“Wisudawan terbaik ketiga, Leyna Reese Manston.” Akhirnya, nama itu terucapkan juga. Leyna berdiri dengan senyum anggunnya. Berjalan dengan penuh keeleganan dengan sorakan yang sangat meriah. Entah bagaimana juga tangkai bunga mawar saling berterbangan menghujani Leyna seiring langkahnya menuju ke panggung. Leyna tersenyum lebar, terkesima dengan hujan bunga yang ia dapat. Padahal, tadi tak ada sambutan seperti itu untuk wisudawan berprestasi lainnya. Semua berjalan lancar hingga ia menerima penghargaan di atas panggung. Tak seperti Olivia yang sangat setia dengan wajah kusutnya.***“Leyna!” panggil Reynand seraya melambaikan tangannya saat melihat keponakannya dari jauh.Leyna yang mengetahui keberadaan pamannya itu kemudian berlalri kecil untuk menghampirinya. “Paman!” pekiknya seraya menghamburkan pelukan kepada Reynand.“Oh, dear. Kau memang luar biasa. Lihatlah apa yang kau bawa ini?!” Reynand tersenyum bangga pada pencapaian Leyna. Bahkan, ia sudah seperti orang tua Leyna saja.
Olivia masih kesal dengan apa yang dialaminya saat wisuda kemarin. Edric tiba – tiba saja bersikap seperti orang asing dengannya dan kejadian memalukannya itu. Bagaimana bisa seorang Olivia terjatuh dua kali di depan banyak orang dan dilempari dua butir telur saat acara wisudanya? Ia sangat ingin menemukan pelakunya. Jangan lupakan tentang sepatu yang ia beli. Ia sudah datang ke sana dengan semua letupan emosinya. Menanyakan tentang kelayakan dan kualitas sepatu yang dijual merk itu. Tetapi, jawabannya malah membuat ia semakin kesal.“Lihatlah! Aku menghabiskan uangku tidak sedikit untuk barang rusak ini! Merk kalian terkenal, tapi kenapa bisa rusak seperti ini, huh?!”“Tenanglah, Nona. Kami bisa menyakinkan anda jika produk kami memiliki kualitas yang baik. Untuk kerusakan yang anda alami berada diluar kehendak kmai. Sebelum paket diantarkan, produk sudah kami cek kembali. Anda bisa lihat video yang kami ambil sebagai bukti,” Manager toko itu mencoba untuk menjelaskannya dengan seten
Leyna saat ini dilanda kebingungan. Lexi dan Chloe baru saja mengundangnya untuk bergabung di club nanti malam sebagai perayaan kelulusan mereka juga untuk salam perpisahan karena Chloe akan segera melanjutkan hidupnya di luar negeri. Ia bimbang, mereka baru saja dekat kemarin. Ia juga belum mempercayai mereka sepenuh hati. Tetapi, akalnya menginginkan untuk pergi ke sana. Bersenang – senang melepas pikiran dan menikmati suasana club yang belum pernah ia rasa.“Oke, aku akan pergi.” Balasnya kepada mereka lewat pesan teks.Leyna kemudian menyiapkan segala yang ia butuhkan. Meskipun masih kurang empat jam lamanya, tak masalah, bukan?Heaven Club, 23:00 PMLeyna sudah sampai di club bersama Chloe dan Lexi. Meskipun ini pertama kalinya bagi Leyna, ia dapat menyesuaikan diri. Ia memakai riasan sedikit bold yang sebenarnya ia lakukan agar tidak ada orang yang mengenalinya. Pakaian yang ia kenakan tak terlalu terbuka. Ia hanya memakai mini dress hitam di atas lutut yang menampilkan bahu mul
Dalam kesadarannya yang sudah mulai kembali, Leyna dapat mendengar samar – samar percakapan dua orang pria tak jauh dari tempatnya berbaring. Namun, tentu saja Leyna masih menutup matanya, berpura – pura tak sadarkan diri guna melihat situasi. Ia juga menyempatkan untuk meraba tubuhnya pelan dan merasakan pakaiannya masih lengkap. Ia benar – benar lega akan itu.Secara perlahan, tangan Leyna bergerak mengambil botol kecil di dalam sakunya. Ia lantas membuka sedikit pandangannya dan melihat kedua pria itu duduk di sofa seberang. Penampilan pria itu tak seperti yang Leyna bayangkan. Pria berbadan kekar mengerikan dengan tato di seluruh tubuhnya atau tindik di beberapa bagian tubuh. Yang berada di dalam ruangannya ini berbeda. Kedua pria itu tampak seperti pria normal dengan setelan kemeja formal.“Sebenarnya, apa yang direncanakan Olivia?” pikir Leyna tak mengerti skenario Olivia.“Apa ia ingin merekamku yang melakukan hubungan tak pantas dengan kedua pria itu? Yang nantinya akan ia seb
“Pakailah ini dan rapikan rambutmu,” ujar Liam. Saat ini, ia tengah berada di dalam lift bersama Leyna, kekasih bos sekaligus sahabatnya.Leyna mengerutkan alisnya melihat kacamata hitam yang disodorkan Liam. Seakan mengerti kebingungan perempuan di sampingnya itu, Liam menjelaskan. “Di depan, ada beberapa awak media yang aku rasa suruhan adikmu. Jadi, rapikan dirimu dan tolong bersikaplah seperti biasa. Apa kau bisa?” tanya Liam hati hati. Sebenarnya, ia tahu. Tak etis jika meminta seseorang menyembunyikan rasa takut akibat trauma yang dialam seperti kasusi Leyna. Tetapi bagaimana lagi? Setidaknya dengan bersikap biasa selama beberapa menit akan menggagalkan rencana busuk yang akan menghancurkan Leyna selamanya.Leyna mengangguk. Ia lantas mengambil kacamata hitam itu dan merapikan penampiannya. Cukup bermodalkan jari dan kaca lift, ia dapat memperbaiki penampilannya yang berantakan. Ia juga membersihkan lipstik yang tak karuan di pinggir bibirnya, dengan sapu tangan yang diberikan
Saat ini Xavier sudah sampai di basement, ia tak menghiraukan awak media itu dan berlari kecil menghampiri mobil pribadinya. Xavier kemudian mengecek jendela mobil. Setelah ia tahu Leyna ada di bangku belakang, ia segera masuk dan memerintahkan Liam untuk melajukan mobilnya.“Kau tak apa?” tanya Leyna seraya menelisik tubuh Xavier yang baru saja datang itu. Pria itu tampak baik – baik saja. Hanya berantakan sedikit pada pakaiannya akibat perkelahian tadi.“I’m Okay. Kau? Apa ada yang terluka?” Xavier bertanya sambil memegang pundak Leyna. Ingin menelisik wajah perempuan itu dan bagian lainnya. Ia juga tak mengerti. Seharusnya yang pertama kali bertanya tentang keadaan itu adalah dirinya. Bukan Leyna.Leyna menggeleng kecil seraya tersenyum dengan sangat tipis. “Tak apa. Terima kasih atas bantuanmu, Xavier.” ucapnya tulus. Ia benar – benar seperti memiliki lusinan nyawa karena pria di hadapannya itu.“No probem. Sekarang, buat dirimu senyaman mungkin di sini. Dan apa kau akan pulang ke
"Periksa jadwal Olivia dan segera beritahu aku besok. Aku akan menelponmu dengan ponsel yang berbeda, mengerti?” perintah Leyna pada orang di seberang telepon."Ah, tolong cari tahu juga apa yang dilakukan Lexi dan Chloe, teman baruku saat wisuda kemarin."Setelah sambungan telepon itu terputus, Leyna membuka pintu kembali berniat mengembalikan ponsel milik Xavier. Namun, pemilik ponsel itu menghilang. Leyna menekuk alisnya seraya menolehkan kepalanya ke samping guna mencari jejak Xavier. Dalam hitungan detik, pasti pria itu tak jauh dari sana, pikirnya.Netra Leyna tertuju pada pintu kamar di sebelahnya yang sedikit terbuka. Ia yakin Xavier berada di sana karena mungkin mengira ponselnya akan lama ia pinjam.Leyna mengetuk pintu itu, “Tuan Xavier! Ini ponselmu,” Meskipun melihat pintu itu sedikit terbuka, Leyna tak mau lancang masuk ke dalamnya. Ia juga agak tak nyaman bila berada di dalam satu ruangan apalagi seperti kamar tidur dengan pria asing. Efek traumanya.“Masuklah, Ley! Maaf
Paginya, Leyna bersiap diri untuk segera pergi dari rumah Xavier. Kejadian kemarin malam berhasil membuatnya malu dan tak nyaman bila terus – terusan bersama pria itu dalam satu atap. Entah mengapa juga, padahal saat ia terjaga tubuhnya baik – baik saja. Namun, saat tidur tadi, tragedi di hotel itu seakan muncul sebagai mimpi buruk yang sampai membuat tidurnya tak nyaman akibat sesak napas yang ia alami.“Apa ini semacam trauma psikis?” monolog Leyna. Tetapi, kenapa saat bersama Xavier kemarin ia tak mengalami serangan panik? Pikirnya.“Nona, Tuan Xavier meminta anda untuk sarapan di bawah,” intrupsi Bibi pelayan pada Leyna.“Baik, Bi. Aku akan menyusul,” jawab Leyna sopan.Ia langsung merapikan dirinya sendiri agar tampil rapi, memakai make – up tipis yang sudah disediakan Xavier, serta mengambil papaerbag di kasurnya yang berisi pakaian yang ia kenakan kemarin. Setelah dirasa barang – barangnya sudah ia kemasi, ia segera turun ke bawah untuk sarapan bersama sang pemilik rumah.“Hai,
Aku, Leyna Manston. Ralat, Leyna Miller. Percaya atau tidak, keajaiban itu ada. Seperti halnya dengan apa yang telah aku alami ini. Aku diberi kesempatan hidup kedua, setelah di kehidupan pertamaku meninggal dengan kisah yang memilukan.Sungguh, Tuhan memang sangat baik. Ah, dan ya. Di sini, aku dapat memperbaiki setiap kesalahan dan kesalahpahamanku di masa lalu. Orang yang awalnya kukira jahat, ternyata baik. Begitupun juga sebaliknya. Sungguh, jika kalian tak melihat sendiri sifat dan sikap seseorang, jangan pernah percaya dengan omongan orang lain! Karena jika kalian salah judge, penyesalan akan datang di akhir, dan itu menyakitkan. Ah, iya. Di sini, aku juga lebih dekat dengan ayahku. Aku jadi tahu bahwa ayah yang selama ini kukira tak menyayangiku ternyata sangat perhatian. Aku bersyukur dapat memiliki momen-momen indah bersamanya. Meskipun di sini juga sempat ada kesalahpahaman, tetapi itu semua sudah terselesaikan. Paman Reynand, Kak Roy, dan Bibi juga sangat membantuku di sini
Akhirnya, setelah melalui tiga jam berdiri di altar pernikahan, kini pasangan pengantin baru itu berada di kamar Xavier, yang sudah didesain sedemikian rupa untuk pengantin baru. Kamar bernuansa abu-abu itu hanya diterangi cahaya dari beberapa lilin aromaterapi dan lampu tidur saja. Tak lupa, kelopak mawar yang membentuk love turut dihadirkan pula di atas ranjang itu.Leyna yang baru selesai mandi terkekeh geli melihat dekorasinya. Mengingat, ia dan Xavier sudah melalui malam pengantin itu terlebih dahulu, bahkan, berhasil menghadirkan malaikat kecil di perutnya saat ini. Lantas, ia memilih duduk di pinggir ranjang, dengan piyama bercorak lily ungu yang menempel di tubuhnya. Dengan kondisi yang sama, namun orang yang berbeda, Leyna jadi teringat kisahnya di kehidupan pertama. Di mana ia harus menunggu Edric, yang ternyata malah selingkuh dengan Olivia.“Ley..” ucap Xavier yang baru saja keluar dari kamar mandi dan masih setia mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil.“Hm?”Melihat L
Terhitung sudah tiga hari sejak penyerangan itu berlalu. Hari ini pula acara besar dan bahagia terjadi di sebuah gedung mewah bernuansa yunani. Pernikahan antara Leyna Manston dan Xavier Miller pada akhirnya dimajukan karena beberapa hal. Banyak kejadian yang mewarnai selang tiga hari itu, termasuk Olivia yang berakhir bunuh diri di ruang apartemennya. Dari hasil rekaman cctv, ternyata wanita itu menyimpan satu botol kecil yang berisi cairan beracun, yang awalnya ia niatkan untuk diberikan pada Leyna. Namunsayang, itu malah menjadi boomerang-nya sendiri. Tentu, berita bunuh diri itu menyebar dan mengejutkan publik. Mengingat dalam kabar kematiannya diselingi berita terkait penyerangan dan percobaan pembunuhan yang ia lakukan pada Leyna di kediaman Manston.“Kau sangat cantik, Nak.” Puji Logan yang menatap putrinya dengan mata yang berlinang.“Dan orang di hadapanmu ini adalah putrimu, Ayah.” Jawab Leyna dengan terkekeh. Mencoba untuk mecairkan suasana agar ayahnya tidak terus berlinan
Olivia berhasil masuk ke dalam apartemen miliknya dengan selamat. Satu-satunya tempat yang membuat ia merasa nyaman dan aman untuk sekarang ini. Walapun memang, di sepanjang langkah yang ia ambil tadi mengundang lirikan atau bisik-bisik dari orang-orang.Dengan sedikit tergesa, Olivia menekan kata sandi pintu itu. Dan terbuka, dengan kegelapan yang menjadi sosok pertama yang menyambut dirinya. Seperti biasa, saat ia pergi, ia lebih suka mematikan saklar lampu miliknya. Dan perlu diketahui, ia memakai tombol manual, bukan otomatis ataupun menggunakan AI. Hal ini karena apartemen yang ia pijaki saat ini sebenarnya hanyalah apartmen pelarian semata selepas kedua orang terpenting dari hidupnya meninggalkannya dengan banyak beban.Pintu apartemen itu segera ia tutup dan kunci. Olivia meminimalisir resiko adanya penyusup nantinya. Lampu yang mati itu, ia nyalakan. Niatnya, ia ingin segera berkemas dan pergi ke bandara untuk kabur sejauh mungkin dari sana. Namun, pemandangan pertama kali yan
“Kau luar biasa, Ley. Aku kagum dan bersyukur dirimu baik-baik saja,” gumam Xavier di tengah pelukannya dengan Leyna. Tangannya tak pernah absen untuk membelai surai Leyna dengan penuh kasih sayang.“Aku belajar banyak darimu, Xav. Thanks a lot.” ujarLeyna dengan senyum menawan.“Apa yang akan kaulakukan dengannya? Kurasa, sudah saatnya kau melakukan pembalasanmu terhadapnya.” tanya Xavier tanpa mengalihkan pandangannnya sedikitpun dari wajah wanitanya itu.Benar, pembalasan Leyna pada Olivia masih belum maksimal. Jujur saja, awalnya, Leyna berniat ingin menyudahi semua ini. Namun, melihat Olivia yang masih berbuat nekat, ia rasa kali ini harus tegas dalam bertindak.“Buat dia melakukan sesuatu yang pernah ia rencanakan untukku di hotel itu. Selanjutnya, biarkan publik yang bertindak.” ucap Leyna yang lansung dipahami oleh Xavier. Dengan derakan tangan saja, Xavier memerintahkan anak buahnya untuk membawa Olivia yang sedang tak sadarkan diri.“Setelah itu?”Leyna teringat kala ia yang
LEYNA POVSungguh, aku memang sangat terkejut dengan kehadiran Olivia yang tak terduga. Rasa heran merasuki pikiranku, mencoba mencari jawaban bagaimana wanita ini dapat masuk ke kamar milikku dengan begitu mudah? Ah, kurasa kericuhan di depan tadi merupakan pengecoh saja.Gelas di taganku sengaja kujatuhkan. Begitupun dengan poci yang berisi air itu. Aku pura-pura terhuyung agar dapat memecahkan semua wadah air minum di sini. Bagaimana bila Olivia dengan segala pikiran liciknya ternyata mencampur sesuatu di air minum iitu? Tentu, aku tak mau mengambil risiko, apalagi dengan diriku yang kini tengah bebradan dua.“Bagaimana caramu bisa masuk?” tanyaku dengan raut wajah heranOlivia tampak menatapku dengan remeh. Mungkin, dia menilai pertanyaan itu sebagai pertanyaan yang tak perlu. Tak mau tahu, aku hanya penasaran dan ingin mengulur waktu saja sampai Xavier atau seseorang sadar akan penyerangan ini.“Meskipun kau pemilik rumah ini, ingatlah, aku tinggal di sini setiap hari dan lebih l
Leyna rasa, ia baru dapat memahami definisi dari badai tenang sebelum ombak ganas menerjang. Seperti saat ini, baru saja beberapa menit yang lalu ia mengira hidupnya di kehidupan ini sudah bisa berjalan dengan damai dan tenang. Namun, pemikiran itu tercoreng berkat kericuhan yang saat ini sedang melanda kediamannya. Suara bising tiba-tiba saja terdengar dari arah depan, tepatnya di halaman mansion kediaman Manston. Leyna yang awalnya ingin bertanya dan berbicara pada Xavier mengurungkan niatnya, lantaran mimik pria itu sudah menunjukkan kewaspadaan dan khawatir secara bersamaan. Jangan tanyakan bagaimana perasaan Leyna saat ini, rasa takutnya berkali-kali lipat. Tetapi, ia ingin tetap bersikap tenang seraya berhati-hati dalam bertindak. Ia tidak mau dirinya malah menjadi beban untuk pria di depannya dan penjaga di kediamannya.Xavier tampak menekan nomor di ponselnya, berusaha memanggil sang empu yang dapat Leyna ketahui itu Liam. “Sial! Apa yang sebenarnya terjadi?!” umpat Xavier ya
Satu pekan kemudian Kaki Leyna saat ini tengah berpijak di kediaman Manston, lagi. Ia memutuskan untuk kembali tinggal bersama ayahnya, menemaninya, dan menghabiskan waktu yang sebelumnya tak dapat mereka ukir bersama. Setelah sekian banyak kejadian yang terjadi, ia tahu ayahnya ini sebenarnya sangat menyayanginya. Entah di kehidupan sebelumnya sama seperti ini atau tidak, tetapi dari sumber kepercayaan Leyna, Logan hanyalah berkamuflase untuk mencari bukti kematian Bellinda dan selama ini tetap memantaunya dari kejauhan. Selama ini, ia menunggu ayahnya mengatakan kebenaran itu sendiri, namun mungkin untuk sekarang, itu tak perlu. Leyna merasa cukup dan bahagia, kehidupan keduanya ini berjalan dengan ending yang bahagia. “Nak, Xavier kapan ke sini?” tanya Logan yang rapi dengan setelan kantornya, menghampiri Leyna yang tengah meminum jus apel seraya menikmati drama di kotak bersinar itu. “Mungkin lima belas menit lagi. Ia masih dalam perjalanan. Kalau Ayah mau berangkat, silahkan sa
Dalam salah satu ruangan di rumah sakit itu, suara televisI tampak mendominasi. Memperlihatkan kepada mereka tentang berita terkini yang berhasil memancing amarah publik. Wanita paruh baya yang biasanya terkihat glamour itu kini tengah tampil dalam keadaan yang jauh berbeda dari biasanya. Kantung mata hitam, wajah pucat, tubuh tanpa aksesoris, dan memakai baju tahanan. Mimiknya terlihat sayu sekaligus penuh amarah. “Maya Manston, istri kedua Logan Manston telah resmi menjadi tersangka dari kasus pembunuhan berencana terhadap Nyonya Bellinda Evanthe, Istri pertama dari Logan Manston. Laporan ini dibuat oleh Tuan Logan beberpa hari lalu yang membawa beberapa bukti yang sudah diselidiki dan ditutup dengan keputusan bahwa Nyonya Maya akan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Diketahui, motif dari kasus ini adalah karena masalah pribadi dan obsesi terhadap narga Manston.” Leyna yang menatap televisi itu hanya dapat memberikan raut wajah datar. Ia baru saja diberi tahu oleh Xavier dan Lo