Leanna dan Reynald berjalan mengelilingi butik baru mereka. Tangan Reynald bahkan tidak lepas menggandeng tangan Leanna selama mereka memeriksa keseluruhan kondisi butik baru ini. Jangan tanya bagaimana perasaan Leanna, wanita itu terlihat sangat senang. Matanya berbinar-binar menatap pakaian yang dia desain berbaris rapi dalam gantungan pakaian yang dipajang. “Bagaimana menurutmu? Apa sudah seperti butik yang ada dalam impianmu?” tanya Reynald sambil merangkul pinggang istrinya mesra. “Iya, sudah mirip. Butik ini cantik sekali. Bagaimana Mas tahu kalau aku suka dekorasi yang seperti ini?” “Ini semua Fiona yang mengerjakannya. Saya hanya sebagai penyedia dana saja,” jawabnya sambil tersenyum. “Kalau memang masih belum sesuai dengan keinginanmu, kamu boleh mengubahnya lagi,” lanjut Reynald. “Tidak perlu. Begini sudah cukup,” ucap Leanna kemudian menatap wajah suaminya dengan tatapan penuh rasa sayang. “Terima kasih ya, Mas.” “Sudah semestinya saya berikan butik ini. Jadi, kapan ka
Semenjak hamil, ada saja kelakuan Leanna yang membuat Reynald dan juga Arvian pusing bukan kepalang. Belum lagi permintaan-permintaan aneh yang sering wanita itu lontarkan. Seperti pagi ini saat keduanya dalam perjalanan ke tempat kerja, Leanna meminjam snelli Reynald dan memakainya. Wanita itu bahkan tidak berhenti mengendus aroma parfum yang menempel di snelli tersebut sampai mereka tiba di halaman parkir stasiun TV VO-Channel. “Sudah sampai nih, Sayang. Sini lepas snelli-nya. Masa kamu mau ke kantor pakai snelli saya?” kata Reynald setelah selesai memarkirkan kendaraannya di halaman parkir stasiun TV VO-Channel. “Tapi kalau aku kangen bagaimana?” “Ya sudah, kamu cuti saja terus ikut saya kerja. Bagaimana?” saran Reynald saat melihat istrinya enggan berpisah dengannya. Pria itu mengusap lembut pipi istrinya sambil menatapnya dalam-dalam. Leanna menggeleng keras, “Pekerjaanku hari ini banyak sekali. Tidak bisa cuti.” Leanna kini mengerucutkan bibirnya. Melihat hal itu, Reynald l
Reynald duduk di samping Leanna yang sedang asik mengunyah roti sandwich-nya. Wanita itu tampak tenang dan benar-benar menikmati makanannya berbanding terbalik dengan raut wajah pria yang baru saja duduk di sebelahnya ini. Wajah Reynald tampak menegang dengan rahang mengeras. Pria itu sungguh kesal melihat Arvian berani mencubit pipi istrinya. Inilah salah satu alasan kenapa dia ingin Leanna segera berhenti dari pekerjaannya di stasiun TV ini. Reynald tidak tahan melihat Arvian terlalu dekat bahkan bisa menyentuh Leanna seperti tadi. “Kalau begitu, aku kembali ke atas, ya. Masih ada yang belum selesai kuurus tadi,” ucap Nindy mencari alasan agar bisa pergi meninggalkan dua sejoli yang bisa membuat iri siapa pun yang melihat kemesraan keduanya. “Hmm … bawa ini, aku tidak mungkin menghabiskan semuanya.” Leanna memberikan sebungkus sandwich pada Nindy sebelum sahabatnya itu kembali ke ruang kerja mereka. “Apa kamu sudah mengurusnya?” tanya Reynald tanpa basa basi. “Sudah. Mas tenang
Reynald tidak sedikit pun melepaskan genggaman tangannya di tangan Leanna. Bahkan ketika Dokter Vira melakukan pemeriksaan USG, pria itu terlihat begitu antusias melihat gumpalan yang mulai tumbuh membesar di perut Leanna. Kedua dokter itu mengobrol dengan banyak istilah medis yang tidak Leanna pahan. Namun Leanna tahu kalau dia dan bayinya akan baik-baik saja. Hal itu jelas terlihat dari raut wajah Reynald yang ceria saat menatap layar monitor USG.Reynald memang terkenal sebagai dokter yang teliti, tetapi Leanna baru tahu dan baru melihatnya semenjak wanita itu hamil. Semua makanan dan minuman, kadar gizi dan vitamin, semua Reynald hitung berul-betul agar Leanna dan bayinya tidak kekurangan sedikitpun. Seperti saat ini, hasil pemeriksaan bersama Dokter Vira pun betul-betul diperiksanya dengan teliti bahkan pria itu suah menyiapkan solusi untuk berbagai kemungkinan yang ada dalam proses kehamilan dan kelahiran. Seserius itu Reynald menanggapi kehamilan calon anak pertamanya ini. Hin
Sejak insiden terakhir kali bertemu Safira di rumah sakit, semenjak itu pula Leanna sering melihat aktris cantik itu berada di rumah sakit. Seperti kali ini, saat Leanna baru selesai memeriksa kandungannya, wanita itu melihat Safira sedang berdiri di dekat meja perawat sambil menelepon.“Hei, Rey!” panggil Safira saat melihat Reynald berjalan ke arahnya bersama dengan Leanna. “Apa kamu melihat Steven?”Reynald mengerenyitkan keningnya. “Ternyata hubungan kalian benar-benar berjalan lancar, ya?”“Tidak usah meledekku! Aku mau terapi, tapi dia tak menjawab teleponku.”“Terapi atau kencan?” ledek Reynald lagi dan kali ini Safira langgung menampilkan tatapan tajam khas singa betina miliknya.“Terapi ya … TERAPI!”“Oke-oke, tidak perlu segalak itu, kan?” balas Reynald sambil menahan tawanya. “Memangnya sudah buat janji? Dokter Steven lumayan favorit loh di sini.”“Justru dia yang sudah membuatkan jadwalnya. Apa kamu tahu di mana dia sekarang? Aku sudah tanya mereka, tetapi tidak ada yang t
"Sudah saya bilang kan, kalau saya ada rapat dengan kepala rumah sakit?" Reynald mencoba memberikan penjelasan tentang apa yang sebenarnya terjadi. "Iya, tapi kenapa rapatnya di hotel?""Kepala rumah sakit mengundang Profesor yang pernah mengajari kami waktu kuliah. Jadi kami semua berkumpul di sini.""Terus kenapa juga Mas berangkat satu mobil dengan Dokter Rysha?""Supaya lebih praktis saja. Setelah rapat nanti kami kembali lagi ke rumah sakit.""Kenapa dia tidak ikut mobil Dokter Steven saja?""Di mobil Dokter Steven sudah ada dua dokter lainnya.""Tetap saja." Leanna masih merengut dengan tangan dilipat di depan dadanya. Masih tidak suka mendengar semua alasan yang dilontarkan Reynald."Kamu tidak percaya sama saya?" tanya Reynald sambil menatap Leanna lekat-lekat. "Mana bisa aku percaya begitu saja. Mas tidak ingat apa saja yang sudah Mas lakukan dulu bersama dia?""Saya kan sudah minta maaf untuk hal yang lalu," ucap Reynald sambil menggenggam kedua tangan Leanna berusaha memb
"Apa yang sedang kalian lakukan?" Suara Reynald terdengar bersamaan dengan gumaman pelan yang keluar dari mulut Safira. Kedua wanita itu tak berkutik. Seperti tertangkap basah sudah melakukan hal buruk. Di samping Reynald, Steven pun terlihat memasang raut wajah yang menyeramkan. Baru kali ini Safira melihat pria penyabar itu terlihat sebegitu kesalnya. "Ah, ini. Mereka para penggemarku. Mereka adalah pilot yang sedang seminar di atas." Ucapan penjelasan dari Safira justru terdengar seperti alasan belaka. Tanpa membalas dengan kata-kata, Reynald segera duduk di samping Leanna begitu pun dengan Steven yang langsung duduk di sebelah Safira. Seperti sedang menunjukkan teritorinya pada lawan yang hendak merebut wilayahnya. "Aku kan sudah bilang tunggu aku baik-baik di restoran. Terus kenapa bisa ada mereka? Kamu tidak ingin mengenalkan kami?" ucap Steven terdengar ramah, tetapi terkesan menusuk hingga membuat Safira nyaris menahan napas karena grogi. "Ah, ini kapten Rigel dan yang i
Ponsel Reynald berdering begitu mereka berada di dalam mobil yang akan membawa mereka pulang. Seperti biasa tepat di jam 9 malam, Nico selalu memberikan laporannya terkait masalah di perusahaan Savero Group. Masih masalah yang sama, yaitu menentukan penerus yang bisa memimpin Savero Group menjadi lebih baik lagi. Reynald mengaktifkan penyuara telinganya dan mulai mendengarkan semua laporan Nico. Kalau sudah begini, pria itu akan terlihat serius dengan beberapa kerutan di keningnya. "Baiklah, Nic. Saya mengerti," ucap Reynald sebelum mengakhiri sesi teleponnya. "Ada apa?" tanya Leanna yang merasa khawatir karena wajah suaminya sejak tadi terlihat muram. "Biasa. Tuan Darwin mau Kakek menentukan penerusnya. Menurut Nico, Beliau sudah bersiap untuk mengambil alih saham yang tersisa.""Lalu, kita harus bagaimana?" tanya Leanna sambil menatap Reynald. "Menurut Nico, kalau saya tidak mengambil posisi penerus itu, bisa jadi kepemilikan saham Savero Group akan beralih semua ke Tuan Darwin