Jantung Sierra yang tadinya sudah berdebar kencang rasanya berdebar makin tidak karuan. Pria yang ia cintai meminta Sierra menjadi kekasihnya. Tentu saja ia juga mencintai Bastian dan ingin menjadi kekasihnya, namun mengapa rasanya ada yang masih mengganjal dan membuatnya tidak yakin. Bastian yang menunggu jawaban Sierra pun menjadi ikut tegang. Sumpah ini adalah pertama kalinya Bastian melakukannya, meminta seorang wanita menjadi kekasihnya, bukan kekasih satu malam tapi selamanya. "Sierra, Sayang ... apa yang sedang kau pikirkan, Sierra? Jangan berpikir untuk menolakku!" ancam Bastian lembut. "Bastian ...." "Hmm? Jawab iya, Sayang!""Bastian ....""Ya, Sayang! Jawab iya atau aku akan menikahimu malam ini juga! Aku sudah bersabar dengan menjadi kekasih dulu, tapi kalau kau tidak mau, maka aku akan mendobrak pintu rumah pemuka agama dan memaksanya untuk menikahkan kita! Aku tidak main-main! Terserah kau mau cara cepat atau cara lama!" ancam Bastian lagi bersungguh-sungguh. Dan
Bastian menghentikan mobilnya di depan rumah Sierra malam itu. Kencan telah usai dan saatnya mereka berpisah malam itu, tapi keduanya masih begitu enggan. "Hmm, baiklah, aku masuk dulu ... sampai berjumpa besok di lokasi proyek!" seru Sierra akhirnya setelah mereka terdiam cukup lama. Sierra pun mengangkat tangannya dan segera membuka sabuk pengamannya. Namun saat Sierra akan keluar, Bastian malah mengunci pintunya. Klek!Sierra tersentak kaget melihatnya dan langsung menoleh. "Apa ini? Mengapa malah dikunci? Aku mau keluar!""Haha, belum, Sayang. Aku belum rela berpisah denganmu ...." Bastian sendiri sudah melepaskan sabuk pengamannya dan mencondongkan tubuhnya mendekati Sierra. "Kau apa?""Belum rela berpisah denganmu, Sayang. Menyebalkan sekali rasanya harus berpisah di malam hari seperti ini, saat seharusnya kita bisa masuk ke kamar bersama, saling berbagi kehangatan, dan tidur berpelukan sampai pagi. Aku menginginkannya, Sierra ...," bisik Bastian di depan wajah Sierra. "B
Bastian memperkenalkan dirinya pada Marco dan Marco pun langsung tercengang mendengarnya. Bukan hanya Marco, tapi Sierra juga sudah menahan napasnya melihat ekspresi Marco. Bukannya Sierra takut ketahuan, hanya saja selama ini Sierra tidak pernah menceritakan detail tentang Bastian pada Marco. Walaupun Sierra punya alasan tidak menceritakannya. Sierra juga tidak tahu kalau hubungan mereka akan berkembang seperti ini karena awalnya ia berencana tidak saling mengenal dengan Bastian. Sierra pun mengembuskan napas panjang dan tersenyum canggung menatap Marco. "Hmm, ini anak Pak Jacob, Pak Marco. Bastian," tegas Sierra. Marco pun menatap Sierra dan mengangguk. Untuk sesaat, suasana hening dengan pikiran masing-masing, sebelum akhirnya Marco yang tadinya tercengang pun akhirnya bisa tersenyum. "Wow, baiklah! Sebastian Sagala, akhirnya aku bisa bertemu denganmu secara langsung, Pak Bastian!""Tentu saja aku merasa familiar karena memang aku pernah melihatmu sebelumnya, kau cukup ter
"Apa yang kalian bicarakan begitu lama, Bastian? Mengapa kau baru kembali sekarang?"Sierra menarik lengan Bastian saat pria itu masuk ke ruang kerjanya. "Kami hanya membicarakan bisnis, Sayang." "Tidak mungkin hanya bisnis kan? Kalian tidak membicarakan tentang aku kan?" "Haha, kau percaya diri sekali dan sangat kepo!" "Aku serius, Bastian!" "Aku juga serius, Sayang. Sungguh kami hanya membicarakan bisnis, Sierra. Dan sisanya hanya pembicaraan biasa antar pria."Sierra yang mendengarnya pun mengembuskan napas panjangnya dengan kecewa. Entah apa yang Bastian bicarakan dengan Marco sampai Bastian harus menyembunyikannya seperti ini. "Baiklah, terserah kalau kau tidak mau menceritakannya!" Mendadak Sierra ngambek sampai Bastian tertawa gemas melihatnya. Bastian pun mendadak meraih Sierra ke dalam gendongannya sampai Sierra memekik kaget. "Bastian, kau itu apa-apaan? Kita sedang di kantor! Turunkan aku!" "Tidak mau, Sayang! Lagipula tidak akan ada yang masuk ke sini!" "Tapi Ba
"Selamat malam semuanya!"Valdo akhirnya tiba di rumah Sierra keesokan malamnya. Keluarga Sierra pun begitu senang bertemu Valdo lagi setelah Valdo pergi cukup lama ke luar negeri. "Selamat malam, Valdo! Tante merindukanmu!" Lidya menghampiri dan memeluk Valdo. "Selamat malam, Tante!" "Uncle!" Tiba-tiba Julio memekik dan ikut memeluk Valdo. "Halo, Jagoan! Haha!" Valdo pun memeluk Julio dengan sayang, sebelum ia menggendongnya. "Hai, Valdo!" sapa Sierra. Valdo pun menatap Sierra dengan tatapan hangatnya yang biasa sebelum ia tersenyum hangat. "Hai, Sierra! Aku merindukan semuanya seperti aku merindukan keluargaku sendiri. Haha!"Valdo juga menghampiri Rosella yang sedang duduk di sofa lalu menyapanya dengan sopan. Rosella pun hanya mengikuti Valdo dengan tatapannya, namun wanita itu tetap tidak bicara. "Tante, Sierra, aku membawa beberapa oleh-oleh, semoga kalian menyukainya!" Valdo mengeluarkan banyak oleh-oleh dari Singapore, mulai dari baju, tas, sampai gantungan kunci. D
"Ayo duduk semuanya! Hari ini Tante sengaja membuat masakan spesial untuk kalian!" Lidya sengaja mengundang Bastian dan Valdo sekaligus besok malamnya dengan modus malam keakraban. Padahal sebenarnya Lidya ingin mendekatkan Valdo dan Bastian yang awalnya bertikai memperebutkan Sierra. Lidya tahu bahwa Bastian adalah tipe yang lebih ngotot, sedangkan Valdo adalah tipe yang mengalah. Namun dalam hal ini, Valdo sudah melakukan hal yang benar karena memaksakan cinta pada wanita yang sudah jelas tidak mencintainya sama sekali tidak akan membawa kebahagiaan untuk siapa pun. Lidya sendiri menyukai keduanya dan siapa pun pilihan Sierra akan Lidya dukung. Bastian pun melirik Valdo singkat sebelum ia duduk di meja makan, tepat di samping Sierra. Sedangkan Valdo sendiri memilih duduk di samping Julio, menemani anak itu. Rosella dan Lidya pun menempati posisi mereka masing-masing dan Lidya pun tidak tidak berhenti tersenyum malam itu. "Tante senang sekali. Ini pertama kalinya Bastian jug
Hari Minggu, sekarang menjadi hari yang menyenangkan bagi Sierra karena sejak ia bersama Bastian, Bastian akan selalu menghabiskan hari Minggunya bersama keluarga Sierra. Seperti pagi itu. Bastian dan Tory sudah datang pagi-pagi sekali membawakan sarapan untuk keluarga Sierra. "Selamat pagi, Tante!" sapa Bastian begitu ia keluar dari mobilnya. "Selamat pagi, Bu Lidya!" sapa Tory juga yang menyusul keluar setelah memarkir mobilnya. "Bastian, Tory, selamat pagi! Tante sedang mengajak Rosella dan Julio berjemur," sapa Lidya yang memang sedang menggandeng Rosella di depan rumah dan Julio terlihat berlarian di sana. "Hai, Uncle!" sapa Julio sumringah. "Hai, Jagoan!" Bastian membelai ringan kepala Julio, sebelum ia mengangkat kresek berisi kotak bubur, menunjukkannya kepada Lidya. "Aku membawakan bubur untuk sarapan, Tante.""Wah, terima kasih ya! Ayo masuklah, Bastian, Tory!""Terima kasih, Tante! Uncle masuk dulu, Julio!"Julio mengangguk dan Bastian pun langsung masuk ke rumah sem
Jonathan menghentikan mobilnya di depan rumah keluarga Sierra pagi itu. Ia baru saja tiba dari luar negeri kemarin malam, namun pagi ini ia langsung mengunjungi Rosella. Bahkan ia tidak memberitahu Bastian tentang kepulangannya. Jonathan pun terus tersenyum saat mengetuk pintu rumah Sierra dan Bik Ita yang mendengarnya pun bergegas membukakan pintu. Sementara di dalam rumah sendiri, semua orang sudah menyelesaikan sarapannya dan sedang mengobrol bersama di ruang keluraga. Dan kehadiran Jonathan tentu saja meramaikan rumah yang memang sudah ramai karena kehadiran Bastian dan Tory itu. "Selamat pagi semuanya!" sapa Jonathan sambil tertawa sumringah begitu ia masuk ke dalam rumah. Tangan Jonathan pun menenteng beberapa paper box berisi oleh-oleh untuk Rosella dan keluarganya. "Eh, Uncle Jo!" pekik Julio yang begitu senang melihat Jonathan. Julio yang tadinya masih bermain bersama Tory pun langsung berlari menyambut Jonathan lalu memeluknya erat. Jonathan sendiri pun langsung ber
Jordan kembali masuk ke dalam rumah setelah mengusir lucu dan ia mendapati suasana di ruang keluarga masih mencekam. Adipura masih duduk dengan wajah penuh amarah, dengan Jessica yang duduk di sampingnya sambil memegangi lengan pria itu. Sedangkan Imelda terus menunduk sambil menangis dan Rosella sendiri hanya berdiri di posisinya tadi dengan air mata yang tetap mengalir namun ekspresi wajahnya sudah putus asa. Tidak ada yang bicara di sana, namun Jordan pun menelan salivanya dan mencoba mencairkan suasana. "Dia sudah pergi! Livy itu agak stres jadi kuharap jangan sampai ada yang terpengaruh pada ucapannya! Livy itu ...." Belum sempat Jordan menyelesaikan ucapannya, Rosella sudah menyelanya. "Cukup, Jordan! Cukup! Tidak usah membelaku lagi!" kata Rosella lemas. Imelda yang mendengar suara Rosella pun langsung mendongak dan menatap calon menantu kesayangannya itu dengan tatapan yang begitu sedih. "Aku ... tidak perlu dibela lagi, Jordan. Karena aku memang salah," ucap Rosella l
Jordan baru saja menghentikan mobilnya di depan rumah saat ia melihat mobil Livy di depan rumahnya. "Oh, sial, ini mobil Livy, Jessica!" Jessica pun menggeram kesal melihatnya. "Sial, apa maksudnya wanita itu!" Jessica langsung turun duluan sedangkan Jordan pun menemani Rosella turun. Mereka bersama-sama melangkah cepat ke arah sumber suara di rumah dan mereka langsung mengarah ke ruang keluarga. Mereka pun baru saja masuk ke ruang keluarga saat mereka mendengar ucapan Livy yang membuat semua orang syok bersamaan. "Dan aku tidak bohong kalau Rosella itu gila karena memang dia menjadi gila selama enam tahun karena kasus itu! Dia adalah pasiennya Jonathan! Kau tahu Jonathan adalah seorang psikiater kan? Jonathan mengobati orang gila dan Rosella adalah orang gilanya!" Deg!Untuk sesaat, semuanya terdiam mendengarnya. Suasananya begitu hening sampai semuanya mematung dengan ekspresi yang berbeda-beda. Rosella sendiri sudah menitikkan air matanya lagi tanpa ia bermaksud melakukanny
Cukup lama Rosella menenangkan dirinya bersama Tami, sebelum akhirnya ia mencari Jordan ke ruang kerjanya, tapi Jordan tidak ada. Rosella pun akhirnya memberanikan diri menghampiri ruang kerja Jessica dan ia mematung mendapati Jordan dan Jessica di sana. Jordan dan Jessica sendiri menatap Rosella dengan lega karena Rosella sudah terlihat lebih tenang, tapi raut wajah Rosella nampak begitu serius sampai mereka pun penasaran. "Jordan, Jessica ... aku ... aku minta maaf karena sudah membuat kekacauan seperti ini." "Aku ... aku tidak akan menyalahkan siapa pun, aku yang salah, mungkin memang aku yang tidak teliti, aku yang teledor, dan aku yang harus bertanggung jawab." "Jangan sampai WHA menjadi omongan orang hanya karena aku. Maafkan aku sekali lagi!" "Tapi kalau tidak keberatan, maukah kalian menemaniku menemui Om dan Tante? Jujur aku masih takut menemui mereka sendirian karena itu, aku minta ditemani.""Aku ... aku mau meminta maaf dan mengakui semuanya, mengakui semua kebohonga
"Kita tidak boleh membiarkan Livy sampai buka mulut, Jordan! Dia itu ternyata pengacau yang mempunyai hati yang busuk!" Jessica terus menggeram kesal saat ia sudah ada di ruang kerjanya bersama Jordan. Jordan sendiri membawa Livy keluar dari perusahaan tadi dan setelah memastikan Livy pergi dengan mobilnya, Jordan pun menghampiri Rosella, namun Rosella sudah diurus oleh Tami dan Tami pun meminta Jordan menemui Jessica saja. Jordan sendiri begitu kaget mendengar ucapan Jessica karena ia belum tahu kalau Jessica sudah mengetahui semua kisah hidup Rosella. Walaupun malam itu Jordan mengantarkan Jessica yang mabuk pulang ke rumah, tapi ia sama sekali tidak tahu apa yang Rosella dan Jessica bicarakan sewaktu Jordan mengambil jasnya di bawah. "Kau ...." Jordan nampak ragu. "Kau ...," ulang Jordan yang begitu bingung dengan sikap Jessica. Namun, Jessica yang memahami maksud adiknya hanya memicingkan mata. "Aku apa? Aku sudah tahu apa yang menimpa Rosella. Aku sudah tahu kalau dia per
Para peserta rapat akhirnya mengikuti keluar dengan suara yang masih ribut dan dalam sekejap ruang rapat pun menjadi sepi. Hanya tersisa Tami dan beberapa arsitek yang tergabung dalam tim, Jordan, Rosella, Jessica, dan Livy. Livy nampak tersenyum tipis menatap Rosella dan menatap semua kekacauan ini lalu dengan santai ia melenggang keluar dari ruang rapat. Namun, Jessica tidak membiarkannya pergi begitu saja. "Livy!" teriak Jessica yang mengikutiLivy keluar dari ruangan. Livy pun menoleh menatap Jessica. "Kau juga tidak percaya padaku, hah, Jessica? Dia itu mantan orang gila yang mungkin sampai sekarang masih tetap gila. Untuk apa kau membelanya lagi?" "Bukan dia yang gila, tapi kau yang gila, Livy! Mengapa kau harus mengatakan semua itu di depan banyak orang, hah? Benar saja kata ayahku kalau semua orang di sana tidak berpendidikan, termasuk kau, Livy!" "Terserah kau mau bilang apa, Jessica! Tapi semua yang kukatakan adalah kenyataan!" Jessica yang mendengarnya hanya tertawa
Suara lantang Livy membuat semua orang membelalak kebingungan. Jessica sendiri langsung membelalak dan menoleh tidak percaya ke arah Livy. Memang Jessica sudah mengetahui semuanya, namun Jessica tutup mulut dan ikut menyembunyikan semuanya sampai detik ini. Karena itu, Jessica sama sekali tidak menyangka kalau Livy mengetahui kenyataan itu dan membocorkannya seperti ini di depan semua orang. Jordan dan Rosella sendiri juga membelalak. Jordan yang panik mendengar Livy mengatakannya, sedangkan Rosella yang langsung gemetar karena masa lalunya terungkap. Rosella melirik ke arah Jessica dan Rosella pun pasrah kalau memang Jessica yang membocorkan semuanya, walaupun Rosella masih belum mau menuduh. Tapi selama ini Rosella tahu Jessica sangat dekat dengan Livy. Adipura dan Imelda juga membelalak kaget, namun ia masih belum mengerti apa maksud Livy, begitupun dengan peserta rapat yang juga masih tidak mengerti maksud Livy. "Apa maksudnya, Bu Livy? Siapa yang mantan pasien dengan gang
Rosella berangkat ke kantor pagi itu dan semua arsitek yang akan ikut rapat ternyata sudah menunggunya. Mereka pun saling memberi semangat, sebelum akhirnya mereka dibriefing singkat dan masuk ke ruang rapat yang lebih besar daripada biasanya, seperti ruang sebaguna yang besar dan artistik. Jantung Rosella pun berdebar begitu kencang begitu ia masuk, tapi Jordan terus menyemangatinya. Tidak lama kemudian, satu persatu peserta masuk ke sana yang terdiri dari banyak manager senior. Ada juga perwakilan perusahaan lain yang langsung menempati posisi masing-masing. Dan terakhir Adipura dan Imelda juga masuk ke sana, diikuti oleh Jessica dan Livy. "Aku senang sekali semua berkumpul di sini. Seperti yang kita tahu kali ini kita akan mengerjakan proyek besar dan aku juga sudah menunjuk arsitek utama yang akan bertanggung jawab dalam proyek ini." Adipura membuka rapat. "Arsitek muda yang belum lama bergabung dengan WHA, tapi kemampuannya sudah tidak perlu diragukan lagi." "Mari kita sam
"Bagaimana hari ini, Sayang?" Jonathan melakukan video call dengan Rosella dan Julio, sebelum mereka tidur malam itu. Dan Julio pun begitu senang melihat Jonathan yang begitu ia rindukan. Jonathan sendiri sudah mendengar semua cerita detail tentang Rosella dari Jordan dan Jonathan tidak berhenti berterima kasih pada Rosella. Walaupun Rosella sendiri sebenarnya tidak menceritakan apa pun pada Jonathan karena memang ia tidak mau bersikap berlebihan. "Semuanya baik, Jonathan. Julio sekolahnya juga pintar." "Tadi Julio belajar sama Mama sebelum tidur, Papa," celetuk Julio. "Benarkah? Belajar apa, Sayang?" "Julio belajar menulis." "Haha, apa Julio sudah pintar menulis sekarang?""Sedikit-sedikit bisa, Papa. Di rumah Grandma juga Julio belajar menulis." "Siapa yang mengajarimu, Julio?" "Grandpa. Hehe, tulisan Grandpa bagus." Jonathan yang mendengarnya pun langsung tertawa pelan. Mendadak ingatan masa kecil saat Adipura mengajarinya menulis pun muncul di otaknya. "Ya, Grandpa su
Livy keluar dari ruang kerja Jessica dengan geram dan ia langsung melangkah ke ruang kerjanya sendiri. Livy pun melangkah mondar mandir di ruang kerjanya sambil memekik kesal. "Sial kau, Jessica! Hanya karena diselamatkan seperti itu, mendadak kau ada di pihaknya?" "Kau sudah tidak mendukungku lagi bahkan kau mendukung hal yang tidak masuk akal seperti ini!" "Sebenarnya apa yang Om Adipura dan Tante Imelda inginkan? Membuat Rosella akhirnya mewarisi perusahaan ini? Haruskah mereka memperlakukan Rosella begitu special? Sial!" Livy tidak berhenti menggeram kesal sambil duduk di meja kerjanya. Ia pun memejamkan matanya dan berpikir keras, sebelum akhirnya ia memutuskan sesuatu. "Baiklah, Livy! Kau tidak bisa diam lagi karena ternyata satu persatu orang yang berpihak padamu sekarang pindah dan kau sudah tidak punya teman lagi. Bahkan Tante Imelda dan Jessica juga sudah berpihak pada Rosella." "Aku harus melakukan sesuatu. Ya, aku harus melakukan sesuatu," seru Livy sambil meraih po