“Kalau kamu memiliki urusan dengan orang yang tinggal di rumah ini, jangan mengajakku dan Nathan. Ayo, Nak! Kita pulang saja!” Melody langsung membuka seatbelt yang terpasang di tubuhnya dan hendak membuka pintu mobil yang ternyata masih terkunci. “Buka pintunya! Aku ingin pulang!” Kemarahan langsung memenuhi dadanya dalam sekejap. Ia mengira Khaysan akan benar-benar mengajaknya ke butik. Tetapi, ternyata lelaki itu menipunya dan malah membawanya ke tempat yang masih menyiksakan luka mendalam di dadanya sampai sekarang. Setelah bertahun-tahun memilih mengasingkan diri, seharusnya Melody merindukan rumah yang menjadi tempat tinggal dan tempatnya tumbuh selama puluhan tahun. Sayangnya, kerinduan itu terkikis oleh kenangan buruk yang mungkin tak akan pernah bisa ia lupakan. Melody tak tahu apa yang sebenarnya Khaysan rencanakan sampai mengajaknya ke mendatangi rumah ayahnya. Bahkan, tak pernah sekalipun mereka membahas tentang menemui ayahnya. Lagipula belum tentu juga Argani peduli de
Jantung Melody berdebar dua kali lebih cepat bersamaan dengan tertutupnya pintu yang otomatis juga mengunci pintu tersebut. Khaysan benar-benar tak memberinya jeda bahkan untuk sekadar menghapus riasan apalagi mengganti pakaian. Keduanya memang telah resmi menikah, namun tetap saja Melody memerlukan persiapan mental sebelum mereka melakukan sesuatu malam ini. Di pernikahan pertama mereka, Khaysan tak pernah sekalipun melakukan ini. Padahal saat itu Melody sudah jauh mempersiapkan diri. Pertama dan terakhir kalinya Khaysan menyentuhnya adalah ketika lelaki itu sedang mabuk. Sungguh miris sekali. Apa yang lelaki itu lakukan malam ini bagaikan mewujudkan mimpi tertunda Melody. Sayangnya, wanita itu sudah tak menginginkannya lagi. Terlepas dari semuanya, tak bisa dipungkiri Melody juga menikmati apa yang Khaysan lakukan. Melody tidak sadar sejak kapan Khaysan menurunkan resleting gaunnya. Ia baru menyadari hal itu ketika merasakan punggungnya yang langsung bergesekan dengan seprei putih
Melody spontan menoleh ke belakang setelah mendengar suara yang familiar itu. Manik matanya melebar sempurna mengetahui siapa yang menyapanya. “Mama? Sejak kapan Mama datang?” Melisa, mama dari Khaysan yang sekarang kembali menjadi mama mertuanya. Wanita paruh baya itu dan Bagas—papa dari Khaysan tinggal di luar negeri sejak Melody dan Khaysan menikah dulu. Walupun tak sering bertemu, tetapi Melisa adalah mertua yang baik dan menyayanginya. Akan tetapi, entah bagaimana dengan sekarang. Melisa memang tinggal di luar negeri, namun penyebab perceraian Melody dan Khaysan di masa lalu pasti sampai ke telinga wanita paruh baya inj juga. Mungkin Melisa juga menganggapnya seperti wanita murahan yang gemar berselingkuh sampai hamil. Dugaan Melody terpatahkan ketika Melisa memeluknya erat, masih sama seperti setiap kali mereka bertemu dulu. Jika Melisa juga menjadi salah satu orang yang salah paham padanya, tak mungkin dirinya mendapat rengkuhan hangat seperti ini. “Mama senang bisa bertemu
Melody nyaris tersedak karena dikejutkan oleh kedatangan suaminya. Ia spontan mengedarkan pandangan, khawatir keributan ini memancing perhatian orang lain. Untungnya, suara Khaysan masih relatif pelan meski penuh penekanan. Jadi, keributan ini tidak sampai terdengar ke pengunjung restoran lainnya. Melody tak menyangka akan bertemu dengan Khaysan di sini. Kantor lelaki itu cukup jauh dari sini, seharusnya hal itu meminimalisir pertemuan mereka. Ia mendorong kursinya dan bangkit dari sana. Sorot tajam dari tatapan suaminya itu membuat nyalinya tiba-tiba menciut. Melody merasa seperti ketahuan berselingkuh. Padahal kenyataannya tidak seperti itu. Seharusnya ia tidak perlu takut lelaki itu tahu apalagi marah, sebab mereka hanya menikah kontrak. Akan tetapi, kemarahan yang terpancar dari wajah Khaysan tak bisa Melody abaikan begitu saja. “Apa kamu tidak bisa bicara baik-baik? Lagipula memangnya kenapa kalau Melody bersamaku?” sahut David yang langsung bangkit dari tempat duduknya. Lelaki
“Butuh waktu cukup lama untuk membujuknya. Nathan mulai sedikit tenang setelah aku menunjukkan foto pernikahan kita. Aku yakin pasti ada sesuatu yang terjadi.” Khaysan yang telah menghabiskan makanan di piringnya kembali menambahkan. Melody yang mulai terkantuk-kantuk langsung kembali segar karena pertanyaan tersebut. Ia baru tahu kalau Nathan bereaksi sama, bahkan mungkin lebih parah ketika pertama kali bertemu dengan Khaysan. Yang ia lihat waktu itu, anaknya tampak langsung akrab dan tidak menunjukkan tanda-tanda yang biasanya terjadi. “Emm … sebenarnya—” “Jangan menjawab tidak ada yang terjadi. Tidak mungkin Nathan seperti itu kalau semuanya baik-baik saja!” tegas Khaysan memotong kata-kata Melody. “Jangan menutupi apa pun dariku! Apalagi jika menyangkut anak kita.” Melody menghela napas pelan. Ia tahu pengakuan ini pasti membuatnya menjadi pihak yang paling disalahkan. Namun, pada kenyataannya memang seperti itu, dirinya yang kurang selektif hingga menyebabkan anaknya mengalami
“Uhuk! Uhuk! Maaf, Bu. Saya sangat terkejut mendengarnya.” Melody buru-buru mengambil air minum dan menenggaknya hingga tandas. Duduk satu meja dengan Rosetta saja sudah membuatnya tidak nyaman. Apalagi dengan pembahasan seperti ini. Secara tidak langsung, curhatan Rosetta menyebabkan Melody tahu kalau Khaysan benar-benar menepati janji padanya. Walaupun pasti menyakitkan di sisi Rosetta, ia memang ingin hubungan keduanya berakhir selama Khaysan berstatus sebagai suaminya. “Saya yakin Ibu pasti mendapat yang jauh lebih baik darinya. Ibu pantas mendapat yang lebih baik,” nasihat Melody yang berpura-pura memasang ekspresi sedih. Padahal dirinya lah dalang dari semua ini. “Mungkin saja dia memang belum berniat serius dengan Ibu.” Melody pikir Rosetta hanya ingin ikut makan di meja yang ditempatinya. Mereka baru saling mengenal dan tidak benar-benar dekat. Apalagi Rosetta merupakan atasannya di sini. Rasanya kurang etis jika membahas masalah pribadi. Rosetta memang terlihat sangat kaca
“Tadi kamu baru mengirim email pengunduran diri pada saya. Masa iya kamu sudah lupa?” imbuh Rina lagi. “Email? Tidak mung—” Melody menghentikan kata-katanya dan spontan mencari ponselnya di tas. Jemarinya bergerak cepat membuka aplikasi untuk mengirim email tersebut. Ia belum sempat mengecek email yang masuk hari ini, apalagi yang sudah terkirim. Melody terkejut bukan main melihat email terbaru yang terkirim satu jam lalu dari emailnya. Pesan tersebut tertuju pada Rina dan berisi pengunduran dirinya dengan alasan ia ingin fokus merawat anaknya. Melody merasa tak pernah mengirim email itu dan dirinya juga tidak memiliki rencana sedikitpun untuk mengundurkan diri. Tanpa sadar wanita itu mulai mencengkram ponselnya. Ia tahu siapa dalang di balik semua ini. Sudah pasti kekacauan ini terjadi karena Khaysan. Entah apa yang lelaki itu inginkan sampai tega melakukan ini padanya. “Untung saja saya sudah mendapat orang untuk menghandle pekerjaanmu sementara waktu. Sayang sekali kamu harus m
Kedatangan Argani membuat Khaysan dan Melody spontan memisahkan diri. Khaysan tampak santai saja dan menyapa juga mempersilakan Argani duduk di sofa. Sedangkan Melody masih bergeming di tempat dengan malu yang tak terbendung. “Ayah sudah mengetuk pintu beberapa kali. Tapi, tidak ada jawaban. Ternyata kalian sedang asyik sendiri,” sindir Argani yang sudah duduk di sofa panjang yang tersedia di ruang kerja Tama. “Kamu tidak lupa kalau kita akan membahas pekerjaannya hari ini, ‘kan?” “Tentu saja aku ingat. Tapi, tiba-tiba aku kedatangan tamu. Jadi, aku harus mengurusnya dulu,” sahut Khaysan seraya mengerling jahil ke arah Melody. Melody hanya memasang ekspresi cemberut tanpa menjawab. Khaysan membuat namanya semakin tercoreng di hadapan sang ayah. Argani pasti berpikir jika dirinya sengaja datang untuk menggoda Khaysan. Padahal sebenarnya ia ingin meluapkan amarah pada lelaki itu. Melody yang hendak beranjak pergi mengurungkan niatnya karena melihat beberapa orang yang sepertinya akan
“Apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu bisa ada di sini? Siapa yang memberitahumu?” tanya Melody yang menatap David dengan sorot tak percaya. Melody merasa tak pernah memberitahu lokasinya pada David. Sebab, Khaysan pasti semakin kesal jika ia sampai berani memberitahu David di mana lokasi mereka. Tidak mungkin lelaki itu tiba-tiba mengetahui di mana keberadaannya. “Melody, bisakah kamu membantuku agar boleh masuk? Anak buah suamimu ini sangat menyebalkan!” gerutu David yang sedang berusaha melepaskan diri dari kedua anak buah suaminya yang menghadangnya. “Nathan yang memberitahuku tempatnya berada. Kebetulan aku ada waktu luang, jadi aku menyempatkan datang.”Melody semakin terkejut dan panik. Setelah memberikan ponselnya pada Nathan, ia tidak terlalu mendengarkan apa saja obrolan putranya dengan David. Dirinya tidak menyadari kapan Nathan memberitahu lokasi mereka dan kapan David menjanjikan akan datang kemari. Kemarin Melody membiarkan Nathan yang mematikan telepon tersebut. Seanda
Mata Melody terasa panas melihat pemandangan yang tersaji tepat di depan matanya. Kejadian beberapa bulan lalu kembali terulang. Di mana Lusy dengan begitu percaya dirinya langsung memeluk Khaysan tanpa basa-basi di depannya. Saat itu mungkin Lusy memang belum mengetahui jika dirinya adalah istri Khaysan. Akan tetapi, sekarang berbeda. Jelas-jelas wanita itu tahu dan baru saja melewati Melody yang membukakan pintu. Menyebabkan Melody agak meneysak telah membukakan pintu. Padahal seharusnya tidak perlu. Melody berdeham agak keras, sengaja ingin mengalihkan atensi Lusy yang masih menempeli suaminya. Ia tahu suaminya juga risih dengan pelukan mendadak itu, tetapi Lusy tak akan mengerti jika tidak diberi ultimatum secara langsung. Melody tak akan bertindak bodoh dengan meninggalkan mereka berduaan seperti tempo hari. Tungkai jenjang Melody bergerak mendekati ranjang suaminya. Tanpa basa-basi, ia langsung menarik paksa Lusy dari sisi suaminya. “Maaf sekali, tapi suamiku sedang sakit, ja
“Eh, bagaimana, Sayang?” Melody berbalik bertanya, takut salah dengar. Sebenarnya Melody sudah mendengar dengan jelas tentang permintaan Nathan barusan. Akan tetapi, ia tidak bisa serta merta mengikuti keinginan sang putra. Jika Nathan meminta seperti ini di tahun-tahun sebelumnya, ia pasti langsung menuruti. Sedangkan sekarang ada Khaysan yang terang-terangan tidak menyukai apa pun yang berhubungan dengan David. Sudah lama sekali Nathan tidak menanyakan tentang David. Apalagi berkomunikasi secara langsung. Namun, hanya berselang beberapa jam setelah bocah itu sadarkan diri dari tidur panjangnya, permintaan pertamanya malah seperti ini. Sepertinya Nathan sangat merindukan David karena biasanya anaknya selalu bergantung pada lelaki itu. “Nathan boleh video call sama Uncle Dave sebentar saja? Biasanya Uncle Dave yang video call duluan, tapi sekarang sudah tidak pernah lagi. Apa Uncle Dave sangat sibuk?” Nathan kembali mengulang permintaannya dengan ekspresi agak cemberut seolah kesal
Mata Melody terasa panas melihat pemandangan yang tersaji tepat di depan matanya. Kejadian beberapa bulan lalu kembali terulang. Di mana Lusy dengan begitu percaya dirinya langsung memeluk Khaysan tanpa basa-basi di depannya. Saat itu mungkin Lusy memang belum mengetahui jika dirinya adalah istri Khaysan. Akan tetapi, sekarang berbeda. Jelas-jelas wanita itu tahu dan baru saja melewati Melody yang membukakan pintu. Menyebabkan Melody agak meneysak telah membukakan pintu. Padahal seharusnya tidak perlu. Melody berdeham agak keras, sengaja ingin mengalihkan atensi Lusy yang masih menempeli suaminya. Ia tahu suaminya juga risih dengan pelukan mendadak itu, tetapi Lusy tak akan mengerti jika tidak diberi ultimatum secara langsung. Melody tak akan bertindak bodoh dengan meninggalkan mereka berduaan seperti tempo hari. Tungkai jenjang Melody bergerak mendekati ranjang suaminya. Tanpa basa-basi, ia langsung menarik paksa Lusy dari sisi suaminya. “Maaf sekali, tapi suamiku sedang sakit, ja
Meja makan yang tadinya dilingkupi oleh suasana hangat itu berubah menjadi penuh dengan kepanikan. Apalagi ketika Nathan nyaris terjatuh dari kursi karena pingsan. Untung saja Khaysan yang juga duduk bersebelahan dengan sang putra dengan sigap mengangkat bocah itu ke gendongannya. “Kita ke rumah sakit sekarang!” seru Melody panik. Mereka bergegas keluar rumah dan langsung kembali memasuki mobil yang tadi mereka tumpangi saat pulang dari rumah sakit. Kali ini Bagas lah yang mengemudi sementara Melody dan Khaysan duduk di belakang menemani Nathan yang sudah tidak sadarkan diri. Melody dan Khaysan terus berusaha membangunkan sang putra. Akan tetapi, tak ada respon sama sekali dari bocah itu. Semuanya semakin panik, apalagi mulut Nathan juga tidak berhenti mengeluarkan darah. Khaysan juga terus meminta papanya mengendarai mobil lebih cepat. Begitu sampai di rumah sakit, Khaysan langsung turun dari mobil dan melangkah cepat memasuki area rumah sakit dan berseru meminta tolong pada pet
Meja makan yang tadinya dilingkupi oleh suasana hangat itu berubah menjadi penuh dengan kepanikan. Apalagi ketika Nathan nyaris terjatuh dari kursi karena pingsan. Untung saja Khaysan yang juga duduk bersebelahan dengan sang putra dengan sigap mengangkat bocah itu ke gendongannya. “Kita ke rumah sakit sekarang!” seru Melody panik. Mereka bergegas keluar rumah dan langsung kembali memasuki mobil yang tadi mereka tumpangi saat pulang dari rumah sakit. Kali ini Bagas lah yang mengemudi sementara Melody dan Khaysan duduk di belakang menemani Nathan yang sudah tidak sadarkan diri. Melody dan Khaysan terus berusaha membangunkan sang putra. Akan tetapi, tak ada respon sama sekali dari bocah itu. Semuanya semakin panik, apalagi mulut Nathan juga tidak berhenti mengeluarkan darah. Khaysan juga terus meminta papanya mengendarai mobil lebih cepat. Begitu sampai di rumah sakit, Khaysan langsung turun dari mobil dan melangkah cepat memasuki area rumah sakit dan berseru meminta tolong pada pet
Melody memilih menebalkan wajah dengan kembali ke rumah sakit menemui suaminya. Tanpa memedulikan segala risiko yang mungkin terjadi. Meskipun ada kemungkinan dirinya akan kembali diusir, baik itu secara halus maupun secara kasar. Ia sudah tidak memedulikan itu lagi. Di sepanjang perjalanan menuju ke rumah sakit tadi, Melody tak berhenti menyakinkan dirinya sendiri. Sekalipun Khaysan mengusirnya atau meminta anak buah lelaki itu yang mengusirnya secara paksa, ia tidak akan pergi. Ia akan tetap berada di sini hingga dirinya sendiri lah yang ingin pergi. Keputusan ini membuatnya nyaris tak bisa tidur semalaman. Sebab nyatanya, meski sebelumnya Khaysan telah melontarkan kalimat pedas yang menyakiti hatinya, ia malah terus kepikiran pada lelaki di hadapannya ini. Dirinya merasa lebih tenang jika berada tepat di hadapan Khaysan walaupun risikonya akan dibuat semakin sakit hati. “Silakan kalau kamu ingin mengusirku atau memerintah siapa pun untuk mengusirku. Tapi, aku tidak akan pergi
Melody memilih menebalkan wajah dengan kembali ke rumah sakit menemui suaminya. Tanpa memedulikan segala risiko yang mungkin terjadi. Meskipun ada kemungkinan dirinya akan kembali diusir, baik itu secara halus maupun secara kasar. Ia sudah tidak memedulikan itu lagi. Di sepanjang perjalanan menuju ke rumah sakit tadi, Melody tak berhenti menyakinkan dirinya sendiri. Sekalipun Khaysan mengusirnya atau meminta anak buah lelaki itu yang mengusirnya secara paksa, ia tidak akan pergi. Ia akan tetap berada di sini hingga dirinya sendiri lah yang ingin pergi. Keputusan ini membuatnya nyaris tak bisa tidur semalaman. Sebab nyatanya, meski sebelumnya Khaysan telah melontarkan kalimat pedas yang menyakiti hatinya, ia malah terus kepikiran pada lelaki di hadapannya ini. Dirinya merasa lebih tenang jika berada tepat di hadapan Khaysan walaupun risikonya akan dibuat semakin sakit hati. “Silakan kalau kamu ingin mengusirku atau memerintah siapa pun untuk mengusirku. Tapi, aku tidak akan pergi se
Mata Melody terasa panas melihat pemandangan yang tersaji tepat di depan matanya. Kejadian beberapa bulan lalu kembali terulang. Di mana Lusy dengan begitu percaya dirinya langsung memeluk Khaysan tanpa basa-basi di depannya.Saat itu mungkin Lusy memang belum mengetahui jika dirinya adalah istri Khaysan. Akan tetapi, sekarang berbeda. Jelas-jelas wanita itu tahu dan baru saja melewati Melody yang membukakan pintu. Menyebabkan Melody agak meneysak telah membukakan pintu. Padahal seharusnya tidak perlu.Melody berdeham agak keras, sengaja ingin mengalihkan atensi Lusy yang masih menempeli suaminya. Ia tahu suaminya juga risih dengan pelukan mendadak itu, tetapi Lusy tak akan mengerti jika tidak diberi ultimatum secara langsung. Melody tak akan bertindak bodoh dengan meninggalkan mereka berduaan seperti tempo hari.Tungkai jenjang Melody bergerak mendekati ranjang suaminya. Tanpa basa-basi, ia langsung menarik paksa Lusy dari sisi suaminya. “Maaf sekali, tapi suamiku sedang sakit, jadi