Selena dan Raka memasuki kamar utama.
"Tunggu, bajuku!"
Selena membalikkan tubuhnya ketika Raka menutup pintu kamar mereka.
"Bajumu? Dilemari."
"Lemari?"
Selena mengedarkan pandangannya, tapi tak menemukan satu bentuk benda yang disebut lemari. Ia hanya menemukan meja rias di sebelah kirinya. Dan sofa beserta meja di sebelah kanan.
Raka mendekati Selena.
"Lemari tidak ada di sini."
"Lalu?"
Raka menggenggam tangan Selena. Membawa gadis itu ke pintu yang dekat dengan sofa. Menembus ruangan sebelah yang berisi berbagai macam lemari putih dan lemari kaca.
"Semua pakaianmu ada di lemari putih. Naomi sudah menyiapkan semuanya."
Selena mendekati lemari putih dan membukanya. Betapa takjubnya ia ketika dress berbagai warna tergantung rapi. Selena membuka lemari di sebelahnya. Ada linger yang pendek. Ia segera menutupnya, tak ingin Raka melihatnya.
"Kamu tak perlu menyembunyikannya. Aku sudah melihatnya."
Mata Selena membulat sempurna. Raka menahan tawa melihat ekspresi istrinya itu. Tak ingin mengganggu Selena, ia keluar dari ruang wardrobe.
"Aneh juga jika dia belum melihat."
Selena merutuki dirinya sendiri. Ia kembali membuka lemari yang berisi jubah tidur dengan berbagai model. Dan mengambil salah satunya.
"Ini buat tidur?"
Selena menatap lekat linger bewarna putih yang atasnya singlet dengan bentuk v neck, panjang di bawah bokong.
Selena menelan pelan ludahnya. Ini hari pernikahannya, malam pertamanya. Akankah itu terjadi?
***
Selena keluar dari kamar mandi setelah hampir satu jam berendam. Ia tak menemukan Raka di kamar. Di manakah pria yang sudah menjadi suaminya itu?
Selena mengeratkan jubah tidurnya. Untuk menutupi linger pendek yang sedang ia kenakan. Selena naik ke atas ranjang, membaringkan tubuhnya yang lelah setelah semua acara pernikahan.
Perlahan, Selena memejamkan mata. Masuk ke alam mimpinya. Padahal ia sudah menyiapkan diri jika malam ini Raka meminta hubungan layaknya suami istri.
Tak lama kemudian, Raka masuk ke kamar. Ia melihat Selena yang sudah terlelap.
"Hahhh ...."
Raka menghela napas, lalu naik ke atas ranjang. Ia menatap Selena yang sudah tertidur pulas di sampingnya.
"Bukankah ini malam pertama kita?"
***
Selena membuka matanya, bangun dari tidurnya. Rasa lelah sudah hilang begitu ia bangun. Ia merasa lebih segar dan bugar. Ia benar-benar tidur nyenyak semalam.
Selena langsung melotot begitu mendapati jubah tidurnya yang terbuka. Apa yang terjadi? Bukankah semalam ia sudah mengikatnya erat. Bagaimana bisa terbuka lebar, memperlihatkan elok tubuhnya?
Selena langsung menutup rapat jubahnya. Ia melihat ke samping, tak ada Raka. Apakah Raka tidak tidur di sini semalam?
"Astaga. Bisa-bisanya aku tidur. Nggak tahu suami tidur di mana."
Selena bergegas turun dari ranjang dan masuk kamar mandi membersihkan diri.
***
Selena kuluar dari kamar. Menemukan Naomi yang keluar dari ruang sebelah kamarnya. Ia tahu itu ruang kerja Raka. Naomi sudah menjelaskannya sebelum menikah kemarin.
"Nona Selena. Kau sudah bangun?"
Selena tersenyum.
"Di mana Raka?"
"Tuan ada di ruang kerjanya."
Selena mengangguk.
"Bersiaplah. Pukul delapan nanti, Tuan akan membawa Nona ke kantor."
"Kantor?"
"Ya. Nona harus tahu kantor Tuan."
"Baiklah, aku akan bersiap-siap."
Selena kembali masuk ke dalam kamar. Ia langsung memilih pakaian yang ada di wardrobe untuk dikenakan.
"Kantor? Itu pasti formal."
Selena memilih kemeja putih sebagai atasan. Dan rok dengan panjang hitam di bawah lutut. Ia lengkapi fashionnya dengan jas, senada dengan roknya. Tak lupa sepantu vantovel setinggi lima sentimeter.
Selena melihat dirinya di cermin. Ia lalu menggunakan make up tipis seperti biasa. Rambut yang terurai ia ikat ke atas. Ia kembali menatap dirinya dari atas ke bawah.
"Perfect."
***
Naomi membuka pintu mobil untuk Selena. Di sebelah, Raka membuka pintunya sendiri untuk keluar dari mobil. Selena menghampiri Raka dan memeluk lengannya. Keduanya diikuti Naomi dari belakang masuk ke kantor.
Sepanjang Selena melangkah, ia bisa mendengar bagaimana orang-orang di sana mempertanyakan identitasnya. Bagaimana bisa gadis sepertinya berada di samping Raka? Siapa ia? Begitulah kiranya.
Raka membawa Selena ke ruangannya. Di sana ia memperkenalkan Selena pada dua sekretarisnya.
"Selamat pagi, Bu Selena. Saya Jessie, sekretaris Pak Raka," ucapnya seraya tersenyum.
"Selamat pagi, Bu Selena. Saya Maya, sekretaris kedua Pak Raka."
Selena memicingkan mata melihat dua wanita di hadapannya. Mereka persis seperti Jane. Cantik juga seksi.
Jessie terlihat lebih frontal daripada Maya. Ia mengenakan kemeja dengan tiga kancing atas terbuka. Roknya yang ketat, pendeknya persis di bawah bokong.
Sedangkan Maya lebih terlihat mengikuti aturan. Aturan? Memang seperti apa aturan perushaaan Raka? Kemeja lengan panjang, tapi kancing atas dibuka? Rok pendek di bawah bokong?
"Sekarang kita akan ke ruang rapat. Apakah semua sudah siap?"
"Siap, Pak Raka." Jessie dan Maya menjawab kompak.
Raka mengangguk, lalu membawa Selena ke ruang rapat. Di sana sudah ada jajaran manager perusahaan. Selena tercengang begitu melihat jumlah manager wanita yang mendominasi ruangan daripada pria.
Setelah memperkenalkan Selena sebagai istri dan pemegang saham sepuluh persen, rapat pun di mulai. Selena mengamati satu per satu wanita di ruang itu.
"Apa seperti ini wanita di sekeliling Raka?" batin Selena.
Ia membandingkan wanita-wanita itu dengannya.
"Dengan Naomi saja aku masih kalah. Bagaimana dengan mereka?" batin Selena berkeluh.
***
Selena mengamati Raka yang sedang melakukan evaluasi bulanan di setiap bidang perusahaan. Pria itu tampak menguasai setiap bidang dan mempunya strategi untuk mengembangkan bidang yang sedang dibahas.Sepanjang peengamatannya pada Raka, tak bisa Selena pungkiri. Raka memang tampan, di usianya yang sudah 25 tahun ia terlihat gagah dan karimastik. Sebagai pria, ia mendekati kata sempurma. Secara fisik, psikis, dan juga kekayaan. Raka sangat mapan."Pantas saja, Naomi bilang banyak wanita yang ingin menjadi istri Raka," gerutu batin Naomi.Naomi mengepalkan tangan. Ia tak menyangka. Jika suaminya akan dikelilingi banyak wanita seperti ini. Mau tidak mau, ia harus lebih unggul daripada mereka. Ia harus mempertahankan posisinya sebagai istri sah Raka.Raka melirik Selena. Ia melihatnya bingung ketika mengamati istrinya itu mengerucutkan bibir, seperti sedang kesal."Apakah ada pertanyaan?" tanya Raka pada manager yang hadir.***Setelah rap
Selena tiba di kantor bersama Naomi. Penampilannya yang berbeda dari kemarin membuatnya menjadi pusat perhatian. Rambutnya yang dulu diikat, kini terurai cantik sepunggung. Anting-anting panjang menambah kesan cantik elegan. Dress sepanjang lutut yang menunjukan lekuk tubuhnya membuat kaum adam di kantor melongo.Selena tampil elegan, tak kalah dengan Naomi yang dikenal sebagai sekretaris cantik sang CEO. Bagaimana ia melangkah sudah terlihat luwes, padahal high heel yang dipakai Selena setinggi sebelas sentimeter.Keluar dari lift, Selena menuju ruangan Raka."Aku ada urusan dengan manager keuangan, kamu duluan menemui Raka."Selena mengangguk. Naomi berbelok ke ruangan yag dituju. Selena tetap lurus ke arah ruang Raka."Selamat siang, Bu," sapa Maya pada istri bosnya itu."Siang," sahut Selena dengam senyuman.Ia langsung membuka pintu ruangan tanpa ketuk pintu. Betapa terkejutnya ia ketika mendapati Jessie dengan posisi seper
Selena masih tak percaya. Bagaimana ia dibayar Raka karena telah menggodanya pagi tadi. Jika dikatakan menggoda, memang benar, ia menggoda Raka supaya pria itu tidak tergoda wanita lain selain dirinya. Jadi, Selena tetap mempertahankan posisinya sebagai istri Raka.Selena tersenyum kecut. Ia tak menyangka jika akan dibayar semudah ini. Meski begitu, ada hati kecil Selena yang tak terima dengan perlakuan Raka. Ia seperti wanita bayaran."Hahhh ...."Menikah tanpa dasar cinta, apa yang Selena harapkan. Sejak awal dirinya sudah seperti wanita bayaran. Menikah hanya karena fasilitas mewah yang akan diberikan."Nyonya Selena. Lebih baik saya saja yang masak," ucap Bi Rohimah, asisten rumah tangga bagian masak."Tidak, Bi. Saya saja. Saya istri Tuan Raka. Jadi, biarkan saya yang menyiapkan semuanya.""Tapi, Nyonya...."Selena menoleh dan berkata, "Bagaimana jika aku butuh sesuatu, Bibi membantuku mengambilkannya?"Bi Rohimah te
Selena memasak untuk sarapan pagi ini, meski Raka sudah pergi ke kantor. Selama ini ia jarang sarapan karena menghemat, berhubung di rumah Raka ada begitu banyak bahan makanan, kenapa tidak ia masak? Lagi pula bisa mubazir jika bahan makanan itu membusuk.Rupanya seperti ini tipe ideal Raka. Gadis cantik dengan kebiasaan ibu rumah tangga. Berbeda dengan perempuan di sekeliling Raka. Hm … menarik, batin Naomi mengamati Selena dari meja makan.Selena mulai mencicipi masakannya."Hm …."Ia tersenyum puas dengan hasil masakannya. Rasanya enak di lidah. Segera selena menyajikan makanan buatannya ke meja makan."Aku akan membantumu."Naomi berdiri.
"Dua puluh juta?!" seru Selena setelah melihat nominal biaya kuliahnya. Ia tak percaya dengan nominal yang tertera di surat edaran elektronik. Berulang kali ia hitung jumlah nol di belakang angka dua yang berderat rapi. Tetaplan sama. Ia tak salah baja. Selena merasakan kakinya lemas detik itu juga. Ia langsung jongkok dan menundukkan kepala. "Gimana caranya aku bayar biaya kuliah sebanyak itu?" Gadis berambut panjang sepinggang itu tampak bingung. Uang dari orang tuanya, hasil jual tanah di kampung sudah habis untuk semester tujuh kemarin. Uang itu benar-benar tidak mencukupi semua kebutuhannya. Ia sampai bekerja paruh waktu untuk menutupi biaya hidupnya di Jakarta. Selena mengembuskan napas panjang. Melepas sedikit beban yang ia rasakan. Lalu berdiri dan menyemangati diri sendiri. "Masih ada waktu buat nyari uang, aku pasti bisa lulus." Selena mengangguk, meyakinkan dirinya sendiri sembari mengepalkan tangan. Ia yakin bisa membayar biaya kuliahnya dan lulus dari jurusan akuntans
Selena menggeser ke atas layar ponselnya. Ia membaca lowongan kerja yang terpampang di website. Tak ada yang menarik untuknya, terlebih gaji yang ditawarkan kecil. Tak akan mencukupi tagihannya.Setelah bolak-balik membaca website yang memberi info lowongan kerja, akhirnya Selena menutup ponselnya. Ia menghela napas untuk menenangkan pikirannya. Di saat seperti ini, ia harus berpikir positif."Lena. Kenapa?" tanya Sherly, teman satu siftnya hari ini, di mini market tempat ia bekerja paruh waktu."Hah? Emang aku kenapa?" tanya Selena balik."Lesu gitu, lagi mikiran apa?"Selena tersenyum."Nggak mikirin apa-apa kok.""Beneran?"Selena mengangguk. Tak mungkin ia menceritakan keluhannya saat ini pada Sherly. Ia tahu betul bagaimana kondisi gadis di depannya."Ya udah, aku cek barang-barang dulu, ya."Selena kembali mengangguk. Membiarkan temannya itu mengecek barang-barang di rak.Pintu mini market
Mata Selena membulat sempurna. Bibirnya tertutup rapat. Ia tidak dapat berkata-kata dengan keberadaannya saat ini. Setelah kemarin malam ia meminta pekerjaan pada Jane, kini ia mendapat pekerjaan baru. Sebagai pelayan bar. "Lena. Biasa aja." Selena menoleh pada Jane. Wanita di hadapannya ini sudah tampil cantik. Rambut panjangnya diikat tinggi. Menunjukkan leher jenjang yang indah miliknya. Jane semakin tampil liar mana kala ia menggunakan dress dengan pola v neck yang cukup ke bawah. Panjang dressnya tidak sampai lutut. Bahkan cenderung ke atas, hampir mendekati bokong. Dress yang ketat menunjukkan lekuk tubuhnya yang terlihat seksi bak body gitar. High heel yang diperkirakan setinggi sepuluh sentimenter itu membuatnya tinggi menjulang, layaknya model. "Kamu butuh uang, kan?" Selena mengangguk membenarkan. Kemarin malam, kan ia sudah mengakuinya. "Ini adalah pekerjaan yang pas buat kamu." Selena mengeryitkan keningnya.
"Lena."Selena menoleh."Ya?""Gimana? Mau nambah fee nggak?" tanya Jane mendekati Selena yang sudah berganti seragam hitam putih."Ya mau, tapi ....""Sekarang aja, Len. Udah hari kedua kamu kerja di sini. Kamu juga udah lihat kan aku nawarin botol. Kenapa nggak kamu coba sekarang?"Selena terdiam. Ia memang membutuhkan uang. Ia bisa saja mendapatkan uang lebih dari semalam, jika ia mau berkeliling, tapi apa bisa? Ia sendiri masih asing dan canggung."Dulu aku juga kayak kamu, Len. Awalnya malu gitu. Canggung. Pokoknya nggak nyaman deh. Eh, malah kesenangan."Jane terkekeh mengingat dirinya yang dulu, mirip dengan Selena."Gimana, ya?" Selena bingung. "Kamu yakin aku bisa?"Jane mengangguk mantap dan memberikan senyun tulusnya."Aku yakin kamu bisa. Kamu cuma perlu nawarin sambil keliling. Nanti kalau ada macam-macam, bilang aja sama aku. Biar aku sikat."Selena mengangguk dan berkata, "Oke."
Selena memasak untuk sarapan pagi ini, meski Raka sudah pergi ke kantor. Selama ini ia jarang sarapan karena menghemat, berhubung di rumah Raka ada begitu banyak bahan makanan, kenapa tidak ia masak? Lagi pula bisa mubazir jika bahan makanan itu membusuk.Rupanya seperti ini tipe ideal Raka. Gadis cantik dengan kebiasaan ibu rumah tangga. Berbeda dengan perempuan di sekeliling Raka. Hm … menarik, batin Naomi mengamati Selena dari meja makan.Selena mulai mencicipi masakannya."Hm …."Ia tersenyum puas dengan hasil masakannya. Rasanya enak di lidah. Segera selena menyajikan makanan buatannya ke meja makan."Aku akan membantumu."Naomi berdiri.
Selena masih tak percaya. Bagaimana ia dibayar Raka karena telah menggodanya pagi tadi. Jika dikatakan menggoda, memang benar, ia menggoda Raka supaya pria itu tidak tergoda wanita lain selain dirinya. Jadi, Selena tetap mempertahankan posisinya sebagai istri Raka.Selena tersenyum kecut. Ia tak menyangka jika akan dibayar semudah ini. Meski begitu, ada hati kecil Selena yang tak terima dengan perlakuan Raka. Ia seperti wanita bayaran."Hahhh ...."Menikah tanpa dasar cinta, apa yang Selena harapkan. Sejak awal dirinya sudah seperti wanita bayaran. Menikah hanya karena fasilitas mewah yang akan diberikan."Nyonya Selena. Lebih baik saya saja yang masak," ucap Bi Rohimah, asisten rumah tangga bagian masak."Tidak, Bi. Saya saja. Saya istri Tuan Raka. Jadi, biarkan saya yang menyiapkan semuanya.""Tapi, Nyonya...."Selena menoleh dan berkata, "Bagaimana jika aku butuh sesuatu, Bibi membantuku mengambilkannya?"Bi Rohimah te
Selena tiba di kantor bersama Naomi. Penampilannya yang berbeda dari kemarin membuatnya menjadi pusat perhatian. Rambutnya yang dulu diikat, kini terurai cantik sepunggung. Anting-anting panjang menambah kesan cantik elegan. Dress sepanjang lutut yang menunjukan lekuk tubuhnya membuat kaum adam di kantor melongo.Selena tampil elegan, tak kalah dengan Naomi yang dikenal sebagai sekretaris cantik sang CEO. Bagaimana ia melangkah sudah terlihat luwes, padahal high heel yang dipakai Selena setinggi sebelas sentimeter.Keluar dari lift, Selena menuju ruangan Raka."Aku ada urusan dengan manager keuangan, kamu duluan menemui Raka."Selena mengangguk. Naomi berbelok ke ruangan yag dituju. Selena tetap lurus ke arah ruang Raka."Selamat siang, Bu," sapa Maya pada istri bosnya itu."Siang," sahut Selena dengam senyuman.Ia langsung membuka pintu ruangan tanpa ketuk pintu. Betapa terkejutnya ia ketika mendapati Jessie dengan posisi seper
Selena mengamati Raka yang sedang melakukan evaluasi bulanan di setiap bidang perusahaan. Pria itu tampak menguasai setiap bidang dan mempunya strategi untuk mengembangkan bidang yang sedang dibahas.Sepanjang peengamatannya pada Raka, tak bisa Selena pungkiri. Raka memang tampan, di usianya yang sudah 25 tahun ia terlihat gagah dan karimastik. Sebagai pria, ia mendekati kata sempurma. Secara fisik, psikis, dan juga kekayaan. Raka sangat mapan."Pantas saja, Naomi bilang banyak wanita yang ingin menjadi istri Raka," gerutu batin Naomi.Naomi mengepalkan tangan. Ia tak menyangka. Jika suaminya akan dikelilingi banyak wanita seperti ini. Mau tidak mau, ia harus lebih unggul daripada mereka. Ia harus mempertahankan posisinya sebagai istri sah Raka.Raka melirik Selena. Ia melihatnya bingung ketika mengamati istrinya itu mengerucutkan bibir, seperti sedang kesal."Apakah ada pertanyaan?" tanya Raka pada manager yang hadir.***Setelah rap
Selena dan Raka memasuki kamar utama."Tunggu, bajuku!"Selena membalikkan tubuhnya ketika Raka menutup pintu kamar mereka."Bajumu? Dilemari.""Lemari?"Selena mengedarkan pandangannya, tapi tak menemukan satu bentuk benda yang disebut lemari. Ia hanya menemukan meja rias di sebelah kirinya. Dan sofa beserta meja di sebelah kanan.Raka mendekati Selena."Lemari tidak ada di sini.""Lalu?"Raka menggenggam tangan Selena. Membawa gadis itu ke pintu yang dekat dengan sofa. Menembus ruangan sebelah yang berisi berbagai macam lemari putih dan lemari kaca."Semua pakaianmu ada di lemari putih. Naomi sudah menyiapkan semuanya."Selena mendekati lemari putih dan membukanya. Betapa takjubnya ia ketika dress berbagai warna tergantung rapi. Selena membuka lemari di sebelahnya. Ada linger yang pendek. Ia segera menutupnya, tak ingin Raka melihatnya."Kamu tak perlu menyembunyikannya. Aku sudah melihatnya.
Selena menyiapkan koper, menata pakaian dan barang-barangnya yang berharga. Apa Selena punya barang berharga? Tentu punya. Seperti saat ini, ia sedang memegang foto keluarga."Ibu. Bapak. Aku bakal nikah sama Raka."Selena memaksakan senyumnya."Aku udah tanda tangan kontrak nikah sama Raka. Raka bakal ngasih fasilitas untuk aku. Aku nggak salah pilih, kan, Pak, Bu?"Selena menatap foto dirinya bersama kedua orang tuanya, di mana ia berdiri di samping kanan ayahnya yang duduk, sementara ibu berdiri di kiri ayah.Selena segera memasukkan pigura kecil foto tersebut ke dalam koper. Matanya menelusuri setiap inci di kosnya, setelah memastikan tak ada yang tertinggal, barulah Selena keluar dari kos.Ia mengunci pintu kos, sebelum akhirnya benar-benar pergi. Tak lupa, ia pergi ke rumah Ibu Kos dan Jane untuk pamitan."Kamu mau pindah? Ke mana?!"Selena bingung harus menjawab apa. Tadi Ibu Kos juga bertanya hal yang sama, dan ia
Pintu rumah terbuka lebar. Menampilkan sosok pria yang duduk di sofa, terlihat tidak asing untuk Selena. Ia tampak sedang menunggu Selena. Matanya lurus menatap kedatangan gadis tersebut. Dan seorang wanita yang berdiri di sampingnya.Pria berjas yang ada di depannya berhenti. Naomi ikut berhenti. Lalu pria berjas di depannya dan yang ada di belakang menepi, berdiri di belakang pria yang duduk di sofa.Keheningan terjadi. Selena masih mencoba mengingat siapa pria yang ada dihadapannya. Sementara pria tersebut mengamati Selena. Ia sadar gadis itu tidak mengingatnya, ia bisa melihat eksprasi awal Selena ketika melihatnya.Gadis itu bukannya terkejut, malah mengerutkan kening seperti berpikir."Anda?!" seru Selena mengingat pelanggan barnya kemarin."Raka."Selena terdiam. Benar, namanya Raka. Ia ingat ketika pria yang memanggilnya kemarin menyebut nama Raka."Maaf. Em ... Saya kenapa dibawa ke sini?""Duduklah."Raka
"Kamu yakin? Aku pakai ini?"Selena memandang risi dress bewarna merah terang menyala yang diberikan Jane. Dress ini benar-benar menarik perhatian jika ia benar-benar memakainya. Terlebih panjangnya di atas lutut.Dress ini tidak sependek yang dipakai Jane, tapi cukup menampakkan paha Selena jika benar ia pakai."Iya, Len. Kamu butuh uang, kan?"Selena mengangguk."Nah, udah saatnya kamu keluar zona nyaman, kayak aku dulu.""Zona nyaman?""Iya, hari pertama kemarin, kan kamu udah jaga meja bar. Hari kedua kamu udah keliling. Tapi nggak banyak yang pesen, kan?"Selena mengangguk lagi."Nah, sekarang kamu coba pakai ini. Biar banyak yang manggil kamu. Aku jamin deh, pasti hari ini kamu dapat banyak fee."Jane tersenyum."Gimana, ya?""Aku tahu, kamu pasti masih merasa canggung. Aku juga gitu. Lama-lama malah ketagihan."Jane terkekeh membayangkan dirinya yang masih polos lima tahun lalu, s
"Lena."Selena menoleh."Ya?""Gimana? Mau nambah fee nggak?" tanya Jane mendekati Selena yang sudah berganti seragam hitam putih."Ya mau, tapi ....""Sekarang aja, Len. Udah hari kedua kamu kerja di sini. Kamu juga udah lihat kan aku nawarin botol. Kenapa nggak kamu coba sekarang?"Selena terdiam. Ia memang membutuhkan uang. Ia bisa saja mendapatkan uang lebih dari semalam, jika ia mau berkeliling, tapi apa bisa? Ia sendiri masih asing dan canggung."Dulu aku juga kayak kamu, Len. Awalnya malu gitu. Canggung. Pokoknya nggak nyaman deh. Eh, malah kesenangan."Jane terkekeh mengingat dirinya yang dulu, mirip dengan Selena."Gimana, ya?" Selena bingung. "Kamu yakin aku bisa?"Jane mengangguk mantap dan memberikan senyun tulusnya."Aku yakin kamu bisa. Kamu cuma perlu nawarin sambil keliling. Nanti kalau ada macam-macam, bilang aja sama aku. Biar aku sikat."Selena mengangguk dan berkata, "Oke."