Dave mendadak gelisah tatkala menyadari tabletnya tertinggal di rumah. Ia merasa sangat kesal dengan dirinya sendiri. Sebal dengan kecerobohannya. Karena kecerobohannya, ia tidak bisa mengamati aktivitas Maura di kamarnya. Beberapa menit yang lalu Dave menelepon Bibi Tilda, menanyakan apakah Maura pergi ke perpustakaan hari ini. Jawaban Bibi Tilda membuat Dave kecewa. Menurut Bibi Tilda, Maura memutuskan untuk mengerjakan tesis di rumah. Maura juga berencana untuk melanjutkan tugas membaca surel dari Dave.
Entah sudah berapa kali Dave meninju tepian meja kerjanya. Rasa sakit menjalari buku-buku jarinya. Dave meraih ponselnya, melihat agenda apa saja yang harus dijalaninya hari ini. Dave memang terbiasa untuk mencatat sendiri agenda penting yang tidak bisa ia wakilkan. Meskipun Matt juga tidak pernah alpa untuk mengingatkannya, namun Dave lebih suka untuk mengurus sendiri hal penting seperti ini.
Kau memang berengsek, Dave. Maki Maura sambil terus berjalan melintasi halaman. Langit yang telah gelap pekat serta cahaya temaram membuat Maura dengan mudah tidak diketahui pergerakannya. Begitu sampai di luar pagar rumah aDave, Maura segera menuju halte. Ia berharap masih ada bus ke arah kampus.Dirogohnya saku celana sebelah kanan untuk mencari ponsel. Ternyata end aitu tidak ada di dalam saku celana Maura. Maura pun segera membuka ranselnya dan lagi-lagi ponselnya tidak ia temukan. Maura kemudian mencoba mengingat-ingat di mana ia terakhir kali meletakkan ponsel.Ahh… pasti tertinggal di atas tempat tidur. Maura benar-benar kesal dengan dirinya sendiri. Tepat pada saat Maura menutup ranselnya, bus yang ditunggunya datang.
Dave sedang menikmati sarapan ketika ponselnya berdering nyaring. Nama Matt muncul pada layar yang berkedap-kedip. Dave segera meraih ponselnya dan menggeser ikon telepon berwarna hijau.“Boss.” Panggil Matt dari ujung telepon. Dave berharap Matt membawa berita bagus.“Bagaimana, Matt?”“Maura tidak terlihat di perpustakaan, Boss.” Matt berkata dengan suara bergetar. Sungguh ia sangat gugup saat ini. Matt harus berbohong pada Dave dan di saat yang sama Maura tengah menatapnya dengan sorot memelas. Meminta penuh harap padanya agar berbohong.“Tetap di kampus s
Dave sangat kesal karena Maura tak kunjung kembali dari berpamitan dengan Mev Inge. Sesekali diliriknya jam di pergelangan tangan kirinya. Tengah malam sudah berlalu hampir enam puluh menit. Dari arah dapur, terdengar suara Mev Inge dan Maura saling bersahutan. Tak jarang derai tawa Mev Inge terdengar.Dave yang kesal kemudian beranjak dari duduknya dan menuju dapur. Dilongokkan kepalanya, mencari keberadaan Maura. Mev Inge yang pertama kali menyadari kehadiran Dave memberi kode Maura dengan mengangkat sepasang alis diiringi dagunya. Maura mengikuti arah yang ditunjuk Mev Inge. Dave telah berdiri dengan senyum canggung, menatap penuh tanda tanya pada dua perempuan beda usia itu.“Maura, ayo kita pulang.” Dave mengajak Maura.“Mev, saya pamit ya. Terima kasih untuk semuanya.”
Dave keluar dari kamar dengan tergesa. Amarah masih menyelimuti dirinya akibat penolakan Maura. bergegas Dave menuju kamarnya di lantai dua. Ia ingin segera membersihkan diri kemudian berangkat ke kantor.Langkah Dave terhenti kala dilihatnya Maura tengah sibuk di dapur. Dengan cekatan Maura menyiapkan bahan makanan kemudian memasaknya. Dua tungku kompor yang menyala bersamaan membuat Maura harus bergerak cepat. Terlintas dalam benak Dave untuk menolak sarapan yang saat ini sedang dibuat oleh Maura, meskipun tadi ia sendiri yang meminta. Dave berencana akan mengatakan itu nanti, sebelum ia berangkat ke kantor.*Dave tampak memperbaiki posisi dasinya di depan cermin. Setelahnya dirasa pas, Dave kemudian mengambil salah satu jam tangan di kotak penyimpanan lalu memakain
“Kau dari mana, Dave?” Caroline langsung menanyai Dave tatkala dilihatnya Dave menuruni tangga.“Kamar Maura.” Jawab Dave singkat. Ia lalu mengempaskan tubuhnya di sofa. Caroline yang masih duduk di kursi meja makan akhirnya beranjak menghampiri Dave. Ia pun memilih duduk di samping Dave. Ditatapnya Dave yang terlihat kusut dan lesu.“Maura itu siapa?” Caroline mengawali interogasinya. Dave terlihat enggan menjawab. Ia tahu Caroline akan terus menanyainya sampai puas.“Maura itu mahasiswa master di kampus kita.”“Bagaimana kalian bertemu?”“Kami bertemu tidak sengaja. Terjadi begitu saja di kampus.”Caroline m
Dave dan Maura kini menjadi lebih irit bicara. Banyak hal yang dulunya mendekatkan mereka kini menjadi kebalikannya. Ketika harus terjebak dalam ruangan atau situasi yang sama berdua saja, baik Dave atau Maura mampu bertahan dalam kebisuan masing-masing. Ketika Dave meminta Maura untuk mengecek, membaca, dan membalas surel yang masuk, biasanya ia akan memberi tahu Maura secara langsung atau menelepon sendiri. Namun kini Dave selalu menyuruh Matt untuk memanggil Maura.Maura mengetuk pintu ruang kerja Dave satu kali. Terdengar suara Dave menjawab dari dalam. Perlahan, Maura membuka pintu dan mendapati Dave tengah sibuk di balik meja kerjanya. Dengan isyarat gerakan dagunya, Dave menunjuk apa yang harus dikerjakan Maura. Maura mengangguk paham dan segera menuju komputer yang terletak di sisi kanan meja kerja Dave.Jemari Maura yang bergerak lincah di atas
Maura berjalan dengan langkah gontai meninggalkan café Mev Inge. Hari masih sangat pagi sehingga belum ada bus yang beroperasi. Maura kecewa karena Mev Inge tidak mengizinkannya membantu pekerjaan paginya, belanja bahan makanan lalu mengolahnya.Kalian seharusnya menyelesaikan masalah secara dewasa. Orang dewasa melakukannya dengan bicara, Maura…. berkomunikasi. Bukan kabur seperti ini.Rasanya setiap kata yang diucapkan Mev Inge masih terdengar sangat jelas di telinga Maura. Maura bisa menangkap kesal yang teramat sangat pada suara Mev Inge. Tapi, mau bagaimana lagi. Maura benar-benar tidak tahan melihat tingkah Dave.Kau cemburu, Maura?“Tentu saja.” Maura menjawab pertanyaan dirinya dengan suara cukup lantang. Un
Maura sedang menuruni tangga ketika Dave muncul dengan wanita yang berbeda lagi. Maura hampir terjatuh karena mengira kakinya telah menginjak anak tangga terakhir. Untunglah refleks Maura masih bagus sehingga ia bisa dengan cepat meraih pegangan tangga yang tidak jauh darinya.Wanita berbeda lagi. Batin Maura. Maura menatap Dave dan wanita di sampingnya bergantian.“Maura, Ini Sofia.” Ucap Dave santai. Tangan Dave yang tadinya menggandeng tangan Sofia kini berubah posisi. Dave seolah sengaja melingkarkan di pinggang wanita itu. Maura masih terdiam, namun akhirnya ia membalas juga sapaan Dave.“Hai Sofia.” Maura melambaikan tangan dengan memaksakan sebuah senyuman. Dave lalu mengajak Sofia untuk duduk&