Kayana merasa dirinya seperti terdakwa kasus berat. Duduk di sofa panjang sendirian sambil diinterogasi pertanyaan panjang seputar kedekatannya dengan Rafandra. Ini baru pertama kalinya dan rasanya sangatlah aneh. Lirikan mata Kayana jatuh pada ibunya yang menatapnya penuh dengan rasa penasaran. Sementara itu ayahnya berkata lewat tatapan matanya. Seakan berbicara kalau ia butuh penjelasan dari anaknya. "Sebenarnya, kamu dan Rafa ada hubungan apa?" tanya Ruslan sang ayah. Kayana terdiam tak menjawab. "Kalian pacaran?" "Kata siapa?" Kayana mencebikkan bibirnya. "Tanya sama ibu. Pasti dia yang bikin gosip," tuduh Kayana pada Naura sang ibu. "Ibu enggak bilang apa-apa loh. Ibu hanya bilang, kalau kamu dan Rafa itu pernah dekat." Naura membela diri. "Bohong," Kayana merajuk. Kini tatapannya beralih pada ayahnya. "Ayah masih percaya sama ibu?" "Iya dong." Ketiganya terdiam. Kayana hendak pergi dari tempat itu tapi suara Naura menahan langkahnya. "Ibu ingin ketemu sama nak Rafa. In
"Menunggu lama?" Rakabumi yang sedang membaca buku menu menengadahkan wajahnya. Aruna yang tadi menyapanya tersenyum manis lalu duduk di hadapan Rakabumi tanpa malu-malu. "Tidak juga. Kamu silakan pesan lebih dulu." Rakabumi menyerahkan buku menunya pada Aruna. "Apa ya kabar?" "Kabar baik," jawab Aruna. Keduanya pun memesan makanan dan minuman kesukaan mereka. "Sebenarnya, aku mengajak Raka bertemu karena ingin membicarakan satu hal." Aruna yang tadi terdiam tiba-tiba bersuara. Rakabumi yang sejak tadi menikmati minuman langsung menatap Aruna tanpa ragu. "Tentang apa?" "Raka menyukai Kayana?" Rakabumi tersentak kaget dengan pertanyaan Aruna. Matanya berkedip seolah bertanya pada si lawan bicara. Aruna yang tak siap dengan reaksi Rakabumi seketika mengubah arah pembicaraannya. "Maksud Aruna—" "Ya. Aku menyukai Kayana." Jantung Aruna serasa menyelos ke bawah kakinya. Jawaban yang ia sudah bisa tebak akhirnya meluncur juga dari mulut Rakabumi. Senyum yang tadi lebar dan cerah b
Tindakan Alyssa yang menemui ibu Sonia sudah tepat. Awalnya, ia ingin anaknya berjodoh Sonia, putri dari Anna yang katanya cerdas dan punya segudang prestasi di segala bidang. Namun mendengar pengakuan Rafandra kemarin, rasanya ia harus pikir dua hingga tingga kali untuk menjodohkan mereka. Perundingan berjalan dengan alot. Anna, ibu Sonia tak ingin pembatalan itu terjadi. Bahkan ia menawarkan sebuah perjanjian tak tertulis untuk mempertahankan niatnya itu. Apalagi jika bukan perjanjian bisnis. "Jeng yakin ingin membatalkan perjodohan?" mata Anna melirik ke arah Alyssa yang terdiam memandangi foto salah satu bangunan yang sudah menjadi incarannya sejak satu tahun lalu. "Bangunan ini sedang diperebutkan loh. Katanya, ada yang bisa bayar lebih." "Kamu sengaja menjadikan mereka taruhan?" tegas Alyssa. Ia menyerahkan lagi foto bangunan itu pada Anna dengan kasar. "Kamu sama saja merendahkan harga diri anakmu sendiri." "Aku tidak merendahkan. Aku hanya membuat kesepakatan perjanjian ba
"Berita macam apa ini?" Rafandra menghempaskan tubuhnya ke atas sofa, menikmati waktu santainya yang ia habiskan setelah pulang bekerja. Pikirannya melayang entah kemana memikirkan kelakuan Sonia yang sudah di ambang batas. Setelah Rafandra mengusirnya, Sonia malah memyebarkan rumor jika dirinya akan menikahi putri pemilik butik terbesar di Jakarta. Rafandra terkejut, bahkan ingin segera klarifikasi rumor itu. Namun ibunya melarang. "Itu ulah Sonia?" tanya Wirautama yang baru saja selesai membaca isi berita yang menyudutkan anaknya. Rafandra mengangguk. "Kenapa tidak kamu tuntut?" "Mama bilang jangan dulu. Ini mau dijadikan ajang perlombaan sama mama supaya Rafa bisa segera menikahi Kayana," keluhnya. "Loh kok aneh?" Wirautama mengerutkan dahinya. "Tanya sama mama saja." Rafandra pasrah. Ia memang sedikit bingung dengan isi kepala ibunya yang terkadang di luar nalar. Namun terkadang, ibunya ini punya cara cerdas agar Rafandra bisa memenuhi keinginannya. "Mama tuh ingin kamu se
Setelah pengakuan cinta dari Rakabumi tadi sore, hubungan Kayana dan sahabatnya itu sedikit merenggang. Awalnya memang hubungan mereka tidak sedang baik-baik saja karena Kayana masih trauma kejadian di pesta ulang tahun itu. Ternyata, hal itu berlanjut hingga saat ini. Kayana dan rasa traumanya. "Kayana," panggil Aruna dari balik pintu. Kayana melambaikan tangannya menyuruh Aruna masuk. "Besok aku mau ada acara, kamu mau enggak tolong aku?" "Tolong apa nih?" tanya Kayana sambil mengerutkan dahinya. "Itu, tolong jagain kamar aku," pinta Aruna setengah memohon. Kayana melirik sesuatu yang dibawa oleh Aruna. Dua kantung plastik berisi makanan. Jika melihat dari bentuknya, pasti itu makanan siap saji. "Kok harus dijagain?" tanya Kayana penasaran. "Karena ada barang berharganya. Tolong ya." Aruna kembali memohon. "Ini untuk kamu. Aku belikan sandwich." "Kan aku ke kantor pagi hari, tetap saja kamar kamu kosong." Aruna menggelengkan kepalanya. "Aku berangkat sore. Nanti kunci aku ti
Kayana pulang pukul enam sore. Tidak terlalu malam, karena ia memilih pulang lebih awal dari biasanya. Sambil membaca pesan yang dikirim oleh Aruna, ia berjalan pelan menuju kamar sahabatnya itu. Ia masuk perlahan lalu merebahkan tubuhnya sejenak. Tak sampai satu jam, ia kembali bangun dan mencari benda yang dititipkan oleh Aruna padanya. Setelah menemukannya, ia pun kembali ke kamarnya dan menyembunyikan benda itu di sana. Menjelang malam hari, ia kembali turun ke lantai bawah. Ia kembali masuk ke dalam kamar Aruna. Satu hal yang membuat Kayana bingung, sejak ia masuk ke dalam rumah kost tidak ada tanda penghuni lain yang ikut masuk. Rumah sepi dan hanya ada suara pendingin ruangan yang menyala di lantai atas. "Kok tumben, kost sepi banget. Ada apa ya?" gumam Kayana. Sementara itu di luar rumah, mobil sedan mewah milik Rafandra terparkir apik berseberangan dengan rumah kost. Ia menimbang, apakah harus masuk ke dalam rumah demi bertemu dengan Kayana. Hatinya masih panas dengan kej
Wirautama dan Alyssa berjalan cepat menuju ruamg gawat darurat sebuah rumah sakit besar Jakarta. Satu jam lalu mereka mendapat informasi dari Samsul jika anak semata wayangnya mengalami penusukan saat melawan perampok di rumah kost Kayana. Raut wajah Alyssa tegang. Ia takut sesuatu terjadi pada putra tercinta, terlebih lagi ini baru pertama kalinya ia mengalaminya. Namun, begitu melihat sosok Kayana, raut wajah Alyssa berubah merah. Amarahnya memuncak. "Heh!" teriak Alyssa di depan wajah Kayana. "Kamu yang membuat anak saya jadi korban penusukan ya?" tuding Alyssa. Kayana menggelengkan kepalanya, menolak tuduhan ibu Rafandra. "T-tidak tante. Saya juga korban di sana," jawab Kayana tergagap. "Ya karena nolong kamu dia jadi kena tikam." emosi Alyssa tak terbendung. Kayana hanya menunduk sedih tak berani membantah. Saat ini yang ia inginkan adalah kesembuhan Rafandra, bukan yang lain. Satu jam lamanya mereka menunggu, akhirnya dokter keluar dari dalam ruangan gawat darurat. Alyssa y
Wajah Kayana terlihat kacau. Matanya sembab, kantung matanya juga tebal. Sejak semalam hingga tadi siang, Kayana belum bisa beristirahat dengan tenang. Saat kembali ke rumah kost pada tengah malam, semua orang menunggu cerita darinya mengenai kronologis kejadian sebenarnya. Kayana tak mengingat siapa yang bertanya, ia hanya ingat dirinya bercerita panjang lebar dan selanjutnya mata besarnya justru tak bisa menutup. Hoam... Kayana menguap lebar. Tangannya direntangkan ke atas hingga ototnya merenggang. Segelas kopi dan sekerat roti rupanya tak mampu membuatnya kembali segar. “Sudah selesai laporan ke kantor polisinya?” tanya Abil. Kayana mengangguk pelan dan tangannya mulai lincah menulis laporan. “Kamu hari ini santai saja. Perihal laporan dan pelatihan biar aku yang kerjakan.” Kayana berhenti mengetik lalu menggeleng kemudian. “Tidak bisa. Tugasku semakin banyak dan menumpuk nantinya.” “Kalau begitu, aku tunggu kamu hingga selesai.” Tak menjawab perkataan Abil, Kayana malah ter