Hari ini Bian berada di depan daycare. Sebelum berangkat ke luar kota. Dia ingin melihat anaknya terlebih dahulu. Dia akan pergi bersama dengan Edo untuk bertugas. “Bapak tidak ingin menemuinya?”
Bian sadar dari lamunannya setelah Edo berkata demikian. Biar saja seperti ini. Dia hanya ingin melihat si kecil naik ke mobil ketika Jasmine datang menjemput anak mereka.
“Aku hanya ingin melihatnya dengannya seperti ini. Aku tidak mau terlalu menonjol, Edo. Apalagi dia sangat mirip denganku. Jangan sampai Freya tahu soal ini.”
Edo hanya menganggukkan kepalanya. Bian melihat dari jendela mobilnya kalau anak itu sudah keluar dari sana. Jasmine yang menggandeng tangan kecil itu. Ada rasa ingin turun dan menemui anaknya. Tapi dia tidak bisa mengganggu kehidupan mantan istrinya dan juga anak mereka.
“Ayo jalan, Edo!”
Dia langsung meminta Edo meninggalkan daycare tempat di mana anaknya menghabiskan waktu sehari-hari.
Di perjalanan, Edo mengatakan. “Apakah Bapak tidak ingin mengambil hak asuhnya?”
Seingatnya Jasmine tidak memiliki keluarga lain. Justru orang yang dianggap keluarga tega menjual Jasmine pada Bian waktu itu. Dia tertawa kecil mendengar ucapan dari Edo. “Kurasa tidak. Jasmine adalah wanita yang baik. Jadi, aku rasa bahwa anakku akan baik-baik saja saat dia yang mengasuhnya. Biarkan saja seperti ini.”
Tapi di perjalanan juga. Dia justru berpikir apakah anaknya hidup dengan baik? Apakah ekonomi mereka tercukupi? Apakah si kecil mendapatkan makanan yang enak?
Pikiran-pikiran itu mulai lewat di otaknya begitu saja. Tentang anaknya yang hidup dengan baik atau tidak. Uang yang diberikan oleh Jasmine tercukupi atau tidak? Sementara itu, kalau dia memberikan uang dengan cuma-cuma, sudah pasti mantan istrinya tidak akan menerima itu dan akan mengetahui bahwa Bian sudah tahu tentang status Noah.
Melihat respons yang diberikan oleh Jasmine terhadap dirinya tentang Noah. Dia justru khawatir wanita itu mengundurkan diri dan membuat Bian semakin jauh dengan anaknya. Sebuah pernikahan yang pernah terjalin dengan begitu singkat. Tidak ada penyesalan yang Bian rasakan selama menikah dengan Jasmine. Wanita itu baik, wanita yang paling dihindari oleh Bian adalah mantan istrinya sendiri.
“Bisa saja aku mengambil Noah dari Jasmine. Itu sangat mudah sekali bagiku. Akan tetapi, aku berpikir lagi bahwa anakku pasti sangat butuh Jasmine.”
Edo tidak menanggapinya. Selama perjalanan dia hanya berpikir tentang kehidupan anaknya baik-baik saja atau tidak.
Setelah mereka bercerai, dia mengantar Jasmine. Memeluk wanita itu terakhir kalinya. Tapi sekarang, setelah dia mendapatkan respons dari Freya tentang penolakan menikah. Ada rasa tidak terima yang dirasakan oleh Bian. Wanita itu terus mengulur waktu dan mengatakan kalau kariernya jauh lebih penting.
Hingga saat ini mereka berdua masih terikat dengan hubungan pacaran. Sampai saat ini juga dia menantikan wanita itu untuk setuju bahwa mereka harus menikah. Faktanya, memang sangat sulit diterima kalau Freya memang tidak menyukai anak kecil. Kemungkinan paling besarnya juga, mereka akan menikah tanpa memiliki keturunan.
Sementara Bian yang awalnya memang setuju menikah tanpa memiliki anak. Sekarang, setelah dia tahu bahwa dia memiliki anak dari mantan istrinya. Bian merasa kalau Jasmine sudah menjadi wanita yang baik. Bahkan seorang ibu yang sangat baik dan juga bijaksana.
Bagaimanapun rumah tangganya telah berakhir dengan Jasmine. Sekalipun wanita itu berada di kantornya. Tidak mungkin mengusik kehidupan wanita itu lagi setelah mendengar bahwa Jasmine butuh privasi bersama dengan anaknya.
Tiba di tempat dia bertugas dengan Edo. Lalu dia keluar untuk makan malam bersama dengan Edo. Di restoran itu ada keluarga kecil yang di mana pria itu menyuapi anak laki-lakinya. Sementara sang wanita sibuk dengan makanannya.
Dia langsung mengalihkan pandangannya ketika melihat adegan itu yang terlihat begitu menggemaskan. Jujur saja kalau Bian juga sepertinya ingin melangkah untuk mendekati anak kandungnya. Tetapi sadar juga kalau itu dia lakukan. Ada bahaya yang akan terus mengintai Jasmine dan juga anaknya.
Tidak bisa mengawasi 24 jam untuk anaknya. Kesibukan di kantor membuatnya harus membiarkan anaknya berada di daycare. Bahkan, dia juga akan membatasi Edo untuk mengantar makan siang. Tidak ingin kalau orang lain tahu bahkan mengikuti Edo untuk mencari tahu tentang anak kecil yang hadir di pernikahan Bian waktu itu.
Kehadiran anaknya tidak dia salahkan. Toh juga dia melakukan itu dengan istrinya dulu sebelum mereka bercerai. Kehamilan Jasmine juga sangat misterius baginya.
Malam harinya sebelum tidur, dia berdiri di dekat jendela hotel. Melihat ke arah luar dan kemudian dia memainkan ponselnya. Mengingat tentang kehidupan yang dijalani oleh anaknya. Itu harus lebih baik dibandingkan dengan kehidupan yang telah dialami oleh Bian sendiri.
Anaknya sudah besar dan tumbuh dengan baik tanpa ada pengawalan dari dirinya selama ini. Kehadiran si kecil juga tidak dia sadari selama ini. Kalau bukan karena kejadian itu, tidak akan ada pertemuan yang terjadi.
Beberapa hari kemudian pulang.
Dia langsung menyetir ke kantor dan Edo masih ada di sana. Sementara dia harus segera kembali karena banyak yang harus dikerjakan.
Sampai di kantor, hanya dia dan Jasmine yang ada di ruangan. Wanita itu sibuk sendiri di dalam sana. Sedangkan Bian sendiri juga sedang mengerjakan pekerjaan yang tidak bisa dihandle oleh mantan istrinya ini.
Bian sudah memerintahkan Edo untuk tetap di sana selama bertugas dan mengerjakan semuanya dengan baik. Boleh kembali ketika semua tugas sudah diselesaikan oleh anak buahnya itu.
Dia bangun dari tempat duduknya dan menghampiri Jasmine. Wanita itu sedang bermain ponsel. “Jasmine,” panggilnya dengan nada yang rendah. Langkahnya perlahan mendekat ke meja wanita itu.
“Bapak butuh sesuatu?”
“Sebentar lagi jam makan siang. Kamu siapkan makan siang untukku!”
Seperti biasa, wanita ini selalu kebagian untuk menyiapkan makan siang untuknya. Seperti yang dilakukan oleh Sierra juga kalau dia harus makan siang dan semua itu harus disiapkan.
Jasmine langsung memilihkan menu untuk siang ini. Bian mengatakan kalau itu terserah apa saja yang dipilihkan oleh Jasmine. “Bapak tidak mau memilih?”
Bian mengibaskan tangan kirinya. “Terserah kamu saja.”
“Tapi saya tidak tahu apa yang Bapak inginkan.”
Bian berbalik lagi begitu dia hendak kembali ke tempat kerjanya. Dia langsung menatap wanita itu. “Bukankah kita pernah hidup bersama? Kamu lupa dengan menu makan siang yang selalu kamu siapkan untukku?” tanya Bian sedikit mengintimidasi.
Jujur saja kalau dia banyak pikiran akhir-akhir ini. Terutama tentang anaknya, putarnya yang tidak mungkin akan diambil oleh Bian dari Jasmine.
Jasmine tidak banyak tanya lagi setelah itu. “Baiklah, saya akan menyiapkan makan siang itu.”
Ketika dia sedang sibuk makan siang. Dia melihat Jasmine juga makan di dalam sana sendirian. Wanita itu membawa bekal makan siang. “Kalau aku tiba-tiba membahas tentang Noah. Dia akan meninggalkan perusahaan. Dia akan pergi jauh. Jasmine bukan orang yang akan berpikir panjang tentang apa pun. Dia tetap wanita yang polos seperti dulu,” ucap Bian ketika dia ingin bertanya tentang kehidupan anaknya.
“Aku masih belum bisa menanyakan tentang Noah kepadamu.”
“Apakah kamu di rumah?” tanya Freya.Wanita itu menghubunginya setiap hari. Setiap saat dia harus memberikan kabar untuk wanita yang sebenarnya ingin dia nikahi. Wanita itu yang tidak mau untuk melanjutkan suatu hubungan dengannya. Terlalu menjadikan sebuah kesibukan itu alasan mereka tidak bisa bersama.“Aku ada di rumah.” “Aku akan ke sana,” ucapnya dari seberang telepon.Baru saja dia mengeringkan rambutnya. Bian langsung menjawab. “Tidak perlu, Freya. Aku ingin istirahat lebih awal. Aku kelelahan sekali hari ini. Aku baru pulang dari kantor barusan. Lalu kemudian aku mandi dan menghabiskan waktu di kantor sepanjang hari terasa sedikit melelahkan.”“Baiklah. Kalau begitu aku akan keluar bersama teman-temanku. Kalau kamu tidak keberatan nanti, kamu bisa mencariku di kelab seperti biasa.”Tidak, dia tidak akan ke tempat seperti itu. Dia rela menghabiskan waktunya di rumah untuk istirahat. Dia mulai untuk mengingat kembali alamat rumah yang dia berikan untuk Jasmine dulu.Sabtu m
“Mama, kapan aku boleh ikut?”Jasmine duduk di berjongkok ketika dia baru saja pulang dari kantor. Tadi pagi dia mengantar anaknya ke tempat biasa. Si kecil selalu menangis untuk ikut semenjak Bian mengatakan kalau anaknya boleh ikut ke kantor. Padahal, dia tidak ingin kalau ada orang lain yang mengganggu.Jasmine tidak mau juga kalau si kecil bertemu dengan Freya. Wanita itu terlalu mengerikan bagi Jasmine.“Ya, sabar aja, Sayang. Mama sibuk banget. Belum bisa bawa ke sana. Mama juga sering keluar kantor. Om Bian selalu ngajakin kerja di luar.”Anaknya menatap dengan iba. Entah kenapa dia semakin melihat anaknya selalu berharap setiap kali ada pertemuan Jasmine dengan orang lain. Memang menjadi seorang janda anak satu tidak pernah dia bayangkan. Waktu itu juga dia tidak menyangka sedang hamil. Mungkin dia tidak masalah kalau kehilangan perawannya. Akan tetapi kalau hamil lalu kemudian bercerai, itu tidak pernah masuk ke dalam list di dalam hidupnya.Banyak hal yang membuatnya t
“Kenapa gaji saya sangat banyak?” tanya Jasmine kepada Bian yang sedang di meja kerjanya.Wanita itu berdiri di depan Bian saat menanyakan jumlah gaji. Bian menutup berkasnya dan menatap wanita itu. “Gajimu mengikuti aturan perusahaan ini. Jadi, kamu tidak perlu bertanya.”“Oh, maaf. Saya pikir gaji saya mengikuti peraturan perusahaan lama, karena saya di sini hanya sebentar.”“Kamu bisa mengisi yang kosong, Jasmine. Nanti setelah Sierra kembali. Kamu bisa isi jabatan yang lain. Jarak rumahmu juga ke tempat ini tidak terlalu jauh.”Jasmine menggelengkan kepalanya. “Tidak perlu, Pak. Saya akan kembali ke kantor lama saja nantinya.”“Oke, terserah kamu. Aku hanya menawarkan.”Padahal Bian ingin melindungi anaknya. Sekalipun tidak ada hubungan lagi antara mereka. Hubungan suami istri mereka telah usai beberapa tahun lalu. Dia tidak ingin ada hal berbahaya yang menyentuh anaknya.Sekalipun 24 jam tidak bisa mengawasi anaknya. Akan tetapi Bian tetap saja merasa kalau dirinya perlu meneman
“Jasmine, minta tolong minta tanda tangan bapak, ya!”Bian yang tidak sengaja mendengar permintaan karyawannya dan menyuruh Jasmine. “Oke, nanti kalau bapak udah kembali. Bapak lagi di luar sama Edo.”Bian sudah kembali. Tidak terima kalau Jasmin disuruh-suruh.Sewaktu dia di lift, pintu lift itu terbuka dan ternyata ada Jasmine yang membawa beberapa berkas untuknya. “Pekerjaanmu?”“Ada berkas yang harus Bapak tanda tangani.”Bian tahu dia juga mendengar itu tadi ketika sedang lewat di sana. Bian hanya merasa kalau wanita ini terlalu banyak meladeni orang lain sehingga yang lainnya terlihat santai dan bisa menyuruh Jasmine kapan pun mereka inginkan.Jasmine berjalan di belakangnya memang tugas seorang sekretaris seperti itu. Tapi kalau untuk meminta tanda tangan dan meminta Jasmine yang melakukannya. Bian merasa itu keterlaluan karena Jasmine juga banyak pekerjaan di dalam sana.Setibanya di ruangannya, Jasmine meletakkan semua di atas meja. “Jadwalku hari ini apa?”“Sudah tidak ada
“Jasmine hari ini tidak masuk, Pak. Dia sudah izin karena hari ini Noah dibawa ke rumah sakit.” Bian baru saja melepaskan jasnya, mendapatkan informasi dari Edo kalau wanita itu tidak masuk bekerja. “Noah sakit apa?” “Jasmine bilang kalau dia akan membawanya ke rumah sakit. Saya tidak tahu selebihnya.” Bian sendiri hanya menganggukkan kepalanya. Dia kembali fokus bekerja dan memerintahkan Edo mengambil alih. Itulah gunanya punya dua sekretaris sekaligus agar dia bisa membiarkan salah satunya seperti ini. Setelah dia selesai mengerjakan semuanya. Bian teringat apa yang dikatakan oleh Edo tadi mengenai anaknya. Dia beranjak dari tempat duduk. “Edo, apakah ada kabar dari Jasmine?” Edo langsung mengiyakan dan memberikan informasi tentang Noah. Anak itu sedang diinfus di rumah sakit. Jasmine mengirimkan video. “Tanyakan pada Jasmine alamat rumah sakitnya.” Tahu kalau dia tidak akan pernah bisa menemani anaknya sepanjang waktu. Tapi Bian sendiri berjanji bahwa tidak akan membiarkan an
“Setelah kamu selesai dengan cuti ini. Aku akan kembali ke perusahaan lama,” ucap Jasmine pada Sierra.Sedangkan temannya hanya tertawa. “Mana mungkin dia akan berikan izin untuk kembali. Apalagi dia bilang kamu juga gesit.”Jasmine hanya merasa dirinya tidak mau berlama-lama di sana. Terutama dengan kebaikan yang diberikan oleh Bian. Takut kalau nanti dia menganggap semua itu sebagai sebuah perasaan yang berlebih.Jasmine bengong ketika berbicara dengan Sierra. Setelah si kecil keluar dari rumah sakit. Lalu kembali lagi ke daycare. Dia kembali bekerja dan hari libur dia langsung menemui Sierra.Wanita itu menyambutnya dengan baik. “Kudengar dari Edo, kamu dikunjungi ke rumah sakit waktu Noah sakit?”Jasmine mengangguk. “Ya. Aku dikunjungi. Ruangannya Noah juga dipindahkan ke tempat khusus. Dia bilang kalau Noah bangun karena suara ribut. Lalu dia pindahkan ke VIP dan bisa istirahat dengan tenang.”“Sama sepertiku dulu. Aku pernah sakit. Apalagi awal kehamilan aku juga dijenguk. Dia y
“Pak, makan malamnya dilaksanakan besok malam.” Bian yang mendengarnya mengangguk. Hari ini Jasmine sudah mulai masuk kerja lagi. Lalu kabar itu diberikan oleh Edo kalau dia akan makan bersama dengan Sadewa dan juga keluarganya. “Apakah saya harus memberitahu Jasmine?” tanya Edo ketika Bian bengong. Memang persyaratan dari Sadewa adalah membawa Jasmine. Tapi mana mungkin dia membawa wanita itu ke sana. Dia belum ada obrolan apa pun dengan Jasmine dan tidak mungkin mengajak wanita itu tiba-tiba. “Biarkan aku yang mengatakannya.” Edo kemudian pamit dan keluar dari ruangannya. Sedangkan Bian bangun dari tempat duduknya dan menghampiri Jasmine yang ada di ruangannya. Setelah di sana. Wanita itu menatapnya. “Jasmine. Bisakah kamu membantuku?” “Tentu saja.” “Bukan tentang pekerjaan. Ini tentang papaku. Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat. Ini tentang papaku yang mengajakku makan malam dan harus membawamu.” Jasmine memutar kursinya. Mata wanita itu terlihat teduh. “Bukankah
“Apa syarat yang kamu ajukan untuk menyetujui permintaanku?” tanya Bian.Jasmine menunduk dan menghela napas panjang. “Sebentar lagi Noah ulang tahun. Apakah Anda bersedia untuk menjadi temannya saat itu? Dia mengatakan ingin bertemu ayahnya. Akan tetapi ayahnya sedang sibuk bekerja.”Bian yang mendengar itu sedikit iba dengan nasib anaknya. Jujur saja kalau dia tidak pernah menyangka itu akan terjadi. Permintaan Jasmine yang seperti itu dia nantikan. Sekalipun dia tahu kalau Noah sebentar lagi akan ulang tahun. Ini yang dia harapkan saat wanita itu meminta dirinya menghadiri ulang tahun sang anak.Setuju dengan permintaan wanita itu. Bian menganggukkan kepalanya. “Aku akan ke sana.”“Baik.”Panggilan yang dilontarkan oleh Jasmine juga tidak seperti biasanya. Jadi, bahkan Bian tidak masalah tentang itu dan merasa kalau dia lebih akrab lagi dengan mantan istrinya.Keesokan harinya. Tidak ada kesibukan yang dia lakukan. Semua sudah beres kemarin karena Bian meluangkan waktunya untuk l
Bian tidak ingin mengambil keputusan yang fatal lagi seperti kemarin-kemarin. Dia tidak mau kalau dia dan istrinya bercerai lantaran dirinya yang tidak bisa menjadi suami yang baik. Dia menganggap perasaan istrinya terlalu lebay. Dia menganggap perasaan istrinya berlebihan ketika wanita itu cemburu. Padahal, yang terjadi sebenarnya adalah dirinya tidak pernah lagi mengerti bagaimana rasanya dicemburui. Tidak pernah merasakan itu sebelumnya pada wanita lain. Freya tidak pernah cemburu padanya, Adelia tidak pernah peduli terhadapnya. Berbeda dengan Jasmine yang bahkan menangis karena ulahnya. Sepele, tapi menyakiti istrinya. Bian tidak mau lagi melakukan itu dan menyakiti Jasmine lebih dalam lagi. Sekarang, dia ingin hidup dengan akur dan baik-baik saja bersama dengan istrinya. Dia menuduh Jasmine berubah ketika pulang dari rumahnya Ulfa. Tanpa dia sendiri sadari kalau selama ini yang membuat istrinya berubah adalah ulahnya sendiri. Bian terlalu jauh membuat istrinya menderita. Dia
“Dari sekian banyak pilihan, kenapa kamu memutuskan untuk bercerai sama aku, Mas?” Padahal Bian sendiri tahu, semenjak mereka bertengkar. Jasmine selalu menangis tengah malam. Bian menyadarinya, tidak ingin mengganggu istrinya malam itu. Pelariannya ke alkohol juga tidak mempan. Rasanya masih terlalu sakit kalau dia ingat betapa bodohnya dia. Secara naluri, dia masih menyayangi istrinya. Dia juga tidak ingin berpisah dengan istrinya. Jasmine adalah orang yang dia cintai. Dunia ini seolah-olah akan berhenti begitu Bian mengatakan ingin bercerai dari istrinya. Padahal dia sendiri sangat tahu kalau dirinya sangat mencintai istrinya. Dia meninggalkan semua wanita demi bisa bertahan dengan istrinya. Dia tidak meminta pendapat dari orang lain. Dia hanya berharap kalau ini akan segera selesai. Yaitu dengan cara melepaskan wanita yang begitu dicintainya. Memang dari awal Bian sudah merasa kalau dirinya itu tidak bisa menjaga rumah tangganya lagi. Bian juga sudah berusaha bertahan, namun
Bian menganggap remeh rasa cemburunya Jasmine yang selama ini dia rasakan. Tidak menyangka kalau kalimat itu keluar dari mulut suaminya sendiri. Dia tidak pernah menduga kalau suaminya akan menganggap perasaannya tidak penting seperti itu. Setelah pertengkaran beberapa malam yang lalu. Bian pun tidak ada kata permintaan maaf sampai detik ini. Jasmine yang merasa kalau suaminya memang sangat sulit untuk mengerti perasaannya. Menikah dengan Bian dua kali, tidak serta merta membuatnya merasa baik-baik saja. Menikah hanya karena alasan demi anak. Tapi juga tidak baik untuk kesehatan mentalnya. Memang Bian baik terhadap anak-anak, ternyata pria itu abaikan semua yang dikatakan oleh Jasmine. Memang benar, dia harusnya diam saja tanpa banyak protes terhadap rumah tangganya. Tidak layak juga protes kalau tidak pernah didengarkan. Jasmine mulai menyesali ketika dia memberontak malam itu. Mulai menyesal telah mengeluarkan semua yang ada di dalam hatinya. Mulai merasa kalau dirinya tidak a
“Pa, Papa nggak berantem sama mama, kan?” Bian sedang berenang berdua dengan Noah, anaknya bertanya tentang kondisi rumah tangga mereka. Bian memang tidak pernah bertengkar dengan istrinya. Bian sedang di tepi kolam renang justru tersenyum dengan pertanyaan anaknya. Tidak ada pertengkaran apa pun yang terjadi di dalam rumah tangga mereka. Hanya saja, beberapa hari yang lalu Jasmine mengatakan dirinya sedang lelah saja. “Mama cuman capek aja, Noah. Setiap ibu pasti akan merasakan itu.” “Tapi, Pa. Papa kenapa ketemu lagi sama Nina dan mamanya?” Bian yang tadinya mengabaikan soal itu, tiba-tiba saja dia menoleh kepada anaknya. “Dari mana kamu tahu?” “Pak Egi bilang sama aku tadi waktu jemput ke tempat les. Katanya, Pak Egi sama mama ke taman belakang kantor waktu antar makan siang. Terus Papa di sana sama Nina dan mamanya.” Bian bertemu dengan Adelia tidak ada maksud apa-apa, dia hanya menemui wanita itu lantaran Nina ingin bertemu dengannya. Tidak ada maksud lain yang Bian laku
Seminggu dia pergi bersama dengan Celia. Bian tidak menghubunginya apalagi bertanya apakah dia sudah sampai atau tidak. Justru dia dibiarkan begitu saja. Tidak seperti biasanya, memang pria itu sudah berubah. Jasmine tadinya memang ingin liburan bersama dengan Celia berdua. Setelah dikabari oleh kakak sepupunya kalau Ulfa ada di rumah kakaknya. Jasmine pun akhirnya ke sana dan jaraknya lebih dekat. Dia juga cerita keluh kesahnya dan menceritakan bagaimana Bian dulu juga pernah main wanita di masa lalu. Jasmine yang baru mengenal cinta justru terjebak dalam pernikahan waktu itu. Dia cemburu, tidak bisa mengungkapkannya. Sekarang, dia cemburu. Masih bisa diam juga tanpa berani berkata apa-apa. “Terus, mau sampai kapan kamu sama Celia di sini?” tanya Halim, kakak sepupunya. Jasmine duduk di sebelah kakak sepupunya di sebuah taman yang ada di rumah itu. “Mungkin lusa akan pulang. Kasihan Noah juga di sana.” Dulu, dia menerima Bian kembali karena dia kasihan kepada Noah. Lalu kemudia
“Ada yang ingin kamu omongin sama aku nggak, Mas?” Jasmine ingin tahu apakah suaminya ingin mengatakan sesuatu seperti pertemuan atau apa pun itu. Dia akan mendengarkan semuanya. Terutama dia tidak akan berpikir berlebihan setelah mengetahui suaminya masih bertemu dengan mantan istrinya. Kalau itu adalah Freya, mungkin tidak akan sesakit ini.Merasa dikhianati oleh suaminya lantaran Bian tidak mengatakan apa pun dengan jujur. Pertemuan yang dilakukan di belakang Jasmine termasuk kejahatan dalam rumah tangga. Hilangnya kejujuran dan juga tidak ada yang tahu apa yang terjadi setelahnya. Bian meletakkan ponselnya di atas meja. Menatap Jasmine kemudian tersenyum. “Nggak ada, Sayang.” Jasmine menganggukkan kepalanya dengan perlahan, dia tahu kalau ternyata suaminya hanya pura-pura. Bahkan dari kemarin, Bian tidak meminta jatahnya. Ada apa? Kenapa pria itu berubah sekarang? Jasmine merasa seorang istri yang hanya menerima kesalahan Bian beberapa kali. Tahu kalau watak main wanita itu t
“Bibi, aku saja yang masak. Tolong bantu aku jaga, Celia, ya!” Dia membawa anak keduanya menghadap kepada asisten rumah tangga yang ikut dengannya. Hari ini dia akan pergi bertemu dengan Amber dan juga Sophie. Mereka bertiga akan berkumpul lagi setelah sekian lama tidak bertemu. Jasmine juga akan menyiapkan makan siang untuk suaminya. Sekalian ketika berangkat ke rumah Amber nanti, dia ke kantor suaminya terlebih dahulu untuk membawakan bekal. Seperti biasa, Bian sangat menyukai masakan yang dibuatkan oleh Jasmine. Dia memasak sendirian di dapur. Lalu kemudian membiarkan Celia bersama dengan sang bibi di ruang tengah. Usai dia memasak, Jasmine langsung mandi dan menyiapkan segala kebutuhan yang akan dia perlukan nanti untuk Celia selama berada di rumah Amber. Entah itu pakaian ganti dan juga popok. Dia diberikan izin untuk bertemu dengan Amber karena dia mengatakan akan diantar oleh sopirnya. Bian sangat sensitif sekali membiarkan Jasmine keluar. Lalu kemudian setelah selesai be
“Pak, ada seseorang menunggu Anda di taman belakang kantor,” beritahu Sierra begitu Bian baru saja kembali dari proyek. Bian langsung turun dan pergi ke taman kantor yang tidak jauh dari tempat ini. Lalu kemudian kaki jenjangnya melangkah dengan sangat cepat ke sana. Baru saja tiba di sana, tubuhnya langsung bereaksi ketika melihat wanita bersama dengan anak kecil sedang duduk di bangku taman. Dia menghampiri secara perlahan dan wanita itu kemudian menoleh. Anak kecil itu berlari ke arahnya. “Papa,” dipeluknya Bian sangat erat. “Maafkan aku, Bian. Aku menemuimu kembali. Bukan maksudku mencarimu lagi. Aku tahu, kamu sudah menikah dan mungkin kamu sudah punya kehidupan yang lebih layak. Namun, dia menangis dan selalu mencarimu.” Bian berjongkok dan memeluk anak kecil yang dibawa oleh wanita itu. Wajar rasanya kerinduan Nina tidak akan pernah berakhir. Karena selama ini yang merawat anak ini adalah dirinya. Bian memang tidak ingin berakhir dengan pengkhianatan. Lalu dia menggendong
Tangis seorang bayi memenuhi ruangan yang khusus untuk Jasmine. Kelahiran bayi perempuan yang baru saja beberapa menit lalu. Melengkapi kehidupan rumah tangga mereka yang pada akhirnya mampu membuat Bian takjub dengan istri dan juga anaknya. Dia merasa bangga sekali pada istrinya yang telah melahirkan bayi secantik itu. Dia juga bangga kepada anak perempuan yang lahir dengan selamat dan proses persalinan Jasmine dengan normal. Di rumah sakit pilihan Amber untuk Jasmine melahirkan. Suasana begitu tegang sebelum si kecil dilahirkan. Beberapa kali Jasmine mengerang kesakitan. Berpikir kembali jika itu dirasakan oleh Jasmine beberapa tahun lalu ketika melahirkan Noah sendirian. Selama beberapa tahun terakhir istrinya telah berjuang sendirian. Melihat anak keduanya lahir, harapan baru telah muncul dalam kehidupannya Bian. Menunggu selama ini untuk kehadiran anak kedua mereka. Meskipun sebenarnya dia melihat kalau Noah juga sangat berharap adiknya segera lahir ke dunia ini. Bian bisa t