Enam bulan sudah berlalu sejak kejadian pahit yang di alaminya, kini Ayla dan juga Ferdy tinggal di Surabaya. Ferdy melanjutkan kuliah sambil bekerja di sebuah percetakan kecil milik salah satu teman kampusnya. Sedangkan Ayla bekerja di sebuah restoran mewah di kota tersebut.
Restoran mewah yang Ayla sendiri tidak tahu siapa pemiliknya. Karena menurut cerita dari Devi, sang pemilik restoran jarang berkunjung ke Surabaya. Sehingga restoran tersebut di percayakan pada Abram (kakak laki-laki Devi).
Dan Ayla bersyukur dengan bekerja sebagai pelayan di restoran itu, sejenak Ayla bisa melupakan kepahitan yang menimpanya beberapa bulan lalu.
Sedikit demi sedikit senyuman Ayla kembali seperti sedia kala. Masalah yang menimpanya enam bulan lalu perlahan mampu terlupakan dengan kesibukan yang di lakukannya.
"Ay, sudah mau pulang?" tanya seseorang dari arah belakangnya.
"Eh kak Abram," ucap Ayla terkejut saat menoleh ke belakang mendapati ada Abram di sana. "Iya nih kak, udah habis shift aku, makanya mau langsung pulang," ucap Ayla yang kini memang sudah bersiap untuk pulang.
Abram berjalan mendekati Ayla, dengan salah satu tangannya di masukkan ke dalam saku celana. Wajah Abram yang tampan semakin terlihat tampan di mata Ayla, apalagi dengan senyuman di sudut bibir Abram. Membuat jantung Ayla berdebar-debar tidak karuan.
"Bagaimana kalau aku antar kamu pulang? Hitung-hitung biar tahu dimana tempat kosan kamu," ucap Abram dengan sedikit bersemangat.
"Hah, kakak mau nganterin aku? Apa gak merepotkan kak Abram?" Tanya Ayla sedikit ragu, karena tidak pernah di antarkan pulang oleh siapapun selama ini. Apalagi status Abram adalah bosnya.
"Enggak kok, yuk Ay," ajak Abram sambil menarik pergelangan tangan Ayla, sehingga membuat Ayla terkejut dengan ulah Abram tersebut. Sehingga membuat Ayla semakin gugup di buatnya.
Tapi Ayla pasrah dengan ulah Abram. Dia hanya mengikuti kemauan Abram. Dengan tertunduk Ayla tersipu malu. Kalau di tanya apakah Ayla bahagia? Tentu saja jawabannya iya.
Karena sudah dari dulu Ayla menyukai Abram. Semenjak Ayla masih duduk di bangku SMA. Abram adalah salah satu seniornya. Tapi semenjak Ayla mendengar perkataan Abram pada temannya kalau hanya menganggap Ayla sebagai adiknya. Maka sejak saat itu Ayla mengubur perasaannya dalam-dalam.
"Jadi di sini tempat kos kamu?" Tanya Abram setelah sampai di tempat kos Ayla.
"Iya kak," jawab Ayla. "Kakak mau mampir dulu?"
"Gak usah, lain kali aku pasti akan mampir Ay," jawab Abram, kemudian Abram bersiap untuk membuka pintu mobil.
"Kalau gitu makasih ya kak, dan maaf sudah merepotkan kakak untuk ini," jawab Ayla.
"Hm, lain kali traktir aku makanan enak sebagai ucapan terima kasihmu padaku, Ay," ucap Abram sambil mengerlingkan sebelah matanya.
"Hah, i-iya kak, kalau udah gajian aku akan traktir kakak," jawab Ayla gugup.
Tidak lama Abram pun pergi meninggalkan Ayla yang masih bingung dengan sikap Abram. Tidak ingin banyak berpikir, Ayla pun masuk ke dalam rumah.
Ferdy yang sedang asyik melihat televisi, pandangannya teralihkan ke arah Ayla yang sibuk menyiapkan makan malam untuk mereka berdua.
Ferdy tampak sedikit ragu untuk mengatakan sesuatu pada sang kakak yang masih sibuk dengan kegiatannya. "Kak," panggil Ferdy.
"Hem, ada apa, dek?" Jawab Ayla sekaligus menanyakan maksud Ferdy memanggilnya.
"Kak begini, aku sudah mendapatkan tempat magang yang sesuai dengan yang kuinginkan, dan ini tawaran langsung dari kampus kak," jawab Ferdy hati-hati. Takut jika kakaknya akan marah kepadanya.
Ayla sejenak menghentikan aktifitasnya, Ayla melihat ke arah Ferdy dengan tatapan ingin tahu. "Terus?" Tanya Ayla seakan mengisyaratkan supaya Ferdy menceritakannya lebih lanjut.
"Perusahaan ini di Jakarta kak, kakak tahu gak perusahaan N.H group?"
"Hem, sepertinya pernah dengar sih dek," ucap Ayla berusaha mengingat. "Kenapa dengan perusahaan itu?" Tanya Ayla sambil meneruskan kegiatannya menyusun makanan di meja makan.
"Itu perusahaan terbesar se Asia kak, seleksi masuk ke sana sangat ketat, dari ribuan yang melamar kerja di sana, hanya puluhan yang di terima," ucap Ferdy dengan semangat menjelaskan, sambil berjalan mendekat ke arah sang kakak.
"Itu kesempatan bagus dong dek, berarti kamu salah satu orang yang sangat beruntung mendapatkan tawaran magang di perusahaan sebesar itu," ucap Ayla. "Ayuk sini cepat makan, nanti keburu dingin gak enak lagi."
Dengan segera Ferdy beranjak mendekati meja makan untuk makan malam bersama. Setelah duduk Ferdy mengambil nasi dan juga lauknya. "Tapi tempat magangnya di tempatkan di Jakarta kak, gimana dengan kakak di sini?"
Sejenak Ayla terdiam, sedang menimbang-nimbang keputusan yang tepat untuk mereka berdua. "Kakak akan baik-baik saja dek, ini kesempatan langka, alangkah baiknya jika kamu menerima tawaran itu, kakak akan selalu mendukungmu,"
"Kakak ikut ke Jakarta saja kak, aku tidak ingin jauh dari kakak,"
Ayla sangat memaklumi jika Ferdy tidak ingin berpisah dengannya. Selama ini mereka selalu melindungi satu sama lain. "Magang di Jakarta berapa lama sih? Kan setelah magang kembali ke Surabaya juga," ucap Ayla.
"Mungkin 3 bulan kak, atau lebih, belum tahu pastinya," ucap Ferdy.
"Kita bahas nanti lagi, sekarang sebaiknya kita makan dulu dek," ucap Ayla.
Akhirnya mereka berdua makan dalam diam. Sebenarnya pikiran Ayla tertuju bagaimana dengan tempat magang Ferdy di Jakarta nanti. Biaya tinggal di ibu kota pasti mahal, belum lagi biaya yang lain-lain. Dapat uang dari mana nanti untuk itu semua?
Di sela makannya Ayla menghela nafas kasar, seolah ingin mengurangi beban berat yang di tanggungnya. Sejenak Ayla terpikir untuk mengambil sedikit uang tabungannya di ATM.
Selama ini walaupun punya ATM, Ayla jarang sekali memakainya. Di tambah selama 6 bulan terakhir tidak ada keperluan mendesak yang mengharuskannya mengambil tabungannya di ATM.
Setelah selesai makan, Ferdy membantu Ayla mengemasi bekas makan mereka. Sedangkan Ayla mencuci bekas masak dan juga bekas makan mereka berdua.
"Dek,"
"Iya kak,"
Ayla berbalik menghadap ke arah sang adik yang bersiap untuk meninggalkan dapur. "Berapa banyak biaya yang kamu butuhkan selama nanti tinggal di Jakarta?" Tanya Ayla.
Mendengar pertanyaan sang kakak, Ferdy sejenak terdiam. "Soal biaya disana, nanti aku akan nyari kerja, kakak tidak usah khawatir," jawab Ferdy.
Ayla menghembuskan nafasnya, seolah tidak suka dengan jawaban Ferdy. "Kapan kamu berangkat ke Jakarta?" tanya Ayla sambil berjalan mendekat ke arah Ferdy.
"Mungkin tiga hari lagi kak, surat dari kampus juga udah keluar," jawab Ferdy.
"Hm, baiklah, kalau gitu kakak istirahat dulu di kamar," ucap Ayla. Kemudian berjalan mendahului Ferdy.
Ferdy hanya mengangguk kemudian dia menuju ke ruang tamu untuk menonton acara televisi.
Di kamarnya Ayla sedang berpikir darimana dia bisa mendapatkan uang untuk biaya hidup Ferdy selama tinggal di Jakarta. "Besok akan aku cek dulu, masih berapa saldo di ATM, udah lama juga tidak pernah narik," gumam Ayla.
Karena memang selama beberapa bulan terakhir Ayla tidak pernah menarik uang di ATM miliknya. Segala kebutuhannya terpenuhi dari gajinya bekerja di restoran.
Malam semakin larut, Ayla pun kini telah berdamai dengan mimpi indahnya. Sedangkan Ferdy masih asyik melihat acara televisi kesukaannya.
Bersambung..
Pagi hari seperti biasanya, Ayla menyiapkan sarapan untuk adiknya sebelum berangkat kerja. Karena hari ini Ayla mendapat giliran shift pagi.Setelah semua selesai Ayla pun bersiap untuk segera berangkat ke tempat kerjanya. Walaupun ini masih terlalu pagi, tapi tidak menyurutkan semangatnya. Dengan naik angkutan umum, Ayla akhirnya sampai di restoran tempatnya bekerja."Semangat, semangat!!" Ayla menyemangati dirinya sendiri sambil mengepalkan tangannya ke atas. Wajah cerianya tergambar jelas saat ini.Langkah kakinya kini menuju ke ruang ganti baju. Meletakkan tasnya di loker, mengambil seragam ciri khas berlogo nama restoran tersebut.Seragam khas pelayan restoran kini telah di pakainya, pertanda jika Ayla sudah siap bertempur dengan rutinitas hariannya. Restoran masih tampak sepi, mungkin ini masih terlalu pagi untuk datang ke restoran mewah itu, hanya untuk sekedar mencicipi menu khas yang menjadi ikon restoran m
Dengan segera Ayla menyelesaikan transaksinya tanpa mengambil uang dari mesin ATM tersebut. Setelah itu Ayla keluar dari ruang ATM dengan begitu banyak pertanyaan. Wajahnya masih terlihat memucat akibat shock dengan apa yang baru saja di lihatnya di layar kaca mesin ATM.Dengan berjalan terburu-buru Ayla menuju ke restoran tempatnya bekerja. 'Kenapa ada begitu banyak uang di dalam tabunganku? Itu uang darimana?' batin Ayla bertanya-tanya. 'Aku harus ke Bank sekarang juga, pasti ada yang salah dengan rekening tabunganku,'Sesampainya di restoran Ayla segera menuju ke ruang ganti baju karyawan, mengambil jaket dan tasnya untuk segera pergi lagi. Karena perasaan panik Ayla lupa untuk berpamitan pada teman atau pun Abram.'Semoga ini bukan adalah besar, perasaanku jadi tidak tenang seperti ini,' batin Ayla.Bagaimana kalau uang itu punya orang yang salah kirim, lalu nyasar ke rekeningnya? Pasti orang yang mengirim
Ayla duduk di sisi ranjang usangnya. Ayla terlihat sedang berpikir tentang langkah apa yang akan di ambilnya setelah ini. Apakah harus ikut dengan Ferdy ke Jakarta? atau tetap di Surabaya. Ayla juga tampak berpikir bagaimana caranya masuk ke dalam perusahaan N.H dan menyelidiki tentang uang yang di terimanya."Sebaiknya aku ikut Ferdy ke Jakarta, dan aku akan mencoba masuk ke perusahaan N.H dan mencari tahu apa hubungannya uang itu denganku. Kenapa perusahaan itu mengirimkan uang padaku dengan jumlah yang banyak sekali," Gumam Ayla. "Tapi bagaimana caranya aku masuk ke perusahaan sebesar itu? Walaupun aku lulusan fakultas ekonomi, tapi masuk ke perusahaan itu seleksinya sangat ketat,"Semua tidak semudah yang ada di pikiran Ayla. Bagaimana Ayla akan masuk dan bekerja di perusahaan itu? perusahaan sebesar itu tidak mungkin menerima pegawai asal-asalan. "Aku akan mencoba mencari tahu di google dulu, atau di bursa lowongan kerja tentang perusahaa
Di sela-sela obrolannya terdengar suara mesin mobil berhenti tepat di depan kosan mereka. Lalu tidak lama Devi datang dengan di temani sang kakak (Abram).Setelah kedatangan Devi dan Abram, mereka berempat seolah mengadakan meeting dadakan. Devi terlihat sangat antusias untuk segera membuat Ayla bercerai dengan laki-laki brengsek itu."Kalau itu keputusan kamu Ay, aku pasti akan mendukungnya," ucap Abram memberi semangat setelah Ayla memutuskan untuk pergi ke Jakarta dan meminta ijin padanya berhenti bekerja di restoran."Iya kak, makasih sudah mengijinkan aku untuk pergi ke Jakarta, aku janji setelah masalah ini selesai, aku akan kembali bekerja di restoran tempat kakak," ucap Ayla."Iya santai saja, selesaikan dulu masalahmu, setelah selesai, kita bisa bertemu dalam kondisi yang lebih baik dari pada ini," ucap Abram."Iya kak, makasih atas dukungan kakak dan juga kamu Dev," ucap Ayla kemudian meng
Sudah satu Minggu Ayla bekerja di perusahaan N.H group. Namun tanda-tanda untuk bertemu dengan CEO perusahaan sangatlah kecil. Apalagi sebagai karyawan baru, itusangat mustahil untuk langsung bisa bertemu dengan pemilik perusahaan.Seperti janjinya waktu itu, Abram meminta temannya untuk mencarikan posisi pekerjaan buat Ayla. Tapi sayangnya posisi yang tersisa hanya sebagai cleaning servis. Namun walaupun begitu Ayla bersyukur masih bisa masuk ke dalam perusahaan tersebut.'Semoga ada jalan untuk bisa bertemu dengan laki-laki itu, dan urusanku disini segera selesai,' batin Ayla. 'Aku tidak mau berlama-lama disini, kota ini sangat asing bagiku,'Sebagai anak baru, begitu banyak pekerjaan yang di terima Ayla. Sehingga waktu istirahat makan siang pun sering terlambat. Para senior sering memanfaatkan jasa Ayla untuk menyelesaikan tugas-tugasnya.Ayla sibuk dengan pemikirannya sendiri, mencari cara supaya bisa ber
Tanpa menjawab Ayla hanya mengangguk lalu meninggalkan ruangan pak manager. Ayla masih bingung dengan apa yang baru saja terjadi.'Apa mungkin ini kerjaan tuan Wisnu? memindah tugaskan aku ke tempat lelaki itu, atau mungkin saja tuan Wisnu mengadukan keberadaanku pada bosnya, sehingga memindahkan aku ke sana,' batin Ayla yang masih tak percaya dengan tugas barunya.'Tapi bagus juga, dengan begini aku bisa segera menyelesaikan masalahku dengan laki-laki brengsek itu,' batin Ayla sambil tersenyum sendiri.Membayangkan jika rencananya akan berhasilnya, membuat Ayla tersenyum bahagia dan bersemangat bekerja di tempat barunya yaitu di lantai 24. Langkah kakinya ringan menuju ke lift karyawan yang akan membawanya ke lantai 24, seakan tak ada yang perlu di takutkan.Sesampainya di lantai 24, Ayla langsung menuju ke pantry. Ternyata sudah ada seorang OB laki-laki yang telah lebih dulu di sana. Dia terlihat sibuk
Setelah meletakkan kopi dan juga camilan di meja Wibbi. Dengan segera Ayla keluar ruangan itu, yang ada di kepalanya hanya satu, yaitu menanyakan semua ini pada Wisnu. Orang yang dulu menemuinya sebelum pernikahan terjadi.'Kenapa dia seakan tidak mengenalku?' batin Ayla. 'Apa jangan-jangan dia sengaja pura-pura tidak mengenaliku? karena aku hanya seorang OB,'Ayla mengelus dadanya menetralkan segala rasa terkejutnya dengan semua yang terjadi barusan. "Hey OB baru!" Panggil wanita yang tadi mengaku sebagai tunangan Wibbi.Dengan segera Ayla menoleh ke arah suara yang memanggilnya. "I-iya mbak," jawab Ayla dengan segera dia berjalan cepat mendekati meja wanita yang memanggilnya. "Ada yang bisa saya bantu, Mbak?" tanya Ayla dengan sopan."Bantu aku memfoto copy semua dokumen ini, setelah itu berikan padaku," ucap wanita itu. Dengan memberikan tumpukan dokumen ke arah Ayla.Ayla yang memang kurang foku
Ayla bingung dan berusaha mencerna ucapan Wisnu barusan. Ayla mengerutkan keningnya melihat ke arah Wisnu, mencari tahu akan maksud dari perkataan Wisnu. "Apa maksud Pak Wisnu? Dia tidak tahu siapa saya? Tapi dia mau menikah dengan saya?" Tanya Ayla dengan menunjuk ke dirinya sendiri.Wisnu hanya mengangguk sebagai jawaban, kemudian Wisnu menghela nafas panjangnya sebelum mengatakan sesuatu kepada Ayla, "Karena sebetulnya Tuan muda hanya butuh status pernikahannya, bukan butuh istri sebagai pendamping hidupnya," jawab Wisnu terlihat berat untuk mengatakannya.Seperti di sambar petir di siang hari, kebenaran yang Ayla dengar saat ini begitu membuatnya lemas tak bertenaga. Tubuhnya diam terpaku di tempat duduknya saat ini, lidahnya kelu seakan tak bisa berkata-kata lagi di depan Wisnu.Bagaimana bisa Wibbi menganggap sebuah pernikahan adalah permainan semata? Pernikahan yang seharusnya sakral seakan tak ternilai sama sekali di mata Wi