Untuk kedua kalinya Alisya kembali dihadapkan pada suasana yang menegangkan bersama Fabian. Dan kali ini Fabian menyetir mobil lebih cepat dibandingkan kemarin. Jelas sekali Fabian lebih murka, bisa dilihat dari urat lehernya yang nampak jelas dan cengkeramannya pada setir mobil. Alisya benar-benar dalam masalah saat ini. "Kamu pikir apa yang kamu lakukan?!" bentak Fabian, usai mereka masuk ke dalam apartemen. Alisya menunduk, sejujurnya ia agak takut melihat Fabian yang sedang di puncak emosi."Alisya, jawab!""Mas bilang aku boleh bergaul dengan orang seumuran aku," cicit Alisya."Kamu bisa mikir gak, sih?!"Alisya menggertakkan gigi, merasa tersinggung. "Kan Mas juga yang izinin aku buat pergi. Terus memangnya kenapa? Aku cuma lakuin hobi aku kok!""Hobi? Nari-nari di club itu hobi kamu?!""Sebelum diseret Papa pulang dari Korea aku tiap hari latihan nari kok, sampe tengah malem. Dan itu hal yang memang aku suka. Memangnya kenapa?""Bukan masalah narinya Alisya, tapi tempatnya. K
"Nyebelin banget, sumpah!" maki Alisya, di hadapan Dian. Kemarin, setelah bersitegang dengan Fabian di meja makan, Alisya memutuskan untuk masuk lagi ke kamarnya dan berniat berdiam diri di sana. Tapi Fabian tak membiarkannya melewatkan makan siang dan makan malam. Pria itu juga meminta jadwal kuliah Alisya dan menyuruh Alisya mengirimkan bukti apabila ke depannya terjadi perubahan jadwal. Alisya kesal karena ia merasa sangat dibatasi."Eum, tapi kayaknya itu demi kebaikan kamu deh, Sya," ucap Dian. Semalam ia cemas sekali, tapi ia bersyukur karena Alisya baik-baik saja. "Dan kupikir peraturan dari suami kamu cukup beralasan.""Tapi aku gak bisa kemana-mana tau, gak? Bahkan untuk ngerjain tugas aja harus lapor. Aku juga jadi gak bisa main ke kosan kamu lagi. Males banget dilarang ini itu, padahal kemaren dia nyuruh aku bergaul sama yang sepantaran, sekarang semuanya serba dilarang. Oh ya, Jason gimana?""Jason udah diobati, kok. Dia baik-baik aja," kata Dian, menenangkan Alisya. Dala
Pagi ini Alisya memakai kaos putih polos yang tipis dan celana tidur yang lumayan longgar. Ia sedang berada di dapur, menyiapkan kopi dan roti bakar. Juga memasak telur dan sosis untuk Fabian. Sepertinya sudah cukup lama ia tak memasak untuk lelaki itu. Semalam Fabian hanya memesankan makanan untuk mereka berdua dan makan sendirian di ruang kerjanya. Untuknya sendiri karena ia bosan makan salad buah, Alisya memilih memanggang dada ayam. Paling nanti siang ia akan mengatur jumlah kalori yang ia butuhkan. Alisya masih terobsesi dengan abs perut. Pokoknya ia akan mengembalikan bentuk terbaik yang pernah dimiliki oleh perutnya."Kamu bikin apa?" tanya Fabian, yang sudah siap dengan pakaian kerjanya."Dada ayam bakar," jawab Alisya pendek, sambil mematikan kompor. "Sarapan Mas udah aku taruh di meja."Fabian hanya bergumam dan melangkah ke meja untuk sarapan. Alisya sibuk mengupas kentang yang nanti akan ia rebus untuk membuat mashed potato. Kebetulan hari ini ia hanya memiliki kelas sian
"Ngapain?!""Ya ampun, galak banget," cengir Gio, yang rupanya siang-siang datang ke kantor Fabian bersama William. Dan merekalah yang tadi menginterupsi adegan Fabian dengan Alisya. Gio menoleh pada Alisya yang duduk tenang memperhatikan mereka. "Kamu beneran istrinya Fabian?"Alisya menelan ludah, bingung harus menjawab apa. Biasanya Fabian selalu mengakuinya sebagai sepupu, jadi ia menoleh pada Fabian."Iya, kenapa?" sahut Fabian dengan nada galak, mengejutkan Alisya.Gio dan William saling pandang, ekspresi mereka nampak tak nyaman. Lalu Gio berusaha tersenyum sopan pada Alisya. "Aku Gio dan ini William. Kita rekan sekaligus temen Fabian dari jaman kuliah.""Oh, saya Alisya," cicit Alisya, ingin mengulurkan tangan tapi keburu dicegah oleh Fabian."Jadi, kalian ngapain ke sini?" tuntut Fabian, tidak santai. "Gue minta maaf deh," kata William, mengeluarkan suara untuk pertama kalinya. Ia melirik Alisya sekilas, lalu menatap ke arah Fabian."Gue juga," sahut Gio, menampilkan cengiran
Anehnya, Fabian sama sekali tidak membahas mengenai dirinya yang pulang diantar Arka. Padahal Alisya yakin betul semalam Fabian juga melihatnya turun dari motor Arka. Fabian juga tak banyak bicara dan hanya menyerahkan ponselnya yang tertinggal tadi. Malam ini mereka langsung pergi ke kamar masing-masing. Alisya juga masih kepikiran dengan perkataan Fabian mengenai gadis bernama Risa. Fabian dengan jelas mengatakan masih mencintai Risa dan akan segera menceraikan jika sudah waktunya. Cerai? Alisya membayangkan dirinya menjadi janda di usia muda. Bukankah itu terdengar menyedihkan? Lalu Alisya tiba-tiba ingat pigura yang waktu itu tak sengaja ia jatuhkan. Apa itu foto Risa yang dimaksud Fabian?Pagi ini Alisya bangun kesiangan sampai lupa memasak untuk sarapan. Dilihatnya Fabian sudah berangkat kerja dan meninggalkan sarapan untuknya di meja makan. Sepertinya Fabian membeli sarapan dari minimarket dekat sini. Huft, padahal Alisya sudah bilang ia sedang diet. Kemarin ia bahkan tak sem
"What?! Kamu bilang mau balikan sama mantan?" Alisya refleks menutup mulut Dian dengan tangannya demi meredam teriakan anak itu. "Jangan teriak-teriak napa?""Tapi kok kamu ngomong gitu? Jadi kamu mutusin buat balikan sama mantan?" tanya Dian dengan suara lebih pelan. "Sebenarnya aku penasaran pengen liat reaksinya aja sih," aku Alisya, menghela nafas."Emang reaksinya gimana?"Alisya mengangkat bahu. "Aku agak bingung. Dia bilang terserah aku, terus dia pergi abis ngomong gitu.""Eum, terus jadinya gimana?""Yaa, gak tau. Aku juga masih usaha biar dilirik, tapi kalo akhirnya tetep gagal mau gimana lagi? Kalo beneran jadi janda, aku harus mikir gimana caranya jadi janda berkelas," gumam Alisya. Dian mendesah. "Emang sih ngomong itu gampang, ngelakuinnya yang susah. Tapi aku cuma bisa kasih semangat dan dukung apapun pilihanmu.""Gak apa. Kamu udah baik banget. Aku inget beberapa kali aku pengen nyerah dan kamu tetep bantu aku biar semangat lagi. Makasih ya, Yan," ujar Alisya.Dian
Saat-saat genting, tiba-tiba terdengar suara dobrakan dari pintu. Beberapa kali hingga dua pria jahanam itu terpaksa menghentikan aksinya demi menoleh ke arah pintu. Pintu dibuka paksa dan seseorang langsung menyerbu masuk untuk memberikan tinjuan keras ke wajah Pak Anuar. Dosen itu terpelanting. Danu yang tak lagi bisa membekap Alisya juga ikut dihajar. Tubuh Alisya merosot ke bawah, seseorang yang lain langsung menangkapnya."Alisya, gak apa?"Itu Jason dan yang sedang menghajar dua pria cabul itu adalah Arka. Tubuh Alisya gemetaran dan ia menangis keras-keras. Rasa takutnya masih ada. Jason melepaskan jaketnya dan menyelimuti Alisya. "Maaf ya, kita telat. Dian telpon gue karena lo gak ada kabar," ucap Jason, berusaha menenangkan Alisya yang menangis. "Bajingan! Besok saya laporkan kalian berdua ke Dekan!" pekik Arka usai menghajar dua orang itu dengan brutal. "Ayo pergi," ajak Jason, membimbing Alisya untuk mengikutinya keluar dari ruangan.Alisya benar-benar tak bisa berpikir l
Fabian mengetuk pintu kamar mandi."Alisya? Kamu gak papa?"Alisya tak menjawab, Fabian makin cemas."Alisya, jawab saya. Kamu gak papa?"Tapi Alisya hanya sibuk menangis."Kalo kamu gak jawab juga, pintunya saya dobrak. Alisya, kamu gak papa, kan?! Alisya!"Fabian menjadi semakin gusar. Nekat, ia membuka pintu kamar mandi yang ternyata sama sekali tidak dikunci oleh Alisya. Fabian kaget saat melihat Alisya terduduk di lantai kamar mandi dengan shower menyala yang otomatis mengenai tubuhnya. Gadis itu masih memakai pakaian lengkap. Ia duduk sambil bersandar dan memeluk kakinya erat-erat. Fabian buru-buru mematikan shower dan mengambil handuk untuk Alisya. "Alisya, kamu ngapain?""Aku ... udah kotor, Mas," isak Alisya."Gak, Alisya. Kamu apaan sih?" keluh Fabian, berjongkok dan menyelimuti tubuh Alisya dengan handuk dari atas kepala. "Dua bajingan itu udah nyentuh aku. Aku jijik sama diriku sendiri!" pekik Alisya."Kamu gak kotor!" balas Fabian, menangkup wajah Alisya. "Nggak!" peki