Jasmine bekerja seperti biasa. Dia mengantar anaknya ke daycare, lalu kemudian dia berangkat ke kantor. Setiap hari akan ada tatapan yang mengerikan dari bosnya. Seperti yang pernah dia katakan bahwa dia ingin privasi bersama dengan anaknya.
Semua itu tidak mempan bagi Bian untuk tetap mengantar makan siang untuk Noah. Dia juga mengatakan kepada pihak daycare bahwa itu teman dekatnya Jasmine. Jadi, segala pemberian yang Bian berikan tetap diterima atas pemberian izin yang dilakukan oleh Jasmine.Sewaktu dia bekerja dan menyusun jadwal Bian. Ada Edo yang ada di depannya sedang duduk santai dan bermain ponsel. “Apakah hari ini bapak ada kesibukan?”Jasmine yang baru saja selesai dan memberikan tablet kepada Edo. “Dia punya jadwal perjalanan ke luar kota minggu depan.”Tatapan Jasmine kepada Edo sedikit mencurigakan. Pria itu juga sering berkunjung ke daycare dan mengantar makan siang untuk anaknya. “Edo, aku ingin bertanya sesuatu.”Pria itu meletakkan ponselnya di atas meja. “Tanyakan saja!”“Apa yang kamu lakukan di daycare selama ini? Kamu begitu lama di sana. Aku mendapatkan kabar kalau kamu berusaha mendekati anakku.”Edo terlihat panik. Memang seharusnya cukup sampai disitu saja Bian dan juga Edo mengunjungi Noah. “Aku yang menyuruhnya mengantar makan siang.”Jasmine berbalik ketika mendengar Bian di sana masuk begitu saja ke ruangan dia dan Edo. “Saya sudah pernah bilang kalau Noah punya pengawasan khusus.”Berkas diletakkan di atas meja Edo. “Berhentilah bertindak seperti itu, Jasmine! Seolah hidupmu baik-baik saja. Aku juga tahu apa yang aku lakukan. Aku tahu apa yang terbaik untuk dilakukan. Jadi, tidak perlu berlebihan melakukan apa pun.”Dianggap berlebihan karena melarang Edo ke tempat penitipan anaknya. “Jarak daycare ke kantor lumayan jauh. Kenapa kamu tidak menitipkan dia di daycare perusahaan?” tanya Bian yang berdiri sambil melipat kedua tangannya di depannya.“Itu akan merepotkan.”“Aku pernah melihat di banner, biaya perbulan di sana sangat tinggi. Lebih dari setengah gajimu.”Jasmine mengangkat kepalanya. Apa yang dilakukan oleh Jasmine sudah benar. Uang yang digunakan untuk membayar daycare adalah uang yang diberikan oleh Bian ketika mereka bercerai. Pria itu tidak tahu kalau Jasmine hamil oleh hubungan mereka.Kalau dia terus menerima makan siang itu dari Bian. Pertemuan antara Noah dan juga Bian pasti akan terjadi sebentar lagi. Dia tidak ingin kalau anak yang menjadi keluarga satu-satunya untuknya itu diambil oleh Bian.Mengingat pria itu pernah menikahinya demi mendapatkan harta dari orang tuanya sebagai syarat untuk warisannya.Dengan pemikiran tersebut, sudah pasti Bian juga akan melakukan segala cara untuk bisa mengambil Noah darinya. Apalagi dulu, Bian sangat mudah mengajaknya untuk menikah dan juga bercerai ketika sudah mendapatkan semuanya. Pernikahan tanpa melibatkan cinta. Tapi ada ketakutan tersendiri yang dirasakan oleh Jasmine ketika dia mengingat bahwa mantan suami yang ada di depannya ini cukup dingin dan juga egois.Dia tidak mengindahkan apa yang dikatakan oleh Bian tentang penitipannya Noah di daycare.“Apakah kamu tidak mendengarkan ucapanku?”Jasmine yang tadinya fokus pada komputernya langsung melirik ke arah Bian. “Terima kasih atas tawarannya. Noah sudah punya banyak teman di daycare sana. Jadi, tidak perlu memindahkan dia ke tempat ini.”Bian menganggukkan kepalanya. “Bagaimana dengan area bermainnya?”Dia mengatupkan rahangnya. Sedikit menahan emosi kalau Noah terus dibahas oleh Bian. Dia sama sekali tidak tertarik untuk membiarkan anaknya bertemu dengan pria itu dengan segera.“Tidak perlu khawatir, Pak. Noah juga puas dengan tempat bermainnya.”“Anak laki-laki suka bermain bola dan juga basket. Di perusahaan ini, ada daycare dengan fasilitas yang begitu lengkap. Kamu tidak membayar apa pun. Semuanya disediakan oleh perusahaan untuk anak-anak karyawan. Apakah tawaranku juga tidak mempan?”Edo hanya memberikan kode untuknya agar dia menerima tawaran dari Bian. Tapi sama sekali tidak berlaku bagi Jasmine. Dia tidak ingin melakukan itu sekarang. Dia benar-benar ingin mengurus anaknya sendiri tanpa peduli orang lain ingin ikut campur. “Terima kasih. Mungkin akan saya pikirkan lain kali, Pak. Saya juga akan bicara dengan anak saya begitu pulang dari kantor nanti.”Bian menganggukkan kepalanya. “Bagus, Jasmine. Kamu harus melakukan itu.”Dia tidak akan melakukan apa pun setelah pulang. Dia akan pulang mengajak makan malam lalu kemudian istirahat. Dia tidak akan mengatakan apa pun pada anaknya. Apalagi menawarkan pindah.Benar saja setelah dia pulang dari kantor, dia menjemput anaknya ke tempat penitipan anak. Lalu kemudian mengajak si kecil makan malam di luar karena tidak sempat untuk memasak. Di perjalanan, dia hanya mengobrol bersama dengan anaknya seperlunya saja.Tiba di rumah saat hari mulai gelap. Dia mandi dan membiarkan anaknya menonton televisi.Setelah keluar dari kamar mandi dia melihat anaknya bermain mainan baru. “Noah, siapa yang memberikan itu?”“Om Edo sama om Bian.”Bian ke daycare? Seingatnya Edo yang sering ditugaskan ke sana. Tadi juga Bian dan Edo hanya keluar makan siang bersama. Tapi justru dia melihat anaknya sendiri membawa mainan baru. “Apakah mereka berdua ke daycare hari ini?”Noah mengangguk. “Ya, om Edo dan om Bian kasih mainan ini.”Setelah mendengar pengakuan dari anaknya. Dia menghentikan aktivitasnya mengeringkan rambutnya barusan. Mendengar kalau Bian sudah mulai ke sana itu akan menyebabkan masalah baru.Dia tidak membenci Bian. Sama sekali tidak.Rumah mewah ini adalah pemberian mantan suaminya sehingga dia memiliki tempat paling nyaman. Kedua, dia juga diberikan kendaraan dan sejumlah uang yang sampai hari ini tidak habis.Bian bukan orang jahat, tapi agak sedikit nekat. Dia tahu kalau Bian sangat baik. Mengingat selama pernikahan mereka terjalin dulu, Bian bahkan tidak pernah menyakitinya. Baik dari segi ucapan maupun tindakan. Bian sangat memperlakukan dia dengan baik.“Ma, aku ngantuk,” ucap anaknya saat Jasmine membawa pekerjaan ke rumah. Lalu anaknya yang tiba-tiba menghampiri mengatakan bahwa dia mengantuk.Jasmine mematikan laptop dan segera menemani anaknya tidur. Hanya anak ini yang dia miliki. Sama sekali dia tidak berniat untuk pulang ke rumah orang tuanya. Dia juga tidak berminat lagi untuk hidup di sana. Apalagi sekadar menyapa.Noah ke tempat tidur setelah anak itu ke kamar kecil tadinya.Lalu perlahan si kecil memejamkan mata dan memeluk Jasmine. Ditatapnya si kecil dengan lekat. Pejaman mata dan wajah yang sangat tenang ini adalah benar-benar mirip dengan Bian. Karakternya Noah juga sedikit mirip dengan pria itu yang sangat peka terhadap apa pun yang dibutuhkan oleh Jasmine dulu.Keheningan menyelimuti mereka berdua. Suara deru napas yang begitu tenang mulai terdengar. Jasmine mengusap kepala anaknya agar tidur lebih nyenyak lagi.“Jangan pernah tinggalkan, Mama! Suatu saat kamu pasti akan bertemu lagi dengan orang yang kamu panggil om yang ternyata adalah papa kamu sendiri, Noah. Dia orang baik, Mama tidak bisa membencinya karena dia begitu baik dari dulu. Mama hanya ingin menjauhinya karena dia sudah bertunangan dengan Freya. Itu juga untuk menyelamatkan kamu.”Hari ini Bian berada di depan daycare. Sebelum berangkat ke luar kota. Dia ingin melihat anaknya terlebih dahulu. Dia akan pergi bersama dengan Edo untuk bertugas. “Bapak tidak ingin menemuinya?” Bian sadar dari lamunannya setelah Edo berkata demikian. Biar saja seperti ini. Dia hanya ingin melihat si kecil naik ke mobil ketika Jasmine datang menjemput anak mereka. “Aku hanya ingin melihatnya dengannya seperti ini. Aku tidak mau terlalu menonjol, Edo. Apalagi dia sangat mirip denganku. Jangan sampai Freya tahu soal ini.” Edo hanya menganggukkan kepalanya. Bian melihat dari jendela mobilnya kalau anak itu sudah keluar dari sana. Jasmine yang menggandeng tangan kecil itu. Ada rasa ingin turun dan menemui anaknya. Tapi dia tidak bisa mengganggu kehidupan mantan istrinya dan juga anak mereka. “Ayo jalan, Edo!” Dia langsung meminta Edo meninggalkan daycare tempat di mana anaknya menghabiskan waktu sehari-hari. Di perjalanan, Edo mengatakan. “Apakah Bapak tidak ingin mengambil ha
“Apakah kamu di rumah?” tanya Freya.Wanita itu menghubunginya setiap hari. Setiap saat dia harus memberikan kabar untuk wanita yang sebenarnya ingin dia nikahi. Wanita itu yang tidak mau untuk melanjutkan suatu hubungan dengannya. Terlalu menjadikan sebuah kesibukan itu alasan mereka tidak bisa bersama.“Aku ada di rumah.” “Aku akan ke sana,” ucapnya dari seberang telepon.Baru saja dia mengeringkan rambutnya. Bian langsung menjawab. “Tidak perlu, Freya. Aku ingin istirahat lebih awal. Aku kelelahan sekali hari ini. Aku baru pulang dari kantor barusan. Lalu kemudian aku mandi dan menghabiskan waktu di kantor sepanjang hari terasa sedikit melelahkan.”“Baiklah. Kalau begitu aku akan keluar bersama teman-temanku. Kalau kamu tidak keberatan nanti, kamu bisa mencariku di kelab seperti biasa.”Tidak, dia tidak akan ke tempat seperti itu. Dia rela menghabiskan waktunya di rumah untuk istirahat. Dia mulai untuk mengingat kembali alamat rumah yang dia berikan untuk Jasmine dulu.Sabtu m
“Mama, kapan aku boleh ikut?”Jasmine duduk di berjongkok ketika dia baru saja pulang dari kantor. Tadi pagi dia mengantar anaknya ke tempat biasa. Si kecil selalu menangis untuk ikut semenjak Bian mengatakan kalau anaknya boleh ikut ke kantor. Padahal, dia tidak ingin kalau ada orang lain yang mengganggu.Jasmine tidak mau juga kalau si kecil bertemu dengan Freya. Wanita itu terlalu mengerikan bagi Jasmine.“Ya, sabar aja, Sayang. Mama sibuk banget. Belum bisa bawa ke sana. Mama juga sering keluar kantor. Om Bian selalu ngajakin kerja di luar.”Anaknya menatap dengan iba. Entah kenapa dia semakin melihat anaknya selalu berharap setiap kali ada pertemuan Jasmine dengan orang lain. Memang menjadi seorang janda anak satu tidak pernah dia bayangkan. Waktu itu juga dia tidak menyangka sedang hamil. Mungkin dia tidak masalah kalau kehilangan perawannya. Akan tetapi kalau hamil lalu kemudian bercerai, itu tidak pernah masuk ke dalam list di dalam hidupnya.Banyak hal yang membuatnya t
“Kenapa gaji saya sangat banyak?” tanya Jasmine kepada Bian yang sedang di meja kerjanya.Wanita itu berdiri di depan Bian saat menanyakan jumlah gaji. Bian menutup berkasnya dan menatap wanita itu. “Gajimu mengikuti aturan perusahaan ini. Jadi, kamu tidak perlu bertanya.”“Oh, maaf. Saya pikir gaji saya mengikuti peraturan perusahaan lama, karena saya di sini hanya sebentar.”“Kamu bisa mengisi yang kosong, Jasmine. Nanti setelah Sierra kembali. Kamu bisa isi jabatan yang lain. Jarak rumahmu juga ke tempat ini tidak terlalu jauh.”Jasmine menggelengkan kepalanya. “Tidak perlu, Pak. Saya akan kembali ke kantor lama saja nantinya.”“Oke, terserah kamu. Aku hanya menawarkan.”Padahal Bian ingin melindungi anaknya. Sekalipun tidak ada hubungan lagi antara mereka. Hubungan suami istri mereka telah usai beberapa tahun lalu. Dia tidak ingin ada hal berbahaya yang menyentuh anaknya.Sekalipun 24 jam tidak bisa mengawasi anaknya. Akan tetapi Bian tetap saja merasa kalau dirinya perlu meneman
“Jasmine, minta tolong minta tanda tangan bapak, ya!”Bian yang tidak sengaja mendengar permintaan karyawannya dan menyuruh Jasmine. “Oke, nanti kalau bapak udah kembali. Bapak lagi di luar sama Edo.”Bian sudah kembali. Tidak terima kalau Jasmin disuruh-suruh.Sewaktu dia di lift, pintu lift itu terbuka dan ternyata ada Jasmine yang membawa beberapa berkas untuknya. “Pekerjaanmu?”“Ada berkas yang harus Bapak tanda tangani.”Bian tahu dia juga mendengar itu tadi ketika sedang lewat di sana. Bian hanya merasa kalau wanita ini terlalu banyak meladeni orang lain sehingga yang lainnya terlihat santai dan bisa menyuruh Jasmine kapan pun mereka inginkan.Jasmine berjalan di belakangnya memang tugas seorang sekretaris seperti itu. Tapi kalau untuk meminta tanda tangan dan meminta Jasmine yang melakukannya. Bian merasa itu keterlaluan karena Jasmine juga banyak pekerjaan di dalam sana.Setibanya di ruangannya, Jasmine meletakkan semua di atas meja. “Jadwalku hari ini apa?”“Sudah tidak ada
“Jasmine hari ini tidak masuk, Pak. Dia sudah izin karena hari ini Noah dibawa ke rumah sakit.” Bian baru saja melepaskan jasnya, mendapatkan informasi dari Edo kalau wanita itu tidak masuk bekerja. “Noah sakit apa?” “Jasmine bilang kalau dia akan membawanya ke rumah sakit. Saya tidak tahu selebihnya.” Bian sendiri hanya menganggukkan kepalanya. Dia kembali fokus bekerja dan memerintahkan Edo mengambil alih. Itulah gunanya punya dua sekretaris sekaligus agar dia bisa membiarkan salah satunya seperti ini. Setelah dia selesai mengerjakan semuanya. Bian teringat apa yang dikatakan oleh Edo tadi mengenai anaknya. Dia beranjak dari tempat duduk. “Edo, apakah ada kabar dari Jasmine?” Edo langsung mengiyakan dan memberikan informasi tentang Noah. Anak itu sedang diinfus di rumah sakit. Jasmine mengirimkan video. “Tanyakan pada Jasmine alamat rumah sakitnya.” Tahu kalau dia tidak akan pernah bisa menemani anaknya sepanjang waktu. Tapi Bian sendiri berjanji bahwa tidak akan membiarkan an
“Setelah kamu selesai dengan cuti ini. Aku akan kembali ke perusahaan lama,” ucap Jasmine pada Sierra.Sedangkan temannya hanya tertawa. “Mana mungkin dia akan berikan izin untuk kembali. Apalagi dia bilang kamu juga gesit.”Jasmine hanya merasa dirinya tidak mau berlama-lama di sana. Terutama dengan kebaikan yang diberikan oleh Bian. Takut kalau nanti dia menganggap semua itu sebagai sebuah perasaan yang berlebih.Jasmine bengong ketika berbicara dengan Sierra. Setelah si kecil keluar dari rumah sakit. Lalu kembali lagi ke daycare. Dia kembali bekerja dan hari libur dia langsung menemui Sierra.Wanita itu menyambutnya dengan baik. “Kudengar dari Edo, kamu dikunjungi ke rumah sakit waktu Noah sakit?”Jasmine mengangguk. “Ya. Aku dikunjungi. Ruangannya Noah juga dipindahkan ke tempat khusus. Dia bilang kalau Noah bangun karena suara ribut. Lalu dia pindahkan ke VIP dan bisa istirahat dengan tenang.”“Sama sepertiku dulu. Aku pernah sakit. Apalagi awal kehamilan aku juga dijenguk. Dia y
“Pak, makan malamnya dilaksanakan besok malam.” Bian yang mendengarnya mengangguk. Hari ini Jasmine sudah mulai masuk kerja lagi. Lalu kabar itu diberikan oleh Edo kalau dia akan makan bersama dengan Sadewa dan juga keluarganya. “Apakah saya harus memberitahu Jasmine?” tanya Edo ketika Bian bengong. Memang persyaratan dari Sadewa adalah membawa Jasmine. Tapi mana mungkin dia membawa wanita itu ke sana. Dia belum ada obrolan apa pun dengan Jasmine dan tidak mungkin mengajak wanita itu tiba-tiba. “Biarkan aku yang mengatakannya.” Edo kemudian pamit dan keluar dari ruangannya. Sedangkan Bian bangun dari tempat duduknya dan menghampiri Jasmine yang ada di ruangannya. Setelah di sana. Wanita itu menatapnya. “Jasmine. Bisakah kamu membantuku?” “Tentu saja.” “Bukan tentang pekerjaan. Ini tentang papaku. Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat. Ini tentang papaku yang mengajakku makan malam dan harus membawamu.” Jasmine memutar kursinya. Mata wanita itu terlihat teduh. “Bukankah
Bian tidak ingin mengambil keputusan yang fatal lagi seperti kemarin-kemarin. Dia tidak mau kalau dia dan istrinya bercerai lantaran dirinya yang tidak bisa menjadi suami yang baik. Dia menganggap perasaan istrinya terlalu lebay. Dia menganggap perasaan istrinya berlebihan ketika wanita itu cemburu. Padahal, yang terjadi sebenarnya adalah dirinya tidak pernah lagi mengerti bagaimana rasanya dicemburui. Tidak pernah merasakan itu sebelumnya pada wanita lain. Freya tidak pernah cemburu padanya, Adelia tidak pernah peduli terhadapnya. Berbeda dengan Jasmine yang bahkan menangis karena ulahnya. Sepele, tapi menyakiti istrinya. Bian tidak mau lagi melakukan itu dan menyakiti Jasmine lebih dalam lagi. Sekarang, dia ingin hidup dengan akur dan baik-baik saja bersama dengan istrinya. Dia menuduh Jasmine berubah ketika pulang dari rumahnya Ulfa. Tanpa dia sendiri sadari kalau selama ini yang membuat istrinya berubah adalah ulahnya sendiri. Bian terlalu jauh membuat istrinya menderita. Dia
“Dari sekian banyak pilihan, kenapa kamu memutuskan untuk bercerai sama aku, Mas?” Padahal Bian sendiri tahu, semenjak mereka bertengkar. Jasmine selalu menangis tengah malam. Bian menyadarinya, tidak ingin mengganggu istrinya malam itu. Pelariannya ke alkohol juga tidak mempan. Rasanya masih terlalu sakit kalau dia ingat betapa bodohnya dia. Secara naluri, dia masih menyayangi istrinya. Dia juga tidak ingin berpisah dengan istrinya. Jasmine adalah orang yang dia cintai. Dunia ini seolah-olah akan berhenti begitu Bian mengatakan ingin bercerai dari istrinya. Padahal dia sendiri sangat tahu kalau dirinya sangat mencintai istrinya. Dia meninggalkan semua wanita demi bisa bertahan dengan istrinya. Dia tidak meminta pendapat dari orang lain. Dia hanya berharap kalau ini akan segera selesai. Yaitu dengan cara melepaskan wanita yang begitu dicintainya. Memang dari awal Bian sudah merasa kalau dirinya itu tidak bisa menjaga rumah tangganya lagi. Bian juga sudah berusaha bertahan, namun
Bian menganggap remeh rasa cemburunya Jasmine yang selama ini dia rasakan. Tidak menyangka kalau kalimat itu keluar dari mulut suaminya sendiri. Dia tidak pernah menduga kalau suaminya akan menganggap perasaannya tidak penting seperti itu. Setelah pertengkaran beberapa malam yang lalu. Bian pun tidak ada kata permintaan maaf sampai detik ini. Jasmine yang merasa kalau suaminya memang sangat sulit untuk mengerti perasaannya. Menikah dengan Bian dua kali, tidak serta merta membuatnya merasa baik-baik saja. Menikah hanya karena alasan demi anak. Tapi juga tidak baik untuk kesehatan mentalnya. Memang Bian baik terhadap anak-anak, ternyata pria itu abaikan semua yang dikatakan oleh Jasmine. Memang benar, dia harusnya diam saja tanpa banyak protes terhadap rumah tangganya. Tidak layak juga protes kalau tidak pernah didengarkan. Jasmine mulai menyesali ketika dia memberontak malam itu. Mulai menyesal telah mengeluarkan semua yang ada di dalam hatinya. Mulai merasa kalau dirinya tidak a
“Pa, Papa nggak berantem sama mama, kan?” Bian sedang berenang berdua dengan Noah, anaknya bertanya tentang kondisi rumah tangga mereka. Bian memang tidak pernah bertengkar dengan istrinya. Bian sedang di tepi kolam renang justru tersenyum dengan pertanyaan anaknya. Tidak ada pertengkaran apa pun yang terjadi di dalam rumah tangga mereka. Hanya saja, beberapa hari yang lalu Jasmine mengatakan dirinya sedang lelah saja. “Mama cuman capek aja, Noah. Setiap ibu pasti akan merasakan itu.” “Tapi, Pa. Papa kenapa ketemu lagi sama Nina dan mamanya?” Bian yang tadinya mengabaikan soal itu, tiba-tiba saja dia menoleh kepada anaknya. “Dari mana kamu tahu?” “Pak Egi bilang sama aku tadi waktu jemput ke tempat les. Katanya, Pak Egi sama mama ke taman belakang kantor waktu antar makan siang. Terus Papa di sana sama Nina dan mamanya.” Bian bertemu dengan Adelia tidak ada maksud apa-apa, dia hanya menemui wanita itu lantaran Nina ingin bertemu dengannya. Tidak ada maksud lain yang Bian laku
Seminggu dia pergi bersama dengan Celia. Bian tidak menghubunginya apalagi bertanya apakah dia sudah sampai atau tidak. Justru dia dibiarkan begitu saja. Tidak seperti biasanya, memang pria itu sudah berubah. Jasmine tadinya memang ingin liburan bersama dengan Celia berdua. Setelah dikabari oleh kakak sepupunya kalau Ulfa ada di rumah kakaknya. Jasmine pun akhirnya ke sana dan jaraknya lebih dekat. Dia juga cerita keluh kesahnya dan menceritakan bagaimana Bian dulu juga pernah main wanita di masa lalu. Jasmine yang baru mengenal cinta justru terjebak dalam pernikahan waktu itu. Dia cemburu, tidak bisa mengungkapkannya. Sekarang, dia cemburu. Masih bisa diam juga tanpa berani berkata apa-apa. “Terus, mau sampai kapan kamu sama Celia di sini?” tanya Halim, kakak sepupunya. Jasmine duduk di sebelah kakak sepupunya di sebuah taman yang ada di rumah itu. “Mungkin lusa akan pulang. Kasihan Noah juga di sana.” Dulu, dia menerima Bian kembali karena dia kasihan kepada Noah. Lalu kemudia
“Ada yang ingin kamu omongin sama aku nggak, Mas?” Jasmine ingin tahu apakah suaminya ingin mengatakan sesuatu seperti pertemuan atau apa pun itu. Dia akan mendengarkan semuanya. Terutama dia tidak akan berpikir berlebihan setelah mengetahui suaminya masih bertemu dengan mantan istrinya. Kalau itu adalah Freya, mungkin tidak akan sesakit ini.Merasa dikhianati oleh suaminya lantaran Bian tidak mengatakan apa pun dengan jujur. Pertemuan yang dilakukan di belakang Jasmine termasuk kejahatan dalam rumah tangga. Hilangnya kejujuran dan juga tidak ada yang tahu apa yang terjadi setelahnya. Bian meletakkan ponselnya di atas meja. Menatap Jasmine kemudian tersenyum. “Nggak ada, Sayang.” Jasmine menganggukkan kepalanya dengan perlahan, dia tahu kalau ternyata suaminya hanya pura-pura. Bahkan dari kemarin, Bian tidak meminta jatahnya. Ada apa? Kenapa pria itu berubah sekarang? Jasmine merasa seorang istri yang hanya menerima kesalahan Bian beberapa kali. Tahu kalau watak main wanita itu t
“Bibi, aku saja yang masak. Tolong bantu aku jaga, Celia, ya!” Dia membawa anak keduanya menghadap kepada asisten rumah tangga yang ikut dengannya. Hari ini dia akan pergi bertemu dengan Amber dan juga Sophie. Mereka bertiga akan berkumpul lagi setelah sekian lama tidak bertemu. Jasmine juga akan menyiapkan makan siang untuk suaminya. Sekalian ketika berangkat ke rumah Amber nanti, dia ke kantor suaminya terlebih dahulu untuk membawakan bekal. Seperti biasa, Bian sangat menyukai masakan yang dibuatkan oleh Jasmine. Dia memasak sendirian di dapur. Lalu kemudian membiarkan Celia bersama dengan sang bibi di ruang tengah. Usai dia memasak, Jasmine langsung mandi dan menyiapkan segala kebutuhan yang akan dia perlukan nanti untuk Celia selama berada di rumah Amber. Entah itu pakaian ganti dan juga popok. Dia diberikan izin untuk bertemu dengan Amber karena dia mengatakan akan diantar oleh sopirnya. Bian sangat sensitif sekali membiarkan Jasmine keluar. Lalu kemudian setelah selesai be
“Pak, ada seseorang menunggu Anda di taman belakang kantor,” beritahu Sierra begitu Bian baru saja kembali dari proyek. Bian langsung turun dan pergi ke taman kantor yang tidak jauh dari tempat ini. Lalu kemudian kaki jenjangnya melangkah dengan sangat cepat ke sana. Baru saja tiba di sana, tubuhnya langsung bereaksi ketika melihat wanita bersama dengan anak kecil sedang duduk di bangku taman. Dia menghampiri secara perlahan dan wanita itu kemudian menoleh. Anak kecil itu berlari ke arahnya. “Papa,” dipeluknya Bian sangat erat. “Maafkan aku, Bian. Aku menemuimu kembali. Bukan maksudku mencarimu lagi. Aku tahu, kamu sudah menikah dan mungkin kamu sudah punya kehidupan yang lebih layak. Namun, dia menangis dan selalu mencarimu.” Bian berjongkok dan memeluk anak kecil yang dibawa oleh wanita itu. Wajar rasanya kerinduan Nina tidak akan pernah berakhir. Karena selama ini yang merawat anak ini adalah dirinya. Bian memang tidak ingin berakhir dengan pengkhianatan. Lalu dia menggendong
Tangis seorang bayi memenuhi ruangan yang khusus untuk Jasmine. Kelahiran bayi perempuan yang baru saja beberapa menit lalu. Melengkapi kehidupan rumah tangga mereka yang pada akhirnya mampu membuat Bian takjub dengan istri dan juga anaknya. Dia merasa bangga sekali pada istrinya yang telah melahirkan bayi secantik itu. Dia juga bangga kepada anak perempuan yang lahir dengan selamat dan proses persalinan Jasmine dengan normal. Di rumah sakit pilihan Amber untuk Jasmine melahirkan. Suasana begitu tegang sebelum si kecil dilahirkan. Beberapa kali Jasmine mengerang kesakitan. Berpikir kembali jika itu dirasakan oleh Jasmine beberapa tahun lalu ketika melahirkan Noah sendirian. Selama beberapa tahun terakhir istrinya telah berjuang sendirian. Melihat anak keduanya lahir, harapan baru telah muncul dalam kehidupannya Bian. Menunggu selama ini untuk kehadiran anak kedua mereka. Meskipun sebenarnya dia melihat kalau Noah juga sangat berharap adiknya segera lahir ke dunia ini. Bian bisa t