Sang dokter menghela napas panjang. "Kami sudah semaksimal mungkin. Namun, mohon maaf, kami tidak bisa menyelamatkan calon cucu kalian," ucapnya sedih.
"Ohhh ... tidak!" Mama Dela berseru sedih. "Cucuku ... kenapa semalang itu? Dia bahkan belum melihat indahnya dunia. Kenapa sudah diambil duluan?" ratap Mama Dela tersedu-sedu. Air matanya berlinang tanpa bisa dicegah.
"Tabahkan hatimu, Ma." Samg suami merangkul lembut. Lelaki itu mengelus pelan bahu istrinya.
"Tapi itu calon pewaris kerajaan bisnis kita, Pa," tukas Mama Dela masih tidak terima, "karena tidak mungkin Dela yang akan meneruskan usaha kita. Tidak mungkin Saga juga," tuturnya dengan sesenggukan.
"Kalo sudah takdir kita bisa apa, Ma?" Sang suami tampak berusaha bijak. "Yang penting Dela selamat, dia bisa kapan saja kasih cucu buat kita," lanjutnya menenangkan.
"Dokterrr!" Seorang perawat keluar dari ruangan dengan
"Nayra ... semua ini gara-gara dia. Awas kamu, ya!" ancam Dela penuh dendam."Dela ...." Papa berujar lembut. Lelaki itu duduk di tepi ranjang, lalu tangannya menggegam jemari sang putri. "Kamu salah jika harus mendendam sama Nayra," tuturnya tenang."Memang dia penyebab semua insiden ini, Pa." Dela kembali menyalahkan Nayra."Tidak." Papa menggeleng, "kamu salah, Nak. Nayra adalah perempuan yang baik.""Perempuan baik apanya?" Mata Dela terbelalak mendengar penuturan Papa, "dia itu--""Permisi ... selamat pagi semua."Omongan Dela terjeda ketika seorang dokter didampingi perawat masuk."Selamat pagi Ibu Dela. Bagaimana perasaan Anda?" Dokter menyapa ramah."Tidak cukup baik, Dok." Dela menyahut dengan datar, "badan saya sakit semua. Terutama perut dan kaki," terangnya tanpa ada yang ditutupi."Kami akan memeriksa kondisi Ibu," ujar Dokter.Pria berjas putih itu mulai mengecek detak jantung Dela. Dirinya juga mena
"Saga!" Ibu Ida memanggil sang putra.Nayra yang tengah menyuapkan minuman pada Saga menoleh. Wanita itu tersenyum senang melihat kedatangan sang mertua. Begitu juga Saga.Lebih tepatnya lagi, Saga merasa bahagia masih bisa menatap wajah ibunya. Karena sebelum dia jatuh pingsan, Saga sempat ragu jika dirinya akan selamat. Kini lelaki itu merentangkan kedua tangan.Tidak tahan melihat keadaan anaknya, Ibu Ida mendekati. Nayra yang pengertian lekas bangkit dari tepi ranjang. Wanita itu memberi ruang pada ibu Ida untuk bertemu sang putra.Ibu Ida sendiri langsung menghambur memeluk tubuh Saga. Hati wanita itu begitu nelangsa melihat sang putra hanya mampu tergolek lemah di ranjang."Maafkan Saga, Bu," ucap Saga haru. Tiba-tiba dia tidak bisa menahan diri. Tanpa malu lelaki itu tergugu dalam tangis."Kamu gak punya salah sama ibu. Kenapa mesti minta maaf?" tanya Ibu Ida sedikit heran. Jemarinya mengesat air mata sang putra dengan lembut.
"Terima kasih."Nayra terkesima. Hampir dua tahun menjadi adik madu, baru kali ini dia mendengar Dela berucap terima kasih untuknya. Hati Nayra kian menghangat melihat senyum tulus dari bibir Dela."Sama-sama, Mbak." Nayra membalas dengan seulas senyum. Dirinya menderap langkah keluar.Nayra menyusuri koridor. Banyak perawat ataupun dokter yang lewat, tetapi semua tampak terlihat sibuk. Ada suster yang sedang mendorong pasien dengan kursi rodanya. Ada juga dokter dan perawat yang terburu-buru entah melangkah ke mana. Nayra juga menjumpai suster yang berjalan dengan tergesa dengan mendekap map."Engg ... maaf dulu, ya. Saya sedang ditunggu dokter di ruangannya," tolak seorang perawat yang dicegat oleh Nayra.Nayra menghempaskan napas mendapat penolakan seperti ini. Dirinya benar-benar merasa gondok. Jika keadaannya tidak terlal
Saga termangu melihat kedekatan Abrina dengan Azriel. Kenapa putrinya seolah tidak mengenalinya?Nayra yang menyadari perubahan wajah sang suami, gegas mengambilnya anaknya dari gendongan Azriel. Namun, Abrina justru menangis lagi dipisahkan dengan Azriel."Bina masih ingin digendong aku, Nay," protes Azriel saat Nayra main serobot."Papanya masih kangen sama Bina, El," balas Nayra datar. Dia berjalan untuk mendekati ranjang Saga kembali. Dirinya menyerahkan Abrina pada sang suami. Sayangnya, lagi-lagi Abrina menolak."Apah ... Apah!" seru Abrina sambil menunjuk-nunjuk Azriel."Sayang, Papa Bina ini. Papa Saga." Nayra mencoba menjelaskan pada sang putri. Tangannya menunjuk Saga. Namun, bayi itu menggeleng dan terus minta digendong oleh Azriel. "Bina Sayang, Papa Saga nanti--""Kasih Bina ke Ziel, Nay!" titah Saga pelan. Walau terlihat datar, namun, hati Saga amat nelangsa
"Mana Abrina?" tanya Saga begitu melihat kedatangan sang istri hanya berdua saja dengan Davi."Bina aku tinggal di rumah bersama ... eum Ziel." Agak kelu lidah Nayra saat menyebut nama Azriel.Di hadapannya wajah Saga langsung berubah masam. "Tolong jangan pernah lagi kamu meninggalkan Bina berdua saja dengan pemuda itu, jika masih mau menjadi istriku," titahnya dingin.Nayra, Davi, dan Ibu Ida tentu saja terperanjat mendengar perintah Saga. Hanya saja masing-masing punya cara tersendiri untuk menyembunyikan kekagetan mereka. Nayra yang ternganga, Davi dengan pura-pura batuk. Sementara Ibu Ida menghela napasnya perlahan."Kalo bukan nitip ke Ziel, aku mau nitip ke siapa, Mas?" tanya Nayra tetap berusaha tenang. Wanita itu memindai suaminya dengan tatapan penuh kasih."Ada banyak yayasan penyedia jasa baby sitter, Nay." Saga membalas datar
"Kok kamu diam saja, Ga?" tegur Dela mendapati suaminya merenung. "Kayaknya kamu gak setuju dengan usulku?" cecar Dela dengan menyipit.Saga menarik napas perlahan. "Kamu ngusulin saran itu karena memang malas ngerawat aku, ya?" tuduh Saga tanpa basa-basi.Adela melongo. "Apa kamu bilang?""Kalo iya, mending kamu nyari perawat saja dari pada ngusulin Nayra kembali ke rumah ini lagi," suruh Saga tanpa mau balas menatap Adela. Lelaki itu membuang muka ke samping.Mulut Adela kembali ternganga. Wanita itu terpaksa tertatih-tatih memutari ranjang agar bisa menatap mata Saga. "Kenapa kamu sampai punya pikiran seperti itu?" Dia balas menuding."Karena gak ada alasan lain, Dela," sergah Saga dengan tatap nanar. Suaranya cukup terdengar bergetar. Pria itu merasakan perih di hati."Dulu saat masih sehat, aku gak
"BRAKKK!" Nayra terkaget saat Davi membanting pintu kamarnya dengan begitu keras. Hatinya teremas mendengar ancaman saudara satu-satunya di dunia ini. Hatinya dilanda gamang. "Nayra." Nayra berpaling ketika namanya dipanggil oleh Adela. Tatapan kakak madunya tampak begitu memohon. Begitu juga dengan Saga. Apalagi saat menyebut nama Abrina, lelaki itu terlihat sekali merindukan buah sang hati. "Nayra, kamu mau kan tinggal kembali bersama kami?" Adela mengulangi pertanyaannya. Nayra yang masih dilanda dilema tidak juga langsung menjawab. Ketika tatapannya tertuju pada Azriel, pemuda itu balik menatapnya dengan tajam. Tentu saja Nayra paham jika Azriel tidak mungkin menghendaki kepergian dia. "Eum ... maaf Mbak Dela, untuk saat ini aku belum bisa memutuskan," jawab Nayra mencoba tenang, "kalian datang tanpa memberi kabar, lalu tiba-tiba saja menyuruh aku dan Bina untuk pulang. Tentu saja ini mengagetkan Davi. Bagaimana pun juga dia saudaraku. Aku harus berunding dulu dengan dia." "
Adela dan Saga sama-sama terperanjat mendengar perkataan Nayra. Keduanya saling pandang dan tak mampu bicara lagi."Ada yang menyetir kamu, Nayra?" Dela menebak, "apa pemuda itu?""Ziel dan Davi gak pernah nyetir aku," balas Nayra tenang, "mereka cuma mau aku hidup bahagia.""Oke, lalu apa yang bisa membuat kamu hidup bahagia?" tanya Adela sembari melipat kedua tangan di dada.Nayra menatap Dela dan Saga secara bergantian. "Hidup bersama orang yang menyayangiku.""Kami berdua menyayangimu, Nayra." Saga menyahut."Jika benar demikian, tolong buat statusku sah di mata hukum, Mas," pinta Nayra pelan.Dela dan Saga kembali terkesiap. Tentu saja di sini Dela yang lebih tersentak."Nay, ingat gak sih saat aku dan Saga minang kamu?" Dela mencoba mengingatkan,
"Nay, kamu masih di situ?" Dela menegur ketika mendapati Nayra terbengong tanpa mau menjawab permintaannya."Eum ... iya, Mbak.""Mau, ya, dateng ke sini? Kasihan Saga dari pagi perutnya belum keisi apa-apa," bujuk Dela serius."Aku izin dulu sama suami ya, Mbak," sahut Nayra sembari melirik ke arah Azriel. Sang suami sendiri mengangkat alis dengan maksud ada apa?"Tapi serius datang lho," ujar Dela setengah memaksa."Insya Allah," balas Nayra kalem, "udah dulu ya, Mbak, aku nerusin makan dulu. Assalamualaikum."Nayra mematikan sambungan telepon begitu Dela menjawab salamnya."Kenapa sih?" Azriel yang penasaran langsung melontarkan pertanyaan."Mas Saga katanya tadi siang pingsan saat presentasi.""Terus?""Mbak Dela bilang dia pengen banget makan bubur ayam buatan aku."
Nayra tengah berkutat dengan wajan dan kompor. Dua jam yang lalu Azriel mengirimkan pesan. Lelaki yang sudah menemani hidupnya selama beberapa bulan ini memintanya untuk membuat spaghetti.Sementara setengah jam yang lalu, Davi sang adik meminta Nayra untuk membuat banyak makanan. Pemuda itu ingin mengenalkan seorang gadis pada kakaknya. Nayra yang antusias tentu sangat senang mendengarnya.Itu berarti Davi sudah bisa move on dari Bela. Dan Bela cukup merasa senang. Karena menurutnya, Bela membawa pengaruh buruk untuk Davi.Nayra ingat sekali, Davi sering meminta uang dalam jumlah yang banyak demi bisa berkencan dengan Bela. Gadis yang katanya paling cantik di kampusnya Davi. Tidak segan-segan Davi menggelapkan uang kuliahnya untuk membelikan Bela sebuah ponsel di hari ulang tahunnya.Puncaknya adalah saat Davi meminjam mobil Ryan saat dating dengan Bela. Davi yang belum mahir berkendara harus menabr
Dela menghembus napas mendengar permintaan Saga. Baginya ini terlalu melunjak. Andai sang suami sedang dalam keadaan tidak lemah, dia ingin membentak pria itu keras-keras."Del, aku butuh air teh hangat," pinta Saga kembali mengulang."Harus teh hangat buatan Nayra?" cibir Dela gemas. Dia masih menahan rasa gondoknya."Iya, Del, teh hangat buatan Nayra emang yang paling cocok buat perut aku.""Tapi ini masih pagi banget, Ga," tukas Dela kian keki, "gak ada adab banget kalo tiba-tiba aku suruh Nayra buatin teh untuk kamu. Ingat juga, dia itu istri orang sekarang. Istrinya Azriel. Pemuda yang udah kamu pilih untuk mendampingi hidupnya Nayra." Dela bercerocos panjang saking gemasnya.Saga terdiam mendengar omelan istrinya. "Oke, jika itu memberatkan kalian semua ya sudah ... gak usah saja," putusnya legowo."Ya iyalah kamu harus sadar diri," sela Dela masih senewen, "kalo kam
"Papa!"Suara cempreng itu terdengar berseru di pintu. Seketika Saga, Adela, dan Nayra menoleh. Tampak berlari si cantik Abrina. Bocah itu menangkap paha Saga. Di belakang sang pengasuh ikut menyusul."Papa," sapa Abrina terlihat semringah.Saga sendiri tidak kalah bahagia. Pria itu gegas membopong Abrina. Dirinya menciumi pipi sang putri dengan gemas. Maklum sudah lebih dari dua minggu keduanya tidak saling bertemu."Bina habis dari mana, Sayang?" tanya Saga lembut. Di sampingnya, Dela ikut mencubit pipi Abrina dengan gemas."Mbak," sahut Abrina seraya menunjuk suster pengasuhnya."Habis dari mini market, Pak. Buat beli susu." Gadis pengasuh itu memberi tahu.Ketika Saga akan berbicara lagi, tiba-tiba perutnya mengeluarkan bunyi. Sepertinya cacing-cacing di dalam sana sedang protes minta jatah makan mereka."Kayaknya Papanya Abrina kelaparan ini," ledek Nayra sedikit menipiskan bibir."Banget, Nay," balas Saga sejujurny
"Pak Saga, nasi gorengnya sudah siap ini," ujar Bik Yati tergopoh-gopoh menghampiri pasangan suami istri itu."Gak, makasih, Bik," tolak Saga pelan.Pria itu bangkit dari duduknya. Ketika Saga hendak mengecup kening Adela, sang istri menahan dadanya."Yakin gak sarapan di rumah?" tanya Adela berusaha membujuk suaminya."Gak, Del, nyium aromanya saja tadi aku udah enek," balas Saga seraya menarik pinggang langsing Dela."Tapi kan Bik Yati sudah selesai masaknya. Udah gak kecium itu bumbu tumisya, Ga," bujuk Adela tidak patah semangat."Tetap saja aroma bumbunya nusuk hidung aku, Del."Adela menghempas napas dengan berat. Dirinya mendepak pelan tubuh sang suami yang sudah menempel padanya."Ya udah, Bik, kamu saja yang temani aku makan pagi," ajak Dela merajuk.Wanita tinggi semampai itu menarik lengan sang asisten rumah tangganya meninggalkan ruang tengah."Del!"Adela tidak menggubris pang
Pukul lima pagi, Adela dan Saga baru saja selesai shalat subuh berjamaah. Wanita itu sudah mulai menjalankan perintah Allah. Walau pun masih sering bolong-bolong, setidaknya Dela sudah bersedia menjalankan kewajiban tersebut.Usai sholat berjamaah, Adela membuka lemari. Perempuan itu mengambil kaos serta celana training. Dia ingin jalan santai mengitari kompleks.Sebenarnya Adela sangat menyukai olahraga joging. Namun, entah kenapa akhir-akhir ini dirinya mudah lelah. Baru beberapa meter berlari napas Dela sudah terengah-engah.Usai memakai sneaker, Dela keluar kamar. Sebelum menutup pintu, dia menengok sang suami. Saga tengah tengkurap sembari memeluk guling.Dela mengulum senyum melihat gaya tidur sang suami. Saga sering kali menasihatinya agar jarang tertidur setelah subuh. Selain menghambat rezeki juga bisa menganggu penampilan.Namun, nasihat tinggal nasihat. Saga melupakan semua petu
"Astaghfirullah hal adzim!"Nayra tersentak. Dia membuka mata. Di bawahnya Azriel pun sama terkagetnya. Para sepupu Azriel juga ikut terbangun. Suara mereka mulai riuh rendah melihat posisi Nayra dan Azriel."Ya Allah, Mbak ... kalo mau 'main' mbok ya lihat tempat," tegur Davi sembari menghembus napas, "masa asal nempel aja di sembarang tempat sih? Emang gak malu sama mereka?" imbuh Davi sambil geleng-geleng saking herannya.Mendengar ocehan Davi, sontak Nayra melepaskan diri. Wanita itu gegas bangkit dari tubuhnya Azriel. Sementara sang suami juga ikut bangun untuk duduk.Wajah keduanya sama-sama merona. Tentu saja mereka jengah. Apalagi sepupu Azriel juga pada menggoda."Ranjang kalian baru dan luas, Mbak. Ngapain milih main di sofa yang sempit gini? Di hadapan bocah-bocah juga." Lagi Davi menggeleng heran saat bercerocos."Kalo ngomong itu dijaga ya, Vi!" balas Na
"Selamat, ya," ucap Saga dengan menyunggingkan senyum."Terima kasih," sahut Azriel pun ikut menipiskan bibir.Saga menjabat tangan Azriel dengan tulus. Walau pun masih ada sedikit rasa cemburu melihat Nayra bersanding dengan pria lain. Namun, saat ini Saga sudah mampu mengontrol diri."Jaga Nayra baik-baik," pinta Saga serius, "dia memang selalu terlihat tenang, dan selalu berusaha untuk tidak merepotkan orang. Tapi percayalah, Nayra sama seperti kebanyakan wanita lainnya. Dia juga suka dipuja dan dimanja," pesan Saga layaknya seorang kakak pada adik kandungnya.Di sebelah Azriel, Nayra hanya mengulum senyum."Terima kasih banyak untuk wejangannya," ucap Azriel balas menjabat tangan Saga dengan erat, "Insya Allah aku akan menjaga Nayra dengan sebaik-baiknya," imbuhnya dengan melirik sekilas ke arah sang istri.Saga melepas jabatan tangannya. "Ya udah aku ke Dela dulu, ya," pamitnya kemudian.Pria itu lantas menyusul sang istri
"Sebenarnya aku juga sayang sama kamu, El," ungkapnya tersedu. "Balik ... El!" ratapnya pilu.Suara pengumuman keberangkatan pesawat terbang tujuan Jakarta-Tokyo bergema. Tubuh Nayra terasa lemas. Sungguh ia menyesal.Puas menangis Nayra memutuskan untuk pulang."Nayra!"Langkah Nayra terhenti. Wanita itu langsung balik badan. Sosok Azriel dengan kaca mata hitam melambai padanya. Wanita itu membeku.Takut salah penglihatan, Nayra mengusap air matanya. Benar. Sosok Azriel memang nyata sedang menatapnya.Di ujung sana, Azriel sendiri melepas kacamata hitamnya. Pemuda itu mengangguk saat Nayra memindainya tidak percaya. Bagai ada yang menggerakkan, Azriel merentangkan kedua tangannya.Sementara Nayra, entah apa yang merasuki pikirannya. Dengan mengabaikan rasa malu, wanita itu melangkah maju. Lalu mempercepat langkah, kemudian berlari kencang untuk menghambur