Besoknya, sesuai dengan perjanjiannya dengan Yunita kemarin di kantor, Andre dan Nia menunggu Yunita di Plaza Senayan, tepatnya di salah satu outlet brand mewah yang menjadi simbol orang kaya, G***i. “Memangnya kakak punya duit apa?” Merasa dirinya terlalu di rendahkan oleh adiknya satu ini, dia kemudian mengeluarkan dompetnya dan memamerkan beberapa kartu kredit black card dari beberapa bank ternama. “Masih mau ngomong?” ucapnya sambil tersenyum sinis. “Kakak ikutan investasi bodong ya?” “What the.., kagak lah. Kakak itu kalo setiap gajian, setengahnya kakak invest ke dalam berbagai hal,” Setelah selesai menjawab, dia tersadar akan satu kesalahan fatal yang baru saja di perbuat, yaitu menjelaskan soal keuangan pribadinya kepada Nia. Dan ketika dia melirik ke sampingnya, betul saja, Nia kini menatapnya dengan tatapan tajam. “Begitu ya, giliran aku minta sesuatu pasti dibilang nanti-nanti. Kalau Kak Yunita, kakak langsung gercep
Seperti yang di ucapkan Yunita, Ayah Ibunya menerima Andre dengan senyum ramah. Bahkan Ayahnya memeluk erat Andre dan menyebutnya sebagai ‘calon menantu kesayangan’. Sama seperti ayahnya, ibunya memeluk Andre sambil mengucapkan ‘terima kasih’—yang baginya, seperti permintaan maaf yang tulus jika dia harus menerjemahkannya.“Akhirnya datang juga orang yang paling di bicarakan di rumah ini seminggu terakhir,”Semua orang tiba-tiba menoleh ketika Angelica yang baru saja datang berbicara.“Kakak,” Yunita langsung menimpali, sebab kakaknya ini sangat suka sekali bercanda dengan memasang wajah serius seperti yang sedang terjadi sekarang.“What? Kakak cuma menyambut calon suami kesayanganmu kok. Tahu ngak..”Mendengar kakaknya berbicara seperti itu, dia sudah bisa langsung tahu apa yang akan kakaknya katakan berikutnya. Dengan buru-buru dia berlari ke arah kakaknya dan berusaha menutup mulu
“Tim dari Departemen Drama dan Web Series sudah berusaha bernegosiasi dengan dia, sudah 10 kali bahkan. Tapi orang ini selalu menolak dengan alasan yang terbilang agak sulit. Dia ingin jaminan royalti 10% setelah acaranya selesai, gaji pokok di naikkan 20%, dan cast harus patuh penuh terhadap aturannya. Tapi..”“Tidak banyak aktor ataupun aktris yang menyukai dia,” dia menyela Yunita yang sedang menjelaskan secara singkat progress negosiasi dengan Martaka,“Kamu tahu?”“Sudah jelas,” dia menjawab dengan nada jutek. Sebab dia pernah bekerja sama satu kali dengan orang itu. Dan jujur saja, dirinya sendiri memang sangat muak dengan cara kerja Martaka yang terbilang ‘over perfeksionis’.Walau begitu, memang sih semua project yang di pegang oleh orang itu selalu saja berhasil menjadi hits di dunia hiburan. Dan sangat kebetulan, penulis untuk proyek kali ini termasuk orang besar dan juga sama menyebalkan dengan Martaka, hanya ingin bekerja dengan orang-orang paling top di bidangnya.“Tapi k
Melihat Roland dan Linda turun dari mobil yang sama, Andre berjalan kembali ke dalam restoran, ke ruangan tadi. Kali ini, dia sudah tidak bisa lagi untuk bersikap ramah dan lebih memilih memasang wajah ketus setiap kali menatap Pak Martaka.“Kenapa wajahmu begitu?” Yunita mendekatkan diri dan berbisik di dekat Andre,“Kamu lihat saja sendiri nanti,” jawab Andre, dia kembali meneguk segelas Sprite tanpa jeda sedikit pun. Matanya sekarang menatap Pak Martaka dengan sorotan tajam.Sementara Yunita yang heran dengan sikap Andre sekarang ini, hanya diam saja sambil sesekali melirik ke mana Andre menatap. Namun begitu pintu terbuka, dia bisa langsung mengerti apa penyebab perubahan mood pada diri Andre saat ini.Dia mendengus tersenyum begitu melihat Roland dan juga Linda saling melingkarkan tangannya satu sama lain layaknya sepasang kekasih.“Y.. Yunita?” Roland melepaskan lengannya dari Linda, wajahnya terlihat seperti seorang suami yang sedang ketahuan berselingkuh.“Kalian saling kenal?
“Jangan salah paham. Aku hanya ngak mau orang-orang menganggap kejadian tadi adalah pertengkaran sepasang kekasih,” Andre langsung menjelaskan alasannya, mumpung hanya ada mereka berdua saja dalam lift saat ini.“Kenapa kamu tidak pernah memberikan aku kesempatan?”“Masih harus ku jelaskan berulang kali? Cinta itu tidak bisa di paksa, Linda. Kamu memang mungkin menyukaiku, tapi aku tidak pernah menganggap kamu lebih dari seorang teman dan tetangga. Mau sampai kapanpun kamu memaksakan perasaanmu padaku, aku tidak akan bisa menerima perasaanmu.Malah aku akan menjadi ornag brengsek kalau menerima perasaanmu meski aku tidak menyukaimu sedikit pun,” Andre menjelaskan.“Lalu kenapa harus dengan Yunita, walau dia sudah menyakitimu seperti itu, kenapa kamu malah memilih dia?” Linda kembali bertanya ketika mereka berdua keluar dari dalam lift.Andre menghela nafas saat akan membuka pintu apartemennya, “Kami memang mempunyai masa lalu yang pahit. Tapi semua itu hanya salah paham. Kamu tidak ta
ACT I : MASA LALU YANG TERKUAK “ARGH...” Andre mengerang. Dia berusaha menahan Filona dengan tangan kanannya dan menjaga tangan kirinya agar tidak terlepas dari batu yang menjorok ke luar tebing. tempat dia bergelantungan sekarang ini demi bertahan agar mereka berdua tidak terjatuh. “STOP IT!! Tidak akan ada gunanya? Kita berdua akan terjatuh kalau kamu terus memaksakan diri seperti itu. Kamu tahu, padahal tadi pagi...” “Kalo kamu ngak punya ide, lebih baik diam saja. Kita berdua pasti selamat, PASTI!!” “Terkadang Ndre, kita harus belajar kapan untuk melepaskan beban yang terlalu berat agar bisa bertahan hidup. Dan di saat ini..” “Don’t do it, memikirkannya pun jangan. Atau...” semakin dia membuka mulutnya, tubuhnya terasa makin lelah. Jari-jari tangan kanannya mulai terasa tidak sanggup lagi untuk menahan kami berdua. Angin senja yang terasa dingin juga mulai meniup pori-pori kulitnya dan membuat tangannya sedikit gemetar. “Just let me go, semuanya bukan salahmu. Kamu boleh mena
‘..karena aku menyukaimu..’Kata-kata yang keluar dari mulut Linda terus terngiang di kepala Andre saat ini.“Hei?”“Hmm?”“Apa ngak kepanjangan itu huruf i nya pak?”“Hah?”Saat menengok ke layar komputer, dia baru tersadar kalau jarinya sedari tadi menekan tombol i secara terus menerus hingga satu halaman di penuhi dengan huruf i. “Lagi banyak pikiran ya?” tanya Karto, salah satu pegawai yang bekerja di timnya. Sedikit lebih tua darinya, namun sangat dekat dengannya.“Ya lumayan lah, ada cicilan ini itu, dan masalah-masalah kehidupan lainnya,” “Pak, bukannya bapak hari ini harus menggantikan Pak Direktur untuk interview pelamat ya?” tanya salah satu bawahan Andre lagi, Gideon.Andre menepuk jidatnya. Dia langsung berdiri dari kursinya, mengambil pulpen dan sebuah map dari atas tumpukan dokumen di atas mejanya.“Thanks ya,” ucapnya sebelum meninggalkan timnya.Harinya betul-betul menjadi kacau hari ini gara-gara ucapan Linda tersebut.“Andre!! Dari mana saja lu? Hampir saja di mu
‘Dari semua bagian di kantor ini, kenapa gua harus masuk Timnya dia’ ujar Yunita dalam hati.Setelah sampai di lantai 10—atas bantuan Dodit—dia berjalan menuju bagian Marketing and Expansion sesuai dengan yang di beritahukan salah satu pegawai yang dia tanyai barusan.Walau begitu, pikirannya tetap menyuruh kakinya untuk terus berjalan maju. Begitu melihat papan nama Tim 8 menggantung dari kejauhan, Yunita menarik nafas dalam-dalam lalu membuangnya. Dia memkirkan cara yang benar untuk menyapa Andre nantinya. Apalagi ketika mengingat kalau mereka tidak putus dengan cara baik-baik.Tiba di ruangan Tim 8, Yunita tidak langsung masuk, dia mengintip terlebih dahulu; untuk mencari keberadaan Andre.“Kenapa hanya berdiri di depan pintu,”Kaget mendengar suara Andre dari belakang, Yunita sempat menjatuhkan tabletnya. Dia memungut tabletnya lalu berbalik untuk menyapa Andre.“A.. Andre. H.. Hai,” dia menyapa dengan terbata-bata, pikirannya seketika langsung kosong dan tidak tahu harus berkata
“Jangan salah paham. Aku hanya ngak mau orang-orang menganggap kejadian tadi adalah pertengkaran sepasang kekasih,” Andre langsung menjelaskan alasannya, mumpung hanya ada mereka berdua saja dalam lift saat ini.“Kenapa kamu tidak pernah memberikan aku kesempatan?”“Masih harus ku jelaskan berulang kali? Cinta itu tidak bisa di paksa, Linda. Kamu memang mungkin menyukaiku, tapi aku tidak pernah menganggap kamu lebih dari seorang teman dan tetangga. Mau sampai kapanpun kamu memaksakan perasaanmu padaku, aku tidak akan bisa menerima perasaanmu.Malah aku akan menjadi ornag brengsek kalau menerima perasaanmu meski aku tidak menyukaimu sedikit pun,” Andre menjelaskan.“Lalu kenapa harus dengan Yunita, walau dia sudah menyakitimu seperti itu, kenapa kamu malah memilih dia?” Linda kembali bertanya ketika mereka berdua keluar dari dalam lift.Andre menghela nafas saat akan membuka pintu apartemennya, “Kami memang mempunyai masa lalu yang pahit. Tapi semua itu hanya salah paham. Kamu tidak ta
Melihat Roland dan Linda turun dari mobil yang sama, Andre berjalan kembali ke dalam restoran, ke ruangan tadi. Kali ini, dia sudah tidak bisa lagi untuk bersikap ramah dan lebih memilih memasang wajah ketus setiap kali menatap Pak Martaka.“Kenapa wajahmu begitu?” Yunita mendekatkan diri dan berbisik di dekat Andre,“Kamu lihat saja sendiri nanti,” jawab Andre, dia kembali meneguk segelas Sprite tanpa jeda sedikit pun. Matanya sekarang menatap Pak Martaka dengan sorotan tajam.Sementara Yunita yang heran dengan sikap Andre sekarang ini, hanya diam saja sambil sesekali melirik ke mana Andre menatap. Namun begitu pintu terbuka, dia bisa langsung mengerti apa penyebab perubahan mood pada diri Andre saat ini.Dia mendengus tersenyum begitu melihat Roland dan juga Linda saling melingkarkan tangannya satu sama lain layaknya sepasang kekasih.“Y.. Yunita?” Roland melepaskan lengannya dari Linda, wajahnya terlihat seperti seorang suami yang sedang ketahuan berselingkuh.“Kalian saling kenal?
“Tim dari Departemen Drama dan Web Series sudah berusaha bernegosiasi dengan dia, sudah 10 kali bahkan. Tapi orang ini selalu menolak dengan alasan yang terbilang agak sulit. Dia ingin jaminan royalti 10% setelah acaranya selesai, gaji pokok di naikkan 20%, dan cast harus patuh penuh terhadap aturannya. Tapi..”“Tidak banyak aktor ataupun aktris yang menyukai dia,” dia menyela Yunita yang sedang menjelaskan secara singkat progress negosiasi dengan Martaka,“Kamu tahu?”“Sudah jelas,” dia menjawab dengan nada jutek. Sebab dia pernah bekerja sama satu kali dengan orang itu. Dan jujur saja, dirinya sendiri memang sangat muak dengan cara kerja Martaka yang terbilang ‘over perfeksionis’.Walau begitu, memang sih semua project yang di pegang oleh orang itu selalu saja berhasil menjadi hits di dunia hiburan. Dan sangat kebetulan, penulis untuk proyek kali ini termasuk orang besar dan juga sama menyebalkan dengan Martaka, hanya ingin bekerja dengan orang-orang paling top di bidangnya.“Tapi k
Seperti yang di ucapkan Yunita, Ayah Ibunya menerima Andre dengan senyum ramah. Bahkan Ayahnya memeluk erat Andre dan menyebutnya sebagai ‘calon menantu kesayangan’. Sama seperti ayahnya, ibunya memeluk Andre sambil mengucapkan ‘terima kasih’—yang baginya, seperti permintaan maaf yang tulus jika dia harus menerjemahkannya.“Akhirnya datang juga orang yang paling di bicarakan di rumah ini seminggu terakhir,”Semua orang tiba-tiba menoleh ketika Angelica yang baru saja datang berbicara.“Kakak,” Yunita langsung menimpali, sebab kakaknya ini sangat suka sekali bercanda dengan memasang wajah serius seperti yang sedang terjadi sekarang.“What? Kakak cuma menyambut calon suami kesayanganmu kok. Tahu ngak..”Mendengar kakaknya berbicara seperti itu, dia sudah bisa langsung tahu apa yang akan kakaknya katakan berikutnya. Dengan buru-buru dia berlari ke arah kakaknya dan berusaha menutup mulu
Besoknya, sesuai dengan perjanjiannya dengan Yunita kemarin di kantor, Andre dan Nia menunggu Yunita di Plaza Senayan, tepatnya di salah satu outlet brand mewah yang menjadi simbol orang kaya, G***i. “Memangnya kakak punya duit apa?” Merasa dirinya terlalu di rendahkan oleh adiknya satu ini, dia kemudian mengeluarkan dompetnya dan memamerkan beberapa kartu kredit black card dari beberapa bank ternama. “Masih mau ngomong?” ucapnya sambil tersenyum sinis. “Kakak ikutan investasi bodong ya?” “What the.., kagak lah. Kakak itu kalo setiap gajian, setengahnya kakak invest ke dalam berbagai hal,” Setelah selesai menjawab, dia tersadar akan satu kesalahan fatal yang baru saja di perbuat, yaitu menjelaskan soal keuangan pribadinya kepada Nia. Dan ketika dia melirik ke sampingnya, betul saja, Nia kini menatapnya dengan tatapan tajam. “Begitu ya, giliran aku minta sesuatu pasti dibilang nanti-nanti. Kalau Kak Yunita, kakak langsung gercep
“Ngak mungkin,” ibunya tampak syok dan menggelengkan kepala, “Dia tidak mungkin akan melakukan seperti itu, mama tidak percaya. Kamu pasti mengatakan itu untuk membuat mama benci dengan dia kan? Supaya mama merestui kamu dan Yunita, wanita licik itu,”“Nak, tuduhanmu itu cukup berbahaya? Kamu punya buktinya?”“Iya kak. Meski aku juga ngak suka dengan Kak Linda, tapi tuduhan kakak itu terlalu berbahaya,”“Kenapa? Aku mendengarnya sendiri kok, saat di Italia,” dia sengaja tidak melibatkan Yunita dalam hal ini, karena ibunya pasti akan mengarahkan semua tuduhan ke Yunita lagi, “Dan dia bahkan datang bersama dengan Roland, CEO baru dari saingan kita,”“Tunggu dulu, Roland dari JC Group? Yang baru saja mengakuisisi D&D Media tahun lalu?”“Yup, siapa lagi memang saingan terkuat kita saat ini selain mereka,”Melihat ayahnya yang menghela nafas, dia menduga kalau ayahnya sudah tahu soal Roland. Dan menurutnya, Ayahnya pasti menyembunyikan sesuatu darinya.“Jadi rumor itu benar ternyata,”“Rum
’Kanker otak stadium 2’4 kata itu membuat harapan yang ada dalam dirinya menjadi hancur seketika, dia tidak bisa menerima kenyataan kalau dirinya harus di diagnosis menderita penyakit mematikan itu.Dia bingung harus mengatakan apa ke keluarganya, melihat wajah kesedihan mereka saja dia tidak sanggup. Dan Yunita, yang sudah dia janji akan menikah tahun ini, dia tidak tega harus merusak momen-momen bahagia yang tengah mereka rasakan sekarang ini.Dia lalu duduk di bangku taman di taman yang ada di rumah sakit, “Kenapa kau memberikan cobaan yang berat seperti ini?” dia bergumam dalam hatinya, mengeluh pada yang maha kuasa. Sejujurnya, dia tidak mengerti di mana letak kesalahannya sehingga di pantas menerima cobaan yang begitu berat seperti ini. “Apa karena aku melawan kehendak mama soal pacaran selama ini?” dia kembali bergumam memikirkan semua alasan yang mungkin saja menjadi penyebab dia menerima cobaan seberat ini. Saat kembali ke mobilnya,
“Kamu kenapa sih sayang? Dari tadi kaya kurang fokus begitu,” Yunita bertanya dengan menyipitkan mata saat mereka berdua sedang menunggu pesanan mereka di sebuah restoran tidak jauh dari hotel, karena sebentar lagi mereka sudah harus kembali ke hotel. Andre menatap mata Yunita sejenak. Dia lalu tersenyum dan memilih untuk berbohong, “Ngak kok, aku sedang mikirin soal Roland dan Linda saja. Bagaimana kita harus bersikap ke mereka kalo berpapasan secara tidak sengaja,” “Kamu masih mikirin itu? Ngak usah terlalu di pikirkan lah. Ingat kan? Sepandai-pandainya tupai meloncat, suatu saat pasti akan jatuh juga. Sama kaya mereka, sepandai apapun mereka merencanakan dan menyembunyikan niat mereka, pasti akan ketahuan juga suatu saat. Yang penting, kita menghindari mereka saja untuk saat ini. Oke?” “Baik kalau begitu, untuk urusan mereka berdua, aku serahkan semua ke kamu,” “Duh, seharusnya sebagai calon kepala keluarga, kamu itu..” “Wait,” perkataan Yunita—khusu
Setelah mendengar cerita Yunita, Andre cukup syok. Dia tidak menyangka kalau Linda akan berbuat sejauh itu. Di kuasai oleh perasaan amarah, dia mengambil teleponnya dan hendak menelepon Karto.“Kamu mau apa?” Yunita bertanya,“Apalagi? Tentu saja akan aku masukkan dia ke penjara,”Yunita secara tiba-tiba mengambil telepon miliknya dan menutup teleponnya. Hal itu membuatnya terkejut. “Dan kamu punya bukti kalau dia yang melakukan itu?” “Pasti akan ada sendiri nanti, yang penting sekarang kita harus melaporkannya lebih dahulu. Kamu mau membiarkan orang yang sudah hampir membunuh kita berkeliaran bebas seperti itu?”“Coba kamu pikirkan, kalau kamu melapor ke polisi sekarang. Bisa saja Roland dan Linda langsung mengambil tindakan pencegahan dengan menyingkirkan semua bukti yang ada. Dan ujung-ujungnya? Bisa kamu yang kena laporan balik atau pencemaran nama baik,” Merasa perkataan Yunita ada benarnya, dia berdiri dari kursinya dan berjalan menuju balkon untuk menghilangkan penat de