan.Baru beberapa hari Melody dipindah tugaskan kemari dan tentu saja wanita itu tidak ingin membuat masalah. Apalagi hanya karena lelaki yang pernah membuatnya terpuruk cukup lama.“Jangan bersuara terlalu keras. Kalau ada yang mendengar suaramu, mereka akan curiga,” sahut Khaysan seraya menutup mulut Melody dengan telapak tangannya. “Tak berselang lama, terdengar suara langkah kaki beberapa orang yang diiringi oleh senda gurau. Hal itu membuat Melody terpaksa berhenti memberontak, karena tak ingin suaranya terdengar keluar dan memicu masalah baru.Tubuh Melody menegang ketika merasakan embusan napas hangat Khaysan yang menerpa tengkuknya. Ia berusaha mendorong lelaki yang menghimpitnya ini, namun tenaganya tidak sebanding dengan tenaga lelaki itu.Bisa-bisanya Khaysan malah mencari kesempatan dalam keadaan seperti ini. Wajah Melody berubah merah padam. Wanita itu nyaris mengerang ketika mantan suaminya mulai menempelkan bibir di tengkuknya.“Reaksi tubuhmu masih sama seperti dulu,” bisik Khaysan tepat di samping telinga Melody.Melody tidak menjawab, namun begitu suara orang-orang di luar sana tak terdengar lagi, ia langsung menendang tulang kering Khaysan sekuat tenaga. Dan … berhasil! Lelaki itu mengerang kesakitan sembari menyentuh kakinya yang berdenyut nyeri.Kesempatan tersebut segera Melody manfaatkan untuk melepaskan diri. “Cepat pergi dari ruanganku!”“Kembalikan anakku.”Kata-kata terakhir yang Khaysan lontarkan membuat Melody spontan menoleh ke belakang. Air mukanya tampak menegang sempurna. Dengan kedua tangan mengepal di sisi tubuhnya, wanita itu kembali bergerak mendekati mantan suaminya. “Apa? Mengembalikan anakmu?” “Sepertinya ada yang salah dengan ingatanmu, ya? Apa kamu lupa kalau kamu sangat yakin aku selingkuh dan mengandung anak David, ‘kan? Anak yang mana lagi yang kamu maksud?” imbuh wanita itu dengan senyum sinis. “Mungkin yang kamu maksud adalah anakmu dengan tunanganmu yang sekarang? Bukankah beberapa bulan lagi kalian akan menikah?” Tanpa memberi kesempatan bagi Khaysan untuk menyahut, Melody kembali bersuara. Setelah apa yang Khaysan lakukan 6 tahun silam, Melody tidak akan pernah menyerahkan putra semata wayangnya pada lelaki itu. Bahkan, mempertemukan keduanya pun tak akan pernah ia lakukan. Bertahun-tahun telah berlalu dan sekarang tiba-tiba Khaysan seenaknya menginginkan Nathan. Hati Melody terlanjur sakit dan hancur atas perl
“Apa saja yang kamu dengar di ruang dokter tadi?” cerca Khaysan tanpa basa-basi sembari mencekal lengan Melody yang baru selesai menebus obat Nathan di apotik. Melody terkejut bukan main melihat mantan suaminya. Wanita itu spontan menyembunyikan bungkusan obat milik Nathan di tasnya sebelum Khaysan menyadari hal itu dan bertanya macam-macam. Lelaki itu tak boleh mengetahui jika Nathan berada di sini juga. Apalagi kondisi putranya sangat mengkhawatirkan. Entah bagaimana caranya Khaysan mengetahui jika dirinya menguping di ruang obgyn tadi. Atau mungkin lelaki itu juga melihatnya?Apa pun itu, Melody tidak peduli. Ia hanya tak ingin Khaysan bertemu dengan Nathan setelah mengetahui alasan lelaki itu menginginkan anaknya. Nathan adalah miliknya, tidak ada yang boleh mengambil darah dagingnya. “Apa maksudmu? Aku tidak mengerti apa yang kamu katakan! Lepaskan aku!” sentak Melody sembari berusaha melepas cekalan Khaysan. Namun, lelaki itu malah semakin mengeratkannya dan menariknya me
Bentakan nyaring Melody mengejutkan kedua lelaki berbeda usia yang sedang sibuk memasak di dapur. Nathan yang berada dalam gendongan Khaysan spontan hendak beranjak turun melihat mommynya marah besar. Namun, Khaysan malah sengaja mengeratkan rengkuhannya. Melody tak menyangka Khaysan akan menemukan tempat tinggalnya secepat ini. Yang lebih mengejutkan lagi, dengan mudahnya lelaki itu dapat mengambil perhatian putranya. Padahal Nathan termasuk anak yang sulit beradaptasi dengan orang baru. Terutama dengan orang dewasa. Ikatan batin di antara ayah dan anak itu memang tak mungkin terpisahkan. Padahal sebelumnya Melody tak pernah menceritakan atau memperlihatkan foto Khaysan pada putranya. Ia sengaja melakukan itu karena menurutnya Nathan tidak perlu tahu dulu bagaimana ayahnya. Entah bagaimana caranya Khaysan mendapat akses untuk memasuki apartemen ini dan membuat putra mereka luluh begitu cepat. Hal itu semakin memicu ketakutannya, kalau sampai Nathan bersedia ikut dengan Khaysan, ent
“Tingkat kecocokannya akan lebih tinggi jika dari saudara kandung Nathan sendiri.” Senyum yang semula menghiasi wajah Melody perlahan meredup. Secercah harapan yang tadinya ia kira akan menjadi solusi terbaik malah membuat hatinya dilema. Dirinya tak mungkin memiliki anak lagi dengan orang yang sama demi memberikan saudara kandung untuk Nathan. Melody tak terlalu mendengarkan penjelasan dokter setelah itu. Opsi yang dokter berikan malah membuatnya semakin bimbang. Kepalanya mendadak pening. Sedangkan, mencari pendonor lain di luar sana bukanlah sesuatu yang mudah. Melody melirik Khaysan yang duduk di sampingnya lewat ekor matanya. Ia tak tahu bagaimana reaksi lelaki itu setelah mendengar saran dari dokter. Khaysan masih mempertahankan ekspresi datar andalannya, tetapi tampak masih memperhatikan penjelasan dokter. “Terima kasih, Dok. Kami akan mempertimbangkannya,” ucap Khaysan seraya bangkit dari tempat duduknya dan lebih dulu melangkah pergi dari ruangan itu, meninggalkan Melody y
“Kamu pikir aku sudi kembali bersamamu?! Jangan bicara macam-macam! Pergi dari sini sebelum aku memanggil security untuk menyeretmu!” bentak Melody tanpa peduli suaranya akan terdengar hingga ke kamar dan membangunkan Nathan. Melody mengurungkan niatnya untuk beranjak dan kembali menatap Khaysan yang memasang ekspresi datar dengan sorot berapi-api. Ia tak habis pikir dengan jalan pikiran lelaki di hadapannya ini. Jelas-jelas Khaysan sudah memiliki tunangan yang merupakan atasannya sendiri. Namun, sekarang lelaki itu malah mengajaknya menikah lagi. Itu sama saja dirinya akan menjadi orang ketiga dalam hubungan Khaysan dan Rosetta. Bahkan, dapat menghancurkan hubungan keduanya. Ia tidak akan menghancurkan kehidupannya yang damai selama ini karena label wanita perebut yang akan disandangnya nanti. Selain itu, ada terlalu banyak risiko yang harus dirinya hadapi jika mereka kembali bersama. Melody tak sanggup kembali terjebak dalam hubungan yang rumit dengan orang yang sama. Tak mudah ba
Melody tak membutuhkan waktu sampai 3 hari untuk memutuskan tindakan yang harus ia ambil ke depannya. Bahkan, dirinya juga belum sempat mencari pendonor di luar sana untuk sang putra. Keputusan besar ini akhirnya tercetus setelah mendengar curhatan Nathan yang ternyata selama ini sering mendapat perundungan dari orang-orang di sekitarnya. Melody hanya berharap jika keputusan yang diambilnya sudah tepat dan tidak menimbulkan penyesalan di kemudian hari. Sebab, membutuhkan waktu lama untuk sembuh dari luka yang membekas. Melody yang memang malas berbasa-basi dengan sang mantan langsung meminta lelaki itu menemuinya untuk membahas syarat yang dirinya berikan. Lelaki itu langsung menyetujui dan menjemputnya ketika waktu makan siang tiba. “Kamu ingin memperhatikan Nathan atau membahas syarat yang ingin kamu berikan?” tanya Khaysan setengah menyindir karena sedari tadi Melody hanya memperhatikan Nathan yang sedang bermain di playgound yang tersedia di restoran yang dipilihnya. “Cepat kat
“Kalau kamu memiliki urusan dengan orang yang tinggal di rumah ini, jangan mengajakku dan Nathan. Ayo, Nak! Kita pulang saja!” Melody langsung membuka seatbelt yang terpasang di tubuhnya dan hendak membuka pintu mobil yang ternyata masih terkunci. “Buka pintunya! Aku ingin pulang!” Kemarahan langsung memenuhi dadanya dalam sekejap. Ia mengira Khaysan akan benar-benar mengajaknya ke butik. Tetapi, ternyata lelaki itu menipunya dan malah membawanya ke tempat yang masih menyiksakan luka mendalam di dadanya sampai sekarang. Setelah bertahun-tahun memilih mengasingkan diri, seharusnya Melody merindukan rumah yang menjadi tempat tinggal dan tempatnya tumbuh selama puluhan tahun. Sayangnya, kerinduan itu terkikis oleh kenangan buruk yang mungkin tak akan pernah bisa ia lupakan. Melody tak tahu apa yang sebenarnya Khaysan rencanakan sampai mengajaknya ke mendatangi rumah ayahnya. Bahkan, tak pernah sekalipun mereka membahas tentang menemui ayahnya. Lagipula belum tentu juga Argani peduli de
Jantung Melody berdebar dua kali lebih cepat bersamaan dengan tertutupnya pintu yang otomatis juga mengunci pintu tersebut. Khaysan benar-benar tak memberinya jeda bahkan untuk sekadar menghapus riasan apalagi mengganti pakaian. Keduanya memang telah resmi menikah, namun tetap saja Melody memerlukan persiapan mental sebelum mereka melakukan sesuatu malam ini. Di pernikahan pertama mereka, Khaysan tak pernah sekalipun melakukan ini. Padahal saat itu Melody sudah jauh mempersiapkan diri. Pertama dan terakhir kalinya Khaysan menyentuhnya adalah ketika lelaki itu sedang mabuk. Sungguh miris sekali. Apa yang lelaki itu lakukan malam ini bagaikan mewujudkan mimpi tertunda Melody. Sayangnya, wanita itu sudah tak menginginkannya lagi. Terlepas dari semuanya, tak bisa dipungkiri Melody juga menikmati apa yang Khaysan lakukan. Melody tidak sadar sejak kapan Khaysan menurunkan resleting gaunnya. Ia baru menyadari hal itu ketika merasakan punggungnya yang langsung bergesekan dengan seprei putih
“Apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu bisa ada di sini? Siapa yang memberitahumu?” tanya Melody yang menatap David dengan sorot tak percaya. Melody merasa tak pernah memberitahu lokasinya pada David. Sebab, Khaysan pasti semakin kesal jika ia sampai berani memberitahu David di mana lokasi mereka. Tidak mungkin lelaki itu tiba-tiba mengetahui di mana keberadaannya. “Melody, bisakah kamu membantuku agar boleh masuk? Anak buah suamimu ini sangat menyebalkan!” gerutu David yang sedang berusaha melepaskan diri dari kedua anak buah suaminya yang menghadangnya. “Nathan yang memberitahuku tempatnya berada. Kebetulan aku ada waktu luang, jadi aku menyempatkan datang.”Melody semakin terkejut dan panik. Setelah memberikan ponselnya pada Nathan, ia tidak terlalu mendengarkan apa saja obrolan putranya dengan David. Dirinya tidak menyadari kapan Nathan memberitahu lokasi mereka dan kapan David menjanjikan akan datang kemari. Kemarin Melody membiarkan Nathan yang mematikan telepon tersebut. Seanda
Mata Melody terasa panas melihat pemandangan yang tersaji tepat di depan matanya. Kejadian beberapa bulan lalu kembali terulang. Di mana Lusy dengan begitu percaya dirinya langsung memeluk Khaysan tanpa basa-basi di depannya. Saat itu mungkin Lusy memang belum mengetahui jika dirinya adalah istri Khaysan. Akan tetapi, sekarang berbeda. Jelas-jelas wanita itu tahu dan baru saja melewati Melody yang membukakan pintu. Menyebabkan Melody agak meneysak telah membukakan pintu. Padahal seharusnya tidak perlu. Melody berdeham agak keras, sengaja ingin mengalihkan atensi Lusy yang masih menempeli suaminya. Ia tahu suaminya juga risih dengan pelukan mendadak itu, tetapi Lusy tak akan mengerti jika tidak diberi ultimatum secara langsung. Melody tak akan bertindak bodoh dengan meninggalkan mereka berduaan seperti tempo hari. Tungkai jenjang Melody bergerak mendekati ranjang suaminya. Tanpa basa-basi, ia langsung menarik paksa Lusy dari sisi suaminya. “Maaf sekali, tapi suamiku sedang sakit, ja
“Eh, bagaimana, Sayang?” Melody berbalik bertanya, takut salah dengar. Sebenarnya Melody sudah mendengar dengan jelas tentang permintaan Nathan barusan. Akan tetapi, ia tidak bisa serta merta mengikuti keinginan sang putra. Jika Nathan meminta seperti ini di tahun-tahun sebelumnya, ia pasti langsung menuruti. Sedangkan sekarang ada Khaysan yang terang-terangan tidak menyukai apa pun yang berhubungan dengan David. Sudah lama sekali Nathan tidak menanyakan tentang David. Apalagi berkomunikasi secara langsung. Namun, hanya berselang beberapa jam setelah bocah itu sadarkan diri dari tidur panjangnya, permintaan pertamanya malah seperti ini. Sepertinya Nathan sangat merindukan David karena biasanya anaknya selalu bergantung pada lelaki itu. “Nathan boleh video call sama Uncle Dave sebentar saja? Biasanya Uncle Dave yang video call duluan, tapi sekarang sudah tidak pernah lagi. Apa Uncle Dave sangat sibuk?” Nathan kembali mengulang permintaannya dengan ekspresi agak cemberut seolah kesal
Mata Melody terasa panas melihat pemandangan yang tersaji tepat di depan matanya. Kejadian beberapa bulan lalu kembali terulang. Di mana Lusy dengan begitu percaya dirinya langsung memeluk Khaysan tanpa basa-basi di depannya. Saat itu mungkin Lusy memang belum mengetahui jika dirinya adalah istri Khaysan. Akan tetapi, sekarang berbeda. Jelas-jelas wanita itu tahu dan baru saja melewati Melody yang membukakan pintu. Menyebabkan Melody agak meneysak telah membukakan pintu. Padahal seharusnya tidak perlu. Melody berdeham agak keras, sengaja ingin mengalihkan atensi Lusy yang masih menempeli suaminya. Ia tahu suaminya juga risih dengan pelukan mendadak itu, tetapi Lusy tak akan mengerti jika tidak diberi ultimatum secara langsung. Melody tak akan bertindak bodoh dengan meninggalkan mereka berduaan seperti tempo hari. Tungkai jenjang Melody bergerak mendekati ranjang suaminya. Tanpa basa-basi, ia langsung menarik paksa Lusy dari sisi suaminya. “Maaf sekali, tapi suamiku sedang sakit, ja
Meja makan yang tadinya dilingkupi oleh suasana hangat itu berubah menjadi penuh dengan kepanikan. Apalagi ketika Nathan nyaris terjatuh dari kursi karena pingsan. Untung saja Khaysan yang juga duduk bersebelahan dengan sang putra dengan sigap mengangkat bocah itu ke gendongannya. “Kita ke rumah sakit sekarang!” seru Melody panik. Mereka bergegas keluar rumah dan langsung kembali memasuki mobil yang tadi mereka tumpangi saat pulang dari rumah sakit. Kali ini Bagas lah yang mengemudi sementara Melody dan Khaysan duduk di belakang menemani Nathan yang sudah tidak sadarkan diri. Melody dan Khaysan terus berusaha membangunkan sang putra. Akan tetapi, tak ada respon sama sekali dari bocah itu. Semuanya semakin panik, apalagi mulut Nathan juga tidak berhenti mengeluarkan darah. Khaysan juga terus meminta papanya mengendarai mobil lebih cepat. Begitu sampai di rumah sakit, Khaysan langsung turun dari mobil dan melangkah cepat memasuki area rumah sakit dan berseru meminta tolong pada pet
Meja makan yang tadinya dilingkupi oleh suasana hangat itu berubah menjadi penuh dengan kepanikan. Apalagi ketika Nathan nyaris terjatuh dari kursi karena pingsan. Untung saja Khaysan yang juga duduk bersebelahan dengan sang putra dengan sigap mengangkat bocah itu ke gendongannya. “Kita ke rumah sakit sekarang!” seru Melody panik. Mereka bergegas keluar rumah dan langsung kembali memasuki mobil yang tadi mereka tumpangi saat pulang dari rumah sakit. Kali ini Bagas lah yang mengemudi sementara Melody dan Khaysan duduk di belakang menemani Nathan yang sudah tidak sadarkan diri. Melody dan Khaysan terus berusaha membangunkan sang putra. Akan tetapi, tak ada respon sama sekali dari bocah itu. Semuanya semakin panik, apalagi mulut Nathan juga tidak berhenti mengeluarkan darah. Khaysan juga terus meminta papanya mengendarai mobil lebih cepat. Begitu sampai di rumah sakit, Khaysan langsung turun dari mobil dan melangkah cepat memasuki area rumah sakit dan berseru meminta tolong pada pet
Melody memilih menebalkan wajah dengan kembali ke rumah sakit menemui suaminya. Tanpa memedulikan segala risiko yang mungkin terjadi. Meskipun ada kemungkinan dirinya akan kembali diusir, baik itu secara halus maupun secara kasar. Ia sudah tidak memedulikan itu lagi. Di sepanjang perjalanan menuju ke rumah sakit tadi, Melody tak berhenti menyakinkan dirinya sendiri. Sekalipun Khaysan mengusirnya atau meminta anak buah lelaki itu yang mengusirnya secara paksa, ia tidak akan pergi. Ia akan tetap berada di sini hingga dirinya sendiri lah yang ingin pergi. Keputusan ini membuatnya nyaris tak bisa tidur semalaman. Sebab nyatanya, meski sebelumnya Khaysan telah melontarkan kalimat pedas yang menyakiti hatinya, ia malah terus kepikiran pada lelaki di hadapannya ini. Dirinya merasa lebih tenang jika berada tepat di hadapan Khaysan walaupun risikonya akan dibuat semakin sakit hati. “Silakan kalau kamu ingin mengusirku atau memerintah siapa pun untuk mengusirku. Tapi, aku tidak akan pergi
Melody memilih menebalkan wajah dengan kembali ke rumah sakit menemui suaminya. Tanpa memedulikan segala risiko yang mungkin terjadi. Meskipun ada kemungkinan dirinya akan kembali diusir, baik itu secara halus maupun secara kasar. Ia sudah tidak memedulikan itu lagi. Di sepanjang perjalanan menuju ke rumah sakit tadi, Melody tak berhenti menyakinkan dirinya sendiri. Sekalipun Khaysan mengusirnya atau meminta anak buah lelaki itu yang mengusirnya secara paksa, ia tidak akan pergi. Ia akan tetap berada di sini hingga dirinya sendiri lah yang ingin pergi. Keputusan ini membuatnya nyaris tak bisa tidur semalaman. Sebab nyatanya, meski sebelumnya Khaysan telah melontarkan kalimat pedas yang menyakiti hatinya, ia malah terus kepikiran pada lelaki di hadapannya ini. Dirinya merasa lebih tenang jika berada tepat di hadapan Khaysan walaupun risikonya akan dibuat semakin sakit hati. “Silakan kalau kamu ingin mengusirku atau memerintah siapa pun untuk mengusirku. Tapi, aku tidak akan pergi se
Mata Melody terasa panas melihat pemandangan yang tersaji tepat di depan matanya. Kejadian beberapa bulan lalu kembali terulang. Di mana Lusy dengan begitu percaya dirinya langsung memeluk Khaysan tanpa basa-basi di depannya.Saat itu mungkin Lusy memang belum mengetahui jika dirinya adalah istri Khaysan. Akan tetapi, sekarang berbeda. Jelas-jelas wanita itu tahu dan baru saja melewati Melody yang membukakan pintu. Menyebabkan Melody agak meneysak telah membukakan pintu. Padahal seharusnya tidak perlu.Melody berdeham agak keras, sengaja ingin mengalihkan atensi Lusy yang masih menempeli suaminya. Ia tahu suaminya juga risih dengan pelukan mendadak itu, tetapi Lusy tak akan mengerti jika tidak diberi ultimatum secara langsung. Melody tak akan bertindak bodoh dengan meninggalkan mereka berduaan seperti tempo hari.Tungkai jenjang Melody bergerak mendekati ranjang suaminya. Tanpa basa-basi, ia langsung menarik paksa Lusy dari sisi suaminya. “Maaf sekali, tapi suamiku sedang sakit, jadi