“Hei, Giskan! Apa kamu dengar?”
“A-ah? Tentu saja Bu May-eh haruskah saya panggil ibu atau Nona Maya saja?” Gadis itu pura-pura terbata-bata. Sisi polos seorang gadis kadang memang terlihat menarik.
“Ekhem, kita mulai sekarang akan terus bekerja sama jadi akan lebih baik kalau akrab dari sekarang. Panggil saja Nona Maya.”
“Tentu saja, Nona Maya.”
Anak tengil ini sengaja mendekati Maya karena sang sekretaris adalah salah satu informan yang harus ia rawat kalau ingin mendapatkan detail tentang Awan. Usai berbasa-basi, anak itu dipersilakan masuk ke ruangan bos. Jadi di ruangan itu ditempati oleh tiga orang, bos serta asisten pribadinya menempati ruangan khusus. Giskan juga menyuruh bodyguard-nya untuk pergi karena pasti Awan akan terganggu dengan kehadirannya.
Setelah itu ia pun masuk dan melihat Awan sedang memeriksa dokumen. Giskan mendekat namun memberi jarak tiga mater dari meja kerja bosnya.
“Jadi kamu asisten pribadi saya yang baru? Apakah Maya sudah memberitahu detail tugas kamu?”
Tak mendapatkan jawaban, Awan menoleh ke arah orang yang berdiri di depannya. Ia terkejut tapi rasa malas lebih dominan. Ia pun berdiri dan meletakkan kembali dokumen yang ia pegang ke meja.
“Ngapain lo di sini?”
“Bos seperti yang udah gu-eh saya bilang kemarin. Saya sudah diterima magang di sini. Kalau tidak percaya, Bos bisa menelepon ayah Bos,” ujarnya. Kali ini ia benar-benar terbata-bata, tidak dibuat-buat.
Giskana masih terlihat tengil meski ia sudah berusaha bersikap formal di depan bosnya itu. Hal ini membuat Awan menatapnya tajam. Ia menyipitkan mata, menatapnya dari bawah ke atas. Selanjutnya dengan isyarat tangan ia menyuruh sang asisten pribadi duduk di meja kerja yang sudah tersedia.
Mengerti, Giskana pun menuju meja kerjanya dan duduk di sana. Tepat setelah pantatnya menyentuh bantalan kursi, Awan menjelaskan jika ada momen-momen tertentu yang mengharuskannya keluar dari ruangan ini. Awan pun mengangguk, berpikir mungkin salah satunya adalah membiarkannya berduaan bersama Rosa.
Sang asisten pribadi belajar dengan cepat. Saat ini ia membantu menyusun jadwal harian bosnya dan mengatur pertemuan dengan rekan kerja. Pukul sembilan ia menyeduh kopi. Di dalam ruangan itu ada dispenser dan peralatan menyeduh kopi. Dengan lihai ia pun memasukkan dua sendok makan kopi hambalang ke dalam cangkir kemudian menaruh kayu manis di dalamnya.
Giskana tersenyum mengingat kebiasaan Awan di masa lalu masih sama. Seleranya bagus karena kopi arabika ini memiliki rasa buah sehingga ada sensasi manis karamel, tetapi rasanya agak pahit. Selanjutnya ia menyerahkannya kepada Awan. Ia sangat menantikan komentar darinya. Maka ia masih berdiri di sana saar orang itu menyeruput kopinya.
Awan menyeruput tiga kali kemudian fokus kembali ke laptopnya. Saat menyadari ada orang yang sedari tadi memperhatikannya, ia pun menoleh dan mengernyitkan dahinya.
“Ada apa?”
“Bagaimana rasa kopi buatan saya, Bos?”
“Ini enak,” ujarnya singkat.
Bosnya memang orang yang profesional. Ia tidak pernah mencampuradukkan masalah pribadi dengan pekerjaan. Jika kerja Giskana bagus, ia akan mengapresiasinya meskipun secara pribadi, ia membenci orang itu. Awan memang terkesan karena biasanya asisten pribadinya butuh waktu beberapa saat untuk bisa membuat kopi sesuai dengan preferensi lidahnya. Namun asisten pribadi barunya itu langsung bisa membuatnya dalam satu kali percobaan. Sayangnya hal ini tak bosnya ungkapkan kepadanya.
Merasa puas, Giskana kembali ke mejanya dengan senyum sumringah. Ia kembali mengurus pekerjaannya yang belum selesai. Tak terasa waktu sudah memasuki jam makan siang. Ia pun mengingatkan bosnya jika setelah itu ada pertemuan penting dengan salah satu klien. Kemudian tepat pukul 12 ia pergi ke kantin kantor dan membeli dua porsi makanan dan minuman.
Dari penjelasan Maya, Giskana memahami bahwa alasan Awan tidak pernah pergi sendiri ke kantin kantor karena hal itu akan membuat karyawannya sungkan dan tidak bisa mengobrol santai. Coba saja bayangkan bagaimana jika saat waktu istirahat dan bersantai pun kalian masih harus berhadapan dengan bos? Walaupun mungkin itu hanya sebatas berada dalam satu ruangan kantin yang sama tanpa mengobrol. Tentu saja suasana akan menjadi mencekam. Seolah mereka sedang diawasi pimpinan.
Hari ini pun menjadi hari bersejarah bagi Giskana. Pasalnya ini adalah pertama kalinya mereka makan bersama. Ya meskipun di meja masing-masing. Selesai makan, ia bersama Maya mengikuti Awan pergi ke ruang pertemuan. Klien kali ini penting karena mereka adalah salah satu investor. Awan pun mengatur segela perlengkapan dan keperluan untuk presentasi.
Anak itu sangat cekatan dan bisa mengimbangi bosnya yang work holic. Sebelumnya gadis sudah mempersiapkan materi presentasi. Selama menyaksikan Awan presentasi, mulutnya sedikit terbuka. Siapapun bisa tahu kalau dia mengagumi sang CEO.
“Perusahaan kami sudah menggunakan energi terbarukan. Meski biaya yang dikeluarkan jadi lebih banyak, tapi hal ini sepadan dengan keamanan lingkungan dan keuntungan yang akan kita dapat. Apalagi negara kita adalah penghasil bahan baku terbear di dunia. Perusahaan kami adalah inisiator untuk mengolah bahan-bahan itu dan mengubahnya menjadi produk.”
Perusahaan yang diurus Awan adalah perusahaan cabang milik ayahnya yang bergerak di bidang otomotif. Perusahaan ini membuat mobil dan motor. Ke depannya mereka akan menciptakan mobil listrik yang ramah lingkungan. Karena kemampuan presentasi Awan yang luar biasa, pihak klien pun langsung sepakat untuk berinvestasi.
“Senang bekerja sama dengan Anda Pak Awan,” kedua tim saling bersalama. Pihak klien juga berjumlah tiga orang.
Selama pertemuan, Maya sang sekretaris bertugas untuk mencatat hasil pertemuan. Sementara Giskana lebih dari itu. Ia menyiapkan konsumsi untuk pertemuan dan menyusun hasil catatan Maya menjadi bentuk power point yang infomatif. Dengan bantuan AI (artificial intelligent) ia bisa mengurus pekerjaannya lebih cepat dan efisien. Namun ia masih mengecek hasilnya, menambah dan mengurangi informasi hingga yang dibaca Awan semuanya penting.
Setelahnya mereka kembali ke tempat masing-masing. Saat itu juga Giskana menyerahkan hasil pertemuan. Awan membacanya dan mengangguk puas.
“Giskan setelah ini kamu tolong belikan saya buket bunga lili putih di toko seberang.”
Sang asisten yang tengah asik bermain laptop untuk memeriksa berbagai berita terkait perusahaan dan bosnya pun dengan sigap menyatakan kesanggupannya. Ia senang setidaknya sekarang Awan sudah melunak padanya. Ia merasa sudah dianggap sebagai asistennya. Tidak memperlakukannya sebagai orang asing lagi.
“Buat Rosa. Nanti dia datang jam setengah empat. Kamu nanti keluar ruangan dulu selama ada dia.”
Giskan mengangguk paham. Jadi apakah bunga favorit Rosa adalah lili putih? Atau Awan memilih bunga itu untuk menggambarkan perasaannya pada sang kekasih? Bunga lili putih melambangkan kemurnian, ketulusan, kesucian, dan kepolosan. Bunga ini cocok untuk digunakan dalam berbagai acara istimewa seperti pernikahan dan kelahiran bayi. Lantas apakah itu menandakan pria 28 tahun itu akan melamar kekasihnya itu?
Sebentar lagi pukul setengah empat sehingga gadis pamit pergi ke toko bunga. Toko ini cukup besar dan berbagai bunga ada di sana, hampir komplet karena apapun ada. Tapi perhatiannya tertuju pada bunga matahari yang mekar megah dan indah.
Akhirnya ia memesan buket lili putih dan matahari. Ada banyak makna dari memberikan bunga matahari kepada seseorang. Tapi yang ingin Giskana sampaikan adalah rasa cinta yang tulus dan penghormatan pada Awan.
Awan mengernyitkan matanya saat menerima dua buket bunga. Ia pun menatap Giskana yang sedari tadi diam tak menjelaskan apapun. Anak itu malah mengeluarkan senyum paling menawan.“Itu tadi pemilik tokonya lagi ulang tahun, Bos. Pembeli yang beruntung dapat bunga matahari.”“Hmm kamu aja yang atur,” jawab Awan sambil menyerahkan buket bunga matahari itu.Giskana pun dengan sigap mengambilnya. Kemudian menaruhnya di vas yang sudah diberikan air. Bunga berwarna kuning cerah itu seketika mengubah aura ruangan itu terutama meja kerja Awan. Ada nuansa ceria dan semangat di sana.Tak lama kemudian seorang perempuan masuk tanpa mengetuk atau mengucap salam terlebih dahulu. Awan pun menatap asisten pribadinya sekilas, memberinya kode untuk segera keluar. Usai menghela napas pelan, sang asisten pribadi pun keluar ruangan.Tak ada kerjaan lagi, Giskana pergi ke kantin untuk membeli jus alpukat. Ia juga membeli cappuccino untuk Maya.“Nona, memang perempu—eh maksudnya pacar bos sering ke sini ya?”
Setelah insiden itu, Awan membuat Giskana bekerja berkali-kali lipat. Jika karyawan lainnya masuk pukul delapan pagi, dirinya harus sudah berada di kantor pukul enam pagi. Apabila yang lainnya bisa pulang pukul lima sore, dirinya tidak boleh pulang sebelum pukul delapan malam. Tiga minggu sudah berlalu. Giskana mulai memiliki kantung mata.“Lo kurang tidur ya Gis?”Maya bertanya padanya. Mereka sudah menjalin hubungan yang lebih akrab sehingga wanita itu memintanya untuk berbicara santai saat hanya berdua.“Bos lo di otaknya itu 90 persen kerja ya Non? Di rumah pun gue masih disuruh lembur,” keluhnya.“Ha ha ha. Udah nikmatin aja. Lembur juga dibayar lebih, kan?”Memang benar. Meskipun Giskana tahu jika bosnya hanya ingin mengerjainya, akan tetapi bosnya itu tidak serta merta memeras keringat karyawannya. Selain itu, si work holic ini memiliki jam kerja yang sama dengannya. Bahkan di hari libur pun Giskana pernah disuruh mengantarkan dokumen ke rumahnya. Padahal dokumen itu tidak mend
Keselamatan Giskana sejak kecil selalu terancam oleh karena itu papanya selalu menempatkan banyak bodyguard untuk mengawalnya. Sayangnya ketika beranjak remaja, anak ini mulai membangkang. Ia sering menyelinap kabur dari para penjaganya. Sejauh ini, ia sudah tiga kali diculik. Sekali saat masih kecil dan sisanya saat dirinya beranjak remaja.Anggap saja Giskana selalu beruntung namun keburuntungan itu sendiri memiliki limit. Tidak ada yang tahu apakah pertolongan Awan saat itu merupakan keberuntungan terakhirnya. Satu hal yang pasti, sekarang Giskana tidak ingin terlalu merepotkan para pengawalnya. Pasalnya ia tahu betul apa yang akan terjadi pada para pengawalnya itu jika mereka sekali lagi kecolongan.Saat ini ia hanya meminta kepada mereka untuk tidak terlalu mencolok dan berpenampilan seperti warga sipil agar tidak menarik perhatian khalayak. Jika ditanya alasan menagap banyak yang mengincar nyawa anak itu, jawabannya karena papanya adalah mantan mafia dengan jaringan organisasi t
Nona Muda, Tuan Awan melamar Nona Rosa.Giskana baru saja selesai menyusun laporan saat menerima pesan dari pengawalnya. Beruntung saat ini ia sudah ada di rumah. Jika tidak, mungkin saja dia akan benar-benar menggila dan hubungannya bersama Awan akan hancur. Perlahan-lahan Giskana menarik napas dan mengembuskannya. Ia berpikir selama mereka belum bertunangan secara resmi di depan keluarga dan menikah, masih terbuka lebar kesempatan untuknya.Tak ingin berlarut-larut dalam emosi, ia keluar dari kamar dan pergi menemui papanya yang sedang berada di ruang kerja. Jika di kantor ada Awan, di rumah ini ada papanya yang work holic. Usai mengetuk pintu tiga kali dan diizinkan masuk, Giskana masuk membawa sebuah kotak persegi panjang.“Udah jam delapan gini kenapa Papa masih aja kerja?”“Papa harus kerja keras untuk keluarga kita. Tumben kamu nemuin papa malam-malam gini?”“Nih untuk Papa.”“Apa ini?”“Buka aja.”Ternyata isi kotak itu adah sebuah dasi. Giskana menjelaskan jika itu adalah ha
Bab 9 - MenyusupSeketika, suasana jadi hening. Raymond tahu jika anaknya sejak dulu suka gonta-ganti pasangan alias playgirl. Tapi gadis itu tak pernah sekalipun membicarakan hal ini padanya. Apalagi saat ini ia ada di depan Fero dan Awan.“Oh iya? Siapa?” Fero cukup antusias.“Ada deh. Om kenal kok. Nanti kalau udah dapat, Giskan pasti kasih tahu Papa sama Om kok.”Seketika, Awan menggertakkan giginya. Kedua tangannya mengepal. Pikirnya Giskana telah berani secara terang-terangan mengibarkan bendera perang padanya dengan membahas masalah pasangan. Ia merasa gadis itu mengejeknya karena belum memperkenalkan kekasihnya pada Fero.Raymond bisa menangkap sinyal permusuhan yang dikirim oleh Awan. Sebagai orang tua, dirinya tahu apa yang dilakukan oleh anaknya selama ini. Ia pun tidak habis pikir kenapa Giskana dulu suka merecoki hubungan asmara Awan. Selain itu, anak gadisnya juga suka jahil terhadap lelaki itu sejak masih kecil.Sebenarnya Fero pun tahu kelakuan Giskana selama ini. Namu
Gadis itu ngelindur dengan mata terpejam. Hal ini pun membuat Awan terperangah. Pasalnya saat ini ia seperti melihat sisi lemah Giskana. Hal yang selama ini tak pernah ia tunjukkan. Namun hal ini tidak cukup untuk membiarkannya bisa tidur seranjang dengan Awan. Orang itu bahkan berusaha membangunkannya dan menariknya dari kasur.Kesal karena seperti ada lem di bokongnya sehingga menempel terus di kasur, ia pun menendangnya hingga terjatuh. Tapi orang yang ditendang hanya mengaduh, namun matanya masih terpejam. Melihat ini, Awan tersenyum puas. Ia membiarkan Giskana tidur meringkuk di lantai. Ia pun kemudian mematikan lampu dan menutup matanya kembali.Sampai kapan ia tega membiarkan Giskana tidur di bawah lantai yang dingin itu? Baru saja terpejam beberapa detik, pikirannya gusar. Semakin tak tenang, ia pun bangun dan menyalakan kembali lampunya. Melihat AC berada di suhu paling dingin, ia mengaturnya menjadi yang paling hangat. Kemudian dengan asal melempar selimut ke arah Giskana. S
Giskana mengincar tiga pemuda dan dua pemudi yang duduk bersama. Awan mengikutinya dari belakang. Para pemuda yang nampaknya masih kuliah itu pun menyambutnya dengan antusias. Tak butuh waktu lama, mereka sudah terhanyut dengan suasana yang dibangun oleh Giskana.“Kak lo lucu banget sumpah,” ucap salah satu pemuda itu usai mendengar banyolan Giskana.Yah, wanita humoris memang memiliki daya tarik sendiri. Apalagi untuk sosok yang memiliki darah campuran bule sepertinya. Sementara itu, Awan yang sedari tadi mengamatinya mulai mengerti satu hal. Ia mulai bisa memahami gaya murahan Giskana untuk menggoda.“Anak muda yang malang,” lirihnya sambil tersenyum miring.Awan pun tidak mau kalah dengan asisten pribadinya. Ia mulai mengeluarkan satu pelurunya. Apabila jiwa ramah Giskana adalah bawaan alami, Awan yang cenderung pendiam ini juga bisa friendly dengan catatan asalkan dia mau. Awan akan ramah dengan orang-orang tertentu. Orang introvert ini akan mengeluarkan energi lebih untuk bersosi
Aroma harum menusuk hidungnya. Gadis yang tangannya diinfus itu mengerjapkan mata. Namun yang ia lihat adalah ruangan asing. Badannya susah bergerak. Akhirnya ia hanya bisa mengandalkan matanya untuk mengamati sekitar.“Nona Muda?!”Seorang maid yang membawa baskom berisi air dan handuk kecil terkejut. Ia meletakkan dua benda itu di atas nakas dan segera berlari keluar. Wanita itu hendak mengabari kepala pelayan. Sedangkan Giskana akhirnya bisa menggerakkan tangannya. Ia mengangkat tangannya dan melihat ada tato bunga anggrek kecil di lengan kirinya.“Apa gue reinkarnasi lagi?”Ia agak bingung karena pada reinkarnasi ketujuh ini ia ternyata beregresi ke dunia lain. Ia tidak terlahir kembali sebagai ayi melainkan masuk ke dalam tubuh orang dewasa. Namun demikian ia bersyukur karena kali ini dirinya masuk ke dalam keluarga kaya. Setidaknya itu yang bisa ia simpulkan sementara ini usai melihat kamarnya sangat luas dan barang-barang di sini terlihat mahal.Perlahan-lahan ia menyandarkan ba
Giskana mengincar tiga pemuda dan dua pemudi yang duduk bersama. Awan mengikutinya dari belakang. Para pemuda yang nampaknya masih kuliah itu pun menyambutnya dengan antusias. Tak butuh waktu lama, mereka sudah terhanyut dengan suasana yang dibangun oleh Giskana.“Kak lo lucu banget sumpah,” ucap salah satu pemuda itu usai mendengar banyolan Giskana.Yah, wanita humoris memang memiliki daya tarik sendiri. Apalagi untuk sosok yang memiliki darah campuran bule sepertinya. Sementara itu, Awan yang sedari tadi mengamatinya mulai mengerti satu hal. Ia mulai bisa memahami gaya murahan Giskana untuk menggoda.“Anak muda yang malang,” lirihnya sambil tersenyum miring.Awan pun tidak mau kalah dengan asisten pribadinya. Ia mulai mengeluarkan satu pelurunya. Apabila jiwa ramah Giskana adalah bawaan alami, Awan yang cenderung pendiam ini juga bisa friendly dengan catatan asalkan dia mau. Awan akan ramah dengan orang-orang tertentu. Orang introvert ini akan mengeluarkan energi lebih untuk bersosi
Gadis itu ngelindur dengan mata terpejam. Hal ini pun membuat Awan terperangah. Pasalnya saat ini ia seperti melihat sisi lemah Giskana. Hal yang selama ini tak pernah ia tunjukkan. Namun hal ini tidak cukup untuk membiarkannya bisa tidur seranjang dengan Awan. Orang itu bahkan berusaha membangunkannya dan menariknya dari kasur.Kesal karena seperti ada lem di bokongnya sehingga menempel terus di kasur, ia pun menendangnya hingga terjatuh. Tapi orang yang ditendang hanya mengaduh, namun matanya masih terpejam. Melihat ini, Awan tersenyum puas. Ia membiarkan Giskana tidur meringkuk di lantai. Ia pun kemudian mematikan lampu dan menutup matanya kembali.Sampai kapan ia tega membiarkan Giskana tidur di bawah lantai yang dingin itu? Baru saja terpejam beberapa detik, pikirannya gusar. Semakin tak tenang, ia pun bangun dan menyalakan kembali lampunya. Melihat AC berada di suhu paling dingin, ia mengaturnya menjadi yang paling hangat. Kemudian dengan asal melempar selimut ke arah Giskana. S
Bab 9 - MenyusupSeketika, suasana jadi hening. Raymond tahu jika anaknya sejak dulu suka gonta-ganti pasangan alias playgirl. Tapi gadis itu tak pernah sekalipun membicarakan hal ini padanya. Apalagi saat ini ia ada di depan Fero dan Awan.“Oh iya? Siapa?” Fero cukup antusias.“Ada deh. Om kenal kok. Nanti kalau udah dapat, Giskan pasti kasih tahu Papa sama Om kok.”Seketika, Awan menggertakkan giginya. Kedua tangannya mengepal. Pikirnya Giskana telah berani secara terang-terangan mengibarkan bendera perang padanya dengan membahas masalah pasangan. Ia merasa gadis itu mengejeknya karena belum memperkenalkan kekasihnya pada Fero.Raymond bisa menangkap sinyal permusuhan yang dikirim oleh Awan. Sebagai orang tua, dirinya tahu apa yang dilakukan oleh anaknya selama ini. Ia pun tidak habis pikir kenapa Giskana dulu suka merecoki hubungan asmara Awan. Selain itu, anak gadisnya juga suka jahil terhadap lelaki itu sejak masih kecil.Sebenarnya Fero pun tahu kelakuan Giskana selama ini. Namu
Nona Muda, Tuan Awan melamar Nona Rosa.Giskana baru saja selesai menyusun laporan saat menerima pesan dari pengawalnya. Beruntung saat ini ia sudah ada di rumah. Jika tidak, mungkin saja dia akan benar-benar menggila dan hubungannya bersama Awan akan hancur. Perlahan-lahan Giskana menarik napas dan mengembuskannya. Ia berpikir selama mereka belum bertunangan secara resmi di depan keluarga dan menikah, masih terbuka lebar kesempatan untuknya.Tak ingin berlarut-larut dalam emosi, ia keluar dari kamar dan pergi menemui papanya yang sedang berada di ruang kerja. Jika di kantor ada Awan, di rumah ini ada papanya yang work holic. Usai mengetuk pintu tiga kali dan diizinkan masuk, Giskana masuk membawa sebuah kotak persegi panjang.“Udah jam delapan gini kenapa Papa masih aja kerja?”“Papa harus kerja keras untuk keluarga kita. Tumben kamu nemuin papa malam-malam gini?”“Nih untuk Papa.”“Apa ini?”“Buka aja.”Ternyata isi kotak itu adah sebuah dasi. Giskana menjelaskan jika itu adalah ha
Keselamatan Giskana sejak kecil selalu terancam oleh karena itu papanya selalu menempatkan banyak bodyguard untuk mengawalnya. Sayangnya ketika beranjak remaja, anak ini mulai membangkang. Ia sering menyelinap kabur dari para penjaganya. Sejauh ini, ia sudah tiga kali diculik. Sekali saat masih kecil dan sisanya saat dirinya beranjak remaja.Anggap saja Giskana selalu beruntung namun keburuntungan itu sendiri memiliki limit. Tidak ada yang tahu apakah pertolongan Awan saat itu merupakan keberuntungan terakhirnya. Satu hal yang pasti, sekarang Giskana tidak ingin terlalu merepotkan para pengawalnya. Pasalnya ia tahu betul apa yang akan terjadi pada para pengawalnya itu jika mereka sekali lagi kecolongan.Saat ini ia hanya meminta kepada mereka untuk tidak terlalu mencolok dan berpenampilan seperti warga sipil agar tidak menarik perhatian khalayak. Jika ditanya alasan menagap banyak yang mengincar nyawa anak itu, jawabannya karena papanya adalah mantan mafia dengan jaringan organisasi t
Setelah insiden itu, Awan membuat Giskana bekerja berkali-kali lipat. Jika karyawan lainnya masuk pukul delapan pagi, dirinya harus sudah berada di kantor pukul enam pagi. Apabila yang lainnya bisa pulang pukul lima sore, dirinya tidak boleh pulang sebelum pukul delapan malam. Tiga minggu sudah berlalu. Giskana mulai memiliki kantung mata.“Lo kurang tidur ya Gis?”Maya bertanya padanya. Mereka sudah menjalin hubungan yang lebih akrab sehingga wanita itu memintanya untuk berbicara santai saat hanya berdua.“Bos lo di otaknya itu 90 persen kerja ya Non? Di rumah pun gue masih disuruh lembur,” keluhnya.“Ha ha ha. Udah nikmatin aja. Lembur juga dibayar lebih, kan?”Memang benar. Meskipun Giskana tahu jika bosnya hanya ingin mengerjainya, akan tetapi bosnya itu tidak serta merta memeras keringat karyawannya. Selain itu, si work holic ini memiliki jam kerja yang sama dengannya. Bahkan di hari libur pun Giskana pernah disuruh mengantarkan dokumen ke rumahnya. Padahal dokumen itu tidak mend
Awan mengernyitkan matanya saat menerima dua buket bunga. Ia pun menatap Giskana yang sedari tadi diam tak menjelaskan apapun. Anak itu malah mengeluarkan senyum paling menawan.“Itu tadi pemilik tokonya lagi ulang tahun, Bos. Pembeli yang beruntung dapat bunga matahari.”“Hmm kamu aja yang atur,” jawab Awan sambil menyerahkan buket bunga matahari itu.Giskana pun dengan sigap mengambilnya. Kemudian menaruhnya di vas yang sudah diberikan air. Bunga berwarna kuning cerah itu seketika mengubah aura ruangan itu terutama meja kerja Awan. Ada nuansa ceria dan semangat di sana.Tak lama kemudian seorang perempuan masuk tanpa mengetuk atau mengucap salam terlebih dahulu. Awan pun menatap asisten pribadinya sekilas, memberinya kode untuk segera keluar. Usai menghela napas pelan, sang asisten pribadi pun keluar ruangan.Tak ada kerjaan lagi, Giskana pergi ke kantin untuk membeli jus alpukat. Ia juga membeli cappuccino untuk Maya.“Nona, memang perempu—eh maksudnya pacar bos sering ke sini ya?”
“Hei, Giskan! Apa kamu dengar?”“A-ah? Tentu saja Bu May-eh haruskah saya panggil ibu atau Nona Maya saja?” Gadis itu pura-pura terbata-bata. Sisi polos seorang gadis kadang memang terlihat menarik.“Ekhem, kita mulai sekarang akan terus bekerja sama jadi akan lebih baik kalau akrab dari sekarang. Panggil saja Nona Maya.”“Tentu saja, Nona Maya.”Anak tengil ini sengaja mendekati Maya karena sang sekretaris adalah salah satu informan yang harus ia rawat kalau ingin mendapatkan detail tentang Awan. Usai berbasa-basi, anak itu dipersilakan masuk ke ruangan bos. Jadi di ruangan itu ditempati oleh tiga orang, bos serta asisten pribadinya menempati ruangan khusus. Giskan juga menyuruh bodyguard-nya untuk pergi karena pasti Awan akan terganggu dengan kehadirannya.Setelah itu ia pun masuk dan melihat Awan sedang memeriksa dokumen. Giskan mendekat namun memberi jarak tiga mater dari meja kerja bosnya.“Jadi kamu asisten pribadi saya yang baru? Apakah Maya sudah memberitahu detail tugas kamu?
“Ngapain lo di sini?!”Giskana menatapnya tajam. Suaranya rendah tapi kata demi kata memiliki tekanan yang kuat. Tubuh Giskana secara alami beringsut. Ia tak bisa melangkah lebih dari ini. Dulu Giskana memang hanya berani menggertak orang itu saat ada papanya atau Fero saja. Namun kali ini ia tak bisa mundur.Saat ini Awan tengah membaca buku sambil duduk bersandar di dashboard kasur. Sejurus kemudian ia kaget karena ia pikir lelaki akan membaca buku ekonomi atau manajemen. Akan tetapi lelaki bermata hijau zamrut itu kini tengah memegang sebuah novel. Melihat hal ini membuat Giskana sangat bersemangat.Bukankah ini berarti dirinya selangkah lebih dekat dengan Awan? Untuk itu ia harus mengerahkan seluruh tenaganya untuk mendekat ke arah lelaki itu. Tak tanggung-tanggung, saat berhasil melangkah, ia langsung mengambil gerakan cepat dan banyak. Hingga dalam hitungan detik, anak itu sudah duduk di pinggiran kasur, menghadap Awan.Ketika Giskana dengan lancang memegang novel itu sambil cur