Home / Romansa / Mengejar Cinta Ustaz Tampan / BAB 3: Kegalauan Dian

Share

BAB 3: Kegalauan Dian

Author: LeeNaGie
last update Last Updated: 2022-03-09 12:18:52

“Dian, besok kamu datang ke Kementerian Sosial. Coba cek kegiatan menteri sekarang apa saja? Berita tentang beliau tidak segencar awal menjabat belakangan ini,” titah Gatot, redaktur keceh Yohwa.com and Magazine.

“Untuk berita media cetak kamu bisa cari topik apa saja yang kontroversi. Kamu udah pintarlah cari hot topic tanpa perlu disuruh lagi,” tambah pria itu menepuk bahu Dian sebelum meninggalkan ruang rapat.

Gadis itu hanya bisa pasrah seraya membuang napas lesu. Pikirannya sekarang bercabang. Tidak hanya masalah pekerjaan, tapi juga teror jodoh yang dilayangkan oleh sang Ibu. Kasihan juga jika Citra tidak jadi menikah karena dirinya.

“Nggak pulang, Kak?” tanya wartawan satu bidang dengannya saat melihat Dian masih bergeming di tempat duduk.

Kepala Dian bergerak lesu ke kiri dan kanan. Dia mengambil laptop dan buku catatan sebelum berdiri.

“Lagi nggak mood pulang gue, Cong,” jawabnya dengan wajah malas.

“Kok gitu?” Perempuan berkerudung itu melihat Dian dengan kening mengernyit. Tampak kegalauan di paras bulat tersebut. Dia berjalan pelan menyusul senior yang sudah terlebih dahulu keluar ruang rapat.

“Lagi panas di rumah.”

Dian menarik napas pendek seraya meletakkan lagi laptop dan buku catatan di atas meja kubikel. Sedetik kemudian dia terduduk lesu di kursi kerjanya. Ruangan kerja di bagian berita politik memanjang. Setiap meja kerja wartawan hanya dibatasi kubikel berwarna hijau muda. Dian dan Syukria duduk bersebelahan, sehingga mereka menjadi dekat.

“Masalah jodoh lagi?” tebak perempuan yang berusia lima tahun di bawah Dian.

Kepala yang dihiasi rambut model bob itu mengangguk cepat. Tangan Dian mengambil sesuatu dari tas ransel, lalu mengeluarkan satu kotak brownies yang dibeli tadi siang.

“Nih camilan buat ganjel lapar, Syuk,” tawar gadis itu menyodorkan kotak brownies kepada Syukria.

“Makasih, Kak,” ucap Syukria mengambil satu potong brownies, kemudian menggigitnya sedikit.

“Emang kenapa sih Kak Dian nggak mau dijodohin?” sambung Syukria setelah menelan gigitan brownies.

Dian melihat brownies yang ada di tangan, lalu mencomotnya seperempat. Potongan brownies langsung masuk ke mulut.

“Males. Coba lo bayangin deh nikah sama orang yang nggak dikenal dan nggak dicintai. Gimana ceritanya tuh,” tanggap Dian bergidik ngeri.

“Sahabat kakak juga nikah tanpa cinta, tapi sekarang rumah tangganya langgeng tuh,” komentar Syukria membuat wajah Dian berkerut.

“Itu karena si Rara dapat laki baik banget.” Dian berdecak kagum membayangkan perubahan besar dalam diri sahabatnya, Raline, sekarang.

“Ya kali aja nanti dapat suami juga baik.” Syukria mengambil tumbler minuman yang ada di atas meja. Setelah meneguk dua kali air minum, ia kembali menghadap kepada Dian.

“Aku juga nikah dijodohkan loh, Kak. Awalnya nggak cinta, tapi alhamdulillah cinta bisa tumbuh seiring berjalannya waktu,” jelas wanita itu seraya menyeka ujung bibir dengan tisu.

“Lo dijodohkan juga?” Dian menatap tak percaya.

Syukria menganggukkan kepala. “Lewat taaruf sih sama teman kakakku.”

Bola mata hitam bulat Dian berputar malas. “Yeey, sama orang yang dikenal enak, Cong. Lha cowok yang mau dikenalin nyokap gue nggak ada yang kenal satupun.”

“Auah, pusing banget gue. Adik gue yang kepengin nikah, malah gue yang didesak nikah,” keluh Dian mengembuskan napas singkat.

Kening Syukria kembali berkerut mendengar ucapan Dian barusan. “Aku juga langkahin Kakak kok, Kak. Emang kenapa kakak yang disuruh nikah? ‘Kan nggak ada hubungannya.”

Dian langsung menegakkan tubuh. “Serius? Emang boleh langkahi Kakak?”

Wanita berkerudung itu mengangguk lagi. “Kak Raline juga duluan nikah dari kakaknya, ‘kan?”

Gadis itu menaikkan bola mata seraya mencibir dan melempar tisu yang sudah diremas ke wajah Syukria. “Kakak si Rara cowok, Cong. Lha gue ‘kan cewek.”

“Eh, lo kok tahu banyak sih tentang si Rara?” Dian menyipitkan mata ketika melihat Syukria.

“Aku ngefans sama Kak Raline. Dari dulu ngikutin beritanya. Ikutan sedih juga waktu dia ditinggal kabur pas nikah. Untung dapat suami cakep, bule lagi,” komentar Syukria dengan wajah berbinar.

Dian manggut-manggut membenarkan perkataan Syukria. Menurutnya Raline memang wanita yang beruntung. Apalagi pernikahan yang berawal tanpa cinta, bisa langgeng hingga sekarang.

“Tapi nih ya, Kak. Dalam Islam nggak ada larangan langkahi kakak loh. Justru jika sudah ada jodohnya ya dianjurkan untuk menikah, bahkan bisa jadi wajib.” Syukria mengubah posisi duduk menjadi tegak dan menatap serius Dian. “Kasih pengertian aja sama mama kakak. Dosa loh larang orang nikah kalau nggak ada syariatnya.”

“Gitu ya? Jadi nggak harus gue yang nikah dulu?” Dian dan pengetahuan agama yang minim.

“Beneran, Kak. Tapi Kakak juga harus ikhtiar cari jodoh. Jangan sampai nggak nikah loh. Menikah itu sunah, barang siapa yang nggak mengamalkan sunah Rasulullah, orang itu bukanlah bagian dari umatnya.” Syukria memberi penegasan ketika mengucapkan bagian terakhir.

Dian kembali bergidik sembari mengusap tengkuk yang terasa merinding. Mata hitam bulat itu terpejam sebentar ketika ingat dengan nasihat yang diucapkan Daffa beberapa tahun lalu.

Oke, besok subuh gue akan berikhtiar cari jodoh di masjid, batinnya tanpa ragu.

***

Besok hari menjelang waktu subuh

Bunyi alarm ponsel terdengar nyaring memekakkan telinga. Dengkusan keras keluar dari sela hidung berukuran sedang milik gadis yang masih berada di bawah selimut. Berkali-kali ia mematikan alarm, suara nada dering kembali terdengar. Dian sengaja memasang empat alarm dengan rentang waktu lima menit dari alarm sebelumnya.

“Gue ngapain sih?” gumamnya dengan suara serak khas bangun tidur.

Cari cowok baik-baik di masjid subuh-subuh, Dian. Dasar pe’a, gerutu hatinya.

Dalam hitungan detik selimut yang menutupi tubuh langsung turun ke bawah. Mata yang tadi enggan dibuka, kini membulat sempurna.

“Bener, gue mau ke masjid cari jodoh!” serunya yakin.

Sesaat kemudian wajah yang tadi cerah, tiba-tiba berubah mendung.

“Kalau isinya aki-aki semua gimana?” Dian menarik lagi selimut menutupi hingga kepala.

“Nggak ada salahnya lihat dulu daripada menduga-duga.” Penggalan percakapan dengan Keysa kemarin kembali terngiang.

“Bener juga sih. Nggak ada salahnya dicoba dulu,” ujar Dian langsung mengubah posisi menjadi duduk. Dengan tekad yang bulat, ia langsung beranjak ke kamar mandi. Pagi ini, gadis tersebut memutuskan mandi terlebih dahulu agar wangi.

Selang lima belas menit kemudian, Dian sudah kembali lagi ke kamar mengenakan pakaian rumah. Langkah kaki bergerak menuju lemari, berniat mencari mukena yang sering dikenakan ketika melakukan salat Ied. Kepala auto terkulai lesu ke kanan saat ingat mukena dan sajadah yang dikenakan pasti berbau apek, karena sudah lama menjadi penghuni tetap lemari.

Bibir tipis itu melebar ketika tilikan mata berpindah ke arah pewangi pakaian. “Ayo, Di. Bau apek mukena dan sajadah bisa hilang pakai pewangi,” bisiknya seraya menaik-naikkan alis.

Sreet!

Sreet!

Sreet!

Beberapa semprotan telah memenuhi bagian permukaan satu setel mukena dan selembar sajadah. “Untuk menjaga kebersihkan kening, jadi bawa sajadah sendiri.”

Gadis itu mengendap-endap keluar dari kamar, khawatir jika ada yang memergoki. Bisa jadi bahan tertawaan jika sampai sang Adik melihat dirinya pergi ke masjid subuh-subuh. Dian paling tidak suka diejek dan diolok-olok oleh Citra.

Aman. Sekarang tinggal ke sana, batinnya menatap sengit pintu keluar rumah.

Kepala yang dihiasi rambut pendek itu bergerak ke kiri dan kanan dengan awas. Setelah memastikan belum ada pergerakan apa-apa di ruang tamu dan dapur, Dian segera melangkah cepat menuju pintu. Embusan napas lega meluncur begitu saja ketika berhasil melewati pintu rumah.

“Misi pertama selesai!” serunya mengantongi kunci rumah yang dipegangnya. Beruntung masing-masing penghuni memiliki kunci pintu masuk.

Dian menarik napas dalam terlebih dahulu, sebelum melangkah keluar pekarangan rumah. Jari tangan bergerak ke arah kepala, memastikan rambutnya sudah rapi. Pandangan turun ke bawah melihat pakaiannya telah layak dikenakan ke majid.

“Waktunya menjalankan misi berikut.”

Gadis itu melangkah maju tak gentar menuju masjid yang sebenarnya tidak jauh dari rumah. Hanya memakan waktu lima menit berjalan kaki. Namun selalu saja berat untuk dikunjungi.

Tiba di halaman masjid, netra hitam miliknya bergerak awas ke arah pintu masuk jamaah laki-laki. Seperti dugaan, mayoritas jamaah berusia lima puluh tahun ke atas. Sebentar! Kelopak mata Dian berkedip pelan, ketika melihat keberadaan anak berusia sekitar sepuluh tahun sedang melepaskan sandal sebelum memasuki masjid.

“Ada anak-anak juga ternyata.” Dian kembali bermonolog pelan. Paling tidak, kehadiran anak berusia sepuluh tahun, perlahan mengikis pikiran tentang usia jamaah masjid.

Suara adzan menyela monolog yang dilakukannya. Gadis itu segera melangkah menuju tempat mengambil air wudu. Begitu selesai mengambil wudu, Dian langsung dduduk di saf paling belakang. Pandangannya beredar melihat jamaah yang menunaikan salat sunah dua rakaat.

“Duduk depanan, Neng,” sapa seorang ibu-ibu berusia enam puluh tahunan seraya menepuk ruang kosong yang ada di samping, setelah melakukan salat sunnah.

Dian menganggukkan kepala seraya nyengir. “Di sini aja, Bu.”

Ibu itu mengibaskan tangan, lalu menepuk lagi ruang kosong yang di depan. “Jamaah wanita subuh-subuh tidak ramai. Biasanya satu saf,” jelasnya membuat Dian menelan ludah.

Yang ada di pikiran gadis itu sekarang adalah masjid yang didatangi jamaah ketika salat Ied dilaksanakan. Masjid yang ramai hingga penuh sampai bagian luar.

“Ya, Bu. Saya ke sana,” sahut Dian merasakan pipi yang memanas karena malu.

“Nah begitu. Habis salat subuh, katanya ada kultum dari ustaz lulusan Inggris.” Ibu tadi kembali mengajak Dian berbicara.

“Oya?” tanggap Dian kikuk.

“Ustaznya masih muda, tapi sudah punya gelar doktor,” balas perempuan paruh baya tersebut.

Wajah Dian langsung semringah mendengar perkataan wanita yang entah siapa ini. Pandangannya beralih ke arah saf laki-laki, meski terhalang tirai pembatas. Paling tidak, ada secercah harapan di hati dengan kehadiran pria yang katanya masih muda ini.

Suara ikamah menyela harapan yang mulai terpupuk di hati Dian. Saatnya menunaikan ibadah salat subuh. Tiba-tiba terasa colekan dari samping kanan, tempat ibu tadi berdiri.

“Ternyata ustaz itu yang jadi imam,” bisik perempuan paruh baya itu mengerling ke arah tempat imam berdiri.

Lirikan mata Dian beranjak ke tempat yang dimaksud oleh ibu tadi. Meski hanya melihat bagian belakang kepala hingga bahu, ia bisa memperkirakan usia pria yang kini bersiap untuk memimpin salat Subuh. Tubuh tinggi dan tegap, terlihat dari bahu. Rambut ditutupi peci berwarna putih.

Kayaknya masih muda banget tuh, duganya dalam hati.

Jantung Dian tiba-tiba menjadi gaduh ketika pria yang berdiri di tempat imam menoleh ke belakang. Mata hitam bulat itu tidak berkedip sedikitpun melihat sosok tampan nan rupawan sedang mengecek saf, sebelum salat dimulai. Hidung mancung itu terlihat begitu elok dari samping, ditambah lagi wajah sawo matang yang teduh karena sering terkena air wudu.

“Saf lurus dan dirapatkan,” ucap suara bariton membuat Dian merinding disko.

Abang Daffa bener. Gue ketemu malaikat pagi-pagi di masjid, bisik Dian di dalam hati dengan tatapan masih berbinar melihat sosok pria berparas tampan.

Bersambung....

Related chapters

  • Mengejar Cinta Ustaz Tampan   BAB 4: Si Ustaz Tampan

    Dian tersenyum sendiri ketika ingat dengan bacaan ayat al-qur’an yang dilantunkan oleh ustaz tampan ketika salat subuh tadi. Suaranya begitu merdu, iramanya juga indah. Terdengar seperti bacaan imam salat Ied di televisi.“Nak Fajar itu lulusan S1 Universitas di Madinah. Makanya bacaan suratnya bagus dan jelas,” kata wanita paruh baya bernama Jamilah, yang tadi duduk di sebelah Dian. Dialog itu tercipta ketika ia memuji kefasihan ustaz tampan bernama Fajar dalam membacakan ayat demi ayat al-qur’an.Gadis itu langsung menelan ludah ketika ingat dengan nama Fajar. Seperti baru saja didengar dua hari terakhir, tapi di mana ya?“Astaga!” serunya menepuk kening sendiri saat berdiri di depan cermin kamar.“Namanya sama dengan cowok yang kemarin bikin dinding mobil kantor lecet. Mana gue lupa lagi telepon gara-gara kebanyakan pikiran,” sambung Dian segera mengambil ponsel dari atas nakas.“Kartu nama!&

    Last Updated : 2022-03-09
  • Mengejar Cinta Ustaz Tampan   BAB 5: Pertemuan Kedua atau Ketiga?

    Seperti pagi sebelumnya, Dian kembali melakukan salat Subuh ke masjid. Tentu saja berharap bisa berjumpa lagi dengan ustaz tampan bernama Fajar yang telah mencuri perhatiannya. Ah, hatinya juga.Jangan pernah berpikir gadis itu telah menunaikan salat lima waktu, seperti yang diwajibkan kepada seluruh umat Islam. Tidak! Dian hanya menunaikan salat Subuh saja, itupun dengan niat yang salah. Apalagi jika bukan mencari jodoh dan pagi tadi untuk bertemu dengan Fajar.Namun harapan tak sesuai dengan kenyataan. Pria yang diidamkan ternyata tidak menunjukkan batang hidung di masjid tersebut. Dian kecewa luar biasa sampai berkali-kali ingin bertanya kepada ibu kemarin. Untuk menjaga wibawa, akhirnya ia menelan mentah-mentah pertanyaan tersebut.“Cari ape sih, Mpok?” tanya Citra ketika melihat Dian krasak-krusuk mencari sesuatu di lemarinya.Dian menoleh malas sebentar ke sela pintu, kemudian fokus lagi mengacak bagian dalam lemari.“Ditany

    Last Updated : 2022-03-09
  • Mengejar Cinta Ustaz Tampan   BAB 6: Pertemuan Mendebarkan

    “Bapak lagi nggak bercanda, ‘kan?” Dian masih belum percaya kalau Fajar yang ditaksirnya adalah Fajar yang menyerempet mobil kantor dua hari yang lalu.Bibir berisi pria itu tertarik ke samping, sehingga gigi berukuran besar tampak jelas. Tunggu, sepertinya ada gingsul di sebelah kiri. Sudah jelas menambah keelokan paras Fajar.Bagaimana dengan ekspresi Dian ketika melihat makhluk ciptaan Allah yang nyaris sempurna di matanya? Melongo pemirsa. Tampak binar cinta di matanya seiring dengan dada yang bergemuruh.Sadar, Di. Jaga image. Apa-apaan sih lo? Cowok kayak gini belum tentu masih single, kali aja udah punya bini, batinnya menyadarkan diri.Ah, kalau modelannya begini, gue rela jadi yang kedua kok, bisik hati satu lagi.“Mbak mungkin lupa karena saya waktu itu pakai helm, tapi saya masih ingat dengan wajah Mbak.” Perkataan Fajar mampu menyeret Dian ke alam nyata.Dia ingat wajah gue? Jan

    Last Updated : 2022-04-07
  • Mengejar Cinta Ustaz Tampan   BAB 7: Langkah Pertama

    Dian benar-benar dibuat terkesima oleh penjelasan Fajar mengenai politik dan Islam. Juga sejauh mana peran ulama dalam menyikapi isu politik yang sedang memanas. Menurutnya ulama berperan penting dalam mengawasi alur politik Negara Kesatuan Republik Indonesia, sehingga tidak seharusnya dibatasi. Tentunya sejauh tidak memprovokasi umat.“Bayangkan jika ulama didiskriminasi dan dibatasi suaranya dalam berpolitik, kita tidak akan mengenal Buya Hamka, Muhammad Natsir, H. Agus Salim, Sutan Sjahrir dan Muhammad Hatta. Beliau semua adalah tokoh Islam dan da’i.” Fajar menarik napas terlebih dahulu sebelum melanjutkan perkataannya. “Hal ini berbeda makna dengan para politisi yang membawa-bawa agama dalam mendapatkan suara dan simpati dari rakyat. Sangat disayangkan jika ada yang seperti itu,” papar Fajar menjelang wawancara berakhir.Dian manggut-manggut paham dengan apa yang disampaikan oleh Fajar. Gadis itu sangat setuju dengan pemaparan yang dis

    Last Updated : 2022-04-07
  • Mengejar Cinta Ustaz Tampan   BAB 8: Weekend Bersama Rempongers

    Beragam warna mata kini menatap Dian bingung. Mereka butuh penjelasan maksud perkataan gadis itu barusan. Mengubah penampilan seperti apa yang ingin dilakukan?“Jelaskan, Di. Tak paham aku maksud perkataan kau itu. Ubah penampilan macam mana?” Gita dengan rasa kepo tingkat tinggi, disambung dengan anggukan kepala oleh sahabatnya yang lain.“Sebentar!” sela Raline seraya meletakkan kedua tangan di atas meja. Mata cokelat lebarnya menatap Dian serius. “Jangan bilang sumpah gue jadi kenyataan.”Bibir tipis Dian mengerucut sebelum kepala bergerak ke atas dan bawah. Gadis itu ingat dengan apa yang pernah dikatakan oleh Raline beberapa tahun lalu.“Awas lo ya, Di. Beneran gue sumpahin nikah sama ustaz lo nanti.” Begitulah yang dikatakan oleh Raline pada waktu itu.“Mana ada ustadz yang mau nikah sama cewek kayak gue, Cong? Yang bener aja lo,” timpal Dian terdengar konyol. Sekarang malah dirinya

    Last Updated : 2022-04-08
  • Mengejar Cinta Ustaz Tampan   BAB 9: Mencari Tahu Tentang Fajar

    Menjelang subuh, Dian sudah duduk termenung di pinggir tempat tidur. Mata hitam bulatnya mengecil ketika memikirkan bagaimana cara mencari informasi lebih banyak lagi tentang Fajar. Tangannya langsung bergerak meraih ponsel dari atas nakas, kemudian mencari sosial media pria itu.Kepala terkulai lesu ketika tidak menemukan satupun sosial media atas nama Fajar Faizan yang berprofesi sebagai dosen di salah satu Universitas Islam. Foto profil yang mengacu kepada pria itu juga tidak ada.“Masa iya tanya ke Bu Jamilah?” Kepalanya menggeleng cepat. “Gengsi ah. Apalagi kalau dese tahu gue suka sama Fajar.”Dian menggigit bawah saat masih berpikir keras. Embusan napas lesu meluncur dari sela bibir tipisnya saat belum menemukan solusi. Pandangan netra bulat itu beranjak ke arah dinding, masih ada waktu dua puluh menit menjelang subuh. Alhasil gadis itu segera melangkah ke kamar mandi.Genap hari keempat melakukan rutinitas baru salat Subuh

    Last Updated : 2022-04-08
  • Mengejar Cinta Ustaz Tampan   BAB 10: Belajar Menjadi Muslimah

    Dian mengedarkan pandangan ke arah pintu masuk depan Thamrin City, pusat perbelanjaan yang sebenarnya berdekatan dengan Tanah Abang. Gadis itu malas berbelanja ke Tanah Abang, karena sudah pasti dibuat bingung dengan beragam pilihan yang terlalu banyak. Menurutnya berbelanja di Thamrin City jauh lebih mudah, karena modelnya sudah pilihan terbaik.Senyum mengembang di paras ketika melihat seorang perempuan berkerudung yang sangat dikenal. Siapa lagi jika bukan teman satu kantor bernama Syukria. Hanya wanita itu yang bisa memberi saran model pakaian yang akan dikenakan nanti.“Duh gue nggak enak sama laki lo deh, Syuk,” ucap Dian dengan wajah bersalah setelah mereka berdekatan.Wajah Syukria mengernyit sedikit saat kepala bergerak ke kiri dan kanan. “Santai aja, Kak. Aku udah jalan-jalan kok sama Abang kemarin.”Dian tersenyum manis sebelum merangkul lengan Syukria. “Baik banget sih. Makasih ya.”“Sama-sama,

    Last Updated : 2022-04-10
  • Mengejar Cinta Ustaz Tampan   BAB 11: Perubahan Pertama Dian

    Dian mematut lama pantulan diri sendiri di cermin. Sebuah kerudung persegi empat yang dibentuk segi tiga warna abu-abu polos, kini telah membungkus rapi bagian kepala. Style sederhana yang dipelajarinya dari youtube. Tentunya masih menutupi bagian dada.“Kerudung yang benar itu menutupi dada ya, Kak.” Kalimat yang dilontarkan oleh Syukria kemarin menjadi acuan mencari style kerudung.Turun ke bawah blus berwarna abu-abu gelap dipadu dengan rok celana berwarna hitam, menutupi tubuh yang tidak tinggi dan tidak terlalu kurus.Terdengar tarikan napas dari sela hidung berukuran sedang milik Dian, ketika mempersiapkan diri menghadapi berbagai tanggapan yang akan diberikan oleh Royati dan Citra. Mereka berdua pasti syok melihat perubahan pertama dari gadis itu. Apalagi ia tidak pernah bercerita tentang keinginan mengenakan jilbab kepada mereka.“Lo udah biasa dengerin ledekan dari mereka, Di. Sekarang nggak perlu dihiraukan lagi.” Dian me

    Last Updated : 2022-04-10

Latest chapter

  • Mengejar Cinta Ustaz Tampan   EXTRA PART: Wedding Party, London I’am Coming

    Dian terkagum-kagum melihat keindahan gemerlap lampu di pinggir sungai Thames, London. Apalagi kerlap-kerlip lampu mobil yang menyeberangi London Bridge. Sudah lama ia tidak ke kota ini, tepatnya semenjak Raline dan Aaron mengadakan private wedding party di Green Park, London. Tidak banyak yang berubah, kota London masih tetap sama dengan kesibukan yang semakin padat.“Si Kambing pinter banget pilihkan apartemen buat kita,” gumam Dian menyandarkan kepala di dada bidang Fajar.“Raline, Dian. Nggak baik berikan julukan binatang sama orang,” tegur Fajar lembut di samping kepalanya.Fajar bisa melihat pantulan ekspresi wajah sang Istri di kaca kamar kondominium milik keluarga Brown. Tidak ada kesal di sana, hanya senyum lebar terulas di paras chubby Dian yang tidak mengenakan jilbab.“Habis dia kalau ngumpat pasti bilang Kambing. Makanya suka dijuluki Rara Kambing,” balas Dian mengenang asal mulai Raline d

  • Mengejar Cinta Ustaz Tampan   BAB 42: Aku dan Kamu Menjadi Kita

    Fajar dan Dian berjalan bergandengan tangan setelah pulang dari masjid terdekat dari apartemen yang ada di daerah Cempaka Putih. Memakan waktu sekitar lima belas menit untuk sampai di sana. Pukul 03.00 pagi mereka sudah bangun, kemudian mandi junub. Yup, setelah menunaikan salat sunah, Fajar langsung membawa istrinya jalan-jalan. Dia tidak menduga wanita itu masih menjaga kesucian sampai menikah.Selesai mandi, mereka melaksanakan salat Tahajud berjamaah. Ini adalah pengalaman pertama bagi Dian salat diimami seorang pria di sepertiga malam terakhir. Rasanya begitu takzim. Sangat beruntung rasanya memiliki suami sesaleh Fajar. Terlebih pria itu membangunkannya dengan penuh kelembutan.“Bangun, Sayang. Kita salat Tahajud berjamaah dulu,” kata Fajar kemudian memberi kecupan di kening dan bibir Dian.Alhasil, Dian harus mandi pukul 03.00 agar bisa menunaikan salat sunah di malam hari. Haha!Gadis itu sempat terkejut ketika mendapati sosok tampan y

  • Mengejar Cinta Ustaz Tampan   BAB 41: Apa yang Tidak Diketahui Dian

    POV FajarSeorang pria telah mengenakan atribut lengkap mengendarai motor. Jaket kulit berwarna hitam melekat di tubuh tinggi dan bidang miliknya. Begitu helm full face terpasang di kepala, tampak sepasang mata berbentuk almond berwarna cokelat di bagian terbuka. Setelah mencantolkan tas di pundak, ia menoleh sebentar ke arah ruang tamu.“Umi, Fajar berangkat dulu. Assalamu’alaikum,” ucapnya mengulang lagi kalimat pamitan. Padahal sebelum bergerak ke dekat pintu, ia sudah mengatakan kalimat serupa.“Wa’alaikum salam. Jangan lupa pulang ke rumah, Jar. Umi mau ngomong serius sama kamu,” sahut sang Ibu dari radius lima meter.“Insya Allah, Fajar pulang kok,” balasnya lagi.Sembari menimbang kunci motor di tangan, ia melangkah menuju garasi tempat kendaraan yang menemani perjalanan menuju tempat kerja. Begitu menaikinya, Fajar langsung menarik gas, sehi

  • Mengejar Cinta Ustaz Tampan   BAB 40: Kamu yang Kutunggu

    Suasana ruangan di masjid mendadak hening, hanya suara bariton melafalkan kalimat ijab dengan lugas dan jelas yang menggema. Tak lama kemudian kata sah diucapkan oleh kedua saksi, setelah dipastikan terlebih dahulu oleh penghulu. Akad nikah diadakan di masjid dekat rumah Dian dan Fajar.Tampak kelegaan di wajah Dian yang sejak tadi tegang. Gadis itu mengucapkan kalimat syukur diiringi dengan tetes bulir bening di pipi. Allah begitu baik kepadanya, karena sudah mengabulkan doa yang dipanjatkan, agar dipersatukan dengan Fajar dalam mahligai pernikahan. Saat ini, pria tersebut telah resmi menjadi suaminya.Tubuh Dian berputar sedikit ke kanan memeluk erat sang Ibu yang menangis haru, karena putrinya telah melepas status lajang. Mereka berada di bagian jamaah perempuan yang masih dibatasi oleh tirai. Sesuai dengan permintaan Fajar, Dian tidak duduk di samping ketika akad nikah dilaksanakan.“Selamat datang di keluarga kecil Umi, Neng,” sambut Jamilah mem

  • Mengejar Cinta Ustaz Tampan   BAB 39: Kamu adalah Pilihan Terbaikku

    Malam sebelum pernikahanDian sedang duduk di tempat tidur dengan laptop di pangkuan. Mata menatap serius layar yang menampilkan lima kotak yang berisi wajah Raline, Keysa, Ina, Gita dan dirinya. Malam ini Rempongers merayakan pesta bujangan satu-satunya wanita lajang di geng mereka. Kelima perempuan absurd tersebut sedang melakukan video conference di aplikasi Zoom.“Gimana hari-hari lo setelah jadi pengangguran, Di?” Keysa menjadi penanya pertama.“Not bad. Gue bisa punya me time. Nggak perlu kejar deadline lagi. Nggak terpapar sinar matahari lagi.” Dian memajukan wajah ke arah kamera, lalu menaikkan tangan. “Tuh lihat! Kulit asli gue jadi keluar ‘kan?”Ina mengangguk setelah mengamati paras sahabatnya. “Wajah lo juga sekarang lebih cerah, Di.”“Kau betul, Na. Bahagia kali rupanya sekarang si Dian,” imbuh Gita sembari memangku an

  • Mengejar Cinta Ustaz Tampan   BAB 38: Ujian Pertama

    Setiap hubungan pasti ada ujian yang harus dilewati. Tidak terkecuali dengan pasangan yang baru saja melakukan lamaran beberapa jam yang lalu. Bagaimana Dian bisa alfa dengan hal ini? Bukankah ia juga ikut mendengarkan penjelasan mengenai isi kontrak waktu itu?“Dian bego, kok bisa lupa sih?” gerutunya pada diri sendiri seraya menggetok kepala.Begitu Gatot dan Fajar keluar untuk mendiskusikan sesuatu, Dian duduk sendirian di ruang meeting, hingga Syukria datang. Gadis itu tidak henti menyalahkan diri, karena lupa dengan isi kontrak.“Udah, Kak. Jangan salahkan diri sendiri lagi. Nggak baik,” komentar Syukria menatap prihatin.Dian merebahkan kepala lesu di atas meja seraya beristighfar. Mata terpejam ketika embusan napas keras meluncur di sela bibir. Jika hal ini terjadi sebelum hijrah, mungkin ia akan mengeluh sejadi-jadinya. Namun sekarang, ia harus memutuskan apa yang terbaik untuk dirinya dan Fajar.“Nggak usah kh

  • Mengejar Cinta Ustaz Tampan   BAB 37: Rasa Penasaran Dian

    Setelah melewati diskusi panjang yang hampir memakan waktu satu jam, akhirnya tercapai kesepakatan. Dian dan Fajar akan menikah di hari yang sama dengan Citra, tapi mereka setuju untuk tidak melakukan pesta terlebih dahulu. Raline yang dihubungi oleh Keysa tadi meminta Dian untuk menunda pesta pernikahan, karena ingin mengadakannya di London.“Siapa yang mau dateng kalau pesta di London, Ra?” tanya Dian ketika video call tadi. Raline sebagai sahabat juga ikut berdiskusi dengan kedua belah pihak keluarga.“Aku punya teman dan rekan kerja juga selama kuliah di sana,” jawab Fajar ketika melihat Dian bingung.“Teman-temanku gimana, Mas?” balas Dian dengan tatapan memelas.(Cie sudah panggil Mas nih sekarang ya, Dian. Aku dan kamu juga, bukan saya dan Bapak lagi. Haks!)“Kita-kita sahabat lo, insya Allah ikut, Di,” tanggap Keysa mengedipkan mata, karena belum pernah berkunjung ke rumah ke

  • Mengejar Cinta Ustaz Tampan   BAB 36: Drama di Hari Lamaran

    Dian menutup wajah dengan kedua telapak tangan ketika malu luar biasa. Bagaimana ia bisa tidak tahu kalau Jamilah adalah ibu kandung Fajar? Seharusnya gadis itu mengetahuinya dari bentuk mata mereka yang sama-sama terlihat seperti almond. Lebih gila lagi, ia sampai curhat mengungkapkan isi hati kepada wanita paruh baya itu.“Ya Allah, Bu. Saya malu,” cetus Dian langsung ngacir memutar balik tubuh ke kamar.“Neng Dian,” panggil Jamilah menyusul gadis itu ke kamar.Sementara Dian memasuki kamar dengan perasaan campur aduk. Ada kaget, malu, senang dan bingung. Kaget karena ternyata yang datang melamarnya adalah Fajar. Malu sudah jelas penyebabnya apa. Senang, karena doa-doa diijabah oleh Allah. Bingung, kenapa pria itu bisa melamarnya?Di sela beragam rasa yang berkecamuk di hati saat ini, Dian memutuskan untuk sujud syukur di lantai kamar. Rasa syukur tak terhingga diucapkan kepada Sang Maha Kuasa. Atas izin dari-Nya, keajaiban ini t

  • Mengejar Cinta Ustaz Tampan   BAB 35: Lamaran

    Pagi keesokan hari, Dian menatap nanar ponsel yang ada di depan mata. Pesan yang dikirimkan Fajar dua hari lalu masih belum dibalas hingga sekarang. Tubuh yang bersandar di headboard tempat tidur, akhirnya tegak saat ada dorongan untuk membalasnya.Me: Wa’alaikum salam, Pak. Maaf baru balas sekarang.Me: Saya minta maaf atas kejadian dua hari yang lalu. Syukria udah cerita semua. Bapak benar, saya salah paham. Sekali lagi saya minta maaf.Me: Kejadian itu tolong dilupakan aja ya, Pak. Ini nggak akan pengaruh pada kerjasama kita. :)Dian mengembuskan napas lega setelah mengirimkan pesan kepada Fajar. Mata yang kembali menghangat terpejam erat, menahan bulir bening yang ingin turun.Ikhlas, Di. Ikhlas. Mungkin dia bukan jodoh lo. Sekarang fokus dengan lamaran hari ini, batinnya menenangkan diri.Gadis itu segera berdiri, kemudian beranjak menuju lemari kayu tem

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status