Di kamar Safira, Reynald segera memeriksa kondisi wanita itu dengan teliti. Kemudian segera menelepon seseorang yang dikenalnya dan memerintahkan Tania untuk membawa Safira menuju rumah sakit terdekat. Reynald segera membopong kembali Safira setelah memerintahkan Tania untuk turun lebih dulu dan mengambilkan mobilnya melalui vallet parking di lobi hotel.“Saya harus bawa Safira ke rumah sakit. Dia harus segera dioperasi karena radang usus buntunya yang parah. Kamu tunggu di sini saja, ya!” kata Reynald tanpa jeda saat melewati Leanna kemudian pergi begitu saja tanpa sempat mendengar jawaban wanita itu.Leanna hanya bisa tertegun di tempatnya melihat pria yang menjadi suaminya sedang sibuk mengurus wanita lain. Walaupun dia berusaha memaklumi karena profesi pria itu adalah seorang dokter, tetapi hati kecilnya tetap merasa kecewa ketika ditinggalkan begitu saja.“Kamu tidak apa-apa, kan, Leanna?” tanya Arvian hati-hati saat melihat perubahan raut wajah Leanna.“Ya … aku tak apa-apa.”Di
Liburan bulan madu yang Leanna harap menyenangkan ternyata justru malah mengecewakan. Keadaan yang menurut Leanna lebih seperti sedang menonton drama ketimbang menjadi pemeran utama karena pria yang menjadi suaminya lebih sibuk mengurus wanita lain yang menjadi pasiennya daripada mengurus wanita yang menjadi istrinya.Walaupun akhirnya dia tahu hubungan Reynald dengan Safira hanya sebatas teman. Setelah semua kesalahpahamannya terjawab dengan melihat sendiri apa yang dilakukan pria itu untuk Safira, wanita yang terlihat angkuh dan rapuh secara bersamaan, Leanna pun tak bisa protes karena kehadirannya belum memiliki arti yang mendalam di hati suaminya.Bahkan sekembalinya dari liburan bulan madu, mereka masih terlihat canggung satu sama lain. Meskipun Kakek Antony menyambut mereka dengan sangat gembira dan dengan berbagai pengharapan, mereka masih dua orang yang asing. Terlihat sekali Leanna berusaha keras menyesuaikan posisinya sebagai pendamping Reynald.“Kalian pasti lelah. Istiraha
Reynald masih terpaku di depan pintu masuk. matanya menatap tak percaya pada sosok di hadapannya. Sosok yang selama ini meninggalkan kesan sekaligus luka di dalam hatinya. Reynald bahkan sudah hampir melupakannya, tetapi tiba-tiba saja wanita itu kini sudah berdiri di hadapannya dengan penuh senyuman seolah tak ada hal buruk yang terjadi pada keduanya. “Ah … aku benar-benar merindukanmu, Rey,” lanjut wanita yang tiba-tiba sudah ada di rumah Reynald. Dengan senyuman yang tak pernah hilang dari bibirnya, dia kembali melanjutkan ucapannya, “Aku sudah membuatkan makanan kesukaanmu. Ayo kita makan bersa … ma.” Kalimat wanita itu sempat menggantung saat matanya menangkap sosok Leanna yang berada di balik punggung pria yang dicintainya. “Dia siapa, Rey?” tanya wanita itu pelan. Rasa tidak suka dan kecewa tergambar jelas di wajah cantiknya. Reynald menarik napas panjang sebelum bicara, “Leanna, dia Rysha. Dokter Rysha ini adik kelas saya. Sekarang bisa tolong letakkan tas saya di kamar,” k
Embusan angin hangat yang menerpa keningnya membangunkan Leanna dari tidurnya. Hal pertama yang dilihatnya ketika membuka mata langsung membuat jantungnya nyaris melompat dari rongganya. Leanna memejamkan kembali matanya kuat-kuat berusaha mengingat apa yang telah terjadi semalam hingga mereka dalam keadaan seperti sekarang. Tidur berdua saling berhimpitan di sofa panjang ruang tamu apartemen Reynald. Iya, berdua di sofa sempit itu. Salah satu tangan Reynald melingkar di pinggang Leanna sedangkan tangan yang satunya lagi dijadikan bantalan.Leanna mematung tidak berani bergerak sedikit pun. Berusaha menenangkan jantungnya agar tak berdetak semakin kencang . Namun sepertinya suara detak jantungnya sangat berisik, hingga membuat pria di hadapannya terbangun dan mulai bergerak pelan.“Ah … kamu sudah bangun.” Pria itu membuka matanya tanpa rasa canggung sedikit pun dan membuat Leanna semakin salah tingkah. Jarak wajah keduanya yang hanya sesenti membuat Leanna nyaris menahan napasnya.“D
“DOR!” Sebuah tepukan diiringi teriakan nyaring membuyarkan lamunan Leanna. “Kamu kenapa pagi-pagi kok melamun di sini?” tanya Arvian dengan senyum cerianya saat melihat Leanna baru memasuki lobi gedung.“Suaminya selingkuh kali! Tuh, lihat wajahnya merengut begitu,” sahut Alvaro asal.“Sembarangan! Suami aku bukan tipe yang seperti itu tahu!” sungut Leanna jengkel.“Bercanda, Leanna,” kata Alvaro santai sambil merangkul Leanna dan menyeretnya menuju lift.“Hei, Alva! Kenapa kamu sembarangan merangkul Leanna? Lepas! Cuma aku yang boleh merangkul dia seperti itu!” teriak Arvian sambil mengejar keduanya sampai ke dalam lift.“Jangan pelit dong, Vian! Aku juga suka tipe wanita seperti Leanna. Lucu!”Arvian dengan cepat menjitak kepala Alvaro sambil menarik lengan Leanna menjauh dari sepupunya itu. “Cari saja di tempat lain, jangan Leanna. Tidak cocok sama kamu yang playboy!” sungut Arvian jengkel.“Memangnya kamu cocok sama dia? Buktinya dia nikah sama orang lain, bukan sama kamu!” Kata-
Sejak semalam sikap Reynald membuat Leanna heran sekaligus bingung. Bahkan semenjak bangun tidur pria itu sudah menginterogasi Leanna tentang jam kerjanya. Pria itu bahkan nyaris menelepon Nico agar menghubungi pimpinan Leanna di stasiun TV VO-Channel untuk meminta pengurangan jam kerja untuk istrinya kalau saja wanita itu tidak memohon dan berjanji tidak akan bekerja hingga larut malam.“Telepon saya kalau kamu sudah selesai bekerja. Saya sendiri yang akan menjemput kamu nanti,” kata Reynald saat pria itu tiba di dapur minimalis apartemennya dan duduk di meja minibar yang berfungsi sebagai meja makan.“Iya, Dok. Dokter sudah bilang begitu dari semalam,” jawab Leanna di sela-sela kegiatan memasaknya.Pria itu hanya mengangguk pelan sambil menyesap kopi hitam kesukaannya. Sesekali memperhatikan Leanna yang sedang memasak. Seragam TV VO-Channel yang dikenakan Leanna justru membuat pesonanya sendiri. Rambut yang dicepol asal itu terlihat kontras dengan wajah oval Leanna dan berhasil menc
Sepanjang perjalanan pulang, Leanna hanya diam membisu. Beberapa kali Reynald mengucapkan permintaan maaf sambil terus membujuk Leanna yang sedang merajuk. Bahkan saat mereka sampai di apartemen pun, Leanna masih merengut kesal tanpa menanggapi satu pun permintaan maaf Reynald. Wanita itu dengan cueknya berjalan mendahului Reynald masuk ke dalam kamar mereka.“Kamu masih marah sama saya?” tanya Reynald berusaha menyejajari langkah Leanna sambil menatapnya.“Saya kan tidak sengaja. Tiba-tiba saja tim saya buat acara penyambutan rekan baru untuk Rysha. Tidak mungkin saya tidak ikut. Apalagi ada beberapa senior.”Leanna hanya mendesah pelan. Mendengar alasan yang diucapkan Reynald, entah kenapa membuat Leanna semakin kesal dengan pria itu.“Maaf, ya. Lain kali saya tidak akan membuatmu menunggu lagi.” Reynald masih berusaha membujuk Leanna yang masih bungkam. “Leanna ….”Melihat wanita di hadapannya masih diam membisu, Reynald menarik lengan Leanna dan membuat wanita itu berdiri menghada
Leanna menghentikan langkahnya ketika tatapannya beradu dengan tatapan Reynald yang kini sedang berdiri di depan pintu restoran dengan salah satu tangan berada di dalam saku celana. Wajah pria itu terlihat dingin dan rahangnya mengeras tanda pria itu sedang marah. Matanya menatap tajam pada pria yang berdiri di sebelah Leanna.“Leanna, ayo pulang!” perintah Reynald dengan nada dingin yang mungkin bisa membekukan satu kota. Pria itu segera menarik lengan Leanna menuju parkiran. Leanna hanya bisa melambaikan tangannya pelan pada Arvian dan Nindy karena Reynald menariknya dengan cepat.Pria sedingin es di samping Leanna itu tidak bersuara sedikit pun, membuat suasana mobil sedingin freezer lemari pendingin. Leanna nyaris bergidik saat melihat raut wajah Reynald sewaktu menariknya pergi dari hotel barusan. Pria itu mengetatkan rahangnya menahan emosi yang entah apa itu.Leanna juga sempat melihat tatapan khawatir Arvian begitu Reynald menariknya pergi. Bahkan sekarang Leanna hanya berani
Mungkin untuk sebagian orang, menikahi pria kaya dan tampan adalah sebuah kesempurnaan hidup. Namun Leanna tidak merasa seperti itu. Menikah dengan Reynald terasa seperti mengemban sebuah tugas yang berat, seperti apa yang Safira katakan sebelumnya. Anak di dalam kandungannya bahkan sudah mendapatkan tanggung jawab besar jauh sebelum dia dilahirkan.Awalnya mungkin Leanna tidak terlalu memikirkan hal ini. Namun begitu membuka mata keesokan paginya, dia benar-benar menyadari kalau hidupnya tidak akan semudah itu. Baru saja membuka matanya dan raut wajah penuh kekhawatiran dapat terlihat jelas dari beberapa orang yang kini memenuhi ruang rawatnya.“Kamu tidak apa-apa, Nak?” tanya Kakek Antony. “Kenapa kamu membiarkan istrimu kelelahan?” kata Kakek Antony pada Reynald begitu melihat pria itu masuk ke dalam ruang rawatnya.“Kamu juga kenapa tidak mengatakan lebih awal kalau Leanna di rawat di sini?” kata Kakek Antony pada Fiona yang terlihat merengut tidak terima disalahkan.“Justru aku y
Setelah kepanikan dan kehebohan di sepanjang lorong menuju poli obstetri dan ginekologi tadi, Leanna akhirnya langsung dapat penanganan dari Dokter Vira. Setelah melakukan banyak pemeriksaan Leanna akhirnya dipindahkan ke ruang perawatan untuk beristirahat selagi menunggu hasil pemeriksaan yang sudah dilakukannya barusan.Meskipun nyeri di perut Leanna sudah berkurang dan wanita itu pun kini sudah terlihat mulai nyaman berbaring di ranjangnya, tetapi Safira dan Fiona masih terlihat penuh kekhawatiran.“Benar sudah tidak sakit?” tanya Safira lagi. “Kalau memang masih sakit nanti kupanggilkan Dokter Vira lagi,” kata Safira.“Kamu belum makan, kan? Kamu mau makan apa biar kupesankan,” kata Fiona tak kalah paniknya.“Sebaiknya kalian juga duduk sebentar. Memangnya tidak lelah berlari-lari seperti tadi?” kata Leanna yang mulai pusing melihat kedua wanita cantik itu berjalan hilir mudik di depan ranjangnya.“Kalau perutmu masih terasa sakit, kamu tarik napas yang panjang saja, ya,” kata Safi
Sudah beberapa hari ini Fiona lebih sering berada di butik Leanna dengan setumpuk buku referensi pernikahan yang dibawanya. Menghabiskan hari sambil berceloteh tentang model gaun seperti apa yang cocok untuk gaun pengantinnya. Dekorasi seperti apa yang bagus untuk acara pernikahannya kelak, hingga jenis dan warna bunga yang bagaimana yang bagus digunakan untuk menghiasi ballroom tempat acaranya nanti. Leanna sampai pusing sendiri menanggapi semua celotehan Fiona tentang rencana pernikahannya tersebut. Belum lagi ketika Fiona bertanya beberapa pilihan konsep pernikahan yang ada di buku referensi tersebut. Leanna sampai bingung harus pilih yang seperti apa. Karena semua konsep yang Fiona usulkan semuanya memiliki keunikan tersendiri. “Kalian sedang apa?” tanya Safira yang tiba-tiba datang. Wanita itu membuka kacamata hitamnya kemudian ikut duduk di sebelah Fiona. “Merencanakan pernikahan,” jawab Leanna singkat. “Pernikahan siapa?” tanya Safira bingung. Leanna hanya melirik ke arah Fi
Tuan Darwin duduk di samping Kakek Antony kemudian kedua orang tua Kennard dan Kennard yang duduk persis di samping Fiona. Mereka semua saling menyapa dengan anggukan dan senyuman singkat kepada Kakek Antony. “Bukankah kamu yang meminta Kennard untuk membawa serta kami sekeluarga?” balas Tuan Darwin sambil menatap Kakek Antony tajam. Yang menurut Leanna seperti harimau yang sedang menakut-nakuti mangsanya. “Tentu, kalau cucumu itu ingin mendapatkan cucu perempuanku yang berharga.” “Kalau begitu, apakah kamu sudah bersedia menyerahkan cucu perempuanmu yang berharga itu pada cucuku?” tanya Tuan Darwin yang kali ini dengan senyuman tipis di bibirnya. “Mengingat sudah berapa lama kita berteman, seharusnya kamu tahu jelas apa jawabanku, kan, Win?” balas Kakek Antony lagi sambil menatap Tuan Darwin lekat-lekat. “Baiklah! Kita tidak perlu berbasa basi seperti ini lagi. Bagaimana kalau langsung menetapkan tanggal pernikahan untuk mereka saja?” kata Tuan Darwin yang saat ini raut wajahnya
Belaian lembut di pipi Leanna pun membangunkan wanita itu dari tidur lelapnya. Sebuah kecupan bahkan mendarat di bibir Leanna saat wanita itu membuka mata. Reynald kemudian menatapnya dalam-dalam sambil merapikan beberapa anak rambut yang jatuh di pipi Leanna. “Pagi,” sapa Reynald saat Leanna sudah sadar sepenuhnya. “Hari ini sudah tidak ada seminar, tapi sepertinya kita harus lekas pulang,” kata Reynald dengan nada suara lembut. “Pulang?” “Hmm. Kamu lupa kalau nanti malam ada pertemuan antara keluarga kita dengan keluarga Raharjo?” “Nanti malam? Ah, iya. Acaranya Fiona?” “Betul. Awalnya saya ingin mengajakmu jalan-jalan di sekitar sini, tapi tadi pagi sekali Fiona menelepon untuk mengingatkan saya tentang pertemuan keluarga ini.” “Ah, benar juga. Tidak mudah membuat Tuan Darwin mau datang mengurus masalah Fiona dan Kennard. Kita tidak boleh mengacaukannya.” “Tentu. Karena itu … ayo lekas bangun, Sayang,” kata Reynald sambil mengusap pipi Leanna kemudian tersenyum dan menatap is
“Memangnya kenapa?” tanya Reynald.“Jawab saja, Mas. Kita ini pasangan serasi atau bukan?”“Memangnya menurut kamu, kalau pasangan serasi itu seperti apa?” Reynald kembali balik bertanya.“Wajahnya cantik dan ganteng. Kelihatan sangat saling mencintai. Kompak dalam hal apa pun,” ucap Leanna menyebutkan isi salah satu artikel yang pernah di bacanya di media sosial.“Nah, itu kamu sudah tahu jawabannya.”“Apa?” Leanna justru bingung dengan jawaban yang diberikan Reynald.“Sudah jam 7, saya dan Steven harus kembali ke ruang seminar. Kalau kamu masih mau jalan-jalan lagi bersama Safira tidak apa-apa. Nanti minta Pak Sugio saja yang antarkan.”“Eh, tapi –”Reynald bangkit berdiri sambil mengusap puncak kepala Leanna dengan penuh rasa sayang kemudian tersenyum pada Leanna sebelum beranjak pergi. Begitu juga dengan Steven. Pria itu pun ikut bangkit berdiri menyusul Reynald.“Jangan lupa meneleponku kalau sudah selesai!” kata Safira sambil menatap Steven dengan tatapan tidak rela berpisah.“O
Usai berkeliling dari butik satu ke butik lainnya, Safira dan Leanna duduk berhadapan di salah satu café yang sedang hits di Dago. Beberapa tas belanjaan tergeletak di atas kursi di samping keduanya. Leanna sedang meminum jusnya, sedangkan Safira sibuk memeriksa ponselnya. “Mau sampai kapan kamu memandangi ponselmu begitu?” tanya Leanna yang sedari tadi mengamati gerak-gerik Safira. “Seminar mereka baru akan selesai malam hari.” Safira mengangkat wajahnya dan fokus mendengarkan ucapan yang keluar dari mulut Leanna. “Seminar hari ini materinya lumayan padat. Mas Reynald bilang pasti akan malam sekali selesainya.” “Memangnya mereka selesai jam berapa?” tanyanya penasaran. “Sekitar jam 10 sampai jam 11 malam,” kata Leanna sambil mengingat-ingat daftar jadwal seminar yang diberikan Reynald padanya. “Semalam itu?” Safira terlihat mendesah kecewa. “Itu sih sama saja tidak bisa bertemu dengannya hari ini.” “Hmm … bisa saja sih bertemu dengannya pada saat jam makan malam. Biasanya mere
Reynald mengurai pelukan Leanna dan menatap wajah wanita kesayangannya itu. Masih sedikit tidak percaya Leanna menyusulnya ke hotel tempatnya menginap. “Aku tidak bisa tidur kalau tidak ada, Mas,” ucap Leanna pelan sambil menatap wajah suaminya yang kini sedang tersenyum tipis menatapnya. Leanna kembali mendekap Reynald dan menyembunyikan wajahnya di dada bidang pria itu. Masih rindu dengan dekapan hangat dan aroma maskulin yang selalu bisa menenangkan jiwanya. Reynald membalas pelukan Leanna dan mengusap lembut punggungnya. Menyalurkan kedamaian dan kenyamanan yang selalu membuat Leanna ingin berada dalam pelukan hangat pria itu selamanya. “Peluknya nanti di sambung lagi. Sekarang kita ke kamar dulu, ya!” Reynald kemudian menggandeng Leanna memasuki lift yang membawa mereka ke lantai 5. Berhubung sudah tengah malam, Reynald tidak mungkin membiarkan Leanna berada lama-lama di lobi hotel. Reynald langsung membawa Leanna ke dalam kamarnya. Perjalanan panjang dari rumah mereka ke hot
Leanna terbangun dan wangi maskulin yang selama ini dia rindukan tercium kental dihidungnya. Leanna pun membuka mata dan menemukan dirinya sedang berada dalam dekapan pria yang beberapa waktu lalu membuatnya kesal.“Kapan Mas pulang? Katanya mau shift malam menggantikan teman Mas?” tanya Leanna sedikit terkejut mendapati suaminya itu mendekapnya erat.“Sstt … jangan bergerak!” Bukannya menjawab, Reynald justru mengetatkan pelukannya. “Kita tidur sebentar lagi, ya!” pinta pria itu dan kembali memejamkan matanya.Leanna hanya bisa menurut dan membiarkan suaminya itu memeluknya dan terlelap untuk beberapa saat. Namun suara perut Leanna yang kelaparan segera membangunkan Reynald. Sambil tersipu malu, Leanna menatap Reynald sedangkan pria itu justru tersenyum lembut.“Lapar, ya?” tanya Reynald dan Leanna mengangguk pelan. Memasuki trisemester kedua membuat perutnya menjadi lebih sering merasa lapar. “Mau makan apa?”“Bakso.”“Sepagi ini mana ada yang jual bakso, Leanna?”Leanna mengerucutk