“Lama sekali sih kamu bukain pintu!” Bima menghardik penjaga pintu gerbang dengan menyembulkan kepalanya ke kaca jendela mobil.
Penjaga pintu gerbang itu tidak berani menegakkan kepalanya. Ia hanya menunduk dan bergumam.“Maaf Tuan Muda!”Bima memarkir mobilnya di halaman gedung besar itu. Beberapa orang lelaki berotot besar nampak berjaga-jaga di sekitar bangunan tersebut. Mereka serentak menundukkan kepala begitu Bima turun dari mobil.“Seret perempuan itu turun!” perintah Bima kepada mereka.“Baik Tuan Muda!” jawab keempat orang berbadan kekar itu dan langsung membuka pintu mobil dan menarik tangan Nova dengan kasar.“Apa-apaan kalian! Lepaskan aku!” teriak Nova meronta.Tapi keempat lelaki itu tidak peduli karena mereka digaji bukan untuk berbelas kasih. Mereka terus menyeret tubuh Nova ke dalam ruangan di mana seorang lelaki agak tua duduk bersama dua orang wanita penghiburnya. Lelaki itu terlihat sangat menikmati dua wanita muda yang dicumbunya secara bers“Aduuuh...!!” Arkhan mengaduh sambil memegang pipinya yang baru saja ditampar Alena dengan keras.“Apa-apaan ini Alena ?” tanya Arkhan seraya menatap Alena tak mengerti.“Ayah macam apa kamu sampai tega membuang anakmu di jalan hah ?” tanya Alena garang sambil menunjuk wajah Arkhan yang terlihat kebingungan.“Papaaaa...!!!” Tiba-tiba Tiara yang berdiri di belakang Alena berlari memeluk lutut Arkhan dan menengadah menatap wajah ayahnya itu. Wajah bocah itu bersimbah air mata.“Tiara...? Kok kamu berpakaian begini, Nak?” Arkhan terkejut dan langsung duduk berjongkok lalu memeluk Tiara. Bola mata Arkhan seakan mau melompat keluar melotot menatap wajah Tiara yang lusuh lagi kumal.Alena bingung melihat sikap Tiara kepada Arkhan.“Tiara kok malah memeluk Arkhan? Tapi tadi katanya Arkhan telah meninggalkannya di jalan.” tanya hati Alena sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.&l
Sepuluh menit kemudian Alena sudah sampai di pintu pagar rumahnya. Ia turun dari atas sadel sepeda untuk membuka kunci pintu pagar tersebut. Tak lama kemudian Nova pun tiba pula di depan pintu pagar rumahnya. Pintu pagar rumah Alena bersisian langsung dengan pintu pagar rumah kontrakan Nova sehingga jarak mereka berdiri begitu dekat, hanya sekitar dua meter kurang saja. Nova terlihat memegang kunci pintu pagar rumahnya dan bersiap membukanya. Di dalam hati kedua perempuan itu tengah bergejolak perang dingin. Mereka yang biasa saling bertegur sapa kini sama-sama memilih diam.Riiiiit .....Alena dan Nova serentak memalingkan wajahnya ke jalan di depan rumah mereka. Suara rem mobil Arkhan sedikit mengganggu pendengaran.Tak lama kemudian Arkhan keluar dari dalam mobilnya. Tiara menyusul dari pintu samping sebelah kemudi.“Novaaaa! Apa-apaan kamu? Mengapa kamu tinggalkan Tiara di jalan hah?” Arkhan nampak tidak bisa lagi mengendalikan kemarahannya. Ia me
“Uuuh.”’Alena melemparkan kaos kakinya ke rak sepatu dengan perasaan marah. Rasa kesal kepada Nova masih membuatnya jengkel setengah mati. Alena tahu kalau Nova berusaha mempermalukan dirinya didepan semua orang. Dan ia menutupi perlakuan buruknya kepada Tiara dengan memancing penilaian negatif kepada Alena lewat video yang sengaja ia sebarkan.Dengan langkah gontai Alena berjalan ke dalam kamarnya dan mengambil handuk lalu masuk ke kamar mandi. Tak lama kemudian terdengar suara gemericik air di dalam kamar mandi. Alena melemaskan otot-ototnya yang tadi sempat tegang dengan berendam di dalam air yang sejuk.Sekitar tiga puluh menit kemudian Alena sudah siap berdandan. Ia mengenakan celana panjang dengan kemeja berwarna orange. Kulitnya yang putih bersih terlihat bersinar disandingkan dengan warna cerah. Hari ini Alena bermaksud akan menjenguk Jeng Devi di rumah sakit. Sudah dua hari Jeng Devi dirawat di sana namun Alena belum punya kesempatan untuk
Alena membaringkan tubuh di atas pembaringan di dalam kamarnya. Kegelapan malam ia biarkan mengerumuni semua ruangan. Alena tidak ingin menyalakan satu pun lampu di dalam rumahnya walau pun malam sudah merangkak semakin dalam. Rentetan kejadian yang ia alami dan ia saksikan dari pagi sampai menjelang malam hari ini benar-benar membuat hatinya letih. Kepalanya pening berdenyut-denyut.Arkhan... Ya Arkhan... Lelaki tampan duda tetangganya itu telah menjadi biang kerok masalah dikompleks tempat tinggalnya. Korbannya semakin banyak berguguran. Arkhan ternyata tidak memilih-milih korbannya tua atau pun muda. Siapa pun mereka yang tersangkut pesonanya akan terseret jauh dan terjerat dalam alunan cinta palsunya tanpa bisa mampu melepaskan diri.Alena tahu itu. Alena menyadari betapa beracunnya kumbang jalang seperti Arkhan. Tapi apa lacur? Sekuat apa pun ia bertahan, namun derasnya pesona seorang Arkhan tak bisa menahan hati wanita cerdas itu untuk tidak merindu.“Ooh
Arcy dan Arkhan melangkah dengan saling bergandengan. Alena menurunkan topinya agar lebih menutupi wajahnya ketika kedua sejoli itu akan melintas tepat di hadapannya.“Sayang, kita pakai mobilku saja ya. Tapi kamu yang nyetir!” Terdengar suara yang serak-serak basah khas Arcy berkata kepada Arkhan yang ia gayuti lengannya.“Mobil baru?” Terdengar Arkhan bertanya sambil menoleh mesra kepada Arcy yang melenggang santai di sampingnya.Diam-diam Alena bangkit dari tempat duduknya dan menguntit Arkhan dan Arcy dari belakang. Kedua insan yang sibuk bermesraan itu tidak menyadari kalau Alena melihat bahkan melakukan rekaman video mereka berdua.“Iya, mobil baru untukmu!”Oooh... Alena hampir saja berteriak kaget mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Arcy baru saja.“Arcy membelikan Arkhan mobil baru ???! Oooh, aku tidak menyangka Arcy ternyata sudah masuk ke dalam jeratan si maharaja buaya darat sebumi itu.Al
Setelah memarkirkan mobil di garasi, Alena lalu turun dan membuka pintu rumah kemudian bergegas mematikan lampu teras. Bagaikan seorang penculik Alena bertindak sangat hati-hati. Begitu teras sudah gelap, Alena membopong tubuh Tiara yang tertidur dengan pulas. Alena mengunci pintu dan membawa Tiara ke kamarnya yang berada di lantai atas bangunan bertingkat dua tersebut.Alena menyelimuti tubuh Tiara setelah ia baringkan di atas tempat tidurnya yang empuk. Tidak lupa Alena menghidupkan pendingin ruangan lalu mengganti lampu yang terang dengan lampu tidur yang remang-remang.Setelah memastikan kalau Tiara sudah tidur dengan nyaman, Alena mengganti pakaian dengan daster tipis sebagai pakaian tidurnya. Alena membaringkan tubuhnya di samping tubuh Tiara dan tangannya mulai memainkan ponsel memeriksa kalau ada pesan yang masuk.Dua buah pesan yang belum terbaca terlihat di aplikasi whatsaap. Pesan itu dikirim oleh Arkhan sekitar setengah jam yang lalu.Pesan 1(Al
“Tante Alena mau ya jadi Mamanya Tiara!” Tiara mengulangi permohonannya karena Alena tidak menjawab dan hanya memandangi Tiara dengan perasaan tidak menentu. Wajah Tiara terlihat sangat memohon dan kali ini mencium puncak kepala Alena yang sedang berjongkok di sisi kursi tempat ia duduk.Perlakuan manis Tiara membuat luluh lantak perasaan Alena. Ia tidak tahu harus mengatakan apa kepada bocah manis yang kini malah membelai-belai rambutnya.“Tante Alena!”“Iya Tiara!” Alena bangkit dan menyeret sebuah kursi lalu duduk dengan posisi berhadapan dengan Tiara. Kedua lutut mereka saling beradu.“Tiara kan punya Mama Nova.” jawab Alena berusaha tersenyum. Ia menelan pahit buah dari ucapannya barusan.Tiara malah bangkit dari tempat duduknya. Ia nampaknya bermaksud berdiri dan Alena memberikan jalan kepada bocah itu.Tiba-tiba Tiara menaikkan roknya dan sedikit menyeret celana dalamnya ke bawah dengan posisi membe
Alena merasakan jantung berdebar-debar ketika mobil yang membawanya sudah sampai di halaman kantor polisi. Alena langsung dimasukkan ke ruang tahanan karena harus menunggu masih ada tersangka lain yang sedang diinterogasi polisi. Borgol yang mengikat tangan Alena sudah dibuka namun penjara segera dikunci. Alena hanya terdiam lalu kemudian duduk bersandar ke jeruji besi yang mengurungnya.Sampai saat ini Alena belum mengetahui siapakah yang telah melaporkannya ke polisi.Nova? Atau Arkhan? Atau mereka berdua?Tapi bukan itu yang lebih menganggu pikiran Alena. Ia sangat mengkhawatirkan Tiara.“Bagaimana kalau Tiara sampai ke tangan Bima lagi? Tiara pasti akan diperlakukan sangat tidak baik oleh mereka.” desah hati Alena. Masih terngiang ditelinganya jeritan Tiara memanggil namanya saat ia digelandang polisi meninggalkan rumahnya.Alena teringat sesuatu dan Alena nampak meraba kantong celana sebatas lutut yang ia kenakan. Alena tidak menemukan
Sore hari di lapangan senam.Alena sudah bersiap untuk datang ke lapangan untuk memandu senam sore itu. Seperti biasa, ia datang dengan menggunakan sepeda gunung dan bersepeda memutar kompleks perumahannya untuk sekedar melenturkan otot sebelum melakukan gerakan-gerakan senam.Melintasi rumah Jeng Devi, terlihat rumah itu sepi. Biasanya jam segini Jeng Devi sudah bersiap untuk berangkat ke lapangan.Ketika melewati rumah Bu Winda yang kini memang tidak berpenghuni, Alena teringat kalau Bu Winda telah memintanya untuk memasarkan rumah itu secepat mungkin. Alena langsung menghentikan langkahnya dan turun dari sepeda yang ia tunggangi. Beberapa kali jepretan ia tujukan ke rumah tersebut sebagai bahan baginya untuk memasarkan bangunan tersebut. Setelah merasa cukup, Alena melanjutkan perjalanannya menuju lapangan.Seperti biasa sudah banyak ibu-ibu yang berkumpul ketika Alena memarkirkan sepedanya. Memang selalu begitu, ibu-ibu datang satu jam lebih dulu sebelum wakt
“Huh.. dasar perempuan..! Arkhan mengomel sendiri sembari melangkahkan kaki menjauhi wanita cantik yang tadi menggodanya. Seorang Arkhan biasanya akan melayani tantangan wanita berkelas seperti itu. Tapi, bukan untuk mencintainya, tapi hanya untuk membuat wanita itu sendiri menderita. Yah.. menderita. Itu ia lakukan sebagai pembalasan dendam kepada seorang wanita istri kedua ayahnya yang telah membuat keluarga mereka berantakan dan ayahnya meninggal didalam penderitaan. Sementara itu Alena sudah sampai di halaman parkir dan bersiap membuka pintu mobilnya. Bermacam rasa berkecamuk dipikiran dan perasaan Alena. Yang jelas wanita itu sangat kecewa mendengar pengakuan Nova yang menyebutkan bahwa ia dan Arkhan masih berstatus suami istri.Kekecewaan Alena bukan tersebab karena ia berkeinginan untuk mendapatkan Arkhan. Tidak... Alena kesal karena teman dan tetangganya sudah menjadi korban penipuan Arkhan dan Nova.“Sungguh biadab!” maki Alena sambil membanting pintu mobilnya.Kunci diputar
“Hipnotiiiis....!!”Jeng Nisa kembali berteriak dan beberapa orang yang berkumpul ikut-ikutan meneriaki Nova.Sadar dirinya diteriaki penghipnotis, Nova langsung ambil langkah seribu. Bergegas ia memacu mobilnya sebelum suasana semakin tidak terkendali.“Sial! Hampir saja aku dikeroyok di gedung itu. Syukur aku cepat-cepat pergi.” Nova menarik nafas dalam sambil memperlambat laju kendaraannya setelah merasa suasana cukup aman. Ia sudah jauh meninggalkan kantor Tuan Suryo dan tidak mungkin ada yang mengejarnya. Setidaknya begitulah pikiran Nova.Tidak sampai 10 menit lagi ia akan sampai di rumah sakit tempat Tiara dirawat oleh Dokter Marwa.Nova melirik perhiasan Jeng Devi yang tadi ia minta paksa kepada perempuan itu. Satu paket perhiasan super mahal tersebut masih tergetak begitu saja di jok sebelah kiri dari Nova yang mengemudi. Wajah Nova berubah menjadi sumringah dan dengan tangan kirinya ia raup satu set perhiasan b
Di waktu yang sama di pagi menjelang siang itu, di rumah sakit tempat Tiara dirawat tengah terjadi pertengkaran cukup sengit antara Arkhan dan Dokter Marwa. Arkhan bersikeras untuk memindahkan Tiara ke rumah sakit lain karena merasa tidak puas dengan pengobatan yang dilakukan oleh rumah sakit itu khususnya Dokter Marwa. Selama ini Tiara memang selalu di rawat di rumah sakit tersebut atas paksaan Nova. Arkhan tidak tahu sama sekali bahwa Tiara sudah dijadikan korban untuk melancarkan aksi Nova yang bersekongkol dengan Dokter Marwa.“Anda tidak bisa memindahkan pasien seenaknya saja, Tuan Arkhan.”“Kenapa tidak? Tiara adalah putriku! Aku berhak menentukan yang terbaik untuk putriku!” tandas Arkhan menatap tajam tepat ke kedua mata Dokter Marwa. Sekali-kali ia mengalihkan pandangannya ke arah Tiara yang terbaring lemah dengan hanya sedikit saja tanda kehidupan terlihat di tubuhnya. Dadanya masih turun naik walau itu terlihat sangat lambat. Sement
Sementara itu di dalam toilet kantor Tuan Suryo, Jeng Devi belum kuasa memberantas ketakutannya. Nafasnya tersengal sehingga menarik perhatian dua orang ibu-ibu yang tengah merapikan dandanannya di hadapan sebuah cermin besar yang ada di sana.“Jeng tidak apa-apa, Jeng?” Satu orang dari dua wanita itu memegang kedua bahu Jeng Devi yang terlihat sempoyongan.“Terima kasih! Saya tidak apa-apa.” ucap Jeng Devi sambil menoleh ke wajah perempuan yang menolongnya.“Jeng Nisa?”Jeng Devi menyebut nama perempuan yang menolongnya itu begitu mereka berbalas tatapan.“Oh, Jeng Devi? Ooh... Saya pikir tadi siapa?” sahut perempuan yang ternyata bernama Nisa.Nisa adalah istri dari rekan kerja Tuan Suryo dulunya sewaktu Tuan Suryo masih bertugas di kantor pusat Jakarta.“Apa kabar, Jeng? Sudah lama sekali kita tidak bertemu.”“Oh kabar baik Jeng. Jeng Nisa bagaimana?”&
Di pagi yang sama Alena juga terlihat bergegas memacu mobilnya. Pagi itu Alena bermaksud menjenguk Bu Winda di penjara setelah beberapa kali niatnya itu terhalang oleh berbagai persoalan yang menyambangi hidupnya.Sebagai tetangga yang hubungannya cukup baik dengan Bu Winda, tentu saja ia merasa tidak enak jika tidak memberi perhatian kepada wanita itu. Bu Winda masih berstatus tahanan di sebuah kantor polisi yang tengah mendalami kasusnya.Sebelum sampai ke tempat yang ingin ditujunya, Alena mampir dulu ke sebuah toko makanan dan buah-buahan. Alena membeli beberapa jenis roti-rotian dan juga buah segar.“Semoga Bu Winda sedikit terhibur dengan kedatanganku.” bisik hati Alena sambil tersenyum menatap barang bawaannya. “Setelah menjenguk Bu Winda, barulah aku ke rumah sakit untuk menjenguk Tiara. Kasihan sekali anak itu. Hmm.. andaikan aku punya anak tidak akan mungkin aku sia-siakan ya Allah.”Alena menyetir mobilny
"Jelaskan kepada Papa apa maksud Saskia tadi, Ma? Mengapa anak itu seperti memusuhi Mama?” Dua pertanyaan meluncur dari bibir Tuan Suryo.Wajah Jeng Devi menekuk tanpa berani bertatapan dengan suaminya itu.“Ah, tidak ada apa-apa, Pa! Mungkin Saskia lagi boring saja atau sedang bermasalah dengan pacarnya.” sahut Jeng Devi berusaha tenang. Ia menarik kursi dan mendudukinya. Ia raih sepotong roti lalu ia oleskan selai dengan menggunakan pisau roti yang tumpul. Kemudian roti tersebut ia letakkan di atas piring di depan Tuan Suryo.“Ayo sarapan dulu, Pa. Nanti kita telat datang ke kantor, Papa.” ucap Jeng Devi berusaha mengalihkan perhatian suaminya dari masalah Saskia.Tuan Suryo kembali duduk, namun wajahnya tidak lagi jernih. Ia lirik jam besar yang berdiri megah di sudut ruang. Pukul 08.10 wib. Ia sadar sudah tidak punya waktu banyak untuk mengorek keterangan dari istrinya.“Biik...! Mana kopinyaaa...!” kemarahan ia luahkan kepada Bik Sumi yang belum menghidangkan kop
Pagi datang terasa lebih cepat dari biasanya. Setidaknya itu yang dirasakan oleh Jeng Devi. Setelah semalaman ia sangat sulit memejamkan matanya, dan baru satu jam ia terlelap ternyata pagi sudah nyata menjelma.“Ma, bangun! Sudah siang!”Tuan Suryo menepuk lembut pipi Jeng Devi yang terlihat masih pulas tertidur. Wanita yang masih terlihat cantik itu mengerjapkan matanya sedemikian rupa.“Sudah jam berapa, Pa?” sahut Jeng Devi malas.“Jam 7 pagi!” sahut Tuan Suryo merapikan letak dasinya. Hari ini ia ada acara penting di kantor pusat perusahaan tempat ia bekerja dan siangnya dirinya pun harus berangkat ke sebuah kota lain dimana ia menjadi pimpinan cabang di sana.Tuan Suryo memang sangat sibuk karena ia memangku jabatan yang sangat penting di perusahaan BUMN tersebut. Kinerja Tuan Suryo memang patut diandalkan dan diacungi jempol. Selain cerdas, Tuan Suryo juga tipe orang yang jujur. Ia tidak pernah terlibat koru
Nova telah berlalu dari kediaman Jeng Devi, namun tidak dengan ketakutan yang kini terbentang nyata di mata wanita itu. Ia terhenyak di kursi mewah yang tertata rapi di teras rumahnya yang megah. Nova telah menabuhkan ancaman yang sangat menakutkan. Wanita itu sudah lebih satu jam terduduk lesu dengan menyandarkan bahunya ke sandaran kursi. Dedaunan berisik seakan menertawakan kebodohan yang telah dilakukannya.“Oooh... Kemana aku harus mencari uang 1 milyar sampai besok pagi? Uang di tabunganku hanyalah untuk biaya kuliah anak-anakku. Kalau sampai uang itu aku pakai, suamiku pasti marah besar dan pasti akan segera menceraikan aku... Ooh..mengapa harus begini hidupku. Mengapa aku ikut-ikutan berlomba mendapatkan si Arkhan itu. Aku benar-benar telah terperdaya dengan ketampanan wajahnya sehingga aku berani mengkhianati suamiku sendiri yang tengah berjuang untuk memberi kemewahan hidup kepadaku dan anak-anakku...” Jeng Devi mengeluh pilu. Dua tetes air menganak sungai