Pada akhirnya Alara tertidur dengan sendirinya.Dalam pelukan Gema, Lara menyamankan posisi terpejamnya. Semuanya terasa lebih ringan setelah diungkapkan secara perlahan. Gema tidak memaksa. Itu murni keinginan Alara yang berpikir bahwa sudah waktunya untuk membenahi.Setidaknya Gema akan berterima kasih kepada semesta. Yang telah menunjukkan jalan sampai sejauh ini. Sehingga dari sekian banyak masalah yang menyambangi hidupnya, Gema kian dewasa. Bersama Alara, Gema benarkan segala rasa yang membakar jiwanya.Hidup … adalah skenario Tuhan. Kita sebagai manusia biasa tidak akan pernah tahu bagaimana jalan ceritanya. Dari awal hingga akhir. Dan saat rencana Tuhan tidak sesuai dengan rencana kita … bukan artinya Tuhan tidak menyayangi kita. Tapi, sisi inilah yang harus kita gunakan untuk bisa berimprovisasi.Mungkin dengan rencana yang tidak sesuai, akan hadir sebuah hikmah di baliknya.Mungkin dengan rencana yang melenceng dari jalurnya, akan datang cerita lain yang lebih menarik.Gema
“Abang ayo kita bahas ini.”Pagi-pagi sekali Alara Senja sudah heboh. Mulutnya dengan lancar merecoki Gema yang sedang fokus dengan tumpukan dokumen di mejanya.“Apa?” Toh Lara masih fokus dengan ponselnya saat Gema melirik lewat ekor matanya. Sesekali ada tawa kecil menghias sudut bibirnya. Dan Gema di buat gemas ingin melumat bibir mungil itu.“Abang pacar aku bukan?” Pertanyaan konyol di pagi hari yang cerah.“Bukan,” jawab Gema asal. Kecepatannya melebihi lesakan meteor yang jatuh menghantam bumi.“Kampret!” Umpat Lara terang-terangan. Kedua tangannya berkacak pinggang dengan tatapan mata yang bengis menghujam wajah Gema. “Aku serius.”“Abang suami—”“Calon, ih.”“Alah kelamaan, Ra. Kita loh sudah bubu bareng dan—”“ETA MULUT GUSTI!”Teriakan Lara menggema di seluruh ruangan Gema yang bersyukurnya itu kedap suara.“Abang minta jatah.”“Ogah!”“Dosa kamu nolak maunya su—”“Calon …” Bangke, sambung Lara dalam hati. “Aku mau bahas ini.” Tunjuknya tepat di wajah Gema. “Gimana menurut
Alara Senja tidak pernah membayangkan kalau hari ini adalah harinya. Akan tiba waktunya meskipun sedetik saja pernah Lara bayangkan. Tapi … tidak menyangka jika hari ini. Di mana seluruh keluarga besar Bahtiar Gema berkumpul dan menyambut kedatangan dirinya. Mulai dari tante dan Om yang di perkenalkan sebagai adik dari mama dan Papa Gema. Diikuti oleh para krucil yang langsung menggerumuti Lara.Namun, di antara itu semua. Lebih tidak menyangka jika Gema akan meninggalkan dirinya dengan dalih klien menelepon dadakan.“Abang ngerjain aku, 'kan?” Lara misuh-misuh di dalam kamar Gema. Tatapan matanya menyiratkan kekesalan yang membumbung. Dan seolah mangsanya, Gema siap hendak di terkam.“Enggak loh, Yang, Ini murni dadakan. Dan abang nggak bisa nolaknya. Ini klien penting—”“Jadi aku nggak penting?!” Lara cukup sadar diri untuk itu. Makanya hengkang dari sana dan kembali bergabung dengan para krucil.Tidak peduli pada tatapan Gema yang memelas saat ke luar dari rumah tersebut. Alara as
Jasmine jadi masuk ke kisah ini. Yang bagi Alara Senja, perempuan itu baik dan sesuai dengan karakternya yang enerjik. Mengenal Jasmine dalam waktu yang singkat, Lara tahu akan sangat membutuhkan saran lebih banyak ketika berbagi nanti. Tidak menyangka saja jika Lara bisa di terima seterbuka ini di keluarga Gema. Karena yang selalu Lara takutkan adalah penolakan. Makanya, tak ada alasan baginya untuk membuka diri terhadap orang-orang baru mau pun dunia di luar sana.Dan hari ini … Jasmine baru saja memberinya pencerahan. Bahwa tidak ada salahnya mencoba. Keluar dari zona nyaman untuk kebaikannya dan perkembangannya.Kalau boleh jujur. Sudah dua tahun lebih Lara mengonsumsi anti depresan. Itu rekomendasi atas hasil konsultasi dengan psikiaternya. Dan hanya dokter ini yang tidak menyerah atas sikap Lara yang enggan membuka diri.Katanya: ‘Saya tahu atas apa yang kamu alami. Kamu diam dan menurut kamu itu sudah lebih dari cukup. Saya tidak menyalahkan atau pun menghakimi. Kamu hanya tid
Alara Senja tersenyum tidak jelas membaca sesuatu dari ponselnya.Itu adalah rangkaian kata yang Bahtiar Gema kirimkan di portal media sosialnya untuk selebihnya di tag ke akun milik Lara.Jangan di tanya seperti apa perasaan Lara sekarang ini. Menggambarkannya saja Lara tidak mampu. Apa lagi menjabarkannya.Tidak heran jika banyak wanita di luar sana yang mengejar Gema. Pria berstatus duda itu jelas-jelas mempunyai daya pikat tersendiri. Tak hanya lewat sentuhan yang memabukkan Lara sudah terperangkap dalam pesonanya. Dan kesulitan untuk mempertahankan kewarasannya.“Abang aku lapar.”Kepala Lara bersandar dengan nyamannya di bahu Gema. Sedang prianya dengan asik memainkan ponsel untuk setelahnya di tunjukkan kepada Lara.“Abang pengen makan ini.” Mata Lara membulat. Kok tumben, begitu pikirnya. “Nggak tahu. Kayaknya enak banget di makan malam-malam gini. Kamu mau apa?”Berpikir sebentar. Netra Lara fokus berselancar di timeline media sosialnya. “Seblak,” jawabnya. “Yang pedas, pakai
Gema tidak menyebarluaskan berita kehamilan Lara kepada keluarganya. Di samping ingin menjaga nama baik sang calon istri. Gema tahu harus berbuat apa untuk memberikan bujukan-bujukan atas keteledorannya. Tidak teledor juga, sih. Gema memang sengaja melakukannya demi mengikat Alara Senja agar mau menikah dengannya.“Kamu ngidam nggak?”Tubuh Gema memeluk Lara dari samping. Tangan kekarnya mengusapi perut Lara yang rata namun nyata kerasnya. Duh, asli, Hyung. Gema bangga dan deg-degan maksimal. Merasa tidak percaya dengan tindakannya yang ‘wah’ sekali dalam membuahi sel telur Alara Senja.Catatan: cepat sekali, kan miliknya langsung jatuh hati dengan punya Lara.Daebak!Nggak kaleng-kaleng memang bibitnya.“Enggak ada. Cuma …”“Apa?” Heboh sekali Gema ini. Sampai-sampai memotong omongan Lara. Sejak beberapa jam yang lalu. Tahu mengenai kehamilan Lara, Gema lebih banyak antusiasnya. “Abang bisa nggak, sih ganti parfum?”“Ini pilihan kamu loh, Yang.” Tidak habis pikir. Apa hubungannya n
Jalani saja dulu.Begitu yang Lara tuliskan untuk pembuka kalimat utama dalam buku catatannya. Sejak tadi, senyumnya tak luntur. Sejak tadi pula, sampai tak sadar, ada sepasang kelereng bening yang memandangnya penuh minat. Ada sinyal cinta yang terus memancarkan binarnya. Dan sejumput harap mulai di agungkan dalam hatinya.Jangan di umbar ke sana ke mari. Sejatinya, hati itu milik Tuhan.Lagi. Segaris sabit terlukis jelas di kedua sudut bibir Alara Senja. Bahtiar Gema merekamnya baik-baik dalam memori ingatannya. Tak sedetik pun ingin melewatkan apa yang tengah terjadi di hadapannya kini.Sedang Lara, mengingat kira-kira apa saja yang sudah 26 tahun hidupnya jalani. Oh salah, ralat, namun menjelang akhir 27-nya. Astagfirullah sekali, ukhti. Umurnya sudah setua itu ternyata. Dan Lara merasa masih harus bersantai dengan leha-leha. Kecuali sekarang, ada bayi dalam kandungannya.Ah, makhluk kecil itu.Lara namai demikian. Lucu dan unik. Seperti Pikachu dan Mario Bros yang sedang bersand
Alara Senja benar-benar mengabulkan keinginannya.Sore hari di sambut senja begitu memasuki pintu rumahnya, kencang-kencang Lara putar sound di ruang tengah untuk menghasilkan pecahan nada yang menggetarkan. Lagu legendaris dari barat sana sungguh menyihir hatinya yang sejujurnya sedang berbunga-bunga.Isi liriknya terasa sangat pas sekali. Sehingga sewaktu Lara lantunkan tembangnya, berdebar-debar saja hatinya. Dan tak mau berhenti bertalu untuk jantungnya yang akhlakless.Sumbernya siapa?Sudah pasti Bahtiar Gema. Sialan tapi kok terasa sangat benar.Itulah yang Alara butuhkan dan semua yang Alara inginkan.Keseluruhan ada dalam diri Bahtiar Gema. Lelaki itu yang selalu Lara idam-idamkan sejak di pertemuan awal. Bahtiar Gema lelaki yang mengambil alih seluruh dunia Lara untuk tidak berpaling kepada siapa pun.Hanya Gema … Gema … dan Gema. Jika sudah begini, apa yang bisa Alara Senja lakukan selain pasrah?Ialah kau tuk tinggal lebih lama sekarang.Terkabul.Yang sedari pertama Lara
Bachtiar Gema nggak punya cara simpel buat mengalihkan kegalauannya. Ditinggal Alara seorang diri, Gema cuma geluntang-geluntung di dalam rumah. Gabut dan nggak tahu mau ngapain. Mana sekarang kantornya libur pula. Mau ngantor sendiri kelihatan banget kalau Gema ini mata duwitan. Tapi di rumah cuma rebahan, bangun, duduk, rebahan lagi, bangun lagi, duduk lagi dan main PS. Main PS sendiri nggak ada lawan juga persis orang gila. Kalah diam, menang diam, lagi nyerang apa lagi. Gema kangen Alara.Kira-kira salahnya Gema tuh apa? Kok bisa Alara pergi seorang diri tanpa dirinya atau mencari dirinya dan merasa kangen? Kenapa Gema kelihatannya murahan banget setelah menikahi Alara, ya? Kenapa? Apa semua cowok kayak gitu? Jadi goblok dan sedikit dungu? Ah mbohlah. Gema mumet sendiri.Sekarang Gema bangun dari rebahannya di sofa. Jam masih menunjukkan pukul 2 siang lebih dikit. Cuaca di luar juga panas enggak, mendung juga enggak tapi panas maksimal–semromong maksimal kayak di neraka. Gema hen
Cuma manusia bodoh yang selalu ikut-ikutan dan gampang kepengaruh omongan manusia lainnya dengan modal 'katanya'. Yang katanya begini, begitu mendengarnya akan langsung membenci. Yang katanya begitu, langsung memusuhi. Hanya dengan katanya semua masalah akan muncul dan menjadi serangan secara bertubi-tubi.Daniah Maheswari juga seperti itu. Modal katanya yang Mosa Hutama sampaikan mempengaruhi cara pikir otaknya yang waras mendadak jadi gila. Katanya Prabu Setiawan itu baik, perhatian dan penuh kasih sayang. Katanya yang pada faktanya tidak demikian. Bagaimana nggak baik, perhatian dan penuh kasih sayang kalau Mosa Hutama adalah istri kesayangannya? Siapa sih yang nggak waras di sini? Terus sekarang Daniah kudu gimana ngadepin Prabu yang cuma diam kayak patung pancoran disertai tatapan matanya yang nyalang–persis hendak menerkam Daniah? Ah entah, Daniah nggak tahu lagi mesti gimana?"Kenapa belum pesen?" Prabu berucap seraya mengambil buku menunya. Kedua bola matanya menyisir setiap k
Alara memang belum sepenuhnya merasakan pahit manisnya hidup. Tapi kalau dibenci hanya lewat 'katanya' oleh para penggosip, jangan ditanya sesering apa Gema menerima perlakuan kayak gitu. Memang dirinya ini bukan manusia ribet yang pilih-pilih temen. Tapi setidaknya butuh yang satu frekuensi dan nggak suka basa-basi ngomongin yang nggak jelas. Masa muda Alara juga habis di tempat kerja. Jadi buat kumpul sama nongkrong sana-sini mana sempat. Masih bisa napas dengan lancar saja sudah hamdalah banget. Kok ini dituntut buat ikut acara-acara nggak jelas. Buang-buang waktu dan tenaga.Kehidupan yang Alara jalani nggak sesempurna kelihatannya kok. Tapi sekali lagi, bersyukur adalah caranya. Ada yang bilang kalau omongan adalah doa. Maka Alara iyakan saja setiap orang yang berkata 'enak ya jadi kamu', 'senang ya jadi kamu', dan lain sebagainya. Alara iyakan saja.Sadar sih, mengikuti standar kehidupan manusia nggak ada habisnya. Kita yang menjalani eh orang lain yang mengatur. Kayak lalu lin
Puasa-puasa kok bohong itu, 'kan dosa ya? Kata Jayanti, Mama Alara gitu. Dulu sewaktu Alara kecil setiap puasa selalu di wangsit buat jangan berbohong. Kalau nggak kuat puasa dan pengen makan mending ngomong. Nanti lanjut lagi puasanya sampai adzan magrib berkumandang. Pokoknya sekuatnya aja, nggak perlu memaksa diri timbang nanti nggak berpahala puasanya.Nah sekarang juga sama. Alara merasakan momen puasa yang mana dirinya tidak sedang berpuasa. Alasannya hamil walaupun seandainya mampu buat berpuasa boleh saja melakukannya. Sekarang ini yang sedang Alara alami kasusnya sama: puasa dan nggak boleh bohong. Cuma beda konsepnya aja. Kalau yang dikatakan oleh Jayanti perihal jangan bohong misal nggak kuat berpuasa sedang yang Alara alami adalah bohong lantaran nggak mau mengakui kebohongannya. Ini konsepnya gimana sih Ra?Begini, ingat yang sering Alara katakan kepada Bachtiar Gema, suaminya? Kalau mau poligami, silakan. Daripada membohongi lebih baik mengatakan jujur saja. Menginginka
"Lo nikah tapi lo ngasih izin ke suami lo buat nikah lagi." Adalah teman Mosa yang sedang memasukkan bolu pisang ke dalam mulutnya. Tawa di bibirnya belum luntur dan matanya menyipit seiring tawa yang di keluarkan."Gue heran sama cara pikir lo. Dari dulu kayak gitu nggak pernah berubah. Kenapa gitu Sa, why?"Teman satunya lagi yang baru menyesap kopi panasnya. Kedua teman Mosa yang sejak dulu menjalin hubungan dengannya selalu penuh keheranan. Jawaban yang selalu Mosa berikan nggak pernah membuat keduanya puas. "Gue pemegang tahta poligami tertinggi." Tawa ketiganya renyah. Mengundang seluruh pengunjung kafe yang ada di dekat ketiganya menoleh. Tatapan matanya penasaran dan penuh tanya."Seolah-olah Prabu nggak pernah ada artinya di mata lo. Wah, lo hebat! Bikin kakak lo kena mental dan sekarang suami lo di bikin nggak bisa ngomong apa-apa lagi. Seyogyanya orang nikah karena butuh anak buat hadir di antara pernikahan mereka. Alih-alih penyaluran napsu ya, Sa. Tapi lo … bukan maen!
Alara ujug-ujug ngidam ke Yogyakarta. Jari-jarinya dari pagi yang cerah ini scroll internet tanpa henti. Sampai mengabaikan suaminya yang pengen dimanja. Lagian puasa-puasa ada-ada aja pengen dimanja. Sementang libur kerja jadi seenak jidat sendiri maunya. "Abang minggir dulu ih!"Alara dorong Gema yang sejak tadi ngerungkel di belakang tubuhnya. Rasanya gerah padahal AC udah dinyalakan. Asli, Alara butuh suasana gunung yang dingin dan sejuk kayak Dieng mungkin."Ini suami kamu loh Yang!"Bukan Bachtiar Gema namanya kalau nggak protes. Laki satu itu cerewetnya kayak perempuan misal lagi butuh dimanja. Alara geram jadinya."Yang bilang suami tetangga siapa?" Itu bukan hardikan, 'kan ya? Alara cuma ngomong senyatanya aja kalau emang Gema suaminya. Ah bodo amatlah! Alara butuh piknik tapi perutnya makin membuncit."Kamu asli deh Yang makin galak aja tiap harinya. Salah aku di mana sih?"Aduh Biyung! Kok bisa banget suaminya baper kayak gini? Lebih-lebih dari Alara pula tingkahnya. Ini
Alara udah nggak marah sama Gema. Cuma kalau kesal iya. Terutama pada omongan Gema yang mau ngatur kehidupan anak-anaknya nanti. Itu masih terngiang-ngiang hingga detik ini di kepala Alara. Rungunya jadi sensitif mengingat kalimat ini dan hatinya jadi kacau. Alara tuh paling nggak bisa kalau anaknya diatur-atur nyampe dikekang pula. Selama masih tahap wajar, Alara pribadi pengen anak-anaknya bebas kayak burung. Bisa terbang dan menjelajah alam raya. Gema kalau ngomong langsung nandes, membekas dan bikin dada Alara sesak. Kalau beneran iya kayak gitu, artinya Gema sedang menciptakan neraka baru buat anak-anaknya. Lebih dari apa pun, Gema nggak mau belajar soal sakit mental yang Alara alami selama ini. Cuma butuh ambisi buat tercapai. Huh, mulut Alara inginnya mengumpat sekotor-kotornya, sumpah! Kalau nggak sadar dosa, ini spatula nyampe ke kepala Bachtiar Gema, Alara jabanin deh.Saking sakit hatinya, Alara sampai nggak percaya sama apa pun yang dirinya lihat. Terutama jika bersumber
Radit Wicaksono mencintai Nora Bachtiar setengah mati, setengahnya lagi tentang napsu dan kebutuhan biologisnya. Radit nggak munafik hanya mencoba jujur jika sebagai lelaki memenuhi kebutuhannya memanglah wajib.Sebelum dipertemukan kembali dengan Nora di salah satu kelab malam, secara acak Radit akan membawa wanita sewaannya ke dalam apartemennya. Puas tidak puas, dipikiran Radit hanya tentang menyalurkan napsunya. Selebihnya hanya helaan napas yang Radit embuskan.Namun setelah malam itu, merasai kembali Nora dalam kondisi mabuk dan setelah bertahun-tahun berlalu. Radit makin menggila. Seolah hari esok akan kiamat, Radit hanya menginginkan tubuh Nora untuk dirinya lahap. Radit hanya butuh Nora untuk dirinya kendalikan seorang diri. Katakanlah Radit gagal move on. Pesona Nora tiada tandingan sehingga nggak gampang baginya yang bucin buat pindah ke lain hati. Berapa kali pun Radit dijodohkan oleh kedua orang tuanya, hasilnya akan selalu berakhir di ranjang untuk kemudian terjadi peno
Hidup itu pilihan.Yang Alara Senja tahu sejak dulu seperti itu. Tapi Bachtiar Gema memang nggak ada akhlak. Tengah malam begini saat Alara sudah dibuai oleh mimpi, dengan sopannya terus menggedor pintu kamar tamu di mana Alara tidur. Marah sih memang tapi setelah kalah dengan rasa kantuknya, Alara singkirkan egonya. Tidak lagi memikirkan perkara obrolan yang Gema dan Papanya bangun. Mungkin saja cara pendekatan Papanya ke Gema sebagai menantu memang begitu caranya."Yang."Alara berdecak sebal dalam tidurnya. Gema berisik sekali dibalik pintu sana dan Alara terganggu total. Tidurnya tidak lagi nyenyak dan Gema penyebabnya."Abang laper."Ya Tuhan! Kutuk saja Pangeran Kodok yang legendaris itu jadi tanaman hias mahal. Alara benci jika tidurnya terganggu.Melongok jam yang ada di nakas, kekesalan Alara berkali-kali lipat. Pukul 00.49 dini hari dan Gema kelaparan? Bukan maen."Yang."Sekali lagi dan Alara benar-benar terbangun. Terduduk dengan terpaksa, wajah masam lalu menghempaskan s