Tak sulit membuat Kak Clara segera bergerak untuk melakukan misi. Alisya mengadu padanya bahwa hari ini mungkin Fabian akan menghabiskan waktu bersama Dinar setelah pulang kerja. Bagai menyulut api emosi yang seketika berkobar, Kak Clara yang terpancing langsung menanyakan detail kejadiannya pada Alisya.."... Aku gak suka sama Tante Dinar, Kak.""Wah, gak bisa dibiarin ini," sahut Kak Clara, agak berapi-api. "Kalo gitu, bisa minta tolong gak?""Minta tolong apa, Dik Alisya?""Tolong kempesin ban mobil Mas Bian, Kak.""Tapi, Mas Bian nanti pulang pake apa dong?""Paling nanti dia telpon Pak Ujang yang sering nganterin aku. Nanti sisanya biar aku yang urus.""Oke! Siip kalo gitu," sahut sang sekretaris, bersemangat.Alisya mematikan sambungan telepon dan tersenyum licik. Satu langkah sudah dilakukan. Kini ia sedang menimbang-nimbang langkah selanjutnya agar bisa membatalkan rencana Fabian dengan wanita genit itu. "Aku beneran gak paham," gumam Dian, yang sejak tadi setia mendampingi
Tapi ternyata Fabian benar-benar masuk kembali ke taksi. Hampir saja Alisya menjitak kepala Pak Ujang karena membuatnya resah dalam sedetik. Dan sekarang taksi benar-benar menuju ke arah apartemen mereka. Alisya merasa lega luar biasa. Tadi ia sudah menimbang-nimbang apakah ia akan membuat orang melakukan penggrebekan, tapi tetap saja itu ide yang buruk. Tapi ia kemudian teringat,"Dian, nanti kamu pulangnya sama Pak Ujang gak apa ya?" Dian mengangguk paham. "Santai aja."Alisya menghela nafas lega. Masalahnya ia tidak pernah pulang lebih lama dari Fabian. Dan sepertinya tidak akan terkejar lagi untuk mendahului Fabian. Satu-satunya pilihan adalah pulang ke apartemen dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama dari Fabian sampai. Sesampainya di gedung apartemen mereka, taksi yang ditumpangi Fabian sudah akan pergi."Maaf ya Dian. Besok aku traktir di kantin. Pak Ujang, tolong anterin Dian ke kosan.""Siap, Non!"Setelah itu, Alisya setengah berlari masuk ke dalam gedung. Untuk naik li
Tak disangka Dian benar-benar mendukungnya habis-habisan kali ini. Gadis bahkan rela mengerjakan bagian tugas Alisya agar Alisya bisa membuat dan mengantarkan makan siang untuk Fabian. Padahal tugas kuliah yang biasa saja sudah melelahkan, tapi Dian malah mengerjakan tugas orang lain."Serius, nih?" tanya Alisya, sangsi. "Tapi masak juga gak akan sempet deh kayaknya.""Beli aja, terus kamu susun sendiri dan bilang kalo itu masakan kamu," usul Dian."Tapi...""Yang penting hari ini kamu nganter makan siang. Gak usah dipikirin. Belinya di restoran deket sini aja. Dan jangan satu resto, biar gak terlalu jelas," saran Dian lagi. "Oke, oke," angguk Alisya walaupun mukanya masih terlihat agak bingung. Hari itu akhirnya Alisya tetap pergi ke kantor Fabian. Modal nekat saja sebenarnya dan untungnya Fabian tetap menyambut baik walau ia lupa memberitahu. Alisya berkata bahwa itu bentuk permintaan maaf karena pulang kemalaman semalam. Walau masih ada hal yang mengganjal, tapi untungnya Alisya
"Kamu ngapain?" tanya Fabian dengan nada dingin."M-Mas, k-kok Mas ada di sini?" cicit Alisya, berusaha keras untuk berpura-pura tidak tahu bahwa Fabian ada di hotel ini.Fabian menghela nafas. "Saya tanya sekali lagi, kamu ngapain ngikutin saya?"Alisya gelagapan. "Itu...""Alisya, saya tahu kamu berbohong," desis Fabian, lalu menoleh pada Dinar yang rupanya juga berada di sana. "Din, tolong sampaikan permintaan maafku ke Seto. Aku mendadak ada urusan, jadi gak bisa dateng ke pesta pertunangannya. Bilang aja kalo hadiahnya akan aku kirim ke kantornya lusa.""Iya, Mas," gumam Dinar, agak bingung juga harus bereaksi bagaimana."Dan Alisya, kita pulang," titah Fabian dengan ekspresi yang kentara sekali tidak ingin dibantah."Iya...," lirih Alisya, melirik pada Dian yang langsung memberi isyarat berupa anggukan. Kemudian Alisya mengikuti langkah kaki Fabian keluar dari hotel. Ia hanya menunduk gelisah sambil memikirkan alasan yang pas agar Fabian tidak lebih marah. Ini pertama kalinya ia
"Mantan trainee idol?!" pekik Dian, nyaris memekakkan telinga Alisya."Iya, aku di Korea jadi trainee di salah satu agensi K-Pop," angguk Alisya, cengengesan."Wah, keren banget. Pantes kamu pinter nyanyi sambil nge-dance.""Sebenarnya kalo kamu liat trainee lain, kemampuanku belum sehebat mereka kok," ujar Alisya, rendah hati. Tapi ia jujur. Kemampuannya tak bisa dibandingkan dengan trainee lain, terutama yang sudah masuk ke kelas debut seperti Kak Acha. "Tapi tetep aja, masuk ke agensi aja udah keren. Sayang banget kamu dipaksa pulang ke Indonesia. Mungkin kamu bisa debut jadi idol nantinya," sungut Dian, entah kenapa malah anak itu yang kesal."Apa boleh buat," gumam Alisya, tersenyum menenangkan. "Tapi setidaknya, ada banyak hal yang sudah aku pelajari. Terutama cara membentuk tubuh. Sebenarnya kemaren badanku udah bagus, tapi karena jarang latihan jadi keliatan agak jelek.""Jelek dari mana?!" desis Dian, tak terima. Kalau Alisya jelek, lantas ia bagaimana?"Yah, intinya aku jug
Kesal, kesal, kesal! Rasanya kekesalan Alisya sudah di ubun-ubun. Wanita itu memang benar karena Fabian tidak pulang sampai pagi. Pria itu baru pulang di pagi hari dan langsung pergi ke kamarnya. Alisya menghela nafas. Tapi ia lebih kaget lagi saat melihat Dinar ikut masuk ke dalam apartemen. "Pagi, Alisya," sapa perempuan itu. Alisya hanya menatapnya tanpa minat. "Pagi," balasnya. "Mau berangkat kuliah ya?""Masih sarapan, Kak," jawab Alisya sekenanya. Ia masih sebal dengan basa-basi dari Dinar. Untung wanita itu tak lagi mengganggunya dan malah menonton berita di televisi. Fabian keluar kamar. Sepertinya habis mandi dan sudah memakai baju kantor. Dinar langsung melangkah mendekati Fabian, tepat di depan mata Alisya yang sedang memakan saladnya. Perempuan itu terlihat mengusap rambut Fabian yang masih lembab."Belum kering banget, Mas Bi.""Takut telat.""Dasinya juga belum rapi," kata Dinar seraya membantu Fabian memasang dasinya dari awal. Alisya diam-diam menghela nafas, lalu
Alisya ingat sekali ucapan yang membuat semangatnya kembali berkobar setelah sempat minder dengan kemampuan trainee lain."Tau gak, kenapa gerakan anak lain kelihatan lebih tajam dan powerfull dibanding kamu?" tanya Kak Acha kala itu. "Semakin kurus seseorang, gerakannya akan semakin tajam. Kamu udah bagus kok, tapi mungkin karena yang lain lebih kurus jadi keliatan gerakannya lebih bisa dilihat."Saat itu Alisya memang bisa dibilang lebih besar dibandingkan dengan trainee lain yang memang sangat kurus-kurus. "Kak Acha enak badannya kurus, Kakak juga sangat powerfull kalo nari. Wajar sih, masuk kelas debut."Acha tertawa renyah. "Dari segi power aku memang lebih. Tapi Alisya, nari itu bukan sekedar powerfull atau gak. Kamu punya kelebihan lain yang bisa kamu manfaatkan. Jujur aja, aku lumayan iri sama pinggang kamu yang ramping dan keliatan bagus banget karena pinggul kamu besar dan berbentuk.""Bentuk badan gak sama dengan kemampuan nari kali, Kak.""Salah, justru pinggul kamu bisa m
Ini pertama kalinya Alisya pergi ke club malam di Indonesia. Ia dan Dian diperbolehkan masuk dengan akses khusus, bersama Jason. Mereka ditempatkan di sebuah ruangan yang ada di belakang panggung. Katanya ada kelompok dancer lain yang juga akan tampil. Jadi event ini seperti sebuah kompetisi antar grup dancer, yang pemenangnya akan mendapatkan hadiah berupa uang, akses khusus ke club dan juga harga diri. Yang terakhir adalah yang terpenting karena akan menaikkan nama grup. Apalagi katanya pelanggan VVIP club ini kebanyakan adalah para eksekutif dari perusahaan besar di berbagai macam bidang, terutama di bidang entertainment. Jika mereka tertarik dengan grup tertentu, maka mungkin saja akan adanya kerjasama. Itu hal yang diincar oleh Jason, mengingat grup yang ia bentuk terhitung masih baru dan belum jelas masa depannya. Jason bilang ia ingin membuat sebuah agensi khusus penari. "Gak terlalu seksi apa?" pekik Dian, terkejut melihat pakaian Alisya saat ia keluar dari ruang ganti.Alisy