“Mas Rama, apakah saya boleh izin selama tiga hari?”Jasmine beranikan diri untuk izin dari tempat kerjanya karna dia ingin menemui Bian. “Apakah ada hal penting?”“Keluarga saya kecelakaan dan sekarang sedang koma. Saya ingin pulang untuk menengoknya. Itu pun kalau diizinkan.”Pria itu melihat jadwalnya Jasmine. “Keluargamu semuanya di Jakarta. Kalau begitu, ambil istirahat selama seminggu, nggak apa-apa. Nanti saya yang urus semuanya.”Jasmine mengangguk dan kemudian berterima kasih. Sejak dia mendengar kabar bahwa Bian belum sadarkan diri hingga sekarang. Jasmine merasa tidak pernah tenang.Dia sudah mendapatkan tiket pesawat untuk perjalanan besok bersama dengan Noah. Rasa bencinya ketika pernikahan gagal tiba-tiba saja hilang. Dia lebih merasa sedih melihat Bian yang seperti itu. Orang yang dia hubungi secara tidak sengaja kemudian kecelakaan karena dirinya.Keesokan harinya, dia tiba di Jakarta dan langsung mencari penginapan. Tidak mungkin kembali ke rumah yang dulu pernah dibe
Jasmine duduk sembari menatap dirinya di depan cermin. Wajah yang begitu gusar setelah mendapatkan penolakan dari mantan mertuanya untuk menemui Bian lagi.Dia adalah penyebab mantan suaminya kecelakaan.Hidup dengan anak yang mewarisi wajahnya Bian. Mulai dari wajahnya, sampai ke semua fisik anaknya sangat persis. Bahkan karakter peka dari mantan suaminya juga dirasakan oleh Jasmine kalau mantan suaminya sangat menyayanginya. Terlepas dari apa pun juga, dia akan mengikhlaskan Bian kalau memang itu adalah takdir yang tidak bisa dia miliki.Jasmine menangis ketika dirinya masih berada di kamar hotel. Lukanya dari ayahnya belum sembuh, dia harus merasakan sakit yang luar biasa lagi dari keluarga besarnya Bian.Hari ini, dia terakhir kalinya ke rumah sakit. Bian tidak akan pernah dia temui lagi.Setelah menangis, dia menatapi pantulan dirinya di cermin yang terasa begitu kesepian. Jasmine akan kembali ke Batam yang kemungkinan besar tidak akan kembali ke Jakarta. Dia akan menghabiskan
Rapat mulai dibubarkan, kemudian perusahaan mulai merombak tim untuk bekerjasama membantu perusahaan selama Bian tidak ada di kantor.Dua bulan lamanya, tentu saja semua berubah. Pemimpin yang berbeda, peraturan yang berbeda.Jam pulang kerja juga yang lebih lama dibandingkan biasanya.Sierra mulai membiasakan diri dengan pekerjaan yang diberikan Sadewa harus sempurna.Edo tiba-tiba mengagetkannya ketika dia masuk ke ruangannya.Sekarang, ruangannya tidak bareng Bian lagi. Mereka ada di luar dan masih berdua. Satunya dipindahkan lagi ke divisi lain.“Bapak sadarkan diri.”Sierra langsung menatap ke arah Edo yang terlihat lesu. “Apakah dia baik-baik saja?”“Tidak ingat apa pun. Bahkan aku pun tidak diingat.”Sierra langsung duduk dengan sangat lemas di kursinya. Mengingat Bian selalu mengatakan kalau Sierra harus kirim uang untuk kebutuhan anaknya dan juga mantan istrinya. “Aku merasa dejavu, Edo. Dia pernah mengatakan kalau aku harus kirim uang setiap bulan untuk Noah dan juga Jasmine
Adelia bergegas ke rumah sakit setelah mendengar kabar kalau Bian sadarkan diri.Setelah mendengar kabar itu. Dia langsung tersenyum ketika Bian tidak ingat apa pun.Di ruangannya Bian kali ini. Dia bersama dengan Amber saja. Yang lainnya sudah keluar dan juga Edo yang selalu ada di sisinya Bian pun disuruh kembali ke kantor oleh calon ibu mertuanya Adelia.Tatapan Bian terlihat kosong. Lukanya Bian bahkan sudah sembuh. Dua bulan lamanya Bian tidak sadarkan diri. Tentu saja mereka semua sampai putus asa. Begitu juga dengan Adelia.Dia duduk di tepi ranjangnya Bian. “Istirahatlah, Bian! Kamu sedang tidak baik-baik saja.”Bian mengabaikannya. Tidak masalah bagi Adelia ketika dia diabaikan sekarang. “Apakah kamu ingat sama Mama dan juga Adelia?”Bian mengedipkan matanya. “Biarkan saja dia istirahat Tante!”Amber menyuruhnya untuk duduk di sofa. Mereka berdua mengobrol. “Bian lupa ingatan. Jadi, ini akan mudah bagi kamu untuk menikah dengannya nanti. Berhubung dia tidak ingat apa pun.”“A
Amber membawa pulang Bian ke kediamannya. Dia tidak membawa Bian pulang ke rumah pribadi. Karena dia tidak tahu sekarang anaknya tinggal di mana. Rumah yang lama juga dia lupa alamatnya. Bian yang sejatinya tidak mau dikunjungi membuatnya merasa kalau sang anak memang menutup diri. Setelah terjadi kecelakaan itu. Bian justru menjadi orang yang lebih lembut dan juga lebih sopan dalam berbicara. Biasanya, Bian akan terlihat cuek dan tidak peduli dengan apa pun. Bian adalah orang yang paling cuek. Kali ini menjadi lebih perhatian lagi setelah mengalami kecelakaan itu. Di sini Adelia selalu menginap di rumahnya Amber. Selama Bian di sini pun, Adelia sangat memperhatikan Bian dengan baik. Amber melihat Bian juga sangat menghargai Adelia kali ini. Entah mungkin juga sejak awal mereka baik-baik saja. Cara Bian memeluk Adelia juga terlihat sesekali. Pertama kalinya melihat Bian menempel seperti ini pada seorang wanita. Pada Freya saja Bian tidak akan melakukannya. Beberapa hari
“Bagaimana denganmu, Adelia?” tanya papanya. “Aku akan menikah dengan Bian secepatnya. Aku sudah bicara.” “Tentang kehamilanmu?” Adelia tersenyum. “Bian hilang ingatan. Aku mengatakan kalau dia yang menghamiliku. Aku mana bisa hidup dan membiarkan ini, Pa.” “Kamu wanita ceroboh. Bisa-bisanya kamu hamil oleh pria lain saat Papa rencana jodohin kamu sama dia.” “Setidaknya dia sudah mau tanggung jawab. Kita manfaatkan tentang hilang ingatannya. Aku akan buat dia merasa bersalah terus sama aku.” “Terserah kamu saja, Adelia.” Ponselnya Adelia berdering, itu adalah nada khusus yang dibuat oleh wanita itu sebagai tanda itu adalah nada telepon dari Bian. “Sebentar, Pa.” Dia mengangkat telepon itu dan kemudian mendengar Bian menyuruhnya datang ke rumah. Dengan senang hati dia akan pergi ke rumah itu. Terutama diundang oleh calon suaminya. Setibanya di sana, dia melihat Bian sedang duduk di sofa ruang tengah. Pria itu langsung bangun dan memeluknya. “Apa kamu sibuk sebelum ke
Jam tujuh malam. Jasmine menghela napas panjang ketika dia sadar setiap harinya harus menjemput anaknya jam segini. Mengingat dulu dia bekerja sampai sore. Noah harus dia tinggalkan di daycare setiap hari. Anak yang seharusnya masih membutuhkan waktu bersama dengan dirinya. Justru bekerja menyita waktunya. Uang yang dikirimkan oleh Sierra melalui rekening Bian juga jumlahnya tidak sedikit. Ada keinginan resign dan kemudian kembali ke Jakarta. Jasmine ingin pulang ke rumah orang tuanya kalau seperti ini. Atau justru ke rumah tantenya di mana dia harus bisa menenangkan diri di sana. Setelah dirinya absen. Kemudian Jasmine memasukkan kartu ke dalam tasnya. “Jasmine.” Dia menoleh ketika namanya dipanggil. Ada atasannya yang muncul. “Ada apa, Bu?” “Ini, tugas untuk dikerjakan di rumah.” Jasmine menerimanya ketika atasannya memberikan tugas seperti itu. Tidak bisa ditolak oleh Jasmine mengingat dia tidak lama bekerja di sini. “Baik, Bu.” “Usahakan besok sudah selesai, ya!”
Beberapa tahun kemudian. Bian keluar dari kamar mandi dan menutup pintunya. Meraih handuk yang digantung oleh istrinya di dekat pintu. Melihat anaknya yang masih tidur di atas ranjang. Dia enggan mengeringkan rambutnya. Berjalan pelan menuju walk in closet lalu memilih setelan untuk ke kantor. Jam segini, sudah pasti Adelia berada di bawah dan sedang berolahraga. Tubuh indah wanita itu juga terjaga karena selalu olahraga dengan sangat baik. Selesai Bian bersiap-siap. Kakinya melangkah menuju ruang makan. Tidak ada sarapan di atas meja. Setiap hari wanita itu enggan menyiapkan sekadar sarapan untuknya. Bian memanggil bibi untuk menyiapkan makanan untuknya. Dia menghampiri istrinya di ruang olahraga. Adelia langsung membuka headphone. “Kamu sudah bangun?” “Semalam aku udah bilang. Hari ini aku ada rapat penting. Sarapan nggak ada.” “Bibi kan di rumah?” “Bibi emang di rumah. Tapi, apakah tanganmu sangat berat untuk siapin makanan buat suami kamu sendiri?” Adelia terd
Bian tidak ingin mengambil keputusan yang fatal lagi seperti kemarin-kemarin. Dia tidak mau kalau dia dan istrinya bercerai lantaran dirinya yang tidak bisa menjadi suami yang baik. Dia menganggap perasaan istrinya terlalu lebay. Dia menganggap perasaan istrinya berlebihan ketika wanita itu cemburu. Padahal, yang terjadi sebenarnya adalah dirinya tidak pernah lagi mengerti bagaimana rasanya dicemburui. Tidak pernah merasakan itu sebelumnya pada wanita lain. Freya tidak pernah cemburu padanya, Adelia tidak pernah peduli terhadapnya. Berbeda dengan Jasmine yang bahkan menangis karena ulahnya. Sepele, tapi menyakiti istrinya. Bian tidak mau lagi melakukan itu dan menyakiti Jasmine lebih dalam lagi. Sekarang, dia ingin hidup dengan akur dan baik-baik saja bersama dengan istrinya. Dia menuduh Jasmine berubah ketika pulang dari rumahnya Ulfa. Tanpa dia sendiri sadari kalau selama ini yang membuat istrinya berubah adalah ulahnya sendiri. Bian terlalu jauh membuat istrinya menderita. Dia
“Dari sekian banyak pilihan, kenapa kamu memutuskan untuk bercerai sama aku, Mas?” Padahal Bian sendiri tahu, semenjak mereka bertengkar. Jasmine selalu menangis tengah malam. Bian menyadarinya, tidak ingin mengganggu istrinya malam itu. Pelariannya ke alkohol juga tidak mempan. Rasanya masih terlalu sakit kalau dia ingat betapa bodohnya dia. Secara naluri, dia masih menyayangi istrinya. Dia juga tidak ingin berpisah dengan istrinya. Jasmine adalah orang yang dia cintai. Dunia ini seolah-olah akan berhenti begitu Bian mengatakan ingin bercerai dari istrinya. Padahal dia sendiri sangat tahu kalau dirinya sangat mencintai istrinya. Dia meninggalkan semua wanita demi bisa bertahan dengan istrinya. Dia tidak meminta pendapat dari orang lain. Dia hanya berharap kalau ini akan segera selesai. Yaitu dengan cara melepaskan wanita yang begitu dicintainya. Memang dari awal Bian sudah merasa kalau dirinya itu tidak bisa menjaga rumah tangganya lagi. Bian juga sudah berusaha bertahan, namun
Bian menganggap remeh rasa cemburunya Jasmine yang selama ini dia rasakan. Tidak menyangka kalau kalimat itu keluar dari mulut suaminya sendiri. Dia tidak pernah menduga kalau suaminya akan menganggap perasaannya tidak penting seperti itu. Setelah pertengkaran beberapa malam yang lalu. Bian pun tidak ada kata permintaan maaf sampai detik ini. Jasmine yang merasa kalau suaminya memang sangat sulit untuk mengerti perasaannya. Menikah dengan Bian dua kali, tidak serta merta membuatnya merasa baik-baik saja. Menikah hanya karena alasan demi anak. Tapi juga tidak baik untuk kesehatan mentalnya. Memang Bian baik terhadap anak-anak, ternyata pria itu abaikan semua yang dikatakan oleh Jasmine. Memang benar, dia harusnya diam saja tanpa banyak protes terhadap rumah tangganya. Tidak layak juga protes kalau tidak pernah didengarkan. Jasmine mulai menyesali ketika dia memberontak malam itu. Mulai menyesal telah mengeluarkan semua yang ada di dalam hatinya. Mulai merasa kalau dirinya tidak a
“Pa, Papa nggak berantem sama mama, kan?” Bian sedang berenang berdua dengan Noah, anaknya bertanya tentang kondisi rumah tangga mereka. Bian memang tidak pernah bertengkar dengan istrinya. Bian sedang di tepi kolam renang justru tersenyum dengan pertanyaan anaknya. Tidak ada pertengkaran apa pun yang terjadi di dalam rumah tangga mereka. Hanya saja, beberapa hari yang lalu Jasmine mengatakan dirinya sedang lelah saja. “Mama cuman capek aja, Noah. Setiap ibu pasti akan merasakan itu.” “Tapi, Pa. Papa kenapa ketemu lagi sama Nina dan mamanya?” Bian yang tadinya mengabaikan soal itu, tiba-tiba saja dia menoleh kepada anaknya. “Dari mana kamu tahu?” “Pak Egi bilang sama aku tadi waktu jemput ke tempat les. Katanya, Pak Egi sama mama ke taman belakang kantor waktu antar makan siang. Terus Papa di sana sama Nina dan mamanya.” Bian bertemu dengan Adelia tidak ada maksud apa-apa, dia hanya menemui wanita itu lantaran Nina ingin bertemu dengannya. Tidak ada maksud lain yang Bian laku
Seminggu dia pergi bersama dengan Celia. Bian tidak menghubunginya apalagi bertanya apakah dia sudah sampai atau tidak. Justru dia dibiarkan begitu saja. Tidak seperti biasanya, memang pria itu sudah berubah. Jasmine tadinya memang ingin liburan bersama dengan Celia berdua. Setelah dikabari oleh kakak sepupunya kalau Ulfa ada di rumah kakaknya. Jasmine pun akhirnya ke sana dan jaraknya lebih dekat. Dia juga cerita keluh kesahnya dan menceritakan bagaimana Bian dulu juga pernah main wanita di masa lalu. Jasmine yang baru mengenal cinta justru terjebak dalam pernikahan waktu itu. Dia cemburu, tidak bisa mengungkapkannya. Sekarang, dia cemburu. Masih bisa diam juga tanpa berani berkata apa-apa. “Terus, mau sampai kapan kamu sama Celia di sini?” tanya Halim, kakak sepupunya. Jasmine duduk di sebelah kakak sepupunya di sebuah taman yang ada di rumah itu. “Mungkin lusa akan pulang. Kasihan Noah juga di sana.” Dulu, dia menerima Bian kembali karena dia kasihan kepada Noah. Lalu kemudia
“Ada yang ingin kamu omongin sama aku nggak, Mas?” Jasmine ingin tahu apakah suaminya ingin mengatakan sesuatu seperti pertemuan atau apa pun itu. Dia akan mendengarkan semuanya. Terutama dia tidak akan berpikir berlebihan setelah mengetahui suaminya masih bertemu dengan mantan istrinya. Kalau itu adalah Freya, mungkin tidak akan sesakit ini.Merasa dikhianati oleh suaminya lantaran Bian tidak mengatakan apa pun dengan jujur. Pertemuan yang dilakukan di belakang Jasmine termasuk kejahatan dalam rumah tangga. Hilangnya kejujuran dan juga tidak ada yang tahu apa yang terjadi setelahnya. Bian meletakkan ponselnya di atas meja. Menatap Jasmine kemudian tersenyum. “Nggak ada, Sayang.” Jasmine menganggukkan kepalanya dengan perlahan, dia tahu kalau ternyata suaminya hanya pura-pura. Bahkan dari kemarin, Bian tidak meminta jatahnya. Ada apa? Kenapa pria itu berubah sekarang? Jasmine merasa seorang istri yang hanya menerima kesalahan Bian beberapa kali. Tahu kalau watak main wanita itu t
“Bibi, aku saja yang masak. Tolong bantu aku jaga, Celia, ya!” Dia membawa anak keduanya menghadap kepada asisten rumah tangga yang ikut dengannya. Hari ini dia akan pergi bertemu dengan Amber dan juga Sophie. Mereka bertiga akan berkumpul lagi setelah sekian lama tidak bertemu. Jasmine juga akan menyiapkan makan siang untuk suaminya. Sekalian ketika berangkat ke rumah Amber nanti, dia ke kantor suaminya terlebih dahulu untuk membawakan bekal. Seperti biasa, Bian sangat menyukai masakan yang dibuatkan oleh Jasmine. Dia memasak sendirian di dapur. Lalu kemudian membiarkan Celia bersama dengan sang bibi di ruang tengah. Usai dia memasak, Jasmine langsung mandi dan menyiapkan segala kebutuhan yang akan dia perlukan nanti untuk Celia selama berada di rumah Amber. Entah itu pakaian ganti dan juga popok. Dia diberikan izin untuk bertemu dengan Amber karena dia mengatakan akan diantar oleh sopirnya. Bian sangat sensitif sekali membiarkan Jasmine keluar. Lalu kemudian setelah selesai be
“Pak, ada seseorang menunggu Anda di taman belakang kantor,” beritahu Sierra begitu Bian baru saja kembali dari proyek. Bian langsung turun dan pergi ke taman kantor yang tidak jauh dari tempat ini. Lalu kemudian kaki jenjangnya melangkah dengan sangat cepat ke sana. Baru saja tiba di sana, tubuhnya langsung bereaksi ketika melihat wanita bersama dengan anak kecil sedang duduk di bangku taman. Dia menghampiri secara perlahan dan wanita itu kemudian menoleh. Anak kecil itu berlari ke arahnya. “Papa,” dipeluknya Bian sangat erat. “Maafkan aku, Bian. Aku menemuimu kembali. Bukan maksudku mencarimu lagi. Aku tahu, kamu sudah menikah dan mungkin kamu sudah punya kehidupan yang lebih layak. Namun, dia menangis dan selalu mencarimu.” Bian berjongkok dan memeluk anak kecil yang dibawa oleh wanita itu. Wajar rasanya kerinduan Nina tidak akan pernah berakhir. Karena selama ini yang merawat anak ini adalah dirinya. Bian memang tidak ingin berakhir dengan pengkhianatan. Lalu dia menggendong
Tangis seorang bayi memenuhi ruangan yang khusus untuk Jasmine. Kelahiran bayi perempuan yang baru saja beberapa menit lalu. Melengkapi kehidupan rumah tangga mereka yang pada akhirnya mampu membuat Bian takjub dengan istri dan juga anaknya. Dia merasa bangga sekali pada istrinya yang telah melahirkan bayi secantik itu. Dia juga bangga kepada anak perempuan yang lahir dengan selamat dan proses persalinan Jasmine dengan normal. Di rumah sakit pilihan Amber untuk Jasmine melahirkan. Suasana begitu tegang sebelum si kecil dilahirkan. Beberapa kali Jasmine mengerang kesakitan. Berpikir kembali jika itu dirasakan oleh Jasmine beberapa tahun lalu ketika melahirkan Noah sendirian. Selama beberapa tahun terakhir istrinya telah berjuang sendirian. Melihat anak keduanya lahir, harapan baru telah muncul dalam kehidupannya Bian. Menunggu selama ini untuk kehadiran anak kedua mereka. Meskipun sebenarnya dia melihat kalau Noah juga sangat berharap adiknya segera lahir ke dunia ini. Bian bisa t