Setelah batal kabur, Alisya dimarahi habis-habisan oleh sang ayah karena sempat berniat kabur. Lalu ia diberi hukuman tidak boleh keluar rumah sampai hari pernikahan. Alisya bahkan sudah terlalu lelah untuk membela diri dan jujur saja, ucapan Tasya sangat menggangunya. Sialnya anak itu terus memberikan senyuman mengejek sambil berkata padanya untuk bertanya langsung pada ayah mereka. Walau mungkin bisa saja Tasya sengaja membohonginya untuk membuatnya terganggu, tapi Alisya juga tak memiliki nyali untuk menanyakan hal semacam itu pada sang ayah. Atau mungkin ia juga takut untuk menerima jawaban di luar prediksinya. Ini melelahkan. Bahkan pikiran Alisya lebih banyak tersita karena memikirkan hal ini dibandingkan pernikahannya. Hingga tahu-tahu saja hari pernikahannya tiba. "Gimana? Udah siap?" Itu suara Mama Jihan yang bertanya kepada penata riasnya. Alisya menatap wajahnya yang terlihat pasrah di depan cermin. Ia didandani begitu cantik, tapi Alisya bisa melihat matanya terlihat ko
Karena masih takut dengan Fabian, Alisya memutuskan untuk bersembunyi di kamar mandi dekat dapur sampai terdengar langkah kaki Fabian keluar apartemen. Ia menghela nafas lega. Saat kembali ke kamar, pecahan bingkainya sudah tak ada lagi. Bahkan fotonya juga sudah tak ada. Sepertinya Fabian memindahkannya dari laci. Tadi memang agak lama menunggu Fabian selesai.Sepanjang hari ini, Alisya terus memikirkan cara yang benar untuk meminta maaf pada Fabian. Padahal Fabian tadi pagi bersikap cukup baik padanya, bahkan memberikan kartu kredit. Mereka tinggal serumah, jadi rasanya pasti tidak enak jika Fabian masih marah padanya. Malamnya, Alisya sengaja menunggu di sofa ruang depan sambil menonton televisi. Cukup lama menunggu, hingga akhirnya terdengar pintu apartemen dibuka dari luar. Alisya buru-buru menyambutnya."Mas?" sapanya sambil meringis, saat melihat Fabian melangkah masuk ke dalam.Fabian menghela nafas."Tadi saya gak sengaja, maafin saya. Saya cuma cari obat merah karena jari sa
Berawal dari perasaan senang karena diperhatikan dan diperlakukan dengan lembut, lama kelamaan Alisya benar-benar merasa nyaman dengan pria yang berstatus sebagai suaminya itu. Fabian yang dewasa dan pengertian membuat kehausan Alisya akan kasih sayang mulai terobati. Meski awalnya ia tak nyaman akibat perbedaan umur, tapi rupanya justru ia mulai menikmati cara dewasa Fabian saat memperlakukannya."Aku udah bikin kopi buat Mas, roti bakarnya sebentar lagi," ucap Alisya, tersenyum manis pada Fabian yang baru turun untuk membuat sarapan."Wah, makasih banyak, ya," balas Fabian, tersenyum lalu menyeruput kopi buatan Alisya sambil menarik kursi meja makan.Diam-diam Alisya tersenyum. Pagi-pagi begini Fabian sudah sangat tampan dan gagah dengan balutan jas kerja hitamnya. Sepertinya hitam adalah warna yang paling cocok dengan Fabian, menambah kesan maskulinitasnya. Alisya meletakkan roti yang sudah selesai ia panggang ke hadapan Fabian. "Roti bakarnya. Aku emang gak bisa masak, tapi bikin
Beruntung, ada sebuah kampus swasta yang terkenal elit di dekat kantor Fabian. Alisya sengaja memilih kampus yang bisa searah dengan tempat kerja Fabian agar bisa pergi bersama. Sebenarnya pelajaran mengemudi Alisya sudah cukup bagus, tapi Alisya berkata pada Fabian ia masih kurang percaya diri. Tentu saja tujuannya adalah agar ia bisa tetap memiliki kegiatan bersama dengan suaminya itu. Tapi ngomong-ngomong, Alisya ingat Fabian pernah berkata bahwa ia menyukai wanita dewasa. Alisya nekat membeli beberapa peralatan make up dengan kartu kredit yang diberikan Fabian padanya. Untungnya ia cukup familiar dengan alat make up. Alisya mulai belajar berdandan saat menjadi trainee di Korea. Para trainee di sana sering pergi ke gedung latihan dengan make up dan rambut yang ditata rapi.Dan Alisya juga pergi ke salon untuk memotong sedikit rambutnya agar terlihat lebih segar dan bervolume. Ia cukup puas dengan rambut hitamnya yang tebal dan sehat. Untung saat di Korea ia tak tergoda bujukan tem
Kurang lebih dua tahun Alisya dan Arka berpacaran. Mereka jadian saat akhir semester satu. Arka menembaknya setelah pertandingan basket antar-kelas dan Alisya langsung menerimanya karena ia memang mengagumi pria itu. Hubungan mereka bisa dibilang relationship goals dan banyak yang bilang kalau mereka adalah pasangan yang cocok. Meski begitu, tetap ada saja yang iri dan tak suka. Terutama Tasya, saudari tirinya yang selalu menginginkan apapun yang didapat oleh Alisya. Alisya benar-benar tak memahami Tasya. Sejak orangtua mereka menikah, Tasya juga selalu mendapatkan hal-hal yang dimiliki oleh Alisya. Tas, perhiasan, bahkan kasih sayang ayah mereka. Saat akan berangkat ke Korea, Alisya mati-matian membujuk ayahnya dengan menagih janji ayahnya yang akan memenuhi satu permintaannya jika ia memberikan kamarnya kepada Tasya kala itu. Ayahnya tak punya pilihan dan akhirnya setuju. Walaupun ujung-ujungnya ia kembali ke Indonesia karena ketahuan membohongi ayahnya yang percaya bahwa ia pergi
Tanpa Fabian di apartemen ternyata benar-benar sepi. Meski Mama Jihan juga sempat datang dan mengajaknya menginap di rumah, namun Alisya tetap bertahan di apartemen karena takut terlalu merepotkan. Entah kenapa ia merasa seperti sangat "dibayikan" oleh Mama Jihan. Apa mungkin Fabian mewarisi sifat ibunya yang terlalu perhatian dan penyayang?"Kamu jangan nolak ya, Mama udah siapin mobil dan sopir buat antar-jemput kamu kuliah," kata Mama Jihan, saat berkunjung tepat sebelum Alisya ospek fakultas keesokan harinya."Iya, Ma," angguk Alisya, pasrah saja. Sulit melawan ibu mertuanya yang terlalu memanjakannya. Sejujurnya Alisya merasa terharu. Entah untuk berapa lama ia tak lagi merasakan kasih sayang orang dewasa. Mulai dari Mas Bian yang siap sedia dan membelikan makanan yang enak, juga sang mertua yang hangat dan perhatian. "Udah siap semua, kan? Makin aneh-aneh aja anak kuliah jaman sekarang," oceh sang mertua, melihat-lihat barang-barang kebutuhan ospek dan juga kode-kode makanan r
Jalannya ospek memang menjadi lebih tenang bagi Alisya karena para senior itu terpaksa menepati janji mereka untuk tak memberi perintah atau hukuman padanya. Intinya, tak ada yang bisa mengganggu Alisya selama jalannya ospek. Tapi sebagai gantinya, Alisya menjadi bahan perbincangan hampir satu kampus. Kabar mengenai seorang gadis yang mengubah auditorium menjadi tempat konser menyebar begitu saja, beserta video-video yang menampilkan dirinya sedang bernyanyi sambil menari.Tapi sejauh ini hal paling menyebalkan hanyalah anak-anak di kampus yang refleks memperhatikannya begitu ia lewat. Alisya tak terlalu memikirkannya lagi karena ia sibuk menunggu kembalinya Fabian dari China. Sayangnya, pria itu memang tak kunjung membalas pesannya. Alisya jadi agak berkecil hati. Entah kenapa rasanya menyebalkan sekali. "Mas Bian kapan pulang, sih? Pesan juga gak bales-bales," keluh Alisya, memasukkan ponselnya ke dalam tas. Saat ini ia sedang di mobil dalam perjalanan pulang dari kampus. Sepertin
Pukul delapan, Fabian pulang ke apartemen dan terkejut melihat Alisya sedang tertidur di sofa dengan tubuh menggigil. Bahkan tas kuliahnya tergeletak begitu saja di lantai. Ia buru-buru menghampiri Alisya dan memeriksa kondisinya. Suhu tubuhnya cukup tinggi."Alisya," panggilnya.Alisya membuka mata dengan susah payah karena kepalanya pening. "Mas...""Badan kamu panas. Kita ke rumah sakit, ya."Alisya menggumam tak setuju. "Jangan...""Loh, kenapa? Badan kamu panas banget. Kamu harus diperiksa...""Gak... mau...""Alisya...," lirih Fabian, ingin memaksa tapi ekspresi Alisya benar-benar terlihat tak suka. Ia menghela nafas, lalu melepaskan jas kerjanya untuk menyelimuti Alisya. "Oke, kamu tidur di kamar aja. Jangan di sini."Mengangkat tubuh Alisya ala pengantin, Fabian membawa gadis itu ke kamarnya dan menidurkannya pelan-pelan. Fabian lalu keluar untuk mengambil alat untuk mengompres Alisya. Dengan telaten ia mengelap wajah Alisya, dan menyingkirkan anak rambut gadis itu sebelum mel